POTENSI
DAN UPAYA PEMUNGUTAN PAJAK SARANG
BURUNGWALET
DIKOTA MAKASSAR
Tesis
untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Magister Akuntansi
SURIANI
0051.a4.20.2015
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITASMUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
POTENSI
DAN UPAYA PEMUNGUTAN PAJAK SARANG
BURUNGWALET
DIKOTA MAKASSAR
SURIANI
0051.04.20.2015
Dr. M
rof.Dr.H.Ab
rof.Dr.H.Basri ing,SE.,M.Si.
Makassar,
Dr.H.Muh
,h
O B JUL 2O1g
d Su' un,SE.,M.Si.,Ak.,C
UMI
Prof.
xiii
Tesis
POTENSI DAN UPAYA PEMUNGUTAN PAJAK SARANG BURUNG WALET DI KOTA MAKASSAR
SURIANI 0051.04.20.2015
disetujui untuk diujikan
Komisi Pembimbing Ketua
Prof. Dr. H. Abdul Rahman Mus, SE.,M.Si tanggal...
Anggota
Dr. Syamsu Alam, SE.,M,Si.,Ak.,CA tanggal...
xiii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Suriani
Nomor Mahasiswa : 0051.04.20.2015 Program Studi : Magister Akuntansi
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini benar-benar karya sendiri. Sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang lazim.
.
Makassar, Oktober 2018 Yang menyatakan
Suriani
0051.04.20.2015
xiii
ABSTRAK
SURIANI. Potensi dan Upaya Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet di Kota Makassar (dibimbing oleh H. Abdul Rahman Mus dan Syamsu Alam)
Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi dan upaya pemungutan pajak sarang burung walet di kota Makassar. Penelitian dilakukan di kantor Bapenda kota Makassar.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Fenamenologi, fakta yang ditemukan dilapangan diungkap apa adanya.
Tehnik untuk memperoleh data menggunakan wawancara terhadap beberapa informan dikantor Bapenda kota Makassar, Wawancara juga dilakukan di lapangan dengan narasumber yang dianggap berkompeten dan mengalami langsung kejadian yang berhubungan dengan penelitian yang peneliti lakukan,selain itu data diperoleh dari studi dokumetasi dan pengamatan langsung dilapangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan rasio efektivitas penerimaan pajak sarang burung walet dikota Makassar berada dalam kategori efektif dan kontribusinya terhadap PAD 0,001%
berada pada kriteria sangat kurang. Temuan dilapangan menunjukkan bahwa rendahnya penghasilan pajak sarang burung walet bukan berarti potensinya kurang akan tetapi usaha dari pihak Bapenda belum maksimal, kurangnya sosialisasi, belum adanya pendataan rumah walet, rendahnya kesadaran dari pengusaha untuk membayar pajak, serta tanggapan masyarakat akan keberadaan penangkaran sarang burung walet di kota Makassar.
Kata kunci : Potensi dan upaya pemungutan, Pajak sarang burung walet, Efektifitas, PAD
xiii
ABSTRACT
Suriani. Potency and effort in collection tax of Swallow’s nest at Makassar (Advisors are : H Abdul Rahman Mus and Syamsu Alam)
The purpose of this study was to determine how potential and effort collection tax of Swallow’s Nest at Makassar. This research was implemented on Department of Local Revenue.
This research used the qualitative methods with phenomenology approach. The fact in field is real. The data collection technique is interview to some competent informant on Department of Local Revenue and has experience about this research, beside that this research using documentation and observation.
The result of this study indicate that ratio of collection tax affectivity Swallow’s nest in Makassar is affective and have contribution to Local Revenue 0,001% it means less criteria. The observation shows that Swallow’s Nest revenue less not mean the potential is less but effort from Local Revenue its poor, lack of socialization, no data Swallow’s Nest yet, lack of conscious from entrepreneur to pay tax, and response of people is poor about Swallow’s Nest in Makassar
Key word : Potency and effort in collection tax, Swallow’s Nest Tax, Effectiveness, Local Revenue
xiii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat karunia dan hidayah-Nya, sehingga Tesis ini dapat selesai dengan melewati berbagai kendala. Penulisan ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna memperoleh gelar Magister Akuntansi pada Program Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar, disamping manfaat yang mungkin dapat disumbangkan dari hasil penelitian ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pengungkapan, penyajian dan pemilihan kata-kata maupun pembahasan materi tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan saran, kritik dan segala bentuk pengarahan dari semua pihak untuk perbaikan tesis ini. Penulis mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada; Prof. Dr. Abdul Rahman Mus, SE.,M.Si., selaku dosen pembimbing pertama yang telah mencurahkan perhatian dan tenaga serta dorongan kepada penulis sehingga selesainya tesis ini, dan Dr. Syamsu Alam, SE.,M,Si.,Ak.,CA selaku dosen pembimbing kedua, yang dengan penuh kesabaran membantu dan memberikan saran-saran serta perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Banyak pihak yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bantuan, oleh karena itu perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih disertai penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
xiii
1. Prof. Dr. H. Basri Modding, SE.M.Si selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar.
2. Dr. Mursalim, SE.,M.Si.,Akt.CA. CPAI. selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Program Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar.
3. Para dosen penguji atas kritik dan saran-sarannya demi kesempurnaan dalam penulisan tesis ini.
4. Bapak dan Ibu staff pengajar Program Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar yang telah memberikan ilmunya melalui kegiatan pembelajaran.
5. Seluruh staff administrasi Program Pasca Magister Akuntansi Universitas Muslim Indonesia, yang telah banyak membantu dan mempermudah penulis dalam menyelesaikan studi pada program Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar.
6. Kedua orang tua serta saudaraku yang telah memberikan segala perhatiannya, sehingga penulis terdorong untuk menyelesaikan cita- cita memenuhi harapan keluarga.
7. Rekan-rekan kuliah angkatan 20 yang telah memberikan dukungan, semangat serta kerjasama yang terjalin dengan baik selama menempuh pendidikan di Program studi Magister Akuntansi Pasca Sarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar.
xiii
8. Seluruh pimpinan dan pegawai Bapenda Kota Makasssar utamanya bagian yang menangani pajak sarang burung walet yang telah bersedia meluangkan waktunya melakukan proses wawancara
9. Tak lupa juga saya ucapkan banyak terimakasih bagi bapak berinisial AN yang juga banyak membantu memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan, demikian juga informan lainnya.
10. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menempuh pendidikan di Pascasarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar
Semoga Allah SWT berkenan membalas semua kebaikan Bapak/ibu/Saudara/I dan teman-teman sekalian dan penelitian ini dapat bermanfaat bagi orang lain.
Makassar, Oktober 2018
SURIANI
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRCT ... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xI BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ... 9
1. Pengertian Pajak ... 9
2. Fungsi Pajak ... ... 14
3. Asas Pengenaan Pajak ... 17
4. Sistem Pemungutan Pajak ... 19
5. Penggolongan Jenis Pajak ... 21
B. Pajak Daerah ... 22
1. Defenisi Pajak Daerah ... 22
2. Jenis-Jenis Pajak Daerah ... 23
3. Tolak Ukur Penilaian Suatu Pajak Daerah ... 26
4. Intensifikasi dan Extensifikasi Pajak Daerah ... 28
C. Pajak Sarang Burung Walet ... 29
1. Pengertian Pajak Sarang Burung Walet ... 29
2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet ... 30
3. Objek Pajak Sarang Burung Walet ... 31
4. Subjek dan Wajib Pajak Sarang Burung Walet ... 31
5. Dasar Pengenaan Pajak Sarang Burung Walet ... 32
6. Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Sarang Burung Walet ... 32
xiii
7. Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang, dan Wilayah Pemungutan Pajak Sarang
Burung Walet ... 33
D. Pengertian Potensi ... 37
E. Penelitian Terdahulu ... 44
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL A. Kerangka Pemikiran ... 62
BAB IV. METODE PENELITIAN ` A. Pendekatan Penelitian ... 44
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44
C. Subjek Penelitian ... 45
D. Instrumen Penelitian ... 45
E. Jenis dan Sumber Data ... 46
F. Tehnik Pengumpulan Data ... 47
G. Metode Analisis Data ... 76
1. Analisis Deskriptif Kualitatif ... 47
2. Potensi Pajak Sarang Burung Walet ... 48
3. Kondisi Penangkaran Burung Walet di Kota Makassar ... 50
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 80
1. Gambaran Umum Kota Makassar ... 47
2. Gambaran Umum Badan Pendapatan Daerah Kota Makassar ... 54
3. Kondisi Penangkaran Burung Walet di Kota Makassar ... 50
B. Pembahasan ... 73
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 87
B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD Kota Makassar
Tahun 2012-2016 ... 3 2. Target Dan Realisasi Penerimaan Pajak Sarang Burung
Walet di Kota Makassar ... 5 3. Kriteria Efektivitas ... 49 4. Hasil Klasifikasi Efektivitas Penerimaan Pajak Sarang
Burung Walet di Kota Makassar ... 74 5. Hasil Pantauan Rumah Walet di Kota Makassar di Kota
Makassar ... 79
xiii
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka Konseptual ... 43
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Struktur Organisasi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda)
Kota Makassar ... 92 2. Target dan Realisasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah
APBD Tahun 2012 ... 93 3. Target dan Realisasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah
APBD Tahun 2013 ... 94 4. Target dan Realisasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah
APBD Tahun 2014 ... 95 5. Target dan Realisasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah
APBD Tahun 2015 ... 96 6. Target dan Realisasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah
APBD Tahun 2016 ... 97 7. STPDT Pajak Sarang Burung Walet ... 98
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik focus yang penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah.Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat Melaksanakan otonomi, pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan diantaranya dengan menetapkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Pemberian kewenangan dalam Pengenaan pajak daerah dan retribusi daerah diharapkan dapat lebih mendorong Pemerintah daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah.
Otonomi daerah memberikan implikasi bagi daerah yakni berupa kewenangan untuk mengelola sumber daya yang dimiliki serta kewajiban untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan secara lebih mandiri.Dalam usaha menopang eksistensi ekonomi daerah yang sejahtera, mandiri, maju, dan berkeadilan, suatu daerah dihadapkan pada suatu tantangan dalam mempersiapkan strategi dalam perencanaan pembangunan yang
2
akan diambil. Diberlakukannya undang-undang otonomi daerah memberi peluang yang lebih besar bagi daerah untuk menggali potensi sumber- sumber penerimaan daerah dibanding peraturan-peraturan sebelumnya yang lebih banyak memberi keleluasaan pada pemerintah pusat.
Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya agar pemerintah daerah dapat meningkatkan pendapatannya. Hal tersebut dapat dicapai dengan perencanaan yang terintegrasi serta pemanfaatan potensi daerah yang ada. Salah satu potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yakni melalui pemungutan pajak daerah. Untuk mendukung optimalisasi pendapatan asli daerah diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangan sendiri yakni dengan upaya peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah baik dengan meningkatkan penerimaan sumber pendapatan asli daerah yang sudah ada maupun dengan penggalian sumber pendapatan asli daerah yang baru sesuai dengan ketentuan yang ada serta memperhatikan kondisi dan potensi ekonomi masyarakat.
Selanjutnya pemerintah pusat mengeluarkan Undang-Undang No.
18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang No. 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang kemudian disesuaikan dengan kebijakan otonomi daerah sehingga Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, dimana pembagian jenis pajak menurut wewenang/lembaga pemungutan pajak telah dipisahkan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pemisahan jenis pajak ini dimaksudkan untuk
3
menghindari adanya tumpang tindih dalam pemungutan pajak terhadap masyarakat.
Pajak pusat merupakan pajak yang ditetapkan dan dipungut oleh pemerintah pusat yang dalam hal ini diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan berlandaskan Undang-Undang perpajakan, serta hasilnya digunakan untuk pembelian dan pembiayaan belanja Negara yang dilaksanakan oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Sedangkan pajak daerah wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam hal ini Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pendapatan Daerah Kota Makassar kontribusi pajak daerah terhadap PAD adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar Tahun 2012-2016
Tahun Pajak Daerah Pendapatan Asli Daerah
Kontribus i 2012 Rp 388.445.926.266,00 Rp 395.659.198.905,00 98,2 % 2013 Rp 518.706.710.508,23 Rp 526.508.187.511,23 98,5 % 2014 Rp 561.684.151.009,96 Rp 569.793.996.657,96 98,6 % 2015 Rp 635.647.206.877,06 Rp 644.748.988.242,06 98,6 % 2016 Rp 759.382.189.465,00 Rp 769.933.208.172,00 98,6 % Sumber : Badan Pendapatan Daerah 2018
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa pada tahun 2012 kontribusi pajak daerah sebesar 98,2 %, kemudian pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 98,5 %, tahun 2014 kontribusi pajak daerah juga mengalami peningkatan sebesar 98,6 %, tahun 2015 kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah tidak mengalami
4
peningkatan dan penurunan atau sama dengan kontribusi pada tahun 2014, demikian juga pada tahun 2016 kontribusi pajak daerah tetap diangka 98,6 %.
Adanya pemberlakuan peraturan penetapan dan pemungutan pajak daerah secara langsung akan berdampak bagi kehidupan masyarakat melalui melalui pembangunan diberbagai bidang yang dilakukan oleh pemerintah daerah sehingga pemungutan pajak daerah harus dapat dipahamioleh masyarakat sebagai sumber penerimaan daerah yang akan digunakan untuk membangun daerah serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Seperti daerah-daerah otonomi lainnya, dalam rangka menggalang sumber-sumber keuangan bagi pelaksanaan pemerintah dan pembangunan masyarakatnya, Pemerintah kota Makassar dituntut untuk tidak banyak bergantung pada pemerintah pusat. Dengan kata lain, Pemerintah kota Makassar harus mampu mengoptimalkan sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), salah satunya adalah kepemilikan sarang burung walet. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan pendapatan Daerah kota Makassar, Target dan realisasi pajak sarang burung walet adalah sebagai berikut :
5
Tabel 2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Sarang Burung Walet Kota Makassar Tahun 2012 - 2016
Tahun Target Realisasi
2012 Rp 50.000.000,00 Rp 10.000.000,00 2013 Rp 11.000.000,00 Rp 14.675.000,00 2014 Rp 5.000.000,00 Rp 8.945.000,00 2015 Rp 5.250.000,00 Rp 7.208.242,00 2016 Rp 10.191.000,00 Rp 7.368.500,00 Sumber : Badan Pendapatan Daerah 2018
Pada tabel 2 dapat dilihat perkembangan pajak sarang burung walet mulai dari tahun 2012 hasil yang diperoleh hanya 20% jauh dari target yang ditetapkan, tahun 2013 ada penurunan target penerimaan dari tahun sebelumnya dan realisasi yang diperoleh naik sebesar 133,41 %, tahun 2014 ada penurunan target dari tahun sebelumnya dan realisasi pajak sarang burung walet yang diterima naik sebesar 178,90%, tahun 2015realisasi penerimaan sebesar 137,30 %,dan pada tahun 2016 realisasi penerimaan sebesar 72,30%.
Berdasarkan data dari tabel diatas tersebut nampak bahwa penghasilan dari pajak sarang burung walet masih sangat kecil jika dibandingkan dengan data yang ada dilapangan. Hasil pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti dilapangan menunjukkan bahwa pajak sarang burung walet mempunyai potensi yang sangat besar bila dikelola dengan baik.Ini terlihat dengan maraknya bangunan walet yang tersebar di Kota Makassar.
6
Hal ini juga pernah disampaikan oleh salah satu anggota DPRD Makassar dari Fraksi PPP, Abd. Azis Namu .(Antaranews.com,Minggu 16 November 2014). Penangkaran sarang burung walet jika diusahakan dengan cermat berpotensi memberikan kontribusi lebih maksimal pada peningkatan pendapatan asli daerah(PAD) lantaran jika komuditas ini diekspor nilai ekonomisnya sangat tinggi.
Perda Kota Makassar terkait sarang burung walet sudah ada hanya saja kemungkinan kurang sosialisasi oleh pemerintah kota, hampir seluruh kecamatan yang ada di kota Makassar sudah terdapat penangkaran sarang burung walet secara diam – diam. Hal inilah yang mendorong penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa potensi pajak sarang burung walet bila dikelola dengan baik dapat menambah kas pemerintah kota Makassar, sehingga perlu diadakan penelitian terhadap Potensi dan Upaya Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet dan disisi lain bagaimana pemerintah kota mengatur pembangunan sarang burung walet agar tidak berbenturan dengan kepentingan masyarakat sekitar. Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mekanisme penentuan dan pengukuran nilai objek Pajak Sarang Burung waletdi kota Makassar, utamanya jika dikaitkan
7
dengan Tingkat Efektivitas Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet di Kota Makassar.
2. Bagaimana regulasi Pemerintah mengatur usaha Sarang Burung Walet agar tidak merusak lingkungan.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
1. Mengetahui mekanisme penentuan dan pengukuran nilai objek Pajak Sarang Burung walet di Kota Makassar, utamanya jika dikaitkan dengan tingkat Efektivitas pemungutan pajak sarang burung walet di Kota Makassar.
2. Mengetahui regulasi Pemerintah mengatur usaha Sarang Burung Walet agar tidak merusak lingkungan.
D. Manfaat Penelitian 1. .Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama dibidang perpajakan mengenai Potensi dan Upaya Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet di Kota Makassar dan juga sebagai acuan atau dasar bagi penelitian-penelitian mendatang.
8
2. Manfaat Praktis
Sebagai kegunaan praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaatdan memberikan masukan atau perbandingan bagi pihak Badan Pendapatan Daerah Kota Makassar dalam melakukan langkah-langkah yang tepat dalam pemungutan pajak Sarang Burung Walet, sehingga dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori
1. Pengertian Pajak
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan :
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Terdapat bermacam-macam definisi tentang pajak yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya yaitu:
1. Soemitro (Setia Negara,2016,6)
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintah) dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Pengertian lainnya, pajak adalah peralihan kekayaan dari rakyat kepada kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya untuk membiayai public investment.
10
2. Soeparman Soemohamijaya (Setia Negara,2016,6)
Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Soeparman mencantumkan istilah Iuran Wajib dengan harapan terpenuhinya ciri bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan kerja sama dengan wajib pajak, sehingga perlu pula dihindari penggunaan istilah “paksaan”. Selanjutnya ia berpendapat terlalu berlebihan kalau khusus mengenai pajak ditekankan pentingnya unsur paksaan karena dengan mencantumkan unsur paksaan seakan-akan tidak ada kesadaran masyarakat untuk melakukan kewajibannya.
3. Djajadiningrat (Setia Negara,2016,7)
Pajak adalah suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan Negara karena suatu keadaan, kejadian, perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu. Pungutan tersebut bukan sebagai hukuman , tetapi menurut peratuan- peratuan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan.
Untuk itu, tidak ada jasa balik dari Negara secara langsung misalnya untuk memelihara kesejahteran umum.
11
4. Adriani (Setia Negara,2016,7)
Pajak adalah pungutan oleh pemerintah dengan paksaan yuridis untuk mendapatkan alat-alat penutup bagi pengeluaran- pengeluaran umum (anggaran belanja) tanpa adanya jasa timbal balik khusus terhadapnya.
Apa yang dikatakan oleh Adriani sebagai “ tidak mendapat prestasi kembali dari Negara ialah prestasi khusus yang erat hubungannya dengan pembayaran iuran. Prestasi dari negara seperti adanya hak untuk menggunakan sarana dan prasarana umum misalnya jalan, jembatan, perlindungan akan keamanan dan ketertiban dari tentara dan polisi, tentu saja akan diperoleh oleh pembayar pajak itu, akan tetapi dalam hal ini mereka memperoleh hal-hal tersebut tidak secara individual, dan juga tidak ada hubungannya secara langsung dengan pembayaran pajak tersebut.
5. Feldman (Setia Negara,2016,8).
Pajak adalah prestasi yang terutang pada penguasa dan dipaksakan secara sepihak menurut norma-norma yang diketatkan oleh penguasa sendiri, tanpa ada jasa balik dan semata-mata guna menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Pendapat yang dikemukakan oleh Smeets tersebut lebih menonjolkan adanya fungsi buggeter dari pajak, yaitu untuk memasukkan uang ke dalam kas Negara.
12
6. Smeets (Setia Negara,2016,8).
Pajak adalah prestasi-prestasi kepada pemerintahan yang berutang melalui norma-norma yang ditetapkannya dan dapat dipaksakan tanpa adanya berbagai kontraprestasi terhadapnya, yang dapat ditunjukkan dalam hal-hal yang khusus (individual), dimaksudkan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran Negara.
7. Seligman (Setia Negara,2016,9)
Pajak merupakan pungutan yang bersifat paksaan dari orang kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran yang bertalian dengan masyarakat umum tanpa dapat ditunjuk adanya keuntungan-keuntungan khusus sebagai imbalannya.
8. Fielmann (Setia Negara,2016,9)
Pajak adalah prestasi yang terutang pada penguasa dan dipaksakan secara sepihak menurut norma-norma yang diketatkan oleh penguasa sendiri, tanpa ada jasa balik dan semata-mata guna menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
9. Van den Tempel (Setia Negara,2016,9)
Pajak adalah prestasi dalam bentuk uang atau barang yang diperoleh penguasa dari rumah tangga swasta dengan kekuasaan politik tanpa ada jasa balik yang dapat ditunjukkan untuk setiap hal tersebut.
13
10. Ralp & Break (Setia Negara,2016,9)
Pajak adalah peralihan yang bersifat paksaan dari kekayaan pribadi individu dan golongan-golongan masyarakat kepada pemerintah, namun wajib pajak tidak memperoleh penggantian kebendaan dari pajak tersebut.
Secara politik, pajak merupakan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dan pertahanan menuju masyarakat yang berkeadilan. Oleh karena itu, pajak merupakan alat yang paling efektif dari kebijakan fiscal untuk menggerakkan partisipasi rakyat kepada Negara. Dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan alat untuk mengerakkan ekonomi yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Dari sudut pandang hukum, pajak adalah masalah keuangan Negara, sehingga diperlukan peraturan-peraturan pemerintah untuk mengatur permasalahan keuangan Negara.
Intisari dari defenisi-defenisi tersebut bisa kita simpulkan sebagai ciri-ciri atau karasteristik yang melekat pada pengertian pajak yaitu :
1. Adanya iuran masyarakat kepada negara ,yang berarti bahwa pajak hanya boleh dipungut oleh Negara, tidak boleh dipungut oleh swasta.
2. Pungutan pajak oleh Negara harus berdasarkan undang-undang yang di buat oleh wakil-wakil rakyat besama pemerintah. Dengan
14
adanya pajak yang dipungut berdasarkan undang-undang berarti pemungutan pajak dapat dipaksakan.
3. Tidak ada timbal jasa dari Negara yang secara yang secara langsung dapat ditunjuk. Berarti dengan adanya pajak ada balas jasa ,namun tidak dapat ditunjuk langsung pada setiap individu.
4. Apabila ada kelebihan hasil pajak untuk membiayai pengeluaran pemerintah (baik pengeluaran rutin maupun pembangunan) maka sisanya digunakan untuk public investment.
5. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang.
2. Fungsi Pajak
Dikenal adanya 3 fungsi pajak di dalam Negara yaitu :Fungsi Anggaran (Budgeter)
1) Fungsi Anggaran (Budgeter)
Fungsi anggaran (budgeter) dari pajak adalah memasukkan uang ke kas Negara sebanyak-banyaknya untuk keperluan belanja Negara. Dalam hal ini pajak lebih difungsikan sebagai alat untuk menarik dana dari masyarakat untuk dimasukkan kedalam kas Negara, bahkan untuk Indonesia, dana yang berasal dari pajak dianggap sebagai primadona, Karena lebih dari 80 % anggaran pemerintah diperoleh dari pajak.
15
Dari pendapatan yang masuk, pertama-tama digunakan untuk belanja rutin, misalnya untuk membayar pegawai, keamanan dan sebagainya. Kalau ada sisa yang disebut surplus, maka itulah yang digunakan untuk pembangunan. Untuk itu dalam penyusunan APBN harus pandai memperhitungkan bagaimana anggaran belanja rutin dan pembangunan bisa sama dengan pendapatan negara.
2). Fungsi mengatur (Regulerend)
Fungsi mengatur (Regulerend) dari pajak maksudnya adalah pajak berfungsi sebagai alat penggerak masyarakat dalam sarana perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu fungsi mengatur menggunakan pajak untuk mendorong dan mengendalikan kegiatan masyarakat agar sejalan dengan rencana dan keinginan pemerintah, walaupun kadangkala dari sisi penerimaan (fungsi anggaran) tidak menguntungkan.
Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah sebagai berikut.
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang mewah.
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Makin mewah suatu barang maka tarif pajaknya makin tinggi sehingga barang tersebut makin mahal harganya.
Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak
16
berlomba-lomba untuk mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah).
b. Pemberian pajak impor yang tinggi bagi barang-barang tertentu untuk melindungi barang-barang yang juga diproduksi di dalam negeri.
c. Pemberian pengecualian – pengecualian pajak terhadap pertunjukan kesenian tradisional sehingga kesenian dapat hidup berdampingan dengan kesenian lain.
d. Tarif pajak eksport sebesar 0 % dimaksudkan agar pengusaha terdorong untuk mengeksport hasil produksinya dipasar dunia sehingga dapat meningkatkan devisa Negara.
3. Fungsi Sosial
Maksudnya, hak milik perseorangan yang diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Dengan kata lain, besarnya pemungutan pajak harus disesuaikan dengan kekuatan seseorang untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya (dengan yang mutlak ) untuk kebutuhan primer.
Fungsi sosial merupakan bagian dari fungsi mengatur, jadi fungsi ini harus :
a. Memberi pembebasan dari pajak atas penghasilan untuk minimum kehidupan
17
b. Memperhatikan faktor-faktor perorangan dari keadaan-keadaan yang berpengaruh terhadap besar kecilnya kebutuhan- kebutuhan susunan dan keadaan keluarga, keadaan kesehatan, dan lain-lain.
Fungsi sosial merupakan bagian dari fungsi mengatur maksudnya adalah fungsi ini juga mengatur masalah - masalah yang ada hubungannya dengan kebijaksanaan perpajakan kepada masyarakat.
3. Asas Pengenaan Pajak
Asas Pengenaan Pajak ini membicarakan tentang yurisdiksi dari suatu negara berhadapan dengan negara lain (hukum pajak internasional). Siapa atau Negara mana yang berwenang memungut pajak terhadap suatu sasaran pajak tertentu. Asas pemungutan pajak (setia Negara,2016:57-65) sebagai berikut :
a. Asas Domisili atau Asas Tempat Tinggal
Asas tempat tinggal adalah asas pemungutan pajak yang penentuannya tergantung kepada tempat tinggal wajib pajak disuatu Negara. Menurut asas inI , Negara tempat wajib pajak berkediaman berhak mengenakan pajak atas orang-orang itu dari semua pendapatannya /penghasilannya yang diperoleh dari mana saja.
18
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar indonesia
b. Asas Sumber
Dalam asas ini tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari badan atau orang yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi lndasan pengenaan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari Negara itu. Contoh : tenaga kerja asing bekerja di Indonesia, maka dari penghasilan yang didapat di Indonesi akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
c. Asas Kebangsaan atau asas Nasionalitas
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara .Suatu Negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang mempunyai hubungan kebangsaan atas suatu Negara yang bersangkutan tanpa memandang apakah bertempat tinggal di dalam negeri atau di luar negeri.
Undang-undang tentang pajak penghasilan Indonesia tidak menganut asas bebangsaan, bahkan dalam peraturan Dirjen Pajak No :2/PJ/2009 di atur bahwa pekerja Indonesia diluar negeri adalah subyek pajak luar negeri, dan atas penghasilan yang diterima atau
19
diperoleh pekerja Indonesia diluar negeri tidak dikenai pajak penghasilan di Indonesia.
4. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Sistem pungutan pajak dibagi menjadi 3 yaitu : 1) Official Assessment System
Official Assessment System adalah suatu Sistem Pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiscus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-ciri official assessment system :
a. Wewenang untuk mementukan besarnya pajak terutang ada pada fiscus.
b. Wajib pajak bersifat pasif
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiscus
Dalam hal ini pihak fiscus masih cukup dominan untuk menghitung dan menetapkan utang pajak.Sistem ini umumnya diterapkan terhadap jenis pajak yang melibatkan masyarakat luas dari semua lapisan dimana masyarakat selaku subyek pajak dipandang belum mampu diserahi untuk menghitung dan menetapkan pajaknya, contoh pajak bumi dan bangunan.
20
2) Self-Assessment System
Self-Assessment System adalah suatu system pemungutan pajak yang member wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.Ciri-ciri self- assessment System :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajibpajak sendiri.
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
c. Fiscus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Ciri-ciri system self-assesment adalah : a. Adanya kepastian hukum
b. Sederhana perhitungannya c. Mudah pelaksanaan
d. Lebih adil dan merata
e. Perhitungan pajak dilakukan oleh wajib pajak 3) With Holding System
With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiscus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
21
5. Penggolongan Jenis Pajak
Ilyas dan Burton (2011:27) menyatakan jenis-jenis pajak yang dapatdikenakan dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan yaitu menurut sifatnya,sasaran/objeknya, dan lembaga pemungutannya.
1) Menurut Sifatnya
a. Pajak langsung adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu, misalnya pajak penghasilan.
b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa-peristiwa tertentu saja, misalnya pajak pertambahan nilai.
2) Menurut Sasaran/Objeknya
a. Pajak subjektif adalah pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul, apakah dapat dikenakan pajak atau tidak, misalnya pajak penghasilan.
b. Pajak objektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama- tama memperhatikan/melihat objeknya baik berupa keadaan perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah diketahui objeknya barulah dicari
22
subjeknya yang mempunyai hubungan hukum dengan objek yang telah diketahui, misalnya pajak pertambahan nilai.
3) Menurut Lembaga
a. Pajak pusat adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yangdalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan cq.Direktorat Jenderal Pajak. Hasil dari pungutan pajak pusat dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatandan Belanja Negara (APBN).
b. Pajak daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dilakukan oleh Badan Pendapatan Daerah. Hasil dari pemungutan pajak daerah dikumpulkandan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
B. Pajak Daerah
1. Definisi Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 dalam Pasal 1 ayat (10)tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah adalah kontribusiwajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
23
Sementara menurut Siahaan (2008:10) mengemukakan bahwa pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.
2. Jenis-jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2009 dalam Pasal 2 ayat (1)dan (2) tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah dapatdigolongkan menjadi :1) Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi), terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok.
2) Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota), terdiri atas:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
24
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir;
h. Pajak Air Tanah;
i. Pajak Sarang Burung Walet;
j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan perkotaan;dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Daerah dilarang memungut pajak selain dari jenis pajak yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang No. 28 tahun 2009. Jenis-jenis pajak daerah diatas dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan atau disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Berdasarkan Peraturan Walikota No. 36 tahun 2016 (1) Jenis pajak yang diatur dalam peraturan walikota ini
meliputi:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Penerangan Jalan:
e. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
f. Pajak Parkir;
g. Pajak Sarang Burung Walet;
h. Pajak Reklame; dan i. Pajak Air Tanah.
25
(2) Jenis pajak menurut sistem pembayarannya dibagi atas : a. Sistem pembayaran sendiri (self assesment);
b. Sistem penetapan pajak (Official Assessment).
(3) Jenis pajak dengan sistem pembayaran sendiri (self assessment) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Penerangan Jalan:
e. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
f. Pajak Parkir;
g. Pajak Sarang Burung Walet;
(4) Jenis pajak dengan sistem Sistem penetapan pajak (Official Assessment) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. Pajak Reklame; dan b. Pajak Air Tanah.
Dasar Pembayaran Pajak dengan sistem official assessment sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) berupa :
a. SKPD;
b. SKPDKB;
26
c. SKPDKBT;
d. STPD;
e. Surat Keputusan Pembetulan; dan/atau
f. Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding.
Dasar Pembayaran Pajak dengan sistem self assessment sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berupa :
a. SPTPD;
b. SKPDKB;
c. SKPDKBT;
d. STPD;
e. Surat Keputusan Pembetulan; dan/atau
f. Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding.
Dasar pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat berupa dokumen manual maupun elektronik.
3. Tolak Ukur Penilaian Suatu Pajak Daerah
Pajak daerah yang dilaksanakan dapat dinilai dengan menggabungkan ukuran-ukuran, antara lain:
1. Hasil (Yield)
Memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas dan
27
elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk dan perbandingan hasil pajak dengan biaya pemungutan.
2. Keadilan (Equity)
Pajak harus adil secara horizontal, artinya beban pajak haruslah sama antar berbagai kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama. Harus adil secara vertikal, artinya kelompok yang memiliki sumber daya ekonomi yang lebih besar memberi sumbangan yang lebih besar dari pada kelompok yang lebih sedikit memiliki sumber daya ekonomi.
3. Daya Guna Ekonomi (Economic Eficiency)
Pajak hendaknya mendorong penggunaan sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan ekonomi, mencegah jangan sampai dilihat konsumen dan pilihan produsen menjadi salah arah atau orang menjadi segan bekerja atau menabung dan memperkecil beban lebih dari pajak.
4. Kecocokan sebagai Sumber Penerimaan Daerah (Suitability as a -Revenue Source).
Dalam hal ini, berarti harus jelas kepada daerah mana suatu pajak haruslah dibayarkan dan tempat pemungutan pajak sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak.
28
Pajak daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan antar daerah dari segi ekonomi masing-masing, dan pajak hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih besar dari kemampuan tata usaha pajak daerah.
5. Kemampuan melaksanakan (Ability to Implement)
Hasil dari adanya kemampuan melaksanakan administrasi ini seharusnya dapat terlihat dalam hubungan antara
potensi dan realisasi penerimaan pungutan daerah.
Semakin tinggi realisasi penerimaan pungutan daerah dibandingkan dengan potensi penerimaannya, menunjukkan bahwa daerah memiliki kemampuan untuk melaksanakan suatu pungutan.
4. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah
Menurut Soemitro (1990), peningkatan pajak daerah dapat dilakukan melalui dua cara yaitu:
1. Intensifikasi Pajak
Intensifikasi pajak yaitu peningkatan intensitas pungutan terhadap suatu subjek dan objek pajak yang potensial namun belum terjaring pajak serta memperbaiki kinerja pemungutan
29
agar dapat mengurangi Kebocoran. Upaya intensifikasi dapat ditempuh melalui cara penyempurnaan administrasi pajak, peningkatan mutu petugas pemungut, dan penyempurnaan undang-undang perpajakan.
2. Ekstensifikasi Pajak
Ekstensifikasi pajak yaitu upaya memperluas subjek dan objek pajak serta penyesuaian tarif. Ekstensifikasi pajak antara lain dapat ditempuh melalui cara perluasan wajib pajak, penyempurnaan tarif, dan perluasan objek pajak.
C. Pajak Sarang Burung Walet
1. Pengertian Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak yang dipungut atau dikenakan terhadap orang pribadi atau badan terhadap kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Sedangkan menurut Peraturan Walikota Makassar No. 36 tahun 2016 :
Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi. Sarang Burung Walet adalah hasil burung walet yang sebagian besar berasal dari air liur yang berfungsi sebagai tempat untuk bersarang, bertelur, menetaskan dan membesarkan anak burung
30
walet.
Burung Walet (collocalia vestita) merupakan burung dengan sayap meruncing, berekor panjang, berwarna hitam dengan bagian bawah tubuhnya coklat. Burung Walet hidup dipantai serta daerah pemukiman, menghuni gua atau ruang besar, seperti bubungan kosong. Sarang walet merupakan komuditi eksport kenegara-negara maju terutama Cina. Sarang Burung Walet dimanfaatkan sebagai obat dan bahan makanan, jika sudah dijual dipasar global harganya bisa melonjak naik cukup signifikan,harga perkilo bisa mencapai puluhan juta rupiah. Hal inilah yang membuat orang tertarik untuk membudidayakannya.
2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet
Pemungutan pajak Sarang Burung Walet di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar pemungutan pajak Sarang Burung Walet pada suatu kabupaten atau kota adalah sebagai berikut :
1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
2) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
3) Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah.
31
4) Peraturan Walikota Makassar Nomor 36 Tahun 2016 tentang Tata cara pembayaran, penyetoran angsuran dan penundaan pembayaran Pajak Daerah.
3. Objek Pajak Sarang Burung Walet
Berdasarkan peraturan daerah No. 3 Tahun 2010Pasal 56 ayat (2) Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. Ayat (3) Tidak termasuk objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara bukan Pajak (PNBP)
4. Subjek dan Wajib Pajak
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010dalam Pasal 57 tentang Pajak Daerah, subjek dan wajib pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan dan/atau mengusahakan sarang burung walet. Sedangkan wajib pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet.
32
5. Dasar Pengenaan Pajak Sarang Burung Walet
Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 dalam Pasal 58 tentang Pajak Daerah menyatakan :
(1) Dasar pengenaan pajak sarang burung walet adalah nilai jual sarang burung walet.
(2) Nilai jual sarang burung walet sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang burung walet yang berlaku dalam daerah dengan volume sarang burung walet.
6. Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Sarang Burung walet
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 dalam Pasal 59 tentang Pajak Daerah di sebutkan sbb:
(1) Tarifpajak sarang burung walet ditetapkan sebesar 10%
(sepuluh persen)
(2) Besarnya pajak yang harus dibayar di tuangkan dalam Surat Ketetapan Pajak dan harus dibayar oleh wajib pajak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak Surat Ketetapan Pajak diterima.
(3) Kepada wajib pajak diberikan tanda bukti pelunasan pajak Pada pasal 61 juga disebutkan sbb :
Besaran pokok pajak sarang burung walet yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif Sebagaimana dimaksud dalam pasal 59
33
ayat (1) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 58.
Sesuai aturan Walikota Makassar No. 36 tahun 2016 pajak sarang burung walet masuk dalam kategori pajak yang dibayar sendiri self assessment, yaitu wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
Dengan pelaksanaan sistem pemungutan ini petugas Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota, yang ditunjuk oleh bupati/walikota menjadi fiskus, hanya bertugas mengawasi pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak oleh wajib pajak.
6. Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang dan Wilayah Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 3 Tahun 2010 dalam Pasal 60 tentang Pajak Daerah di sebutkan sbb:
(1) Pajak sarang burung walet yang terutang dipungut dalam daerah.
(2) Masa Pajak sarang burung walet adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender.
Berdasarkan Peraturan Walikota Makassar No. 36 Tahun 2016 pasal 13 disebutkan sbb :
(1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang
34
berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Pajak Sarang Burung Walet disetor Oleh Penyelenggara sarang burung walet ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran pada Badan Pendapatan Daerah.
Berdasarkan Peraturan Walikota Makassar No. 36 Tahun 2016 pasal13 tentang cara pembayaran pajak disebutkan sbb :
(1) Pembayaran pajak terutang harus dilakukan ke Kas Daerah melalui Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Kota, paling lambat 30 (tiga puluh) hari atau 1 (satu) bulan setelah saat terutangnya pajak yang tercantum pada dasar pembayaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 12.
(2) Dalam hal pembayaran pajak melalui loket pembayaran Dinas, UPTD Pelayanan Pajak Daerah, mobil keliling dan Bank selaku pemegang RKUD penyetoran oleh Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu ke RKUD dilakukan pada hari kerja berkenaan.
(3) Dalam hal pembayaran pajak melalui bank umum selain pemegang RKUD, badan/ lembaga keuangan dan/atau kantor pos, secara online banking system penyetoran ke RKUD dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja yaitu pada hari kerja berikutnya.
35
Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dipungut di wilayah kabupaten/kota tempat penangkaran burung walet berada.
Hal ini terkait dengan kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang hanya terbatas atas setiap sarang burung walet yang berlokasi dan terdaftar dalam lingkup wilayah administrasinya.
Peraturan Walikota Makassar No. 36 Tahun 2016 pasal 13 dalam kaitannya dengan penyetoran pajak disebutkan sbb :
(1) Dalam hal penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, tanggal penyetoran diundur menjadi hari kerja pertama pada saat setelah hari libur dimaksud.
(2) Hari libur nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk hari libur yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian bank, badan/
lembaga lain dan/atau kantor yang terlambat atau tidak memindah bukukan, atau tidak melakukan penyetoran ke RKUD sesuai waktu yang telah ditentukan maka Kepala Dinas atas nama Walikota :
a. mengenakan sanksi administrasi berupa bunga sesuai dengan suku bunga yang berlaku saat itu per hari dari
36
jumlah penerimaan pajak yang terlambat atau tidak dipindah bukukan atau yang seharusnya disetor; dan b. Memberikan surat peringatan sesuai dengan jenis
dan tingkat kesalahannya.
(4) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a ditagih dengan Surat Tagihan Bunga.
(5) Jatuh tempo Surat Tagihan Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Bunga.
(6) Apabila pembayaran masa pajak terutang dilakukan setelah jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dikenakan sanksi administrasi berupa bunga keterlambatan pembayaran sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dan akan dilakukan penagihan dengan menggunakan media STPD.
(7) Jatuh tempo Surat Tagihan Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Bunga.
(8) Bukti pelunasan Surat Tagihan Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dicatat sebagai pendapatan lain-
37
lain.
D. Pengertian Potensi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1207), potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan, kekuatan,kesanggupan, daya. Analisis perhitungan potensi diperlukan dalam analisismenetapkan target rasional. Dengan potensi yang ada, setelah dibandingkanpenerimaan untuk masa yang akan datang, maka akan didapatkan besarnyapotensi yang terpendam, sehingga akan dapat diperkirakan rencana tindakanapa yang akan dilakukan untuk menggali potensi tersebut.
E. Penelitian Terdahulu
Emerensia Mutiasari (2010), telah melakukan penelitian dengan judul
“ Analisis Perkembangan, Upaya Peningkatan dan prediksi Pendapatan Pajak Sarang Burung (Studi Kasus pada Pemerintah Kab. Cilacap).
Menurut Peraturan Pemerintah Kab. Cilacap No. 19 tahun 2003 Pajak sarang burung adalah Pajak yang dikenakan terhadap pengelolaan dan pengusahaan sarang burung walet. Hasil yang diperoleh perkembangan pendapatan pajak sarang burung dipemerintah kab. Cilacap tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan dan penurunan. Hal ini ditunjukkan dengan angka indeks pada tahun 2005 sebesar 100% , tahun 2006 sebesar 101% dan tahun 2007 sebesar 102%. Sedangkan
38
pada tahun 2008 pendapatan pajak sarang burung mengalami penurunan, yang ditunjukkan dengan angka index sebesar 99%.Namun pada tahun 2009 pendapatan pajak sarang burung kembali meningkat, yang ditunjukkan dengan angka indeks sebesar 103%.
Prediksi pendapatan pajak sarang burung di pemerintah kab.
Cilacap untuk tahun 2010-2014 menunjukkan adanya peningkatan. Tahun 2010 peningkatan pajak sarang burung diprediksi sebesar Rp 19.
595.000,00. Tahun 2011 pendapatan pajak sarang burung diprediksi sebesar Rp 19.790.000,00. 2012 pendapatan pajak sarang burung diprediksi sebesar Rp 20.180.000,00. Dan tahun 2014 pendapatan pajak sarang burung diprediksi sebesar Rp 20.375.000,00.
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Maulana dengan judul
“Analisis potensi dan upaya pemungutan pajak sarang burung walet dikota Singkawang tahun 2012” dari penelitian ini disimpulkan bahwa potensi penerimaan pajak sarang burung walet minimal yang dapat diperoleh oleh pemerintah kota Singkawang pada tahun 2012 adalah Rp 1.978 miliar dari penjualan sarang burung walet sebanyak 6.234 ton. Angka ini menunjukkan nilai under estimate,target yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 500 juta tetapi realisasi sampai akhir Mei tahun 2012 masih nihil. Hal ini disebabkan karena Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota tentang pajak sarang burung walet masih belum diterapkan dengan baik sebagai jenis pajak baru, sosialisasi tentang pajak sarang burung walet dan tata cara pengurusan izin usaha sarang burung walet baru dilakukan
39
satu kali ditambah dengan pendataan ulang dan sosialisasi tentang 5 (lima) jenis pajak daerah (pajak sarang burung walet termasuk didalamnya) yang hanya dilakukan selama 5 (lima) hari masih belum cukup.
Soraya G Manopo (2015) telah melakukan penelitian dengan judul Analisis efektivitas dan kontribusi penerimaan pajak daerah di kab.Minahasa tahun 2013 – 2014 dengan menggunakan metode kuantitatif.Berdasarkan pengujian efektivitas diketahui bahwa realisasi pajak sarang burung walet pada tahun 2013 belum mencapai target dengan presentase 86% dan pada tahun 2014 sudah mencapai target presentase 93% . Sesuai dengan kriteria yang digunakan maka tingkat efektivitas penerimaan pajak sarang burung walet tahun 2013 tergolong cukup efektif, sedangkan pada tahun 2014 sudah mencapai kriteria efektif karena telah mencapai 93%.
Secara keseluruhan penerimaan pajak sarang burung walet sudah memberikan kontribusi kepada pemerintah kab. Minahasa yang cukup baik terhadap penerimaan pendapatan asli daerah pada tahun 2013 dan tahun 2014, sehingga dapat mempengaruhi jumlah pajak daerah yang diterima meskipun belum dapat berpengaruh secara besar.
Chinthia Utami Pitoyo Phie (2015), telah melakukan penelitian dengan judul Analisis Perbandingan Potensi dengan Realisasi Penerimaan Pajak Restoran Tahun 2010 – 2014 di Kota Makassar, metode penelitian yang digunakan adalah metode Kualitatif yang bersifat
40
deskriptif. Hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata potensi pajak restoran di Kota Makassar sebesar Rp57.347.901.000 sementara rata-rata realisasi penerimaan pajak restoran di Kota Makassar sebesar 46.227.095.640, ini menunjukkan potensi pajak restoran cukup besar terhadap pembangunan untuk Kota Makassar.
Tingkat efektivitas pemungutan pajak restoran yang dilakukan oleh DISPENDA Kota Makassar tahun 2010-2014 sudah efektif.
Selama kurun waktu dari tahun 2010 hingga tahun 2014, pencapaian rata-rata sebesar 97,74% sehingga dikategorikan efektif. Bahkan di tahun 2013 terjadi peningkatan efektivitas hingga mencapai 112,62%, ini disebabkan karena adanya sejumlah peningkatan rumah makan baru yang menjadi objek pajak.
Efektivitas pajak restoran di Kota Makassar menunjukkan bahwa pemungutan dan pengelolaan pajak restoran di Kota Makassar sudah efektif bila indikator yang dipakai adalah target penerimaan pajak restoran 80 %yang telah ditetapkan. Namun ternyata jika dikaji lebih lanjut, masih terdapat potential loss yang cukup besar senilai rata-rata Rp11.120.805.360 tiap tahun. Pada masa yang akan datang, Pemerintah Daerah Kota Makassar harus lebih bisa menggali sumber potensi penerimaan pajak restoran baik dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi.
Mardiana (2017), judul penelitian Analisis efektivitas dan kontribusi pajak sarang burung walet terhadap penerimaan pajak daerah di Kab.Musi
41
Banyuasin dengan metode kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas penerimaan pajak sarang burung walet tahun 2013 – 2015 dapat dikatakan cukup baik namun masih tergolong kurang efektif dengan jumlah rata-rata 79,77%. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran wajib pajak,pengaruh harga sarang burung walet dipasaran, menghindari dan penunggakan pajak serta perizinan usaha dan database yang masih belum memadai.
Kontribusi penerimaan pajak sarang burung walet terhadap penerimaan pajak daerah Musi Banyuasin tahun 2012 -2015 berdasarkan hasil perhitungan dan analisis masih dalam kategori sangat kurang, dengan jumlah kontribusi rata-rata 0,41%. kurangnya kontribusi pajak sarang burung walet disebabkan oleh kurang efektifnya penerimaan pajak sarang burung walet itu sendiri. Faktoryang teridentifikasi mempengaruhi efektivitas penerimaan pajak sarang burung walet adalah faktor administrasi, harga sarang burung walet, kemauan membayar pajak, kesadaran untuk membayar pajak, lokasi wajib pajak dan database.
42
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL A. Kerangka Pemikiran
Pajak merupakan wujud tanggung jawab warga Negara dalam pembangunan dan merupakan imbalan tidak langsung dari pemerintah yang diberikan kepada warga negara. Salah satu sumber PAD adalah pajak daerah.Upaya pemerintah dalam meningkatkan pajak daerah salah satunya dapat dilakukan dengan mengefektifkan sektor pendapatan pajak sarang burung walet. Pajak sarang burung walet merupakan salah satu sumber penerimaan yang cukup potensial bagi pajak daerah sehingga dalam pelaksanaan pemungutannya harus diperhatikanagar penerimaan pajak yang diperoleh benar-benar menggambarkan potensi daerah tersebut.
Untuk mengetahui potensi pajak sarang burung walet, terlebih dahulu akan diperbandingkan antara jumlah realisasi penerimaan pajak sarang burung walet yang telah ada dengan jumlah target penerimaan pajak sarang burung walet yang telah ditetapkan. Selisih perbandingan tersebut merupakan potensi pajak sarang burung walet yang belum tergali secara maksimal. Apabila realisasi penerimaan pajak sarang burung walet lebih besar dari target yang ditetapkan berarti pajak sarang burung walet memiliki potensi yang cukup besar dan dapat dikatakan pajak sarang burung walet tersebut telah efektif. efektifnya pajak sarang
43
burung walet, maka dihasilkan pendapatan pajak sarang burung walet yang maksimal, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pajak daerah dan PAD. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut. :
Gambar 1 Kerangka Konseptual
Undang-Undang No.28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
Perda Kota Makassar No.3 Tahun 2010 Tentang Pajak Sarang Burung Walet
Pemungutan Pajak Sarang Burung Walet
Menambah Kas Daerah dari Sektor Pajak Sarang Burung Walet
44
BAB IV
METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan Penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Kualitatif dengan pendekatan Fenomenologi.Pendekatan ini dipilih karena masalah yang dikaji menyangkut masalah yang berkembang dalam kehidupan di Kota Makassar. Melalui pendekatan Fenomenologi di harapkan fenomena yang tampak di lapangan di interpretasikan makna dan isinya lebih dalam, untuk menginvestigasi dan memahami fenomena apa yang terjadi,mengapa terjadi dan bagaimana terjadinya serta bertujuan memahami suatu situasi social, peristiwa peran, interaksi dan kelompok.
Ada beberapa ciri-ciri pokok Fenomenologis yang dilakukan oleh peneliti Fenomenologis menurut Maleong (2007;8) dalam Syahran Jaelani yaitu (a) mengacu pada kenyataan dalam hal ini kesadaran tentang sesuatu benda secara jelas (b) memahami arti peristiwa dan kaitan- kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi-situasi tertentu (c) memulai dengan diam. Diam yang dimaksud merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang sedang di teliti.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor Badan Pendapatan Daerah Kota Makassar. Sedangkan waktu penelitian sampai dengan tahap
45
perampungannya diperkirakan selama kurang lebih dua bulan yaitu bulan Februari 2018 – Maret 2018.
C. Subjek Penelitian
Subyek Penelitian atau responden adalah orang yang diminta untuk memberikan keterangan tentang fakta atau pendapat. Penentuan subyek penelitian atau responden penelitian ini digunakan dengan cara purposive sampling. Purposive Sampling dinyatakan cocok dengan masalah penelitian yang peneliti bahas, yaitu penentuan subyek penelitian didasarkan atas tujuan penulis dalam mengungkap masalah yang diangkat dalam penelitian.
Subyek penelitian ditentukan berdasarkan orang yang paling tahu tentang informasi yang dibutuhkan dalam penelitian sehingga akan memudahkan peneliti dalam menelusuri situasi yang diteliti. Subyek yang dipilih adalah pimpinan dan pegawai Bapenda yang terlibat langsung dalam pemungutan pajak sarang burung walet, dan tidak menutup kemungkinan tambahan informasi dari tempat lain.
D. Instrumen penelitian
Instrument merupakan alat yang digunakan dalam rangka mengumpulkan data.Instrumen penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penulis sendiri sebagai instrument, alat perekam , kamera dan catatan lapangan.
46
Penulis sebagai instrument penelitian maksudnya adalah penulis sebagai alat pengumpul data, sehingga penulis menjadi sebagai anggota kelompok subyek yang ditelitinya, dimana penulis mencari data, memperoleh data dan langsung mencatat serta menganalisa data tersebut.
Menurut Moleong (1994;121) manusia sebagai instrument penelitian memiliki kelebihan sebagai berikut : (1) ia akan bersikap responsif terhadap lingkungan dan pribadi yang menciptakan lingkungan (2) dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan situasi lapangan penelitian terutama jika ada kenyataan ganda, (3) mampu melihat persoalan dalam suatu keutuhan dalam konteks suasana, keadaan dan perasaan ;(4) mampu memproses data secepatnya setelah diperolehnya, menyusunnya kembali, mengubah arah inkuiri, merubah hipotesis sewaktu berada dilapangan dan mengetes hipotesis tersebut pada responden.
E. Jenis dan Sumber Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung dengan pihak terkait. Dalam hal ini, wawancara dilakukan dengan pihak pimpinan dan pegawai yang terlibat langsung dalam administrasi perpajakan pada Badan Pendapatan Daerah Kota Makassar.