Proses penuaan pada diabetes ini merupakan role model dari proses penuaan pada kondisi lainnya (Pangkahila, 2007). Faktor lingkungan seperti radiasi ultraviolet (UV) sinar matahari, kelembaban udara, suhu dan berbagai faktor luar lainnya dapat mempercepat proses penuaan kulit sehingga terjadi penuaan dini kulit.
Efek akut radiasi sinar ultraviolet pada kulit
Pada UVB, respon kemerahan (eritema) muncul dalam waktu 6-24 jam setelah ekspos langsung, tergantung dari dosis penyinaran. Dosis terkecil yang dapat mengakibatkan reaksi kemerahan minimal yang terlihat dengan jelas 24 jam setelah ekspos disebut MED (Minimal Erythema Dose). Paparan radiasi UV sinar matahari menimbulkan respon pigmentasi berupa timbulnya warna kecoklatan (tanning) dan diikuti dengan pembentukan melanin baru.
Pada melanogenesis yang disebabkan oleh UVB, akan menghilang bersama dengan pelepasan sel epidermis tiap bulan (Radack et al., 2015). Hanya dengan satu kali paparan terhadap radiasi UV sinar matahari dapat mengganggu jaringan konektif dengan menyebabkan gangguan sintesis kolagen yang hampir komplit, selama 24 jam yang kemudian diikuti dengan recovery 48-72 jam setelahnya. Pada kulit manusia, MMP-1 adalah tipe yang paling terpengaruh oleh induksi sinar UV matahari dan bertanggung jawab terhadap pemecahan kolagen pada kulit yang mengalami photoaging (Xia et al., 2013).
Ditemukan bahwa terjadi peningkatan kadar MMP-1 melalui regulasi ekspresi gen yang melibatkan modifikasi histon atau regulasi secara epigenetik yang signifikan jika dibandingkan dengan kultur sel yang tidak dipapar radiasi UV (Kim et al., 2014).
Efek kronis radiasi sinar ultraviolet pada kulit
Anatomi dan Fungsi Kulit Manusia
Lapisan Epidermis terdiri atas .1 Stratum korneum
Adalah lapisan kulit yang paling luar, terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Berada langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini disebut juga prickle cell layer, terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah.
Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya, di antara sel-sel terdapat jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril. Terdiri atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini terdiri dari 2 jenis sel yaitu sel kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dan sel melanosit yang merupakan sel pembentuk melanin dengan sitoplasma basofilik dengan inti gelap mengandung butir pigmen (melanosom).
Lapisan Dermis
Lapisan Subkutis
Fibroblas
Matriks Metalloproteinase-1 (MMP-1)
Dengan bertambahnya usia, secara umum ukuran fibroblas akan menjadi semakin mengecil dan menjadi berkurang aktivitasnya, sementara pada kulit yang mengalami kerusakan oleh karena pajanan sinar ultra violet fibroblasnya sering menjadi hipertopi. Dari suatu penelitian dinyatakan bahwa sel fibrolas memiliki ketahanan yang lebih kuat terhadap pajanan UV-B dibandingkan dengan sel lain seperti keratinosit dan melanosit dengan dosis yang bersifat sitotoksik dari pajanan narrowband UV-B (100,200, dan 400 mJ/cm²) ataupun broadband UV-B (5,10, dan 25 mJ/cm² ) (Cho et al., 2008). Pada kulit hanya MMP-1 yang paling banyak dipicu pembentukannya oleh pajanan sinar ultraviolet dan tampaknya paling bertanggung jawab terhadap pemecahan kolagen akibat paparan matahari.
Kadar MMP-1 akan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, yang mana hal ini diperkirakan sebagai akibat dari fragmentasi serat kolagen dan disorganisasi susunan serat kolagen pada dermis (Yu et al., 2013). MMP juga telah dikenal perannya dalam pertumbuhan sel kanker dan metastase dan telah sering menjadi target terapi anti kanker oleh karena ekspresinya yang berlebihan. Kuantifikasi MMP-1 adalah jumlah sel fibrobast yang mengekspresikan MMP-1 dibagi total sel fibroblast dalam lapangan pandang dihitung masing-masing untuk 3 lapangan pandang (Anshori, 2016;.
Panah putih= . fibroblas yang tidak memproduksi MMP-1; panah hitam= fibroblas yang memproduksi MMP-1) (Sumber: Kuo et al. 2016).
Photoaging
Mekanisme photoaging akibat paparan sinar ultraviolet
Saat kulit terpapar dengan sinar matahari, radiasi UV terserap oleh molekul kulit yang dapat menimbulkan senyawa berbahaya yang disebut Reactive Oxygen Species (ROS) (Bossi et al., 2008). Yang mana dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada komponen sel seperti dinding sel, membran lipid, mitokondria, dan DNA. Penyinaran kulit bokong manusia dengan 2 MED (minimal erythema dose) dapat meningkatkan hidrogen peroksida dalam 15 menit (Helfrich et al., 2008).
Penelitian menemukan bahwa hanya dengan satu kali ekspos penyinaran radiasi UV sebesar 4 MED, dapat menginduksi marker stres oksidatif pada kulit (epidermis maupun dermis), yaitu H2O2 (menggunakan dihydrorhodamine-123, DHR) , Nitric Oxide (menggunakan spektrofotometri), Peroksidasi Lipid (menggunakan Malondialdehida, MDA), dan infiltrasi leukosit inflamasi (menggunakan antibodi sel CD11b+ ) yang meningkat paling signifikan pada 48jam setelah ekspos UV. Penyinaran radiasi UV dapat menimbulkan penuaan pada kulit yang disebabkan oleh degradasi pada kolagen dermal, menghasilkan kolagen yang terpecah dalam fragmen dan tidak beraturan (Yaar and Gilchrest, 2008; Helfrich et al., 2008). Kulit yang terekspos sinar UV pada tahap sebelum terjadi sunburn, memicu ekspresi MMP (Matrix Metalloproteinase) dalam keratinosit (KC) di lapisan luar kulit dan fibroblast (FB) di jaringan konektif.
Tetapi bersama dengan bertambahnya usia dan ekspos sinar UV yang terus terjadi, terjadi penumpukan solar scar, yang lama kelamaan mulai terlihat secara klinis berupa kerutan (photoaging).
Mekanisme aktivasi MMP-1 pada Photoaging
Prokolagen kemudian di sekresi ke dalam ruang ekstra seluler yang kemudian di proses secara enzymatik menjadi kolagen matur (Quan et al., 2009). Sedangkan AP-1 adalah faktor transkripsi yang menghambat produksi kolagen serta meningkatkan pemecahan kolagen melalui regulasi aktivitas enzym yang disebut matriks metalloproteinase (MMP) (Helfrich et al., 2008). UV menginduksi MMP-1 untuk menginisiasi pemecahan fibril kolagen (tipe I dan III di kulit) pada satu tempat di tengah-tengah tripel heliks fibril kolagen (Xia et al., 2013).
Setelah kolagen dipecah oleh MMP-1, maka kolagen semakin mengalami degradasi dengan meningkatnya MMP-3 dan MMP-9 (Quan et al., 2009). Pada penelitian in vivo pada tikus yang dipapar sinar ultra violet menggunakan lampu UV-B Waldmann UV800 (Germany) selama 4 minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan dosis 50 mJ/Cm2 minggu pertama, selanjutnya dosis 70 mJ/Cm2 minggu kedua, dan 80 mJ/Cm2 minggu ketiga dan keempat dengan total dosis 840 mJ/Cm2 terbukti terjadi photoaging (Kim et al., 2014, Bniarie., 2014). Radiasi UV akut menyebabkan timbulnya ROS (Radical Oxygen Species), yang meningkatkan AP-1 dan menurunkan TGF-β.
Dengan demikian, hambatan terhadap MMP-1 adalah salah satu cara untuk mencegah kerusakan kulit akibat paparan sinar UV.
Oksidan dan Radikal Bebas
Adanya elektron yang tidak berpasangan ini akan menyebabkan senyawa ini bersifat tidak stabil dan sangat reaktif dalam mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat molekul yang berada disekitarnya. Hilang atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain menghasilkan suatu radikal bebas yang baru, yang akan mengakibatkan perubahan fisik maupun kimiawi sehingga bisa menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sampai kematian sel. Radikal bebas mempunyai sifat reaktifitas yang tinggi dan kecenderungannya membentuk radikal baru, yang apabila menjumpai molekul lain akan membentuk radikal baru lagi sehingga terjadi rantai reaksi (chain reaction), reaksi rantai tersebut baru berhenti apabila radikal bebas tersebut dapat diredam (quenched).
Kadar radikal bebas dalam tubuh dapat meningkat pada banyak proses yang terjadi sehari-hari tanpa kita sadari, seperti radiasi UV dari sinar matahari, aktivitas fisik yang berlebihan, toksin dari bahan kimia yang ada di sekitar kita, polusi udara, rokok, dan sebagainya.
Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electrone donor), yang dapat meredam dampak negatif dari oksidan dalam tubuh. Antioksidan enzimatis seperti superokside dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH-PX), enzim-enzim ini bekerja menghambat pembentukan radikal bebas, dengan mengubahnya menjadi senyawa yang stabil, antioksidan ini disebut juga chain-breaking-antioxidant. Kelompok antioksidan ini dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu yang larut air seperti : asam urat, asam askorbat, protein pengikat heme dan pengikat logam.
Antioksidan yang larut lemak seperti : α-tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon dan bilirubin (Birben et al., 2012, Ramadhan,2015). Antioksidan enzimatis dan non enzimatis akan berinteraksi untuk memberikan perlindungan, termasuk di sini adalah vit E, coenzyme Q10, askorbat, karotenoid, superoksid dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Pada keganasan kulit seperti basal sel ca, ditemukan kadar karotenoid yang rendah, sehingga diperkirakan antioksidan ini sangat penting pada pertahanan kulit terhadap radiasi UV dan photokarsinogenesis (Yin et al., 2015).
Penggunaan antioksidan alami akhir-akhir ini semakin meningkat karena mempunyai beberapa keuntungan seperti lebih mudah mendapatkannya, lebih murah, tidak terjadi reaksi intermediet, dan mengandung beberapa antioksidan yang berbeda (Alok et al., 2014).
Anggur (Vitis vinera)
Karakteristik tanaman Anggur Bali
Buah anggur memiliki banyak spesies, antara lain: Vitis vinifera, Vitis labrusca, Vitis riparia, Vitis rotundifolia, Vitis aestivalis, Vitis lincecumii (CCRC, 2014). Tidak semua jenis anggur dari marga Vitis dapat dimakan, yang bisa dimakan hanya dua jenis yaitu Vitis vinifera dan Vitis labrusca. Tanaman anggur jenis Vitis vinifera mempunyai ciri-ciri kulit tipis, rasa manis dan segar, kemampuan tumbuh dari dataran rendah hingga 300 m dari permukaan laut beriklim kering, kulit tebal, rasa masam dan kurang segar.
Anggur ini mulai dibudidayakan sejak tahun 1974 di Buleleng, Singaraja dan merupakan jenis buah anggur unggulan yang direkomendasikan oleh Departemen Pertanian (Wiryanta, 2008).
Kandungan kimia buah anggur Bali
Selain kandungan vitamin, senyawa bioaktif lainnya yang banyak terkandung dalam buah anggur adalah golongan polifenol. Polifenol dari buah anggur mempunyai efek yang menguntungkan yaitu dapat menghambat penyakit seperti penyakit jantung, kanker, mengurangi oksidasi plasma dan memperlambat penuaan. Kandungan polifenol pada ekstrak buah anggur dapat diberikan baik secara oral maupun topikal untuk mendapatkan efek fotoproteksi.
Hasil analisis fitokimia ekstrak buah anggur yang dilakukan di laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana tahun 2017 menunjukkan bahwa ekstrak buah anggur mengandung flavonoid 123,12 mg/100g QE, kadar total fenol 179,81 mg/100g QE, antosianin 86,90 mg/100g QE, dengan kapasitas antioksidan 469,98 ppm GAEAC (lampiran 2). Penelitian menggunakan ekstrak lemon yang mengandung flavonoid sebesar 14,18 mg/100gr QE, fenol 499,62 mg/100gr GAE, dengan kapasitas antioksidan 647,04 ppm GAEAC menunjukkan efek yang potensial dalam mencegah MMP-1 (Anshori, 2016). Namun jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Liliana et al. 2017) menggunakan krim ekstrak Panax ginseng untuk menghambat peningkatan ekspresi MMP-1 pada tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan yang dipapar UV-B yang mengandung flavonoid sebesar 20,86 mg/100gr QE, fenol 281,35mg/100gr GAE, dengan kapasitas antioksidan 161 ppm GAEAC.
Jika dibandingkan dengan ekstrak Panax ginseng yang digunakan Liliana et al. 2017) maka kadar flavonoid dan kapasitas antioksidan ekstrak buah anggur lebih banyak sehingga dapat ditarik hipotesis bahwa krim ekstrak buah anggur kemungkinan besar juga efektif dalam mencegah peningkatan MMP-1 pada tikus yang dipapar UV-B.
Hewan Coba Tikus (Rattus norvegicus)
Penggunaan tikus (Rattus norvegicus)
Pemantauan keselamatan tikus