• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktikum Tipe Respon Hewan

N/A
N/A
Delia selvi

Academic year: 2024

Membagikan "Praktikum Tipe Respon Hewan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TIPE RESPON HEWAN

Aureal Leodita Zalesya1), Fatma Anzani Safitri2), Delia Selvi Yanti3)*, Salsabila Putri Hanifah4), Tiara Permata Sari5), Miftahul Jannah6), Nishwa Bilqisti7)

1)BP 2210421005, Kelompok IIA, Laboratorium Ekologi Hewan, Jurusan Biologi, UNAND

2)BP 2210421021, Kelompok IIA, Laboratorium Ekologi Hewan, Jurusan Biologi, UNAND

3)BP 2210422005, Kelompok IIA, Laboratorium Ekologi Hewan, Jurusan Biologi, UNAND

4)BP 2210422013, Kelompok IIA, Laboratorium Ekologi Hewan, Jurusan Biologi, UNAND

5)BP 2210423007, Kelompok IIA, Laboratorium Ekologi Hewan, Jurusan Biologi, UNAND

6)BP 2210423047, Kelompok IIA, Laboratorium Ekologi Hewan, Jurusan Biologi, UNAND

7)BP 2210423051, Kelompok IIA, Laboratorium Ekologi Hewan, Jurusan Biologi, UNAND

*Koresponden:[email protected]

Abstrak

Praktikum Tipe Respon Hewan dilaksanakan pada Selasa, 19 Maret 2024 di Laboratorium di Laboratorium Ekologi Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang. Adapun tujuan di lakukannya praktikum ini yaitu untuk untuk mengetahui respon dari berbagai rangsangan yang diberikan pada makhluk hidup (cahaya, gravitasi dan arus). Hasil yang didapat dari praktikum yaitu padaPontoscolex corethrurussp. 1 di 5 menit pertama hanya memutari tempat gelap dan pada 5 menit berikutnya mulai menuju cahaya lalu memutar kembali ke tempat gelap Sedangkan Pontoscolex corethrurus sp. 2 di 5 menit pertama langsung memutar ke tempat gelap, lalu pada 5 menit berikutnya hanya memutari tempat gelap. Pada pengamatan geotaksis,Pontoscolex corethrurussebagian besar selalu bergerak kearah bawah yaitu menuju pusat bumi, namun ada beberapa Pontosclox corethrurus yang bergerak menjauhi pusat bumi danPontoscolex corethrurus memiliki waktu yang lebih lama untuk menuju sudut yang landai yaitu pada sudut 30° dan membutuhkan waktu yang lebih singkat pada sudut yang lebih terjal yaitu pada sudut 90°. Pada pengamatan rheotaksis, Aplocheilus panchaxmelakukan respon bertahan dan bergerak melawan arus maka dikatakan rheotaksis positif

Kata Kunci: ethiologi, rangsangan, taksis

PENDAHULUAN

Salah satu ciri dari makhluk hidup yaitu peka terhadap rangsang, respon makhluk hidup terhadap lingkungannya. Mampu merespon berbagai impuls atau stimulus-stimulus yang ada di sekitar lingkungannya. Lingkungan memberikan segala sesuatu yang ada disekitar makhluk hidup dan saling berinteraksi.

Lingkungan sangat berperan penting bagi semua makhluk hidup. Lingkungan meliputi lingkungan abiotik maupun lingkungan biotik. Lingkungan abiotik itu sendiri terdiri dari suhu, cahaya matahari, kelembapan, dan benda-benda mati lainnya yang tidak digunakan sebagai sumber daya seperti batu, tanah sebagai tempat tinggal sedangkan lingkungan biotik yaitu manusia, hewan dan tumbuhan (Roden and Archer, 2017).

Hewan adalah organisme yang bersifat motil, artinya dapat berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Gerakannya disebabkan oleh rangsang- rangsang tertentu yang datang dari lingkungannya.

Jenis-jenis hewan pada umumnya dapat tinggal di suatu lingkungan hidup yang sesuai dengan ciri- ciri kehidupannya. Jika hewan berjalan atau berpindah ke tempat lain tidak mengalami

perubahan bentuk, kecuali perubahan sifat-sifat fisiologisnya. Beapa hewan mampu menempuh jarak tempuh itu dipengaruhi batas toleransinya untuk merespon perubahan lingkungannya (Sumarto dan Koneri, 2016).

Suatu rangsangan pada tingkah laku (iritabilitas) suatu organisme disebut juga daya menanggapi rangsangan. Daya ini memungkinkan organisme menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya. Pada beberapa organisme terdapat sel-sel, jaringan atau organ-organ yang berdiferensiasi khusus. Pada organisme yang bergerak, tanggapan terhadap rangsangan disebut refleks. Suatu gerak taksis pada organisme yang diberikan rangsangan akan bergerak menjauhi atau mendekati rangsangan( Clarke and Harris, 2004).

Reaksi-reaksi perilaku mencakup mekanisme sederhana, gerakan negatif atau positif terbagi dalam 3 kategori, yaitu pertama, tropisme hal ini mengenai gerakan memutar yang sederhana dimana seluruh tubuh atau bagian utama darinya menjadi berorientasi dalam suatu hubungan tertentu langsung ke arah rangsangan. Kedua,

(2)

taksis yaitu gerakan-gerakan hewan menuju, menjauhi atau pada sudut tertentu langsung ke arah rangsangan dan ketiga, kinesis yaitu tidak ada gerakan secara langsung tetapi makhluk hidup tersebut berputar-putar dan terganggu. Intenstitas gerakan tanpa tujuan ini. sesuai dengan intensitas rangsangan (Snell-Road, 2012).

Taksis adalah suatu gerakan hewan menuju atau menjauhi suatu rangsangan yang terjadi.

Taksis dibagi menjadi dua berdasarkan arah orientasi dan pergerakan, yaitu taksis positif dan taksis negatif. Taksis menurut macam rangsangannya juga dibedakan menjadi fototaksis (rangsangan cahaya), rheoaksis (rangsangan terhadap arus air), kemotaksis (rangsangan terhadap bahan kimia) dan geotaksis (rangsangan terhadap kemiringan tempat), Fototaksis adalah gerak taksis yang terjadi disebabkan oleh adanya rangsangan dari sumber cahanya, Rheotaksis adalah gerak taksis yang terjadi disebabkan oleh adanya arus air pada suatu tempat. Geotaksis adalah gerak taksis yang terjadi karena adanya kemiringan suatu tempat. Kemotaksis adalah gerak taksis yang terjadi karena adanya zat kimia (Cha, 2001)

Perilaku ini terjadi akibat suatu stimulus dari luar. Reseptor diperlukan untuk mendeteksi stimulus itu, syarat diperlukan untuk mengkoordinasikan respon dan efektor itulah yang sebenarnya melakukan aksi. Perilaku dapat juga terjadi sebagai akibat stimulus dari dalam.

Lebih sering terjadi, perilaku suatu organisme merupakan akibat gabungan stimulus dari luar dan dalam (Pauliet al., 2013)

Adapun tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk untuk mengetahui respon dari berbagai rangsangan yang diberikan pada makhluk hidup (cahaya, gravitasi dan arus).

PELAKSANAAN PRAKTIKUM Waktu dan tempat

Praktikum Tipe Respon Hewan dilaksanakan pada hari Selasa, 19 Maret 2022 di Laboratorium Ekologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cawan petri, senter,Styrofoam, kertas karbon, kotak rheotaksis, kertas HVS A4, kertas milimeter, jarum pentul, Stopwatch, dan penggaris. Adapun bahan yang digunakan adalah Cacing tanah (Pontoscolex corethrurus), ikan timah (Aplochellus panchax), tanah merah dan air.

Cara Kerja 3.3.1 Fototaksis

Disediakan cawan petri, senter, kertas karbon , dan tiga ekor Pontoscolex corethrurus. Ditutup sebagian cawan petri dengan kertas karbon dan sebagiannya lagi dibiarkan terbuka. Letakkan tiga ekor Pontoscolex corethrurus didalam cawan petri dengan posisi ditengah-tengah antara bagian yang terang dan bagian yang gelap. Berikan cahaya dari atas dengan senter. Amati arah perpindahan Pontoscolex corethrurus antara bagian yang gelap atau bagian yang terang dan catat waktu pada saat Pontoscolex corethrurus sudah berpindah tempat. Lakukan dengan tiga kali pengulangan.

3.3.2 Geotaksis

Diatur kemiringan alat geotaksis sesuai sudut yang telah dibuat dan diberi alas bidang tersebut dengan kertas yang sudah dilembabkan. Kemudian diletakkan tiga ekor Phontoscolex corethrurus kurang lebih selama lima menit pada bidang miring dengan posisi kepala menghadap keatas dan diikuti dengan pergerakan cacing ini serta catat pada laporan sementara. Diulangi tiga kali percobaan dengan sudut 30°, 60° dan 90°.

3.3.3 Rheotaksis

Dipilih lokasi yang arusnya tidak begitu deras, kemudian diletakkan kotak rheotaksis didalam air sehingga terbenam kira-kira 2/3 bagian.

Dimasukkan lima ekor Aplochellus panchax yang berukuran sama kedalam kotak rheotaksis.

Dibiarkan ikan berorientasi selama dua menit.

Selanjutnya ikan diamati setiap dua menit sekali.

Dilakukan pengamatan sebanyak lima kali.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Fototaksis

Tabel 1. Pengamatan Fototaksis padaPontoscolex corethrurus

No Spesies Pengulangan 1

(waktu) Pengulangan 2

(waktu) Pengulangan 3

(waktu) Keterangan

1 Tempat gelap (sp. 1) - + -

Pada 5 menit pertama hanya memutari tempat gelap, pada

pengulangan ke 2 mulai menuju cahaya lalu memutar kembali

ke tempat gelap

2 Ditengah (kontrol) - + -

Pengulangan 1 cacing bergerak menuju tempat gelap lalu pada pengulangan 2

memutar ke arah datang cahaya lalu kembali memutar ke

tempat gelap

3 Tempat terang (sp.2) - - -

Pada pengulangan 1 cacing langsung memutar ke tempat

gelap, lalu pada pengulangan berikutnya cacing

hanya memutari tempat gelap Pada percobaan fototaksis digunakan 3 ekor cacing

(Pontoscolex corethrurus) dan ditempatkan pada cawan petri yang memiliki sisi gelap dan sisi terang.

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa pada pengulangan pertama ketiga cacing menjauh dari cahaya, sedangkan pengulangan kedua cacing sp 1 dan control menuju cahaya lalu kembali memutar ke tempat gelap, dan pengulangan ketiga semua cacing hanya bergerak pada tempat gelap. Dari hasil tersebut terlihat bahwa Pheretima sp. selalu menjauh dari cahaya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Handayanto (2009) yaitu cacing akan menghindari cahaya matahari karena akan menyebabkan dehidrasi.

Cacing termasuk hewan yang sangat peka terhadap sinar matahari atau menghindari cahaya.

Jika cacing terkena sinar matahari lebih dari satu menit dapat menyebabkan cacing mengalami dehidrasi dan kemudian mati. Namun pada percobaan ini selang beberapa detik cacing kembali keluar dari sisi gelap. Perkiraan hal ini terjadi karena kelembaban tidak sesuai dengan yang disukai cacing yaitu sekitar 12.5-17.2%

(Handayanto,2009). Dan juga pengaruh suhu optimum yang tidak sesuai dengan yang disukai cacing yaitu sekitar 15-18 0C. Sebenarnya tujuan

digunakannya senter dengan cahaya kuning agar mirip dengan matahari dan meningkatkan suhu lingkungan.

Cacing sensitif terhadap rangsangan tertentu dari benda asing yang mengenai tubuh dengan cara melingkar membentuk huruf U sambil mengeluarkan lendir dan bila ditekan maka cacing tanah akan melakukan autotomi atau memutuskan bagian tubuhnya sendiri. Cacing tanah memiliki perilaku membuat liang dangkal yang merupakan respons terhadap rangsangan cahaya. Kelangsungan hidup makhluk hidup bergantung pada kemampuannya untuk menanggapi rangsangan dan bagaimana organisme beradaptasi dengan lingkungannya.

Cacing tanah merupakan hewan yang menyukai tempat lembab sehingga cenderung masuk ke dalam tanah. Cacing tanah menyukai lingkungan yang lembab dengan bahan organik yang melimpah dan tersedia banyak kalsium. Hasilnya, cacing tanah paling melimpah di tanah yang berstruktur halus dan kaya akan bahan organik serta tidak terlalu asam. Cacing tanah umumnya membuat liang dangkal dan hidup mencerna bahan organik yang terkandung di dalam tanah (Nukmal, 2012).

(4)

2. Geotaksis

Tabel 2. Pengamatan Geotaksis

No. Sudut Spesies 1Pengulangan2 3 I KuadranII III IV Keterangan

1 30

1 + + + √

√ √ Selalu bergerak ke arah gravitasi

2 + + - √

√√

Bergerak ke arah gravitasi dan melawan gravitasi

3 + + - √ √ √ Pergerakan agak lambat dari

spesies 1 dan 2

2 60

1 - - + √ √ √ Percobaan 1 dan 2 melawan

gravitasi dan percobaan ke 3 (+)

2 - + + √ √

Pergerakan cepat dan gerak melawan dan mendekati

gravitasi

3 + + + √ √

√ Pergerakan selalu mengarah gravitasi

3 90

1 + + - √ √ √ Pergerakan (+) dan (-) dan

gerak lambat

2 + + + √

√ √ Pergerakan selalu menuju gravitasi, gerak gravitasi

3 + + + √ √

√ Pergerakan selalu menuju gravitasi, pergerakan sedang Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 2. dapat

diketahui bahwa Pontoscolex corethrurus sebagian besar selalu bergerak kearah bawah yaitu menuju pusat bumi, namun juga terdapat beberapa Pontosclox corethrurus yang bergerak kearah atas atau menjauhi pusat bumi. Selain itu Pontoscolex corethrurusmemiliki waktu yang lebih lama untuk menuju kebagian bawah kertas hvs pada sudut yang landai yaitu pada sudut 30° dan membutuhkan waktu yang lebih singkat pada sudut yang lebih terjal yaitu pada sudut 90°. Bedasarkan hal ini diketahui bahwa ketinggian dan gaya gravitasi mempengaruhi pergerakanPontoscolex corethrurus.

Gerak yang terjadi pada Pontoscolex corethrurus ini disebut dengan gerak geotaksis.

Geotaksis adalah gerak taksis yang terjadi karena adanya kemiringan suatu tempat.

Berdasarkan hasil pengamatan, cacing melakukan gerakan geotaksis positif karena secara umum cacing tersebut selalu membuat liang dalam tanah untuk berlindung dan didukung dengan bentuk tubuhnya yang memiliki mukus dan besegmen agar mudah membuat liang tanah. Cacing tanah bertubuh tanpa kerangka yang tersusun oleh segmen-segmen

(Widiastuti, 2002).

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pergerakan Pontoscolex corethrurus merupakan geotaksis positif karena Pontoscolex corethurus selalu bergerak ke arah bawah atau ke arah sumber gravitasi bumi. Pergerakan ini dikatakan geotaksis positif karena sesuai dengan pernyataan Virgianti dan Hana (2005), bahwa suatu gerak taksis dikatakan taksis positif jika respon yang terjadi adalah menuju atau mendekati rangsangan, sedangkan taksis negatif jika respon yang terjadi adalah menjauhi rangsangan.

Pontoscolex corethurus mempunyai mukus yang dikeluarkan oleh usus sebanyak 16% perberat kering tubuh yang dapat menstimulasi pertumbuhan mikroflora sehingga dapat mendegradasi materi organik tanah menjadi bentuk yang lebih sederhana dan mudah dicerna. Berdasarkan penelitian, inokulasi cacing tanah Pontoscolex corethurus dapat memperbaiki kondisi fisika dan kimia tanah yang ditandai dengan meningkatnya permeabelitas, porositas serta kandungan unsur hara tanah (Adianto, 2004).

(5)

3.Rheotaksis

Tabel 3. Pengamatan Rheotaksis

Waktu Pengulangan Jumlah

Positif Negatif Intermediet Inaktif

I 10 menit +

II 8 menit +

III 10 menit +

Rheotaksis adalah suatu kecenderungan dari mahkluk hidup untuk menerima rangsangan mekanis dari arus air karena gerakan. Pola kedatangan ikan di sekitar sumber cahaya berbeda- beda, tergantung jenis dan keberadaan ikan di perairan. Pengamatan dengan menggunakan side scan sonar colourtidak dapat mengetahui jenis ikan yang berada di perairan, namun pergerakan kawanan ikan yang ada di sekitar bagan dapat diketahui. Hasil pengamatan dengan menggunakan side scan sonar colour memperlihatkan bahwa kawanan ikan berenang mendatangi sumber cahaya dari kedalamanan yang berbeda, yaitu ada yang berenang pada kisaran kedalaman 20-30 m dan ada pula yang berenang pada kisaran kedalam 5- 10 m (Kamatet al.,2014).

Arus air merupakan hal yang penting pada penyebaran organisme namun juga berpengaruh terhadap arah renang ikan. pergerakan pada ikan yang disebabkan oleh pengaruh faktor luar yang menjadi perangsang disebut dengan taksis, sedangkan pergerakan tersebut apabila disebabkan oleh tertariknya arus disebut dengan rheotaksis.

Ikan yang lebih sering melakukan pergerakan ke atas arus dapat menjadi indikasi terjadinya rheotaksis (Reppie, 2010). Sedangkan Fitri (2011) menyebutkan rheotaksis sebagai respon keingin yang timbul karena adanya benda / faktor yang masuk ke dalam air / lingkungannya. Dalam hal ini dapat dikaitkan dengan adanya arus air yang memicu adanya respons tersebut. Ikan yang lebih sering melakukan pergerakan ke atas arus dapat

menjadi indikasi terjadinya

rheotaksis (Reppie, 2010).

Apabila ikan melakukan respon bertahan dan bergerak melawan arus maka dikatakan ikan tersebut telah melakukan rheotaksis positif, namun apabila ikan bergerak mengikuti arus air maka dikatakan ikan tersebut melakukan rheotaksis negatif. Pada kotak rheotaksis yang digunakan terdapat 3 bagian yang mana zona 1 dan 2 berada pada sisi kanan dan kiri merupakan bagian yang tertutup jalannya sehingga arus tidak masuk mengaliri, namun pada zona 3 merupakan bagian dengan ujung saringan kawat sehingga arus dapat masuk mengalirınya. Pada setiap kotak terdapat

masing-masing 5 ikan yang

memberikan respon berbeda (Wahyuningsih &

Barus, 2006).

Menurut Kamat et al. (2014) angin merupakan faktor yang mempengaruhi kecepatan arus air. Indeferen terjadi bisa karena ikan tidak cocok dengan lingkungannya atau juga bisa karena ikan dalam kondisi lemah daripada ikan yang lain pada tempat tersebut Memang dalam lingkungan perairan, arus sangat berperan secara langsung sebagai salah satu faktor pembatas bagı beberapa jenis hewan (Sukarsono, 2012). Ukuran badan yang kecil dan kurang sesuai dengan arus air juga turut menjadi faktor penentu kemampuan renang ikan tersebut (Nofrizal, 2015).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1.Pada pengamatan fototaksis, cacing tanah (Pontoscolex corethrurus) cenderung lebih banyak bergerak ke arah tempat yang lebih gelap atau bergerak menjauhi cahaya (fototaksis negatif). Hal ini membuktikan bahwa adanya cahaya mempengaruhi pergerakan cacing tanah dikarenakan cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya karena habitatnya berada di dalam tanah.

2. Pada pengamatan geotaksis, sebagian besar cacing tanah (Pontoscolex corethrurus) selalu bergerak kearah bawah yaitu menuju pusat bumi (geotaksis positif), namun juga terdapat beberapa yang bergerak kearah atas atau menjauhi pusat bumi. Hal ini membuktikan bahwa ketinggian dan gaya gravitasi mempengaruhi pergerakan cacing tanah.

3. Pada pengamatan rheotaksis, ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) melakukan respon bertahan dan bergerak melawan arus maka dikatakan ikan tersebut telah melakukan rheotaksis positif.

(6)

Saran

Saran yang dapat diberikan untuk praktikum berikutnya adalah praktikan diharapkan memahami materi yang akan dipraktikumkan terlebih dahulu, serta praktikan harus mempersiapkan alat dan bahan praktikum dan mengkonfirmasinya kepada asisten agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 2004. Pengaruh Inokulasi Cacing Tanah (Pontoscolex corethrurus Fr Mull) Terhadap Sifat Fisika Kimia Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.Wilczek) Varietas Walet.

Jurnal Matematika & Sains, 9(1)

Cha, H. 2001. Collecting Planarians: A Good Choice for a field Trip. Science Activities, 37(4): 33-37,

Clarke, R., & Harris, J. 2004. The organization of motor responses to noxious stimuli. Brain Research Reviews, 46: 163-172.

Fitri, Ar. D. P. 2011. Tingkah Laku Makan Ikan Kerapu Macan(Ephinephelus fuscoguttatus) terhadap Perbedaan Umpan (Skala Laboratorium).Jurnal Pena, 21 (1).

Handayanto. 2009. Biologi Tanah. Yogyakarta:

Pustaka Adipura.

Kamat, Y. N., Kalangi, P. N. I., dan Sompie, M. S.

2014. Pola Arus Permukaan Saat Surut di Sekitar Muara Sungai Malalayang, Teluk Manado. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap,1: 99-104.

Nofrizal. 2015. Kemampuan Renang Anak Ikan Patin (Pangasius sutchi) di dalam Tangki Berarus. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 20(1).

Nukmal, N. 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Bandar Lampung: UNL.

Pauli, B. P., McCann, N. P., Zollner, P. A., Cummings, R., Gilbert, J. H., & Gustafson, E. J. (2013). SEARCH: Spatially Explicit Animal Response to Composition of Habitat.PloS one,8(5),

Reppie, Emil. 2010. Pengaruh Minyak Cumi pada Umpan Bubu Dasar terhadap Hasil Tangkapan Ikan ikan Karang. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, V1-3.

Snell‐Rood, E. 2012. Animal Behavior Michael D.

Breed Janice Moore . Animal Behaviour, 84 : 290-291.

Sukarsono. 2012. Ekologi Hewan. Malang: UMM Press.

Sumarto, S., dan Koneri, R. 2016. Ekologi Hewan.

Bandung : Patra Media Grafindo

Virgianti, D. P., dan Hana A. P. 2005.Perdedahan Morsin Terhadap Perilaku Massa Prasapih Mencit. Bandung: FMIPA.

Wahyuningsih, H., dan Barus, T. A. 2006. Hibah Kompetisi Konten Mata Kuliah E-Learning USU Inherent 2006 Buku Ajar Iktiologi.

Medan: Departmen Biologi

Universitas Sumatera Utara.

Widiastuti, E. L. 2002. Buku Ajar Fisiologi Hewan I. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

(7)

LAMPIRAN

Gambar 1. Pengamatan geotaksis derajat 90 Gambar 2. Pengamatan geotaksis derajat 60

Gambar 3. Pengamatan fototaksis Gambar 4. Pengamatan geotaksis derajat 30

Gambar 5. Pengamatan rheotaksis

Referensi

Dokumen terkait

Ciri dari pembelajaran biologi adalah adanya kegiatan praktikum baik di Laboratorium maupun di alam. Pelaksanaan praktikum harus ditunjang dengan sarana dan

Muhtim, M, (2010), Penerapan Metode Presentasi Praktikum Shv (Sistematika Hewan Vertebrata) TerhadapPeningkatan Hasil Praktikum MahasiswaPendidikan Biologi Fkip

Kajian dalam penelitian ini secara empiris meneliti tentang persepsi mahasiswa terhadap pelaksanaan kegiatan praktikum Anatomi Hewan Program Studi pendidikan

Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi mahasiswa Pendidikan Biologi terhadap proses pelaksanaan praktikun Fisiologi Hewan pada Laboratorium Biologi

Modul dapat dijadikan panduan dalam melaksanakan kegiatan praktikum Ekologi Hewan terutama dalam materi burung, Menurut Tim Editing modul praktikum Prodi

Praktikum ini menyelidiki daur karbon pada tumbuhan dan hewan, mengamati perbedaan fotosintesis dan respirasi pada tumbuhan, serta respirasi dan metabolisme pada

NIM : 1601125033 Program Studi : Pendidikan Biologi Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat dengan judul Analisis Kesulitan Praktikum Struktur Hewan Mahasiswa Pendidikan

BAB II METODE 2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 5 Maret 2024 pukul 07.00-09.30 WIB dengan titik awal di Laboratorium Penafsiran Potret