• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDIKTOR SELF ESTEEM TERHADAP SELF DISCLOSURE DI MEDIA SOSIAL PADA MAHASISWA UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PREDIKTOR SELF ESTEEM TERHADAP SELF DISCLOSURE DI MEDIA SOSIAL PADA MAHASISWA UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

PREDIKTOR SELF ESTEEM TERHADAP SELF DISCLOSURE DI MEDIA SOSIAL PADA MAHASISWA UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

Oleh : MAGVIRAH AULIA

4514091056

SKRIPSI

UNIVERSITAS BOSOWA FAKULTAS PSIKOLOGI

2019

(2)

PREDIKTOR SELF ESTEEM TERHADAP SELF DISCLOSURE DI MEDIA SOSIAL PADA MAHASISWA UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Makassar Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikolgi (S.psi)

Oleh : MAGVIRAH AULIA

(4514091056)

UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR FAKULTAS PSIKOLOGI

TAHUN AKADEMIK 2019

ii

(3)

iii

(4)

iv

(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

DENGAN INI SAYA PERSEMBAHKAN KARYA SEDERHANA INI UNTUK PAPA DAN MAMA TERSAYANG

TERIMAKASIH ATAS KASIH SAYANG YANG BERLIMPAH, TERIMAKASIH JUGA ATAS LIMPAHAN DOA YANG TAK BERKESUDAHAN. SERTA SEGALA HAL YANG TELAH PAPA DAN MAMA LAKUKAN, SEMUA YANG TERBAIK. ME LOVE YOU

v

(6)

never stop dreaming, never stop trying, never stop learning,-

The Greatest Pleasure is Doing What People Say You Cannot Do,-

vi

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayah- Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan skripsi dengan judul “prediktor self esteem terhadap self disclosure di media sosial pada mahasiswa universitas bosowa makassar” pada program sarjana Fakultas Psikologi Universitas Bosowa.

Dalam penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapatkan bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual. Untuk itu pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Kepada kedua orang tua saya Papa Drs Rahman M.H dan Mama Hadriah yang telah memberikan cinta, kasih , dukungan serta doa yang tiada hentinya kepada penulis. Terimakasih untuk segalanya.

2. Untuk saudara saya yang tercinta Nur Riska Azzahra dan Nur Riskiana Faradillah, yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

Terimakasih selalu mendukung untuk menggapai cita-cita yang selama ini penulis dambakan.

3. Ibu Titin Florentina., M.Psi., Psikolog selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan arahan, motivasi, dan saran yang baik selama masa proses perkuliahan penulis.

4. Bapak Andi Budhy Rakhmat, M.Psi., Psikolog selaku pembimbing I dan ibu St.

Syawaliah Gismin, M.Psi., Psikolog selaku pembimbing II. Terimakasih atas ilmu, arahan serta saran-saran yang telah diberikan kepada penulis selama

vii

(8)

terimakasihku kepada bapak dan ibu. Terimakasih bapak dan ibu.

5. Untuk ibu Minarni, S.Psi., M.A, Ibu Sulasmi Sudirman, S.psi., M.A, Ibu Hasniar, S.Psi., M.A, Ibu Sri Hayati, M.Psi., Psikolog, Pak Arie Gunawan HZ, M.Psi., Psikolog, dan Pak Musawwir, S.Psi., M.Pd. selaku dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada saya selama masa proses perkuliahan. Semoga ilmu yang selama ini penulis terima dapat bermanfaat dikemudian hari.

6. Ibu Dharma dan Ibu Jernih selaku staff tata usaha di Fakultas Psikologi Universitas Bosowa yang telah membantu penulis dalam mengurus administrasi selama ini. Tak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada bapak Jufri yang telah banyak membantu penulis selama proses awal perkuliahan hingga diakhir perkuliahan. Kebaikan bapak tidak akan pernah penulis lupa.

7. Terimakasih kepada ungggg atas segala dukungan, saran dan semangat yang telah diberikan kepada penulis. Terimakasih selalu mengingatkan penulis untuk sabar dan percaya bahwa proses tidak akan menghianati hasil. Serta terimakasih atas kesabaran dalam mendengarkan keluh kesah penulis selama ini.

8. Terimakasih kepada sahabat saya Narty, Iyal, Putri, Devi, Reza, Shelaa dan YOKOROBUN ENT (Popy, ika, viky, audy, fita) yang selalu ada untuk penulis dan tidak pernah bosan memberi dukungan saat penulis mulai kehilangan semangat saat mengerjakan skripsi.

viii

(9)

9. Terimakasih kepada kakak A. Andyna Maharezy. S.Psi yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini. Terimakasih pembimbing tigaku.

10. Teman-teman Phylosof 014, terimakasih telah memberikan kenangan indah selama empat tahun masa perkuliahan. Semoga bisa menjadi cerita indah yang akan kita kenang.

11. Teman-teman seperjuangan skripsi saya viky, ayu, meggy, fita. Terimakasih sudah saling mendukung satu samalain selama proses pengerjaan skripsi.

Semoga apa yang telah kita kerjakan bisa bermanfaat dikemudian hari.

12. Keluarga Besar Mahasiswa Fakultas Psikologi & Lembaga Kesenian Mahasiswa Unibos terutama saudara saya (Rantai-rantai imagine) yang telah memberikan pelajaran yang tidak bisa penulis dapatkan selama masa perkuliahan. Semoga ilmu yang penulis dapatkan bisa berguna dimasa yang akan datang. terimakasih atas cerita luar biasa yang akan selalu penulis kenang.

ix

(10)

SOSIAL PADA MAHASISWA UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR

Magvirah Aulia 4514091056

Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Makassar Email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah self esteem dapat menjadi prediktor self disclosure di media sosial pada mahasiswa Universitas Bosowa Makassar. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Bosowa sebanyak 329 mahasiswa.

Penelitian ini menggunakan skala revised self disclosure scale dan self esteem inventory scale. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan analisis regresi sederhana, menunjukkan bahwa self esteem (X) terhadap self disclosure (Y) di media sosial pada mahasiswa Universitas Bosowa Makassar dengan nilai signifikan sebesar 0,891. Signifikansi atau p >

0,05 menunjukkan bahwa X tidak dapat berpengaruh secara signifikan terhadap Y. hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak, yang artinya self esteem tidak dapat menjadi prediktor self disclosure di media sosial pada Mahasiswa Universitas Bosowa Makassar. Seluruh analisis dalam penelitian ini menggunakan bantuan program aplikasi JASP 09.01, SPSS 16.0 for windows, dan Microsoft Exel.

Kata Kunci : self esteem, self disclosure

x

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL II

HALAMAN PENGESAHAN III

HALAMAN PERNYATAAN IV

HALAMAN PERSEMBAHAN V

MOTTO VI

KATA PENGANTAR VII

ABSTRAK X

DAFTAR ISI XI

DAFTAR TABEL XV

DAFTAR GAMBAR XVI

DAFTAR LAMPIRAN XVII

BAB 1 PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 8

C. Tujuan Penelitian 8

D. Manfaat Penelitian 8

1. Manfaat Teoritis 8

2. Manfaat Praktis 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10

A. Self Disclosure 10

1. Definisi Self Disclosure 10

2. Aspek-aspek Self Disclosure 13

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Disclosure 15

4. Bahaya Self Disclosure 18

XI

(12)

1. Definisi Self Esteem 19

2. Aspek-aspek Self Esteem 23

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self Esteem 25

C. Media Sosial 26

D. Mahasiswa 28

E. Kerangka Penelitian 30

F. Hipotesis Penelitian 33

BAB III METODE PENELITIAN 34

A. Jenis Penelitian 34

B. Variabel Penelitian 34

C. Definisi Operasional 36

1. Definisi Konseptual Penelitian 35

a. Self Disclosure 35

b Self Esteem 35

2. Definisi Operasional Penelitian 36

a. Self Disclosure 36

b. Self Esteem 36

D. Populasi dan Sampel 36

a. Populasi 36

b. Sampel 37

c. Karakteristik Sampel 38

d. Teknik Sampling 38

E. Teknik Pengumpulan Data 40

1. Skala Self Disclosure 40

2. Skala Self Esteem 42

XII

(13)

F. Teknik Uji Instrumen 43

1. Uji Validitas 43

a. Validitas Isi 44

b. Validitas Konstruk 46

2. Uji Reliabilitas 49

G. Teknik Analisis Data 50

1. Analisis Deskriptif 50

2.. Uji Asumsi 51

a. Uji Normalitas 51

b. Uji Linearitas 52

3. Uji Hipotesis 52

H. Prosedur Penelitian 53

1. Tahap Persiapan 53

2. Pelaksanaan Penelitian 54

3. Tahap Pengolahan Data dan Analisis Data 54

I. Jadwal Penelitian 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 56

A. Deskripsi Demografi 56

1. Deskriptif Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin 56

2. Deskriptif Subjek Berdasarkan Usia 57

3. Deskriptif Subjek Berdasarkan Jurusan 57

4. Deskriptif Subjek Berdasarkan Semester 58

B. Hasil Analisis Deskriptif 59

1. Deskriptif Self Disclosure pada Mahasiswa Universitas Bosowa

Makassar 60

2. Deskriptif Self Esteem pada Mahasiswa Universitas Bosowa

Makassar 63

XIII

(14)

1. Deskriptif Self Disclosure Berdasarkan Demografi 66 a. Deskriptif Self Disclosure Berdasarkan Jenis Kelamin 66 b. Deskriptif Self Disclosure Berdasarkan Usia 68 c. Deskriptif Self Disclosure Berdasarkan Jurusan 69 d. Deskriptif Self Disclosure Berdasarkan Semester 72 2. Deskriptif Self Esteem Berdasarkan Demografi 74 a. Deskriptif Self Esteem Berdasarkan Jenis Kelamin 74 b. Deskriptif Self Esteem Berdasarkan Usia 75 c. Deskriptif Self Esteem Berdasarkan Jurusan 76 d. Deskriptif Self Esteem Berdasarkan Semester 79

4. Hasil Analisis Uji Asumsi 81

a. Uji Normalitas 81

b. Linearitas 82

5. Hasil Analisis Uji Hipotesis 83

C. Pembahasan 99

1. Gambaran Deskriptif Self Disclosure di Media Sosial pada Mahasiswa

Universitas Bosowa Makassar 84

2. Gambaran Deskriptif Self Esteem pada Mahasiswa Universitas Bosowa

Makassar 87

3. Self Esteem Sebagai Prediktor di Media Sosial Pada Mahasiswa

Universitas Bosowa Makassar 88

G. Limitasi Penelitian 91

BAB V 92

A. Kesimpulan 92

B. Saran 93

DAFTAR PUSTAKA 92

XIV

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 38 Tabel 3.2 : Jumlah Responden Berdasarkan Jurusan 39

Tabel 3.3 : Jumlah Responden Berdasarkan Usia 39

Tabel 3.4 : Jumlah Responden Berdasarkan Semester 39 Tabel 3.5 : Blue Print Revised Self Disclosure Scale 41 Tabel 3.6 : Blue Print Self Esteem Inventory Scale 42

Tabel 3.7 : Tabel Kategorisasi 43

Tabel 3.8 : Blue Print Revised Self Disclosure Scale Setelah Uji Coba 47 Tabel 3.9 : Blue Print Self Esteem Inventory Scale Setelah Uji Coba 48

Tabel 3.10 : Hasil Uji Reabilitas 50

Tabel 3.11 : Jadwal Penelitian 55

Tabel 3.12 : Jadwal Penelitian 53

Tabel 4.1 : Hasil Analisis Data Empirik Self Disclosure 60

Tabel 4.2 : Kategorisasi Self Disclosure 60

Tabel 4.3 : Hasil Analisis Data Empirik Self Esteem 63

Tabel 4.4 : Kategorisasi Self Esteem 64

Tabel 4.5 : Uji Nornalitas 82

Tabel 4.6 : Uji Linearitas 82

Tabel 4.7 : Uji Hipotesis 84

XV

(16)

Gambar 2.1 : Model Kerangka Pikir 32 Gambar 4.1 : Diagram Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin 56

Gambar 4.2 : Diagram Subjek Berdasarkan Usia 57

Gambar 4.3 : Diagram Subjek Berdasarkan Jurusan 58 Gambar 4.4 : Diagram Subjek Berdasarkan Semester 59 Gambar 4.5 : Diagram Self Disclosure Berdasarkan Kategori 61 Gambar 4.6 : Diagram Self Disclosure Berdasarkan Dimensi 62 Gambar 4.7 : Diagram Self Esteem Berdasarkan Kategori 64 Gambar 4.8 : Diagram Self Esteem Berdasarkan Dimensi 65 Gambar 4.9: Diagram Self Disclosure Berdasarkan Jenis Kelamin 67 Gambar 4.10: Diagram Self Disclosure Berdasarkan Usia 68 Gambar 4.11: Diagram Self Disclosure Berdasarkan Jurusan 70 Gambar 4.12: Diagram Self Disclosure Berdasarkan Semester 73 Gambar 4.13: Diagram Self Esteem Berdasarkan Jenis Kelamin 74 Gambar 4.14: Diagram Self Esteem Berdasarkan Usia 75 Gambar 4.15: Diagram Self Esteem Berdasarkan Jurusan 77 Gambar 4.16: Diagram Self Esteem Berdasarkan Semester 80

XVI

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hasil Uji Coba Skala Self Disclosure dan Self Esteem 97 A.1 Uji Coba Reabilitas Skala Self Disclosure 98 A.2 Uji Coba Reabilitas Skala Self Esteem 99 B.1 Uji Coba Validitas Skala Self Disclosure 100 B.2 Uji Coba Validitas Skala Self Esteem 105 C.1 Hasil Content Validity Ratio (CVR) Self Disclosure 110 C.2 Hasil Content Validity Ratio (CVR) Self Esteem 112

Lampiran Hasil Uji Prasyarat 114

D.1 Hasil Uji Normalitas 115

E.1 Hasil Uji Linearitas 116

F.1 Hasil Uji Hipotesis 117

Lampiran Hasil Field Utama 119

G.1 Hasil Skoring Skala Self Esteem 120

G.2 Hasil Skoring Skala Self Disclosure 129

H.1 Demografi Responden 139

Lampiran Skala 149

XVII

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi saat ini menjadi sangat pesat, hal ini berbanding lurus dengan perkembangan dan tingkat kebutuhan manusia untuk keberlangsungan hidupnya, salah satu bentuk teknologi yang beberapa dekade terakhir mengalami perkembangan pesat adalah teknologi informasi.

Hal ini tidak terlepas dari kebutuhan manusia terhadap komunikasi karena hakikatnya perilaku manusia adalah berinteraksi.

Interaksi sosial merupakan salah satu cara individu untuk memelihara tingkah laku sosial individu tersebut sehingga individu tersebut tetap dapat bertingkah laku sosial dengan individu lain atau biasa disebut dengan hubungan timbal balik (Baron, 2005). Interaksi tidak hanya dilakukan dengan bertatap muka secara langsung tetapi juga dapat dilakukan dengan cara tidak langsung. Berinteraksi secara tidak langsung dimaksudkan sebagai bentuk interaksi dengan menggunakan suatu media komunikasi, seperti lewat telepon, pesan, ataupun media sosial.

Media sosial adalah suatu media interaksi online yang mengacu pada situs atau website yang digunakan sebagai tempat berkumpulnya banyak orang tanpa pembatasan dan memiliki jalur ikatan seperti keluarga, teman, rekan bisnis dan lain sebagainya. Media sosial mengacu pada sistem untuk terkoneksi dengan banyak orang tanpa terhalangi waktu, tempat, dan jarak

1

(19)

serta berfungsi untuk berkomunikasi, berbagi informasi dan mengungkapkan pendapat secara online.

Media sosial tidak hanya memiliki fungsi sebagai media untuk saling berinteraksi. Pada saat ini banyak individu yang menggunakan media sosial untuk menyalurkan aspirasi dan mengunggah status di media sosial dengan menunjukkan ataupun mengungkapkan apa yang sedang dialami atau yang sedang dirasakan oleh seseorang (dictio.id, Diakses pada 25 Juli 2018).

Aplikasi media sosial saat ini telah mengembangkan beberapa fitur sehingga memudahkan pengguna untuk menggunakan media sosialnya dengan berbagai cara.

Terdapat beberapa jenis media sosial yang kita jumpai saat ini, contohnya instagram. Di lansir dari cnnindonesia.com, pada awalnya instagram membuat penggunanya untuk bisa mengunggah foto dan video yang diinginkan disertai dengan caption foto atau video yang mendukung. Namun pada saat ini, instagram telah mengembangkan suatu fitur seperti instagram story yang memfasilitasi penggunanya untuk merekam video singkat mengenai kegiatan sehari-harinya atau menceritakan apa yang sedang dirasakan pada saat itu. Hal tersebut menunjukkan semakin mudahnya akses seseorang dalam mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan dirinya di media sosial.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti tanggal 25 juli 2018 pada mahasiswa di Universitas Bosowa.

Saya menggunakan sosial media untuk mengikuti perkembangan zaman dimana kalau mau bertukar informasi secara cepat ya pake media sosial”

(20)

(D, 21 tahun, 25 juli 2018)

“Saya pake sosial media itu untuk tau perkembagan informasi-informasi yang ada untuk baca-baca berita juga”

(M, 22 tahun, 25 juli 2018)

“Sosial Media untuk update ji, isi waktu luang sama untuk hubungi keluarga atau temanku yang jauh”

(P, 22 tahun, 25 juli 2018)

Grafik penggunaan media sosial dari tahun ke tahun pun semakin meningkat. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa presentasi pengguna internet di Indonesia meningkat menjadi 143,26 juta jiwa atau setara 54,7% dari total populasi masyarakat Indonesia (pakarkomunikasi.com diakses pada tanggal 8 Desember 2017).

Sementara dilihat dari komposisi pengguna internet berdasarkan usia berkisar 19-34 tahun sebanyak 49,52% (APJII.com), hal ini yang membuat peneliti mengambil mahasiswa sebagai subjek penelitian. Pengguna media sosial tidak hanya aktif memperbaharui foto atau status seputar kehidupan yang mereka jalani sehari-hari, tetapi juga menyampaikan pandangannya terkait dengan isu-isu aktual yang sedang terjadi di sekitar mereka.

Dinamika kehidupan manusia diwarnai dengan berbagai macam situasi dan kondisi yang beraneka ragam. Manusia bisa merasakan bahagia, tapi juga akan merasakan pada titik di mana kehidupan tidak selalu menyenangkan. Semenjak adanya media sosial seseorang bisa kapan saja dengan mudah berbagi mengenai hal pribadi. Seringkali kita jumpai orang mengekspresikan

(21)

hal yang bersifat pribadi dan memilih untuk mendokumentasikan kehidupan sehari-hari secara detail seakan-akan tidak adanya batasan antara konsumsi publik dan hal pribadi. Seseorang bisa meluapkan atau mengungkapkan apa yang sedang mereka rasakan pada saat itu di dunia maya, dimana hal ini sering disebut dengan self disclosure melalui media sosial.

Self disclosure merupakan tindakan baik secara verbal maupun nonverbal, mengungkapkan aspek-aspek dari diri kepada orang lain. Dengan kata lain self disclosure adalah menyampaikan informasi, baik secara lisan maupun tulisan (Liliweri, 2015). Self disclosure reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan kita dimasa kini tersebut (Johnson, 1995).

Penggunaan perangkat komputer dan jaringan internet untuk berkomunikasi mengalahkan bentuk komunikasi tradisional sehingga self disclosure kini berkembang dalam konteks online. Ketika seseorang melakukan self disclosure di media sosial, kita bisa melihat sisi lain dari pengguna yang tidak kita temukan saat sekedar bertatap muka. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, peneliti menemukan bahwa individu yang melakukan self disclosure itu merasa lebih aman saat membuka siapa dirinya di media sosial. Pada dasarnya, self disclosure juga bisa merugikan atau menjadi boomerang bagi pengguna media sosial itu sendiri.

Seperti yang kita ketahui, media sosial sangat berkembang pesat. Media sosial sekarang bukan hanya digunakan untuk berkomunikasi semata tetapi

(22)

banyak orang menggunakan media sosial untuk mencurahkan apa yang mereka rasakan pada saat itu melalui mengunggah status. Selain instagram, contoh lainnya yakni media sosial whatsApp. Pada awalnya, aplikasi whatsApp hanya bisa digunakan untuk fitur messenger, namun sekarang sudah berkembang dengan adanya suatu fitur yang disebut dengan whatsApp stories. Dengan fitur tersebut individu dimudahkan untuk mengunggah hal-hal yang mereka ingin ungkapkan seperti update status mengenai apa yang sedang dirasakan, mengungkapkan suatu aspirasi ataupun menunjukkan aktivitas sehari-hari yang dalam hal ini disebut dengan self disclosure (cnnindonesia.com diakses pada tanggal 25 Juli 2018).

Hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti tanggal 28 oktober 2017 pada mahasiswa Universitas Bosowa yang aktif menggunakan media sosial, menunjukkan bahwa mereka sering mengunggah status terkait kehidupan pribadinya.

Alasan saya suka update status di media sosial itu untuk kode pacarku supaya dia peka karna biasa kalau sibukki sama kerja atau organisasinya dia

tidak balas WhatsApp ku lega juga saya rasa kalau update ka status kayak ada teman curhatku saya rasa”

(D, 22 tahun, 28 oktober 2017)

“Supaya orang yang saya singgung peka, sama kalau ada orang liat statusku di media sosial kasian dia liatka supaya prihatinki”

(AF, 21 tahun, 28 oktober 2017)

(23)

“kalau ada sesuatu yang sulit saya bilang ke orangnya langsung, biasa saya buatkan status. Tapi kalau ada orang tanggapi negatif apa yang saya tulis di

media sosial aneh saya rasa biasa sakit hatika juga”

(R, 22 tahun, 28 oktober 2017)

Penelitian yang dilakukan oleh Varnali (2015) menunjukkan bahwa self disclosure lebih banyak dilakukan secara online dari pada secara tatap muka langsung. Hal tersebut disebabkan karena orang yang melakukan self disclosure online untuk menghindari respon negatif secara langsung. Adapun hasil penelitian Prawesti & Dewi (2016) menunjukkan hasil bahwa individu dengan harga diri rendah lebih banyak mengungkapkan hal-hal yang kurang positif di media sosial dan lebih banyak mengungkapkan hal-hal yang negatif dibanding dengan individu dengan harga diri tinggi. Individu dengan harga diri rendah cenderung lebih banyak mengungkapkan kesedihan, kemarahan, frustasi, kecemasan, ketakutan, lekas marah, rasa kurang bahagia, dan rasa kurang bersyukur dalam postingan mereka daripada individu dengan harga diri tinggi.

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diindikasian bahwa subjek yang diwawancarai memiliki self esteem yang rendah. Hal itu ditandai dengan subjek merasa tidak dihargai, diprioritaskan, dan diperhatikan.

Sehingga hal tersebutlah yang membuat subjek menuliskan status yang bersifat negatif di media sosial. seperti yang dipaparkan sebelumnya bahwa individu yang memiliki self esteem rendah mereka lebih mengungkapkan hal yang bersifat negatif di media sosial dibandingkan hal yang bersifat positif.

(24)

Berdasarkan penelitian sebelumnya, terlihat bahwa pengungkapan diri ke media sosial erat kaitannya dengan self esteem (harga diri) individu. Pada dasarnya, self esteem adalah hasil dari evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang diekspresikan dalam sikap terhadap diri sendiri. Menurut Coopersmith menyatakan suatu sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukan seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, dan berharga menurut standar dan penilaian pribadinya (Hidayat, 2016). Self esteem juga merupakan salah satu dimensi yang bisa mendorong individu untuk melakukan self disclosure atau pengungkapan diri secara online. Hal ini disebabkan oleh perbedaan antara individu dengan self esteem tinggi dan rendah yang paling menonjol adalah ketika berada di publik (Velasco, 2013).

Individu dengan self esteem rendah sangat tidak mudah untuk mengungkapkan mengenai apa yang sedang ia rasakan atau pikirkan.

Penggunaan teknologi untuk menengahi interaksi interpersonal memberikan kesempatan bagi individu dengan self esteem rendah untuk melindungi diri dari umpan balik negatif. Jika dihadapkan dengan situasi yang menimbulkan risiko interpersonal, individu dengan self esteem rendah lebih suka menggunakan media sosial dibandingkan bertatap muka langsung (Velasco, 2013).

Untuk menggunakan media sosial secara bijak pengguna tidak perlu mengungkapkan atau menuliskan hal-hal yang bersifat pribadi. Dapat kita pahami bersama, bahwa apabila seseorang terlalu mengumbar kehidupan

(25)

pribadinya di media sosial maka akan membuat semua pengikutnya di media sosial mengetahui kehidupan pribadi atau privasinya dan hal itu tidak merubah apa-apa. Hal tersebut tentunya akan merugikan, melakukan self disclosure di media sosial secara berlebihan akan menurunkan aktivitas komunikasi interpersonal seseorang.

Atas dasar fenomena tersebut maka peneliti tertarik mengangkat judul yaitu Prediktor Self Esteem terhadap Self Disclosure di media sosial pada Mahasiswa Universitas Bosowa Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yakni, apakah Self Esteem sebagai prediktor Self Disclosure di media sosial pada Mahasiswa Universitas Bosowa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah Self Esteem sebagai prediktor Self Disclosure di media sosial pada Mahasiswa Universitas Bosowa Makassar.

D. Manfaat

1. Manfaat teoritis

a. Diharapkan akan mampu menambah wawasan dalam mengetahui perkembangan dunia psikologi sosial dan mengetahui kejadian yang terjadi atau fenomena yang ada di dunia psikologi sosial pada saat ini.

(26)

b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi penelitian-penelitian selanjutnya dengan bidang kajian terkait.

2. Manfaat praktis

a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pengguna media sosial mengenai self disclosure ketika berinteraksi dan berbagi konten mengenai kehidupan pribadi agar lebih bijak dalam hal penggunaanya.

b. Diharapkan akan memecahkan masalah yang terjadi pada dunia psikologi sosial khususnya solusi ketika seseorang mengalami self esteem rendah dan melakukan self disclosure di media sosial.

c. Penelitian ini diharapkan menjadi pengetahuan bagi mahasiswa untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. khususnya dalam mengunggah status yang bersifat pribadi atau privasi.

d. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi universitas ataupun fakultas untuk melihat Self Esteem pada mahasiswa Universitas Bosowa Makassar.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Self Disclosure

a. Definisi Self Disclosure Online

Konsep self disclosure online tidak pernah lepas dari konsep tradisional self disclosure itu sendiri, dalam penelitian ini konsep self disclosure online dijelaskan sebagai perubahan pola interaksi antar pribadi yang terjadi ketika seseorang berinteraksi melalui internet (online).

Pengungkapan diri atau self disclosure adalah reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini. tanggapan terhadap orang lain atau terhadap kejadian tertentu lebih melibatkan perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan kita terhadap kejadian- kejadian yang baru saja kita saksikan (Johnson, 1995).

Penggunaan perangkat komputer dan jaringan internet untuk berkomunikasi mengalahkan bentuk komunikasi tradisional sehingga self disclosure kini berkembang dalam konteks online. Barak & Suler (2008) menjelaskan bahwa self disclosure online mirip dengan self disclosure offline dalam beberapa aspek penting yaitu mempunyai hubungan timbal- balik, pengungkapan diri yang dilakukan secara personal, sensitif dan intim (Blau, 2011). Keintiman pengungkapan diri secara langsung atau tatap muka berdampak pada self disclosure online dimana interaksi yang

10

(28)

terjadi memiliki implikasi dalam membangun hubungan antar pribadi.

Konsep self disclosure didefinisikan secara bebas sebagai apa yang diungkapkan oleh orang secara verbal tentang diri mereka sendiri kepada orang lain termasuk pemikiran, perasaan, dan pengalaman.

Dengan kata lain keterbukaan diri adalah cara untuk menunjukkan orang lain siapa kita dan apa kebutuhan kita (Leung, 2002). Membuka diri tidak sama dengan mengungkapkan hal-hal yang sangat pribadi di masa lalu kita. Mengungkapkan hal-hal yang sangat pribadi di masa lalu dapat menimbulkan perasaan intim untuk sesaat. Hubungan sejati terbina dengan mengungkapkan reaksi-reaksi kita terhadap aneka kejadian yang kita alami bersama atau terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan oleh lawan komunikasi kita. Orang lain mengenal diri kita tidak dengan menyelidiki masa lalu kita, melainkan dengan mengetahui cara kita bereaksi. Masa lalu hanya berguna sejauh mampu menjelaskan perilaku kita dimasa kini (Johnson, 1995).

Sementara beberapa periset menurut Derlega dkk (1987) memandang pengungkapan diri sebagai setiap informasi tentang diri sendiri, penulis berpendapat bahwa sebaiknya kita lebih memusatkan pada informasi yang biasanya anda sembunyikan pada segala jenis informasi yang tadinya belum anda ungkapan (Devito, 2011). Pengungkapan diri adalah informasi yang biasanya tidak akan anda diungkapkan dan anda secara aktif berusaha tetap menjaga kerahasiaannya. Pengungkapan diri melibatkan sedikitnya satu orang lain agar pengungkapan diri terjadi

(29)

tindak komunikasi harus melibatkan sedikitnya dua orang.

Pengungkapan diri tidak bisa merupakan tindak intrapribadi. Untuk menjadi pengungkapan diri, informasi harus diterima dan dimengerti oleh orang lain. Dalam proses pengungkapan diri nampaknya individu- individu yang terlibat memiliki kecenderungan mengikuti norma (timbal balik). Bila seseorang menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi, maka akan cenderung memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya mengharapkan orang lain memperlakukan sama seperti memperlakukan mereka (Ravin & Rubin, 1983).

Kebudayaan juga memiliki pengaruh dalam pengungkapan diri seseorang. tiap-tiap bangsa dengan corak budaya masing-masing memberikan batas tertentu sampai sejauh mana individu pantas atau tidak pantas mengungkapkan diri. Kurt Lewin (Raven & Rubin, 1983) mengemukakan dalam hasil penelitiannya menemukan bahwa orang- orang Amerika nampaknya lebih mudah terbuka dari pada orang-orang Jerman, tetapi keterbukaan ini hanya terbatas pada hal-hal permukaan saja dan sangat enggan untuk membuka rahasia yang menyangkut pribadi mereka. Sedangkan orang-orang Jerman pada awalnya lebih sulit untuk mengungkapkan diri meskipun untuk hal-hal yang bersifat permukaan. Namun jika sudah menaruh kepercayaan, maka mereka tidak enggan untuk membuka rahasia pribadi mereka yang paling intim.

Devito (1997) mengemukakan bahwa self disclosure mempunyai beberapa karakteristik umum antara lain :

(30)

1. Self disclosure adalah suatu tipe komunikasi tentang informasi diri yang pada umumnya tersimpan, yang dikomunikasikan kepada orang lain.

2. Self disclosure adalah informasi diri yang seseorang berikan merupakan pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui oleh orang lain dengan demikian harus dikomunikasikan.

3. Self disclosure adalah informasi tentang diri sendiri yakni tentang pikiran, perasaan dan sikap.

4. Self disclosure dapat bersifat informasi secara khusus. Informasi secara khusus adalah rahasia yang diungkapkan kepada orang lain secara pribadi yang tidak semua orang ketahui.

5. Self disclosure melibatkan sekurang-sekurangnya seorang individu lain, oleh karena itu keterbukaan diri merupakan informasi yang harus diterima dan dimengerti oleh individu lain.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai definisi Self Disclosure, peneliti menyimpulkan bahwa Self Disclosure adalah bagaimana orang menungkapkan apa yang terjadi di dalam hidupnya. Hal tersebut mencakup selera, minat dan opini seseorang dalam suatu hal tertentu.

b. Aspek-aspek Self Disclosure

Menurut Leung (2002) yang telah diadaptasi dari teori Jourard menyebutkan bahwa terdapat lima dimensi di dalam self disclosure online, yaitu antara lain:

(31)

a). Amount

Amount yaitu kuantitas dari pengungkapan diri dapat diukur dengan mengetahui frekuensi dengan siapa individu mengungkapkan diri dan durasi dari pesan self-disclosing atau waktu yang diperlukan untuk mengutarakan statmen self disclosure individu tersebut terhadap orang lain.

b). Valance

Valensi merupakan hal yang positif atau negatif dari pengungkapan diri. Individu yang mengungkapkan diri mengenai hal- hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan mengenai dirinya, memuji hal-hal yang ada dalam dirinya atau menjelek-jelekkan diri individu sendiri. Faktor ini juga mempengaruhi sifat dasar dan tingkat dari pengungkapan diri.

c). Accuracy/Honesty

Accuracy atau Honesty yakni ketetapan dan kejujuran individu dalam mengungkapkan diri. Ketetapan dari pengungkapan diri dapat berbeda dalam hal kejujuran. Individu dapat saja jujur secara total atau dilebih-lebihkan, melewatkan bagian penting atau berbohong.

d). Intention

Intention yaitu seluas apa individu mengungkapkan tentang apa yang ingin diungkapkan, seberapa besar kesadaran individu untuk mengontrol informasi-informasi yang akan dikatakan pada orang lain.

(32)

e). Intimacy

Keakraban/Intimacy yaitu individu dapat mengungkapkan detail yang paling intim atau impersonal dari hidupnya.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Disclosure a) Besar kelompok

Pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada dalam kelompok besar. Diadik (kelompok yang terdiri atas dua orang) merupakan lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri dapat meresapi tanggapan dengan cermat. Dengan dukungan atau ketiadaan dukungan ini, orang dapat memantau pengungkapan diri ini, meneruskannya jika situasinya mendukung dan menghentikannya jika situasi tidak mendukung. Bila ada lebih dari satu orang pendengar, pemantauan seperti ini menjadi sulit, karena tanggapan yang muncul pasti berbeda dari pendengar yang berbeda.

b) Perasaan menyukai

Kita membuka diri kepada orang-orang yang kita sukai atau cintai, dan kita tidak akan membuka diri kepada orang yang tidak kita sukai (Derlega dkk, dalam Devito 2011). Ini tidak mengherankan, karena orang yang kita sukai akan bersikap mendukung dan positif . periset pengungkapan diri John Berg dan Richard Archer (1983) melaporkan bahwa tidak saja kita membuka diri kepada mereka yang kita sukai, kita juga tampaknya menjadi suka kepada mereka terhadap siapa kita membuka diri. Wheeles & Grotz (1977) mengemukakan kita juga

(33)

membuka diri lebih banyak kepada orang yang kita percayai (Devito, 2011).

c) Efek diadik

Kita melakukan pengungkapan diri bila orang yang bersama kita juga melakukan pengungkapan diri. Efek diadik ini barangkali membuat kita merasa lebih aman dan nyatanya memperkuat perilaku pengungkapan diri kita sendiri. Berg dan Archer (1983) melaporkan bahwa pengungkapan diri menjadi lebih akrab bila itu dilakukan sebagai tanggapan atas pengungkapan diri orang lain (Devito, 2011).

d) Kompetensi

Orang yang kompeten lebih banyak melakukan dalam pengungkapan diri daripada orang yang kurang kompeten.

McCroskey dan Wheeles (1976) mengemukakan bahwa mereka yang lebih kompeten juga merasa diri mereka memang lebih kompeten, dan karenanya mempunyai rasa percaya diri yang diperlukan untuk lebih memanfaatkan pengungkapan diri (Devito, 2011). Selanjutnya orang yang kompeten barangkali memiliki lebih banyak hal positif tentang diri mereka sendiri untuk diungkapkan daripada orang-orang yang tidak kompeten.

e) Kepribadian

Orang-orang yang pandai bergaul dan ekstrovert melakukan pengungkapan diri lebih banyak daripada mereka yang kurang pandai bergaul dan lebih introvert. Perasaan gelisa juga mempengaruhi

(34)

derajat pengungkapan diri. Rasa gelisah adakalanya meningkatkan pengungkapan diri kita dan menguranginya sampai batas minimum.

Orang yang kurang berani bicara pada umumnya juga kurang mengungkapkan diri daripada mereka yang merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi.

f) Topik

Kita lebih cenderung membuka diri tentang topik tertentu daripada topik yang lain. sebagai contoh, kita lebih mungkin mengungkapkan informasi diri tentang pekerjaan atau hobi kita dari pada tentang kehidupan seks atau situasi keuangan kita (Devito, 2011). Kita juga mengungkapkan informasi yang bagus lebih cepat daripada informasi yang buruk. Umumnya, makin pribadi dan makin negatif suatu topik, makin kecil kemungkinan kita menungkapkannya.

g) Jenis kelamin

Faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah jenis kelamin. Umunya, pria lebih kurang terbuka daripada wanita.

Judy Pearsom (1980) menyebutkan dalam berpendapat bahwa peran sekslah dan bukan jenis kelamin dalam arti biologis yang menyebabkan perbedaan dalam hal pengungkapan diri, contohnya wanita yang maskulin misalnya kurang membuka diri daripada wanita yang nilai dalam skala maskulinitasnya lebih rendah (Devito, 2011).

Selanjutnya pria feminin membuka diri lebih besar daripada pria yang nilai dalam skala femininitasnya lebih rendah. Pria dan wanita juga

(35)

mengungkapkan alasan yang berbeda untuk penghindaran mereka terhadap pengungkapan diri.

d. Bahaya Self Disclosure

a). Penolakan pribadi dan sosial

Bila kita melakukan pengungkapan diri biasanya kita melakukannya kepada orang yang kita percaya. Kita melakukan pengungkapan diri kepada seseorang yang kita anggap akan bersikap mendukung pengungkapan diri kita. Orangtua yang biasanya paling mendukung kita, sering kali menolak anak yang mengungkapkan sikap homoseksnya, yang berniat menikah dengan orang yang berbeda agama, yang bermaksud pindah keyakinan. Sahabat paling akrab mungkin saja akan menolak kita bila kita melakukan pengungkapan diri serupa.

b). Kerugian material

Ada kalanya, pengungkapan diri mengakibatkan kerugian material. Politisi yang mengungkapkan bahwa ia pernah dirawat psikiater mungkin akan kehilangan dukungan partai politiknya sendiri dan rakyat akan enggan memberikan suara baginya. Guru yang mengungkapkan bahwa ia pernah kecanduan minuman keras atau bertindak tidak senonoh atas muridnya di masa yang lalu mungkin akan dijahui oleh rekan-rekannya, mendapatkan penugasan mengajar yang tidak menyenangkan, atau diberhentikan dengan alasan penghematan biaya.

(36)

c). Kesulitan intrapribadi

Bila reaksi orang lain tidak seperti yang diduga, kesulitan intrapribadi dapat terjadi. Bila anda ditolak dan bukan didukung, bila orang tua anda malah mencemooh dan bukan membelai anda, dan bila kawan-kawan anda menghindar dari anda dan bukan mendekati anda seperti sebelumnya, anda berada dalam jalur menuju kesulitan intrapribadi. Tak seorangpun senang ditolak, dan mereka yang egonya rapuh perlu memkirkan kerusakan yang dapat disebabkan oleh penolakan seperti ini.

B. Self Esteem

a. Definisi Self-Esteem

Self esteem atau harga diri adalah keseluruhan cara yang digunakan individu untuk mengevaluasi diri membandingkan antara konsep diri yang ideal dengan konsep diri yang sebenarnya. Harga diri ini dapat bernilai positif ataupun negatif (Santrock,2015). Menurut Coopersmith (1981) harga diri merupakan hasil dari evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang diekspresikan dalam sikap terhadap diri sendiri (Hidayat 2016). Evaluasi ini menyatakan suatu sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, dan berharga menurut standar dan penilaian pribadinya. Adapun Baron dan Byrne (2000) berpendapat bahwa harga diri merupakan evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu sikap orang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif sampai negatif (Hidayat 2016).

(37)

Baron dan Byrne (2000) lebih lanjut menjelaskan bahwa harga diri sering kali diukur sebagai sebuah peringkat dalam dimensi yang berkisar dari negatif sampai positif atau rendah sampai tinggi (Hidayat, 2016). Manakala individu diminta untuk membandingkan konsep diri yang ideal dengan konsep diri yang sebenarnya, semakin besar perbedaan antara konsep diri yang ideal dengan konsep diri yang sebenarnya, semakin rendah pula harga dirinya. Apabila jarak antara konsep diri yang ideal dengan konsep diri yang sebenarnya terlalu besar, individu cenderung merasa menjalani dinamika kehidupan yang semakin rumit dan kompleks adalah suatu hal yang sangat berat. Dalam perkembangannya, seseorang dapat memperbaiki harga diri dengan mempersempit perbedaan antara konsep diri yang ideal dan konsep diri yang sebenarnya. Pada kenyataanya, meskipun perbedaan spesifikasinya dapat bervariasi, tetapi lambat laun perbedaan antara konsep diri yang ideal dan konsep diri yang sebenarnya cenderung akan stabil.

Idealnya adalah tidak ada lagi perbedaan antara konsep diri yang sebenarnya dan konsep diri yang ideal.

Mengevaluasi diri sendiri. Memiliki self esteem yang tinggi berarti seorang individu menyukasi dirinya sendiri. Evaluasi positif ini sebagian berdasarkan opini orang lain dan sebagian lagi berdasarkan dari pengalaman spesifik. Sikap terhadap diri sendiri dimulai dengan interaksi paling awal antara bayi dengan ibunya atau pengasuh lain. perbedaan budaya juga mempengaruhi apa yang penting bagi self esteem seseorang.

tingkah laku individu dengan self esteem yang relatif rendah lebih mudah

(38)

diprediksikan daripada individu dengan self esteem yang tinggi hal itu disebabkan karena skema diri yang negatif diorganisasi lebih ketat dari pada skema diri yang positif Malle & Horowitz, 1995 (dalam Baron &

Byrne, 2003).

Self esteem sering kali diukur sebagai sebuah peringkat dalam dimensi yang berkisar dari negatif sampai positif atau dari rendah sampai tinggi. Sebuah pendekatan yang berbeda adalah dengan meminta responden untuk mengindikasikan self ideal mereka seperti apa, self mereka yang sebenarnya, dan kemudian meneliti perbedaan di antara keduanya. Semakin besar perbedaan antara self dengan idealnya, semakin rendah self esteem. Walaupun konten spesifiknya dapat bervariasi seiring berjalannya waktu, perbedaan self dengan ideal cenderung stabil Strauman, 1996 (dalam Baron & Byrne, 2003).

Menurut Eoleiochta, Leanai, dan Dei (1997) mengemukakan bahwa harga diri yang rendah berasal dari pengalaman kurang menguntungkan seseorang di sepanjang rentang kehidupannya, seperti tidak mendapatkan cukup kasih sayang, dorongan, dan tantangan cinta dan penerimaan bersyarat (Hidayat 2016). Selalu mendapatkan kritik, ejekan, sarkasme, dan sinisme. mengalami pemukulan fisik dan pelecehan tidak adanya pengakuan dan pujian atas prestasi yang didapat, serta kelebihan dan keunikan diri selalu diabaikan. Keadaan demikian biasanya diperparah dengan adanya sistem yang bermasalah, baik di rumah maupun disekolah, yang mendorong rendahnya harga diri. Kesalahan sistem yang dimaksud

(39)

dapat berupa kritik yang selalu diberikan jika individu melakukan hal-hal yang tidak umum, selalu menomorsatukan hukuman dalam merespon kesalahan yang dilakukan seseorang, terjadi distorsi komunikasi, dan penerapan peraturan yang kaku dan tidak fleksibel.

Pelham dan Swan (1989) mengemukakan bahwa dalam konteks kesehatan mental, harga diri memiliki peran yang sangat penting. Individu yang memiliki harga diri tinggi memandang dirinya dengan cara positif (Hidayat, 2016). Mereka lebih dapat mensyukuri berbagai kelebihan yang dimiliki daripada mengeluhkan kekurangan mereka. Dengan kata lain, individu dengan harga diri tinggi sadar akan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan memandang kelebihan-kelebihan tersebut lebih penting daripada kelemahannya. Keadaan demikian berbanding terbalik bila dibandingkan dengan individu yang memiliki harga diri rendah individu dengan harga diri rendah cederung memandang dirinya secara negatif dan lebih fokus pada kelemahan-kelemahan yang dimiliki. Dikarenakan pandangannya itu, individu dengan harga diri rendah biasanya memiliki nyali kecil bila dihadapkan pada kompetisi yang ada dalam kehidupan.

Orang dengan harga diri tinggi akan memaknai pengalaman tidak menyenangkan secara lebih tepat.

Memiliki self esteem yang tinggi berarti seseorang individu menyukai dirinya sendiri. Evaluasi positif ini sebagian berdasarkan opini orang lain dan sebagian lagi berdasarkan dari pengalaman spesifik. Pengaruh budaya juga mempengaruhi apa yang penting bagi self esteem seseorang.

(40)

Kwan, Bond, dan Singelis (1997) memberikan contoh bahwa harmoni dalam hubungan interpersonal merupakan elemen yang penting dalam budaya kolektivis, sementara self esteem adalah hal yang penting bagi budaya individualis (Baron, 2002). Malle dan Horowitz (1995) mengatakan bahwa tingkah laku individu dengan self-esteem yang relatif rendah lebih mudah diprediksikan daripada individu dengan self-esteem yang tinggi, karena skema diri negatif diorganisasi lebih ketat dari pada skema diri yang positif (Baron, 2002).

Berdasarkan penjelaskan di atas mengenai self esteem, peneliti meyimpulkan bahwa self esteem adalah cara individu untuk mengevaluasi diri. bagaimana seorang individu memandang dirinya sendiri apakah dia memandang dirinya positif atau negatif.

b. Aspek-aspek Self esteem

Coopersmith (Hidayat, 2016) menyatakan bahwa harga diri memiliki empat aspek, antara lain:

a). Kekuatan (power)

Kekuatan atau power menunjukkan pada adanya kemampuan seseorang untuk dapat mengatur dan mengontrol tingkah laku dan mendapat pengakuan atau tingkah laku tersebut dari orang lain.

kekuatan dinyatakan dengan pengakuan dan penghormatan yang diterima seorang individu dari orang lain dan adanya kualitas atas pendapat yang diutarakan oleh seseorang individu yang nantinya diakui oleh orang lain.

(41)

b). Keberartian (significance)

Kepedulian, perhatian, dan afeksi yang diterima individu dari orang lain. hal tersebut merupakan penghargaan dan ekspresi minat orang lain terhadap individu serta merupakan tanda penerimaan dan popularitas individu dari lingkungan sosial. Penerimaan lingkungan di tandai dengan adanya kehangatan, respon yang baik dari lingkungan dan adanya ketertarikan lingkungan terhadap individu dan lingkungan menyukai individu sesuai dengan keadaan diri yang sebenarnya.

c). Kebajikan (virtue)

Ketaatan mengikuti kode moral, etika dan prinsip-prinsip keagamaan yang ditandai oleh ketaatan untuk menjahui tingkah laku yang dilarang dan melakukan tingkah laku diperbolehkan oleh moral, etika, dan agama. Dianggap mempunyai sikap yang positif terhadap diri yang artinya seseorang telah mengembangkan self esteem yang positif pada dirinya sendiri.

d). Kemampuan (competence)

Sukses memenuhi tuntutan prestasi yang tandai oleh keberhasilan individu dalam mengerjakan berbagai tugas atau pekerjaan dengan baik. Apabila seseorang yang memiliki harga diri rendah tidak mendapatkan penanganan yang seharusnya, hal itu akan merugikan individu tersebut karena situasi akan terus memburuk baginya. Harga diri rendah akan menyebabkan yang bersangkutan memiliki harapan negatif sepanjang perjalanan hidupnya. Hal ini nantinya dapat

(42)

membuat individu enggan memperjuangkan apapun. Kehidupan subjek banyak diisi dengan berbagai kecemasan dalam menghadapi persoalan yang ditemuinya. Keadaan seperti ini biasanya menyebabkan subjek banyak menemui kegagalan dalam hidupnya. Rentetan kegagalan semakin menguatkan kecenderungan yang bersangkutan untuk menyalahkan diri sendiri sendiri. Perilaku menyalahkan diri sendiri yang sering dilakukannya tidak memperbaiki keadaan, tetapi hal itu justru membuatan harga diri individu semakin rendah. Proses ini akan terus berulang sehingga membuat suatu siklus.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self Esteem

Burn (1993) menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi harga diri, antara lain:

a). Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami individu yang dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup individu.

b). Pola Asuh

Pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya yang meliputi cara orangtuanya memberikan aturan- aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya.

(43)

c). Lingkungan

Lingkungan memberikan dampak besar kepada remaja melalui hubungan yang baik antara remaja dengan orangtua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya.

d). Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari- hari.

e). Performasi

Apabila individu mengalami kegagalan, maka harga dirinya akan menjadi rendah. Sebaliknya, apabila performasi seseorang sesuai dengan tuntutan dan harapan, maka akan mendorong pembentukan harga diri yang tinggi.

C. Media Sosial

Psikologi media sosial menjadi perhatian penting juga, karena banyaknya jurusan atau departeman media dan komunikasi. Departemen ini mempekerjakan staf yang dilatih sebagai psikolog yang harus paham akan komunikasi atau media. Psikologi media mencakup proses kognitif yang terlibat dalam menonton film atau video, karena psikologi kognitif dan perkembangannya dapat diperkaya oleh penggunaan media, implikasi dari psikologi media adalah mengembangkan psikologi sosial.

(44)

Media sosial dan jejaring sosial merupakan media yang mengacu pada sistem yang sama yaitu media untuk terkoneksi dengan banyak orang tanpa terhalangi waktu dan tempat (jarak) serta berfungsi untuk komunikasi, berbagai sesuatu dan mengungkapkan pendapat secara online. Jejaring sosial ini adalah suatu media interaksi online yang mengacu pada situs atau website yang digunakan sebagai tempat berkumpulnya banyak orang tanpa pembatasan dan memiliki jalur ikatan seperti keluarga, teman, rekan bisnis dan lain sebagainya.

Akan tetapi yang menjadi pembeda antara jejaring sosial dan sosial media terletak pada medianya. Media sosial atau dalam bahasa inggris disebut social media adalah salah satu media interaksi online yang meliputi blog, forum, aplikasi chatting sampai dengan jejaring sosial. Sedangkan jejaring sosial sendiri lebih mengacu pada situs atau website yang digunakan sebagai tempat berkumpulnya banyak orang tanpa pembatasan dan memiliki jalur ikatan seperti keluarga, teman, rekan bisnis dan lain sebagainya.

Media sosial adalah sebuah media online dimana penggunanya melalui aplikasi berbasis internet dapat berbagi, berpartisipasi, dan menciptakan konten berupa blog, wiki, forum, jejaring sosial, dan ruang virtual yang didukung oleh teknologi multimedia yang kian canggih (Mulyati, 2014).

Menurut Kaplan dan Haenlein (Mulyati, 2014) media sosial dibagi menjadi beberapa kategori sesuai ciri-ciri penggunanya, yaitu:

1. Proyek kolaborasi website dimana penggunanya diizinkan untuk dapat mengubah, menambah, atau pun membuang konten-konten

(45)

yang ada di website tersebut, misalnya wikipedia.

2. Blog dan mikro bloging, dimana pengguna mendapat kebebasan untuk mengungkapkan suatu hal di blog tersebut misalnya pendapat, seperti twitter.

3. Konten atau isi, dimana pengguna dapat berbagi konten multimedia seperti video, misalnya youtube dan instagram.

4. Situs jejaring sosial, dimana penggunanya memperoleh izin untuk terkoneksi dengan cara membuat informasi yang bersifat pribadi, kelompok, atau sosial sehingga dapat terhubung atau diakses oleh orang lain, misalnya facebook.

D. Mahasiswa

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahasiswa adalah mereka yang sedang belajar di perguruan tinggi. Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Umumnya mahasiwa berada pada tahap remaja akhir, yaitu berusia 18-21 tahun. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektual yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi.

Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi.

(46)

Mahasiswa sebagai anggota sivitas akademika diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri di perguruan tinggi untuk menjadi intelektual, ilmuwan, praktisi, atau profesional. Mahasiswa secara aktif mengembangkan potensinya dengan melakukan pembelajaran, pencarian kebenaran ilmiah, atau penguasaan, pengembagan dan pengalaman suatu cabang ilmu pengetahuan dana tau teknologi untuk menjadi ilmuwan, intelektual, praktisi, atau profesional yang berbudaya.

Mahasiswa memiliki kebebasan akademik dengan mengutamakan penalaran dan akhlak mulia serta bertanggung jawab sesuai dengan budaya akademik. Mahasiswa berhak mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, potensi, dan kemampuannya. Mahasiswa menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak melebihi ketentuan batas waktu yang ditetapkan oleh perguruan tinggi.

Mahasiswa dapat membentuk organisasi kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswaan paling sedikit memiliki fungsi untuk mewadahi kegiatan mahasiswa dalam mengembangkan bakat, minat, dan potensi mahasiswa, mengembangkan kreativitas, kepekaan, daya kritis, keberanian, dan kepemimpinan, serta rasa kebangsaan, memenuhi kepentingan dan kesejatraan mahasiswa dan mengembangakan tanggung jawab sosial melalui kegiatan pengabdian kepada masyarat.

(47)

E. Kerangka Penelitian

Media sosial merupakan sebuah media online dimana para penggunanya bisa dengan mudah berinteraksi satu dengan lainnya di suatu wadah yang sama seperti instagram, facebook, twitter dan lain sebagainya. Selain untuk sarana berkomunikasi, sebagian orang menggunakan media sosial untuk mengemukakan pendapat pribadi mereka.

Semenjak adanya media sosial seseorang bisa kapan saja dengan mudah berbagi hal yang bersifat pribadi tanpa mempertimbangkan apa akibatnya. Seperti fenomena yang terjadi banyaknya mahasiswa yang mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi atau privasinya di media sosial seakan-akan tidak adanya batasan antara konsumsi publik dan privasi. Hal ini yang dinamakan dengan self disclosure di media sosial.

Dalam self disclosure berkaitan dengan apa yang menjadi dorongan individu untuk melakukan self disclosure di media sosial. dorongan tersebut berasal dari dalam diri. Dorongan dari dalam berkaitan dengan apa yang menjadi keinginan atau tujuan dalam melakukan self disclosure. Contohnya individu melakukan self disclosure karena dipengaruhi keinginan untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan mulai dari kekecewaan atau kekesalan atas apa yang telah terjadi pada diri mereka.

Self disclosure erat kaitannya dengan self esteem atau harga diri seseorang hal ini di buktikan melalui penelitian sebelumnya, semakin rendah harga diri individu maka semakin besar kemungkinan untuk melakukan self disclosure negatif di media sosial (Prawesi, 2016). Berdasarkan fenomena

(48)

yang terjadi peneliti tertarik untuk melihat adakah pengaruh rendahnya self esteem seseorang terhadap self disclosure di media sosial. Seperti yang di ketahui tingkat self esteem setiap individu berbeda-beda.

(49)

Fenomena :

a. Mahasiswa Menuliskan hal yang

MAHASISWA bersifat pribadi di media sosial UNIVERSITAS BOSOWA

b. Tidak adanya batasan antara privasi dengan konsumsi publik

Self Esteem Self Disclosure

Dimensi Dimensi

a. Kekuatan a. Amount

b. Keberartian b. Valance

c. Kebajikan c. Accuracy

d. Kompetensi d. Intention

e. Intimacy

Keterangan :

: Mengalami

: Mempengaruhi

(50)

F. Hipotesis

Self Esteem dapat menjadi prediktor Self Disclosure di media sosial pada Mahasiswa Universitas Bososwa Makassar.

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dimana penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, menggunakan instrument penelitian untuk pengumpulan data dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2014).

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014).

Secara teoritis Hatch dan Farhady (1981) variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain (Sugiyono, 2014). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel independen yang sering disebut sebagai variabel stimulus, dan predictor, antecedent. Yang biasa disebut variabel bebas yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

34

(52)

Selain menggunakan variabel independen peneliti juga menggunakan variabel dependen. Sering disebut sebagai output, kriteria, konsekuen atau biasa disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variebel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2014). Adapun variabel yang digunakan antara lain:

X (variabel independen) : Self Esteem Y (variabel dependen) : Self Disclosure

Self Esteem Self Disclosure

C. Definisi Operasional 1. Definisi konseptual

a. Self Disclosure

Self disclosure merupakan tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain. Informasi yang bersifat pribadi tersebut mencakup opini, selera dan minat, pekerjaan atau pendidikan, fisik, keuangan, dan kepribadian (Jourard 1971).

b. Self Esteem

Menurut Coopersmith (1981) harga diri merupakan hasil dari evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang diekspresikan dalam sikap terhadap diri sendiri.

(53)

2. Definisi Operasional a. Self Disclosure

Self Disclosure merupakan tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi pada orang lain. semenjak adanya media sosial seseorang bisa kapan saja dengan mudah berbagi hal yang bersifat pribadi tanpa mempertimbangkan apa akibatnya.

b. Self Esteem

Self esteeem adalah keseluruhan cara yang digunakan individu untuk mengevaluasi diri membandingkan antara konsep diri yang ideal dengan konsep diri yang sebenarnya harga diri merupakan hasil dari evaluasi individu terhadap dirinya sendiri yang diekspresikan dalam sikap terhadap diri sendiri.

Evaluasi ini menyatakan suatu sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa besar individu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, dan berharga menurut standar dan penilaian pribadinya. Adapun Baron dan Byrne (2000, dalam hidayat 2016) berpendapat, harga diri merupakan evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu sikap orang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif sampai negatif.

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Sugiyono (2014) populasi adalah wilayah generalisasi yang

(54)

terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik yang dimiliki oleh subjek atau objek yang diteliti itu. Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Universitas Bosowa sebanyak 6270 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Untuk hasil penelitian yang valid, sampel haruslah betul-betul representatif. (Sugyono, 2014). Untuk menentukan jumlah sampel, peneliti menggunakan rumus Isaac dan Michael, adapun rumusya sebagai berikut (Sugiyono, 2014) :

2

s = 2.( −1).2. . . . .

Keterangan :

s : Jumlah sampel

2 : Untuk dk 1 dan kesalahan 5% harga Chi Kuadrat=3,841 N : Jumlah populasi

P : Peluang benar (0,5) Q : Peluang salah (0,5)

d : Perbedaan antar sampel yang terdiri dari 1%, %5, dan 10%

Dengan jumlah populasi sebanyak 6270 orang ditentukan sampel sebagai berikut:

3,841 6270 0,5 0,5

s =

0,052 (6270−1) 3,841 0,5 0,5 = 329

(55)

hasil mengukur sampel dengan rumus Isaac dan Michael dihasilkan jumlah sampel dengan populasi 6.270 dengan taraf kesalahan 5%

menghasilkan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini berjumlah 329 sampel.

3. Karakteristik Sampel

a. Mahasiswa Universitas Bosowa b. Menggunakan Media Sosial 4. Teknik sampling

Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan yaitu probability sampling dan non probability sampling.

(Sugiyono, 2014).

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampling. (Sugiyoono, 2014). Peneliti menggunkan teknik tersebut dikarenakan semua mahasiswa di Universitas Bosowa bisa masuk dalam sampel tanpa melihat jenis kelamin, umur, atau angkatan.

Adapun tabel kategorisasi sebagai berikut:

a. Tabel 3.1 Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Presentase

Laki-laki 121 37%

Perempuan 208 63%

(56)

b. Tabel 3.2 Jurusan

Jurusan Jumlah Presentase

Psikologi 184 56%

Hukum 50 15%

Sastra 28 9%

Fkip 10 3%

Peternakan 2 1%

Kedokteran 5 2%

Sospol 4 1%

Teknik 25 8%

c. Tabel 3.3

Usia

Usia Jumlah Presentase

18-21 213 65%

22-24 116 35%

d. Tabel 3.4

Semester

Semester Jumlah Presentase

1-6 134 59%

7-11 135 41%

(57)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.

Tanpa mengetahui teknik pengulumpan data, maka peneliti tidak akan mendapat data yang memenuhi standar yang ditetapkan (Sugyono, 2014).

Adapun metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah angket.

Menurut Larry Cristensen (dalam Sugyono, 2014) angket merupakan instrument untuk pengumpulan data, dimana partisipan atau responden mengisi pertanyaan atau pernyataan yang diberikan peneliti yang berkaitan dengan pemikiran, perasaan, sikap, kepercayaan, nilai, persepsi, kepribadian, dan perilaku dari responden.

Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena-fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2014). Penulis menggunakan skala sebagai instrumen pengumpulan data. Instrument dalam penelitian adalah menggunakan angket skala likert self disclosure dan self esteem

1. Skala Self Disclosure

Skala ini peneliti gunakan untuk mengukur tingkat self disclosure pada mahasiswa di Universitas Bosowa. Skala ini disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Leung (2002) yang terbagi dalam lima aspek yaitu : 1) Amount, 2) Valance Self Disclosur, 3) Accuracy, 4) Intention, 5) Intimacy.

(58)

Tabel 3.5

Blue Print Revised Self Disclosure Scale sebelum uji coba

Aitem

No Aspek Indikator Total

F UF

1 Amount a. Jumlah informasi yang 28,30,3 26,27,2 7 diungkapkan terhadap 1 9,32 orang lain di media

sosial

b. Waktu yang diperlukan

untuk mengungkapkan

pesan individu tersebut terhadap orang lain di

media sosial

2 Valence a. Mengungkapkan hal-hal 1,4,7 2,3,5,6 7

yang menyenangkan

mengenai di media

sosial

b. Mengungkapkan

mengenai hal-hal yang

tidak menyenangkan

tentang dirinya melalui

media sosial

3 Accuracy a. Ketetapan dan kejujuran 20,22,2 21 6

/ individu dalam 3,24,25

Honesty

mengungkapkan diri

melalui media sosial

b. Berbicara apa adanya di

media sosial

4 Intention a. seberapa luas informasi 16,17,1 14,15,1 6

yang diungkapkan di 9 8

media sosial

Gambar

Gambar 2.1 : Model Kerangka Pikir  32  Gambar 4.1 : Diagram Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin  56
Grafik  penggunaan  media  sosial  dari  tahun  ke  tahun  pun  semakin  meningkat.  Survei  Asosiasi  Penyelenggara  Jasa  Internet  Indonesia  (APJII)  menunjukkan  bahwa  presentasi  pengguna  internet  di  Indonesia  meningkat  menjadi  143,26  juta  j
Diagram subjek berdasarkan jurusan
Diagram Self Disclosure Berdasarkan Kategori
+5

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menganalisis pengaruh variable pesan iklan yang terdiri dari Isi Iklan (X1), Struktur Iklan (X2), Format Iklan (X3), Sumber Iklan (X4), Durasi Iklan (X5) dan Pengaturan

Skripsi ini saya tulis dengan judul “Pengaruh Penggunaan Media Sosial Tik Tok terhadap Pengungkapan Diri (Self Disclosure) Siswi Sekolah Menengah Kejuruan Negeri

Merupakan pengungkapan informasi diri kepada orang lain melalui perilaku nyata yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, serta kebiasaan yang menunjukan keterbukaan diri

Hasil penelitian mendapatkan bahwa : Ada hubungan antara variabel penggunaan media sosial Snapchat, terhadap pengungkapan diri mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas

Dari tabel diatas dijelaskan bahwa dominan responden menjawap setuju bergabung dengan facebook dapat menambah wawasan dengan berbagai informasi yang disaji sebanyak

Pada vlogger keempat, keterbukaan diri yang dilakukan menggunakan media video berupa video blog berfokus pada diri vlogger sendiri. Hal tersebut ditunjukkan dari banyaknya

Karakteristik Durasi Penggunaan Media Sosial Tabel 3.2 menunjukkan durasi penggunaan media sosial pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Al Asyariah Mandar dari 131

Terlebih jika dengan keterbukaan diri dalam instagram reels terkadang individu mendapatkan masukan dan solusi tentang pemasalahan dari teman media sosialnya, sehingga dengan masukan