Assalamuaikum
Izin menjawab diskusi ini
Hukum, syariat, dan fikih memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam konteks hukum Islam. Berikut penjelasan tentang perbedaan antara ketiganya:
1. Hukum: Hukum adalah aturan atau ketentuan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga negara dan berlaku secara mengikat bagi masyarakat dalam suatu wilayah atau negara tertentu. Hukum bersifat formal dan dikodifikasikan dalam peraturan perundang-undangan.
2. Syariat: Syariat adalah hukum atau aturan yang berasal dari Allah SWT yang disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW. Syariat mencakup seluruh aspek kehidupan umat Muslim, termasuk akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Syariat bersumber dari Al-Quran dan Sunnah Nabi.
3. Fikih: Fikih adalah pemahaman atau interpretasi terhadap syariat Islam yang
dilakukan oleh para ulama atau ahli hukum Islam (fuqaha') melalui proses ijtihad atau penalaran hukum. Fikih merupakan hasil pemikiran manusia dalam memahami dan menerapkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Perbedaan utama antara ketiganya adalah:
Hukum bersifat formal dan dibuat oleh lembaga negara, sedangkan syariat dan fikih berkaitan dengan hukum Islam yang berasal dari Allah SWT dan pemahaman para ulama.
Syariat merupakan aturan yang langsung berasal dari Al-Quran dan Sunnah Nabi, sedangkan fikih merupakan penafsiran atau interpretasi terhadap syariat tersebut oleh para ulama melalui proses ijtihad.
Hukum berlaku secara mengikat dalam suatu wilayah atau negara, sedangkan syariat dan fikih merupakan pedoman bagi umat Muslim dalam menjalankan kehidupan sesuai dengan ajaran Islam.
Fikih dapat berbeda-beda antara satu ulama dengan ulama lainnya karena perbedaan metode ijtihad dan pemahaman, sedangkan syariat bersifat tetap dan universal.
Dalam konteks negara Islam atau negara yang menerapkan hukum Islam, hukum positif (undang-undang) seharusnya didasarkan pada syariat Islam dan fikih yang telah disepakati oleh para ulama.
Assalamualaikum
Izin menjawab diskusi ini.
Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa Islam sangat menghargai dan menghormati budaya lokal suatu masyarakat. Islam tidak serta merta menghapus atau menghilangkan budaya setempat ketika masuk ke suatu wilayah. Sebaliknya, Islam mengakomodasi dan mengadopsi budaya lokal selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Keberhasilan penyebaran Islam di Nusantara tidak terlepas dari sikap akomodatif Islam terhadap budaya lokal. Para penyebar Islam (wali songo dan ulama) melakukan pendekatan persuasif dengan menghargai dan mengadopsi budaya setempat yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dengan demikian, masyarakat lokal tidak merasa budayanya disingkirkan, sehingga mereka lebih mudah menerima Islam.
Bahkan dalam Islam sendiri, budaya lokal yang baik dapat dijadikan sumber hukum atau referensi dalam menetapkan hukum Islam (fiqih) selama tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah Nabi. Hal ini dikenal dengan istilah 'urf atau adat istiadat yang baik.
Dalil yang mendukung pernyataan di atas adalah:
1. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman:
"Dan demikianlah Kami telah mengutus kamu (Muhammad) pada suatu umat yang sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumnya, agar kamu membacakan kepada mereka (Al-Quran) yang Kami wahyukan kepadamu, padahal mereka mengingkarinya. Mereka berkata,
"Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) mukjizat dari Tuhannya?" Katakanlah,
"Sesungguhnya Allah Maha Kuasa untuk menurunkan suatu mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (Ar-Ra'd: 30)
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah mengutus Nabi Muhammad kepada suatu umat (masyarakat) yang memiliki budaya dan tradisi sebelumnya. Nabi diperintahkan untuk menyampaikan ajaran Islam dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat tersebut.
2. Dalam hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada perintahnya dalam agama kami (Islam), maka amal tersebut tertolak." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa praktik budaya atau adat istiadat yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam dapat diterima dalam Islam.
Dengan demikian, Islam mengajarkan untuk menghargai budaya lokal selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Budaya lokal yang baik bahkan dapat dijadikan sumber hukum atau referensi dalam penetapan hukum Islam (fiqih).