JURNAL NALAR PENDIDIKAN
ISSN [E]: 2477-0515 ISSN [P]: 2339-0794 DOI: 10.26858/jnp.v8i2.15258 Online: https://ojs.unm.ac.id/nalar
104 PERSEPSI GURU MENGENAI GURU IDEAL
Wahyuddin1, Martina Ismayanti2
1,2Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Tomakaka [email protected]1
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru mengenai konsep dan karakteristik guru ideal. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi agar dapat fokus pada persepsi individu, yaitu guru SMA Kecamatan Simboro sebagai partisipan, dengan cara mewawancarai mereka secara semi terstruktur. Teknik analisis data kualitatif diaplikasikan dengan menggunakan bantuan software NVivo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep guru ideal menurut partisipan adalah guru yang bermanfaat bagi siswa, institusi, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan kriteria atau karakteristik guru ideal menurut mereka yaitu guru yang memiliki karakter positif, menguasai konten atau materi yang diajarkan, memiliki kompetensi pedagogik, professional, berpengalaman, melakukan kontribusi sosial, dan terus melakukan pengembangan diri.
Kata Kunci: guru ideal, karakteristik, persepsi guru
TEACHER’S PERCEPTION REGARDING IDEAL TEACHER Abstract
This study aims to determine teacher perceptions regarding the concepts and characteristics of ideal teacher.
This study uses a phenomenological approach in order to focus on individual perceptions, namely Simboro high school teachers as participants, by interviewing them in a semi-structured manner. Qualitative data analysis techniques were applied by using NVivo software. The results of the study indicate that the concept of the ideal teacher according to the participants is a teacher who is beneficial to students, institutions, society, nation, and state. While the criteria or characteristics of the ideal teacher according to them are teachers who have positive characters, master the content or material being taught, have pedagogical competences, are professional, have the experience, make social contributions, and continue to develop themselves.
Keywords: ideal teacher, characteristics, teacher perception PENDAHULUAN
Guru mengambil porsi paling besar dalam proses pendidikan anak dibandingkan dengan aktor pendidikan lainnya seperti kepala sekolah, orang tua, dan stakeholder. Mereka berdiri setiap hari di tengah-tengah siswa di dalam kelas bahkan di luar kelas, melaksanakan pembelajaran dan kurikulum, menilai, mengevaluasi, memotivasi, hingga menjadi panutan bagi murid-murid mereka. Itulah sebabnya peneliti dan pembuat kebijakan sepakat bahwa kualitas guru merupakan masalah kebijakan yang sangat penting dalam reformasi pendidikan [1].
Berbagai penelitian mengonfirmasi bahwa guru yang berkualitas akan memberikan dampak positif bagi anak. Sebagai contoh, guru efektif akan menghasilkan murid dengan tingkat kehadiran yang lebih tinggi [2] [3], mendapatkan gaji besar saat bekerja, dan murid tersebut kecil kemungkinan memiliki anak di usia dini [3]. Senada dengan itu, Akiba menyatakan bahwa guru profesional yang menerapkan kolaborasi akan lebih efektif meningkatkan prestasi siswa dalam mata pelajaran [4].
Menyadari urgensi guru seyogianya membuat para pemangku kebijakan menyiapkan guru yang
105 berkualitas dan professional, yaitu guru yang tidak
hanya menguasai ilmu yang mereka ajarkan, tetapi juga ahli dalam mendidik secara efektif dan kreatif, serta menginspirasi siswa dan orang tua untuk maju dan berkembang. Mereka terus belajar dan menguasai konteks dimana mereka mendidik.
Kondisi guru seperti ini mungkin merupakan gambaran sosok guru ideal.
Membentuk guru ideal bukan hal yang utopis sebab kriterianya dapat dilihat pada berbagai standar, peraturan dan referensi ilmiah. Misalnya seorang guru harus menguasai kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional [5].
Sedangkan menurut Rockoff, et al., guru yang baik adalah seseorang yang memiliki self-efficacy, fleksibilitas, keramahan, dan pikiran terbuka [6].
Dalam essai berjudul What Makes a Good Teacher, kriteria guru ideal dipapaparkan secara detail berdasarkan berbagai penelitian termasuk dari persepsi siswa dan kepala sekolah [7], yang kemudian ditambahkan dari sudut pandang para pemangku kepentingan mengenai guru yang efektif [8]. Sayangnya, referensi tersebut tidak dilengkapi dengan persepsi guru itu sendiri mengenai guru ideal. Terdapat beberapa penelitian yang mengangkat persepsi guru tetapi masih terbatas pada topik yang lain, misalnya mengenai pengembangan profesional mata pelajaran matematika [9], praktik pelatihan instruksional yang efektif [10], integrasi teknologi yang efektif [11], dan kompetensi pedagogis abad ke-21 [12].
Padahal penelitian persepsi ini penting untuk mendapatkan gambaran apakah pandangan guru terhadap guru yang baik sejalan dengan teori dan pandangan para aktor pendidikan lainnya. Kita ambil contoh penelitian yang mengangkat persepsi guru tentang efektivitas dan relevansi pelatihan pengembangan profesional mereka. Dalam investigasi ini terdapat tiga penemuan yaitu pendidik memandang peluang pengembangan profesional sebagai hal yang diperlukan, pendidik menginginkan metode pembelajaran yang efektif selama pelatihan, dan pendidik perlu pelatihan yang ditargetkan berkaitan dengan populasi spesifik siswa mereka [8]. Pandangan-pandangan pendidik dalam penelitian tersebut pada akhirnya dapat digunakan dalam pengembangan profesi guru.
Persepsi yang benar tentang guru ideal berdasarkan standar dan referensi yang ada mungkin akan membuat guru bercita-cita dan berusaha menjadi guru ideal. Sebaliknya, rendahnya kualitas guru bisa jadi disebabkan oleh adanya persepsi yang salah di kalangan guru itu sendiri tentang bagaimana seharusnya guru berkualitas. Asumsi ini didasarkan bahwa persepsi atau pandangan menentukan apa
yang diketahui, dipercaya, dipikirkan dan diniatkan oleh seseorang [13].
Seseorang yang mempercayai sesuatu berarti dia menyatakan bahwa sesuatu itu benar tetapi juga menerima kemungkinan bahwa sesuatu itu mungkin saja tidak benar [14], tergantung dari apa yang seseorang ketahui, pikirkan, katakan, dan maksudkan [13]. Artinya, pengetahuan kita sebelumnya dan saat ini memiliki dampak besar pada cara kita memandang sesuatu [15]. Meskipun terdapat kemungkinan ketidakbenaran dalam apa yang dipercayai atau dipersepsikan, seseorang biasanya bertindak berdasarkan reaksi emosi atas kepercayaan tersebut, sebab ia awalnya menerima kepercayaannya itu sebagai fakta [16]. Persepsi memiliki tujuan memberikan deskripsi tentang lingkungan, yang kemudian digunakan oleh fungsi- fungsi pikiran lainnya, seperti penalaran, pengambilan keputusan secara sadar, atau tindakan [17].
Uraian ini menggambarkan bahwa seorang guru yang ingin menjadi guru ideal besar kemungkinan memulai dengan persepsi yang benar tentang bagaimana konsep guru yang seharusnya.
Oleh karena itu, penelitian persepsi guru tentang guru ideal penting dilaksanakan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi guru mengenai konsep dan karakteristik guru ideal.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi agar dapat fokus pada persepsi individu. Dengan pendekatan fenomenologi, peneliti berusaha memahami makna dari pengalaman, perspektif, atau sudut pandang partisipan [18].
Penelitian ini fokus pada: (1) persepsi, didefinisikan sebagai perspektif, pendapat atau pandangan yang diketahui, dipikirkan, dirasakan, dikatakan, atau diniatkan oleh guru berkaitan dengan konsep dan karakteristik guru ideal; dan (2) guru ideal, didefinisikan sebagai sosok guru yang seharusnya.
Partisipan dalam penelitian ini yaitu guru sekolah menengah di Kecamatan Simboro.
Pemilihan subjek didasarkan pada prinsip purposive, yaitu dipilih di awal oleh peneliti sebab peneliti mengetahui bahwa sang subjek telah mengalami topik yang diteliti serta memiliki kriteria-kriteria yang telah ditetapkan [19]. Dalam hal ini, peneliti mengambil lima orang subjek dengan mempertimbangkan perbedaan karakteristik guru yaitu status kepegawaian (PNS/bukan PNS/honorer), lama mengajar, usia, dan gender.
Data dikumpulkan melalui teknik wawancara semi-terstruktur dalam waktu sekitar 30 menit untuk
106 setiap partisipan, yang direkam dengan
menggunakan aplikasi perekam audio pada smartphone.
Analisis data dimulai dengan pengaturan data, lalu disiapkan dalam bentuk transkrip. Transkrip dibaca berulang-ulang untuk mendapatkan gambaran data keseluruhan serta mengidentifikasi segmen data yang berpotensi mengungkapkan aspek dari fenomena [19]. Setelah itu, data mengalami konseptualisasi, pengklasifikasian, pengkategorian, pengidentifikasian tema, kemudian dihubungkan dengan konstruk teori. Penafsiran makna dari data dilakukan dengan menata ulang, memeriksa, dan mendiskusikan data tekstual dengan menyampaikan pemahaman asli dari para peserta. Proses analisis data ini menggunakan bantuan software NVivo 12.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini mewawancarai lima orang guru- sebagai partisipan, terdiri dari tiga orang laki-laki dan dua orang perempuan. Mereka berasal dari empat sekolah menengah atas yang berbeda di Kecamatan Simboro. Nama kelima partisipan dalam artikel ini ditulis tidak sesuai dengan nama aslinya untuk alasan kerahasiaan identitas partisipan.
Adapun nama-nama partisipan yang digunakan yaitu Erwin, Hasan, Samsir, Sitti dan Fitri. Data wawancara dari kelima partisipan tersebut disusun dalam bentuk transkrip, kemudian di-import ke software NVivo 12 untuk selanjutnya dianalisis.
Salah satu fitur software NVivo untuk menampilkan teks secara visual adalah Word Frequency Query. Fitur ini membantu peneliti menampilkan frekuensi kata-kata yang menarik dan informatif. Berdasarkan hasil pencarian dengan fitur tersebut, diperoleh kumpulan kata yang paling sering muncul dalam data yang ditampilkan pada Gambar 1. Kata “guru” mendominasi percakapan partisipan dengan frekuensi 2,52% dari seluruh data, diikuti oleh kata “anak”, “bisa”, “harus”, dan
“ideal”.
Gambar 1. Kata yang Paling Sering Muncul dari Data
Selanjutnya, fitur Text Search Query diaplikasikan untuk memahami makna kata-kata dalam word cloud di atas. Pada penelitian ini, peneliti ingin memahami penggunaan kata “ideal”
sebagai salah satu kata terdominan dan merupakan kata kunci dalam penelitian ini. Hasil pencarian selanjutnya disajikan dalam betuk word tree.
Gambar 2. Word Tree dari Penggunaan Kata
“Ideal”
Melalui ekspolorasi fitur word tree, diperoleh informasi bahwa konsep guru ideal bagi partisipan adalah guru yang selalu memberikan manfaat bagi siswa, institusi, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut mereka, hal tersebut membuat tugas seorang guru sangat berat sehingga banyak guru tidak berani mengakui diri mereka telah berada pada kondisi guru ideal. Padahal mereka sadar bahwa untuk bisa melaksanakan tugasnya dengan optimal, seorang guru mesti berada pada level tersebut.
Meskipun demikian, kenyataannya mereka tetap berharap bisa menjadi guru ideal apapun status kepegawaian mereka.
Alasan ketidakpercayaan diri mereka yaitu karena mereka merasa masih memiliki banyak kekurangan dibandingkan dengan besarnya tuntutan kewajiban guru. Senada dengan itu, Ates and Kadioglu [20] kemukakan bahwa guru memikul tanggung jawab yang berat dalam melaksanakan
107 kegiatan pendidikan yang efektif, seperti mengatur
lingkungan pendidikan di dalam kelas, menentukan kegiatan pembelajaran, dan memilih serta menggunakan alat dan bahan mengajar. Hal ini cukup serius sehingga beberapa orang memiliki niat untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai guru karena merasa tingginya beban kerja dan kelelahan secara emosi [4].
Gambar 1. Tema-Tema Hasil Koding Tiap Partisipan
Selain untuk keperluan visualisasi, word cloud dan word tree juga sangat berguna dalam pemberian label atau koding, yang selanjutnya dibuat dalam bentuk kategori tema pada menu nodes NVivo 12.
Tema merupakan konsep yang berkaitan dengan fokus dan pertanyaan penelitian. Adapun tema yang diidentifikasi dari pernyataan kelima partisipan ditampilkan pada Gambar 3.
Selanjutnya peneliti menyajikan kriteria guru ideal melalui project map yang dapat dilihat pada Gambar 4. Project map dibuat berdasarkan tema- tema hasil koding yang dapat digunakan dalam mengeksplorasi dan menyajikan hubungan data.
Berdasarkan project map yang dibuat, diperoleh tujuh indikator seorang guru dapat disebut guru ideal, yaitu memiliki karakter positif, menguasai konten, memiliki kompetensi pedagogik, profesional, berpengalaman, melakukan kontribusi sosial, dan terus mengembangkan dirinya.
Sayangnya, tidak ditemukan aspek kepemimpinan dalam kriteria ini, padahal kepemimpinan guru sangat penting dalam lingkup institusi, profesi dan kolaborasi [21].
Guru yang memiliki karakter positif adalah mereka yang memiliki sikap yang baik, terlihat melalui keakraban dengan muridnya, amanah menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai guru, disiplin, jujur, rajin, tidak sering terlambat, serta menunjukkan sifat keteladanan bagi murid dan masyarakat. Berkarakter positif memang bukanlah syarat mutlak untuk bisa mengajar di dalam kelas, tetapi aspek ini sangat penting, bahkan mungkin wajib, dimiliki oleh guru khususnya dalam konteks masyarakat Indonesia. Dengan sikap yang baik, guru dapat ditiru atau dijadikan contoh dalam bentuk penalaran, tindakan dan etika [22].
Seseorang yang memiliki pengetahuan dan mengetahui cara mengajarkannya bisa bekerja sebagai pengajar meskipun ia tidak memiliki sikap yang baik. Akan tetapi, tanpa karakter positif, orang- orang mungkin tidak menganggapnya sebagai guru, atau paling tidak ia dicap sebagai guru yang jauh dari
108 kata ideal. Hal ini karena masyarakat berpikir guru
adalah profesi yang mulia dimana sikap dan karakter yang baik adalah bagian yang tak terlepas dari dirinya. Kenyataannya, dengan karakter yang baik, guru dapat menajalankan fungsi dan perannya bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik [22].
Anggapan tentang wajibnya karakter positif pada sosok guru bukanlah hal yang berlebih-lebihan. Jika melihat kriteria guru ideal yang diungkapkan oleh Akiba and Liang [4], nampak kriteria tersebut kebanyakan berkaitan dengan sikap dan karakter.
Menurut mereka, guru yang baik adalah guru yang memiliki kepribadian intelektual, selera humor, terbuka untuk dikritik, memotivasi, memiliki ekspresi tersenyum, menggunakan diksi yang baik, dapat dipercaya, kreatif, suka meneliti, menggunakan teknik mengajar dengan baik, memberi makna kepada siswa, komunikatif, dan bisa menjaga jarak dengan siswanya.
Gambar 4. Project Map Kriteria Guru Ideal Tentu saja karakter positif tidak cukup untuk mendidik. Guru mesti menguasai konten atau materi yang mereka ajarkan [23, 24]. Ibaratnya, seseorang yang ingin bersedekah makanan, maka ia harus memiliki makanan; atau seseorang yang ingin mendonasikan uang, maka ia harus memiliki uang.
Demikian halnya seorang guru Matematika misalnya, harus menguasai materi Matematika; guru Bahasa Indonesia harus menguasai materi Bahasa Indonesia, dan sebagainya. Artinya, latar belakang dan tingkat pendidikan seorang guru mempengaruhi kemampuan profesional guru dalam interaksi pembelajaran [25]. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh salah seorang partisipan.
Sitti : Matematika sekarang tidak bisami [diajar oleh guru agama], [mata pelajaran] harus
sesuai dengan background pendidikan [gurunya]...
Berdasarkan penjelasan tentang penguasaan konten, maka sulit seorang guru berada pada titik ideal sebab untuk menguasai seratus persen bidang ilmu yang diajarkan nampak tidak mungkin.
Demikian halnya dengan kriteria yang lain berupa memiliki kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan guru dalam mengajar secara efektif. Menurut partisipan, guru yang memiliki kompetensi pedagogik yaitu mereka yang menyelenggarakan proses belajar-mengajar secara aktif, inovatif, kreatif, komunikatif, kontekstual, mampu mengendalikan kelas, memberikan contoh agar murid memahami penjelasan materi, serta memberikan umpan balik untuk keperluan evaluasi dan peningkatan kemampuan siswa. List tersebut didukung oleh Junaid and Baharuddin [26] bahwa peningkatan kompetensi pedagogik dilihat dengan terciptanya suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan.
Kompetensi pedagogik tidak diragukan lagi dampaknya terhadap pembelajaran. Misalnya, ditemukan bahwa kompetensi pedagogik guru memiliki pengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS [27], IPA [28], dan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Ekonomi [29]. Ironisnya, masih banyak guru yang menunjukkan kompetensi pedagogis yang rendah [30, 31].
Sekali lagi, mencapai guru ideal memang sulit berdasarkan karakteristik guru ideal yang begitu kompleks. Meskipun demikian, kita mestinya tidak hanya melihat dari perspektif bahwa untuk menjadi ideal, guru harus banyak tahu dan bisa dalam segala hal. Seyogyanya, guru ideal dilihat berdasarkan proses tanpa henti yang dilakukan oleh guru agar terus lebih baik melalui pengembangan diri. Ates and Kadioglu [20] mengungkapkan bahwa tugas guru sebagai pelindung identitas bangsa dan masyarakat dengan mendidik generasi pelanjut bangsa hanya bisa dilakukan jika guru terus melakukan pengembangan diri.
Upaya pengembangan diri guru bisa dilakukan dengan aktif mengikuti berbagai pelatihan. Pelatihan bagi guru sangat penting agar mereka mendapatkan kemampuan mengatasi siswa mereka [32]. Guru yang pernah mengikuti pelatihan memiliki kinerja lebih baik dibandingkan dengan guru yang belum pernah mengikuti pelatihan [33]. Namun pengembangan diri guru ini sepantasnya dibarengi pembenahan lembaga pendidikan yang bertanggung jawab terhadap pelatihan guru sehingga pelatihan dan pendidikan yang diikuti guru bisa optimal [30].
109 Hal ini sangat penting sebab salah satu partisipan
yang juga merupakan kepala sekolah mengakui bahwa tempat dan penyelenggara mempengaruhi output pelatihan.
Sitti : Pengembangan diri itu sangat penting.., ya harus ada diklat ke Makassar... Kalau kita disini [Mamuju], [pelatihan] diadakan juga di sekolah kadang-kadang, tapi tidak maksimal.
Selain mengikuti pelatihan, guru mesti terus melakukan evaluasi dan refleksi diri secara jujur [34], bukan hanya tentang karakternya sebagai manusia yang mengajak orang lain pada pengetahuan dan kebaikan, tetapi juga sebagai individu yang tergabung dalam profesi guru.
Menurut partisipan, mereka mesti bersikap profesional yaitu tau dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, melakukan persiapan dan perencanaan sebelum bertindak, kemudian menjalankan tugas dan kewajibannya itu dengan sebaik-baiknya. Anggapan ini relevan dengan pernyataan Sulfemi [35] bahwa pengertian guru profesional adalah guru yang mempunyai kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga dia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif.
Pengalaman mengajar juga ikut mempengaruhi kompetensi profesional guru [25, 36]. Sebagai contoh, guru yang pengalaman mengajarnya di bawah 10 tahun memiliki kinerja lebih rendah dibanding dengan guru yang memiliki pengalaman mengajar lebih dari 10 tahun [33]. Saking pentingnya pengalaman, salah seorang partisipan berpandangan bahwa penguasaan konten dan kompetensi pedagogik yang baik akan percuma jika sang guru tidak memiliki pengalaman mengajar.
Erwin : Walaupun materi kita kuasai sedemikian rupa tapi kalau kita tidak memiliki pengalaman pasti kita tidak bisa memberikan informasi kepada siswa- siswa.
Partisipan juga merasa bahwa sebagai guru mereka memiliki beban untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat. Bahkan cara berpakaian dan bertutur kata juga akan diperhatikan oleh masyarakat. Tentu saja peran yang dibebankan kepada guru berbeda-beda berdasarkan masyarakat tempat mereka tinggal, waktu, keadaan dan falsafah program pendidikan yang diterapkan [20].
Project map kriteria guru ideal juga dapat dipresentasikan dalam bentuk diagram hiearki, yaitu diagram yang menunjukkan satu set empat persegi
panjang bertingkat berbagai ukuran yang menunjukkan tingkatan jumlah atau persentase koding pada nodes. Gambar 5. merupakan diagram hierarki kompetensi pedagogik, dimana diketahui bahwa keterampilan komunikasi adalah indikator yang paling sentral dalam berproses menuju level guru ideal sebab ia sangat erat kaitannya dengan karakteristik yang lain. Guru yang memiliki karakter positif, menguasai konten, kompetensi pedagogis, kontribusi sosial dan profesionalitas ditandandai dengan seberapa bagus ia dalam berkomunikasi.
Sebagai contoh, hubungan siswa-guru akan akrab jika guru menjalin komunikasi yang lebih efisien dengan siswa [34]. Sedangkan Asrial [37]
menemukan bahwa kompetensi berbahasa Indonesia sangat mempengaruhi kompetensi pedagogik.
Artinya, salah satu hal paling vital dimiliki seorang guru adalah keterampilan berkomunikasi efektif.
Gambar 5. Diagram Hierarki Indikator Kompetensi Pedagogik
Selain tujuh kriteria guru ideal, hasil koding juga menghasilkan tema-tema tentang faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi guru ideal.
Pengaruh dalam hal ini diartikan sebagai hal yang dapat mendukung ataupun menghambat guru menjadi guru yang sempurna. Faktor-faktor tersebut disajikan dalam project map yang mencakup persoalan pengembangan diri, pengalaman, pendidikan, kompetensi, karakter, fasilitas, atasan dan administrasi.
Gambar 6. Project Map Faktor yang Mempengaruhi Guru Ideal
110 Project map di atas juga dipresentasikan dalam
bentuk diagram hirarkis pada Gambar 7. Dari diagram tersebut diketahui bahwa partisipan menganggap fasilitas sebagai faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap terbentuknya guru ideal, diikuti oleh pengalaman dan karakter pribadi sang guru.
Persepsi ini sesuai dengan penelitian Sri [38]
bahwa fasilitas pendidikan mempengaruhi kinerja guru. Dengan kata lain, keterbatasan peralatan pendukung pembelajaran mengakibatkan pendidikan juga tidak berjalan dengan baik dan lancar [39]. Bukan hanya terhadap guru, fasilitas sekolah bahkan memiliki andil dalam meningkatkan motivasi belajar [40] dan hasil belajar siswa [41].
Gambar 7. Diagram Hierarkis Tree Map Faktor yang Mempengaruhi Guru Ideal
Selain fasilitas, masalah administrasi dan kepemimpinan atasan sangat mempengaruhi upaya guru menjadi guru yang lebih baik, meski ukurannya dalam tree map lebih kecil. Menurut Rosyi [42], kepemimpinan kepala sekolah secara positif mempengaruhi kinerja guru yang ia pimpin. Hal ini cukup logis sebab dengan kepemimpinan, guru dapat digerakkan dan dimotivasi untuk terus meningkatkan kualitasnya. Sebagai pemimpin, kepala sekolah memberikan petunjuk, meningkatkan kemampuan, memotivasi, dan mengatur lingkungan fisik dan suasana kerja guru [43].
Disamping faktor eksternal berupa fasilitas, administrasi dan atasan, latar belakang pendidikan guru juga dipandang memiliki andil dalam membentuk guru yang berkompeten. Guru yang menempuh pendidikan pada perguruan tinggi bereputasi kemungkinan besar akan memiliki kompetensi yang baik pula. Pandangan ini sesuai dengan beberapa penelitian tentang hubungan latar belakang pendidikan dengan kinerja guru. Misalnya ditemukan bawah latar belakang pendidikan guru berpengaruh secara signifikan terdapat kinerja [44]
dan kreativitas guru [45].
Meskipun demikian, temuan tersebut justru berbeda dengan penelitian terbaru yang dilakukan oleh Rosidah [46] bahwa tidak terdapat pengaruh antara latar belakang pendidikan dan profesionalisme guru. Artinya, tidak ada jaminan latar belakang pendidikan otomatis membuat guru menjadi profesional, namun guru yang mengajar sesuai bidang keilmuannya, memiliki jenjang pendidikan yang tinggi, dan lulus dari perguruan tinggi bereputasi akan memiliki adaptasi mengajar lebih baik. Mereka yang tidak mengajar sesuai latar belakang pendidikannya tetap memiliki peluang untuk bisa profesional dan memiliki kinerja yang baik, selama mereka terus melakukan pengembangan diri.
KESIMPULAN
Konsep guru ideal menurut guru-partisipan adalah guru yang memberikan manfaat bagi siswa, institusi, masyarakat, bangsa dan negara. Adapun karakteristik atau kriteria guru ideal menurut mereka adalah guru yang memiliki karakter positif, menguasai konten atau materi yang diajarkan, memiliki kompetensi pedagogik, professional, berpengalaman, melakukan kontribusi sosial, dan terus melakukan pengembangan diri. Karakter positif dapat dilihat dari sikap terpuji yang ditunjukkan oleh guru yaitu akrab dengan muridnya, amanah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru, disiplin, jujur, rajin, tidak sering terlambat, serta menunjukkan sifat keteladanan bagi murid dan masyarakat. Kompetensi pedagogik adalah kompetensi yang berkaitan dengan pengajaran efektif dan mengendalikan kelas yang dilihat melalui kemampuan melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, komunikatif, kontekstual, menjelaskan pelajaran dengan contoh, dan memberikan umpan balik.
Sedangkan guru profesional yaitu guru yang mengerti tugas dan tanggung jawabnya kemudian melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] J. K. Rice. “Teacher quality:
Understanding the effectiveness of teacher attributes”. ERIC, 2013.
[2] S. Gershenson. “Linking teacher quality, student attendance, and student achievement”. Education Finance and Policy. 11(2): p. 125-149, 2016.
[3] P. Grossman., L. Susanna. “Memo:
Improving the teacher workforce”. Brown
111 Center Chalkboard - The Brookings
Institution, 2016.
[4] M. Akiba. and G. Liang. “Effects of teacher professional learning activities on student achievement growth”. The Journal of Educational Research, 109(1): p. 99- 110, 2016.
[5] Nomor, P.M.P.N., “Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru”. Jakarta: Depdiknas, 2007.
[6] J. E. Rockoff., et al., “Can you recognize an effective teacher when you recruit one?”. Education. 6(1): p. 43-74, 2011.
[7] Z. N. Ida. “What Makes a Good Teacher?”
Universal Journal of Educational Research. 5(1): p. 141-147, 2017.
[8] C. Glasco. “Middle School Teacher Perceptions of Effective Professional Development Practices: A Phenomenological Study”. 2020.
[9] S. Karim. “Teacher Perceptions of Effective Professional Development for the Mathematical Practice Standards”.
Brandman University, 2019.
[10] Jasso, L.K., “Teacher Perceptions of Effective Instructional Coaching in Professional Development Support”.
2018.
[11] Hoffmann, M. Photovoice Reflections of Preservice Teacher Perceptions of Effective Technology Integration. in Society for Information Technology &
Teacher Education International Conference. 2020. Association for the Advancement of Computing in Education (AACE).
[12] S. A. Siregar., E. Fauziati, and S.
Marmanto., “An Exploration on EFL Teachers’ Perceptions of Effective 21st- Century Pedagogical Competencies”.
JEELS (Journal of English Education and Linguistics Studies). 7(1): p. 1-24, 2020.
[13] M. V. Campos and A.M.L. Gutiérrez. “The notion of point of view, in Temporal points of view”. Springer: London. p. 1-57, 2015.
[14] R. Britton. “Belief and imagination”.
London: Routledge, 1998.
[15] F. P. De Lange., M. Heilbron, and P. Kok,
“How do expectations shape perception?”
Trends in cognitive sciences. 22(9): p. 764- 779, 2018.
[16] R. Britton. “Belief and imagination, explorations in psychoanalysis”. London:
Routledge. 41, 1998.
[17] M. Rolfs. and M. Dambacher. “What draws the line between perception and cognition. Behavioral and Brain Sciences”. 39: p. 1-77. 2016.
[18] K. Selvi., “Phenomenological approach in education, in Education in human creative existential planning”, A.-T. Tymieniecka, Editor. Springer: Dordrecht. p. 39-51, 2008.
[19] C. Baker., J. Wuest, and P.N. Stern,
“Method slurring: the grounded theory/phenomenology example”. Journal of advanced nursing 17(11): p. 1355-1360, 1992.
[20] H. K. Ates. and S. Kadioglu. “Identifying the Qualities of an Ideal Teacher in Line with the Opinions of Teacher Candidates”.
European Journal of Educational Research, 7(1): p. 103-111, 2008.
[21] Kiranh, S., Teachers' and School Administrators' Perceptions and Expectations on Teacher Leadership.
Online Submission, 2013. 6(1): p. 179- 194.
[22] U. N. Batubara. and D. Kumalasari.
“Becoming a Teacher with Character. in 2nd International Conference on Social Science and Character Educations (ICoSSCE 2019)”. Atlantis Press, 2020.
[23] S. G. Bigham., D.E. Hively, and G.H.
Toole, “Principals' and cooperating teachers' expectations of teacher candidates”. Education, 135(2): p. 211- 229, 2014.
[24] D. L. Ball., M. H. Thames, and G. Phelps,
“Content knowledge for teaching: What makes it special”. Journal of teacher education, 59(5): p. 389-407, 2008.
112 [25] I. Iswadi. and R. Richardo. “Pengaruh
Latar Belakang Bidang Studi, Tingkat Pendidikan Dan Pengalaman Mengajar Terhadap Kemampuan Profesional Guru Pada Sma Kartika XIV 1 Banda Aceh”.
Genta Mulia: Jurnal Ilmiah Pendidikan.
8(2), 2018.
[26] R, Junaid and M. R. Baharuddin,
“Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru melalui PKM Lesson Study”. To Maega: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(2): p. 122-129, 2020.
[27] W. B. Sulfemi. “Korelasi Kompetensi Pedagogik Guru dengan Prestasi Belajar Mata Pelajaran IPS Di SMP Muhammadiyah Pamijahan Kabupaten Bogor”. 2019.
[28] L. D. Maretika and D.A. Kurniawan,
“Analisis kompetensi pedagogik dan kompetensi IPA terhadap calon guru sekolah dasar PGSD FKIP Universitas Jambi”. Jurnal DIDIKA: Wahana Ilmiah Pendidikan Dasar. 4(2): p. 41-49, 2018.
[29] R. Wahyuningsih. “Pengaruh Kompetensi Pedagogik dan Kompetensi Profesional Guru Terhadap Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi di MAN 5 Jombang”. JPEKBM (Jurnal Pendidikan Ekonomi, Kewirausahaan, Bisnis dan Manajemen). 1(1), 2017.
[30] Bhakti, C.P. and I. Maryani, Peran LPTK dalam Pengembangan Kompetensi Pedagogik Calon Guru. JP (Jurnal Pendidikan): Teori dan Praktik, 2017.
1(2): p. 98-106.
[31] Sari, K.M. and H. Setiawan, Kompetensi Pedagogik Guru dalam Melaksanakan Penilaian Pembelajaran Anak Usia Dini.
Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2020. 4(2): p. 900-912.
[32] K. A. Muthanje. K.I. Wafula, and A.R.
Riechi. “Teacher Competency on Learner Promotion in Embu County Integrated Publpic Primary Schools, Kenya”. World Journal of Education. 10(3): p. 188-198, 2020.
[33] J. Andriana., “Kinerja Guru PAUD ditinjau dari Kualifikasi Pendidik, Pengalaman Mengajar, dan Pelatihan”.
Jurnal Ilmiah Potensia, 3(2): p. 83-88, 2018.
[34] A. Ansar. et al., “Self and Peer Assessment of Teachers' Attitude towards Teaching”.
Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan. 29(4): p. 365-370, 2019.
[35] Sulfemi, W.B., Kemampuan Pedagogik Guru. 2019.
[36] D. Rahayu. et al., “Korelasi antara Pengalaman Mengajar dengan Kompetensi Profesional Guru PAI di Madrasah Aliyah Negeri 3 Palembang”.
Jurnal PAI Raden Fatah, 2(2): p. 183-201, 2020.
[37] A. Asrial. et al., “Analisis Hubungan Kompetensi Bahasa Indonesia terhadap Kompetensi Pedagogik Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar”.
Premiere Educandum: Jurnal Pendidikan Dasar dan Pembelajaran. 9(1): p. 1-8, 2019.
[38] W. Sri. Pengaruh Fasilitas, Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja Guru di SMP Negeri 1 Poncol.
2018, Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
[39] B. Badaruddin. and M. Rusli. “Peran Sarana Prasarana dalam Menunjang Kegiatan Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan”. J. Ilmu Keolahragaan, 19(1): p. 94-101, 2020.
[40] K. Wahyuningrum. “Pengaruh Fasilitas Belajar di Sekolah Terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas V Sekolah Dasar Dabin IV Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo”. Universitas Negeri Semarang, 2019.
[41] N. Amah. and A. D. Nugroho. “Pengaruh Fasilitas Sekolah Terhadap Hasil Belajar Akuntansi Dengan Lingkungan Sosial Sebagai Pemoderasi”. Journal of Accounting and Business Education. 2(4).
2016
[42] D. Rosyi. “Pengaruh Budaya Sekolah, Kompetensi Guru, Fasilitas Mengajar, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Etos Kerja Terhadap Kinerja Guru Di SMA Negeri Kecamatan Koto Baru Kabupaten
113 Dharmasraya”. STKIP PGRI Sumatra
Barat, 2018.
[43] V. Rusmawati. “Peran kepemimpinan kepala sekolah dalam upaya meningkatkan disiplin kerja guru pada SDN 018 Balikpapan”. Jurnal Administrasi Negara.
1(2): p. 1-19, 2013.
[44] M. Z. Nasution and N. Darmayanti,
“Pengaruh Latar Belakang Pendidikan dan Masa Kerja terhadap Kinerja Guru Raudhatul Athfal”. Analitika, 3(1): p. 37- 43, 2011.
[45] B. Sitompul. “Hubungan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja guru dengan kreativitas mengajar di MIN Kecamatan Marbau Kabupaten Labuhan Batu Utara”. Pascasarjana UIN-SU, 2016.
[46] T. W. Rosidah. “Pengaruh latar belakang pendidikan terhadap profesionalisme guru agama MTs Fathul Hidayah Pangean Maduran Lamongan”. UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018.