• Tidak ada hasil yang ditemukan

Presentasi Psikologi kepemimpinan Chapter 5

N/A
N/A
TriPanca TitisArbiansyah

Academic year: 2024

Membagikan "Presentasi Psikologi kepemimpinan Chapter 5"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Dosen Pengampu : Dr. Panca Titis Arbiansyah, M.Si

Universitas Borobudur

CHAPTER V POWER AND LEADERSHIP

Disusun Oleh Kelompok 4

(2)

ANGGOTA KELOMPOK

Aldhi Zian Hidayat

Anggota 1

Felicia Rut Hadiwijaya

Anggota 2 Universitas

Borobudur

(3)

Tujuan

Pembelajaran

Mendefinisikan kekuasaan dan peran kuncinya dalam kepemimpinan.

01

Memahami perbedaan lintas budaya dalam definisi dan penggunaan kekuasaan.

02

Mengidentifikasi sumber-sumber kekuasaan individu dan

organisasi yang tersedia bagi para pemimpin dan menjelaskan konsekuensinya bagi para pengikut dan organisasi.

03

Memahami peran kekuasaan dalam kepemimpinan dan efektivitas tim.

04

Mengidentifikasi sumber-sumber kekuasaan yang tersedia bagi para eksekutif puncak.

05

(4)

DEFINISI KEKUASAAN,

PENGARUH DAN OTORITAS

Istilah kekuasaan, pengaruh, dan otoritas sering digunakan secara bergantian. Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk

memengaruhi orang lain atau menjalankan kendali atas Mereka, pengaruh adalah kekuatan untuk memengaruhi jalannya suatu tindakan, sedangkan otoritas adalah kekuasaan yang diberikan pada suatu posisi.

Kekuasaan, Pengaruh, dan Otoritas

Universitas Borobudur

(5)

Universitas Borcelle

REAKSI TERHADAP

PENGGUNAAN KEKUASAAN

Hal ini terjadi ketika pengikut menyambut baik proses pengaruh dan menerimanya sebagai hal yang wajar dan sah.

Hal ini terjadi ketika pengikut menerima proses pengaruh dan mengikui permintaan, Mereka tidak merasakan adanya komitmen yang mendalam.

Mereka mengikutinya hanya karena memang harus melakukannya.

KOMITMEN

KEPATUHAN

01

02

03

Perlawanan

Hal ini terjadi ketika pengikut tidak setuju dengan upaya untuk mempengaruhi dan secara aktif atau pasif menolaknya.

Universitas Borobudur

(6)

Distribusi Kekuasaan

Organisasi tradisional biasanya memusatkan kekuasaan pada beberapa posisi. Menariknya, bahkan sebelum pemberdayaan dan kerja sama tim menjadi tren bisnis di akhir tahun

1980-an, penelitian tentang pengaruh distribusi kekuasaan dalam organisasi menunjukkan bahwa kekuasaan yang terkonsentrasi dapat merugikan kinerja organisasi (Tannenbaum dan Cooke, 1974).

Salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam distribusi kekuasaan adalah budaya. Persepsi tentang kekuasaan dan egalitarianisme sangat bervariasi di berbagai budaya dan bahkan di

berbagai jenis kelamin.

Semakin merata distribusi kekuasaan di seluruh organisasi, semakin tinggi kinerja organisasi. Penelitian ini semakin memperkuat perlunya mendistribusikan kekuasaan serata mungkin di dalam organisasi.

(7)

Distribusi kekuasaan berdasarkan beberapa kebudayaan

Amerika Serikat cenderung menerapkan budaya jarak kekuatan rendah hingga menengah. Perbedaan kekuasaan antara tingkat tertinggi dan terendah dalam organisasi tidak terlalu besar

(walaupun perbedaan gaji merupakan salah satu yang tertinggi di dunia). Jarak kekuasaan yang rendah memungkinkan karyawan di Amerika Serikat, dan budaya jarak kekuasaan rendah lainnya

seperti Australia, untuk memanggil atasan mereka dengan nama depannya, berinteraksi dengan mereka secara bebas, dan

menyatakan ketidaksetujuan mereka dengan mereka. Dalam

budaya seperti itu, karyawan tidak mengharapkan manajer dan pemimpinnya mengetahui semua jawaban dan menerima

kenyataan bahwa pemimpin juga bisa melakukan kesalahan (Adler, 1991; Laurent, 1983).

(8)

Model budaya organisasi Menara Eiffel, yang digunakan oleh orang Perancis seperti yang dipaparkan oleh Trompenaars, misalnya, memusatkan kekuasaan di puncak organisasi. Para

manajer di Perancis melaporkan ketidaknyamanan karena tidak mengetahui siapa atasan mereka. Mereka juga kurang

menekankan pada pendelegasian tanggung jawab (Harris, Moran, dan Moran, 2004).

Distribusi kekuasaan berdasarkan

beberapa kebudayaan

(9)

SUMBER KEKUASAAN YANG DIMILIKI INDIVIDU

Kekuasaan yang sah

Berdasarkan seseorang yang memegang posisi formal. Orang lain patuh

karena

mereka menerima

legitimasi posisi pemegang kekuasaan.

Kekuatan Penghargaan

Berdasarkan akses seseorang terhadap

imbalan. Orang lain patuh karena mereka menginginkan imbalan

yang dapat ditawarkan oleh pemegang

kekuasaan

Kekuatan ahli

Berdasarkan keahlian, kompetensi, dan informasi

seseorang di bidang bidang tertentu. Yang lain mematuhi karena mereka

percaya pada pengetahuan dan kompetensi pemegang

kekuasaan.

Kekuatan koersif

Berdasarkan kemampuan seseorang untuk

menghukum.

Orang lain patuh karena mereka

takut hukuman.

01 02 03 04

Menurut French dan Raven terdapat 5 sumber kekuasaan yang dimiliki individu, yaitu :

05

Kekuatan referensi

Berdasarkan daya tarik seseorang terhadap dan

persahabatan dengan orang lain. Orang lain mematuhi karena mereka

menghormati dan menyukai pemegang

kekuasaan.

(10)
(11)

Menggunakan Sumber Daya Individu

Meskipun kekuasaan dan pengaruh terkait erat, beberapa

penelitian menunjukkan bahwa keduanya dapat diperlakukan sebagai konsep yang terpisah. Seorang pemimpin yang memiliki

kekuasaan mungkin tidak dapat mempengaruhi perilaku bawahan, atau pengaruh dapat terjadi tanpa sumber kekuasaan. Beberapa peneliti, terutama Kipnis dan rekan-rekannya (Kipnis, Schmidt, dan Wilkinson, 1980) dan YukI bersama dengan beberapa peneliti

lainnya (misalnya, YukI dan Falbe, 1990, 1991), mengidentifikasi berbagai taktik pengaruh. Hasil dari pekerjaan mereka adalah

klasifikasi taktik pengaruh ke dalam sembilan kategori (in next slide the table).

(12)
(13)

Struktur Kekuasaan yang terkait dengan organisasi

Perbedaan antara sumber-sumber kekuasaan organisasi dan individu tidak selalu jelas. Meskipun individu juga dapat mengandalkan sumber-sumber

kekuasaan organisasi, sumber-sumber ini sangat penting bagi tim. Selain dari keahlian para anggotanya, tim memiliki akses terhadap kekuasaan dalam

organisasi terutama karena kontrol mereka terhadap kontinjensi strategis.

Konsep kontinjensi strategis pada awalnya dikembangkan untuk memahami distribusi kekuasaan di seluruh departemen (Hickson et al., 1971; Salancik dan Pfeffer, 1977b); namun, konsep ini juga dapat diterapkan secara langsung

pada tim. Kontinjensi strategis menunjukkan bahwa individu, tim, atau departemen mendapatkan kekuasaan berdasarkan kemampuan mereka untuk mengatasi masalah yang penting untuk mencapai tujuan organisasi.

(14)
(15)

Menerapkan Apa yang Anda Pelajari Menggunakan Kekuasaan Secara Efektif

Penggunaan kekuasaan yang bijaksana dapat memberikan kontribusi besar terhadap efektivitas

seorang pemimpin. Panduan berikut dapat membantu dalam mengembangkan dan menggunakan kekuasaan dengan bijaksana:

· Ungkapkan informasi tentang diri Anda dan akui kelemahan Anda. Keterbukaan ini membangun hubungan pribadi yang kuat dengan orang lain.

· Tingkatkan kompetensi dan keahlian Anda. Keahlian adalah sumber kekuatan yang kuat dan akan menghasilkan komitmen dari orang lain.

· Bentuk hubungan baik dengan berbagai orang di dalam dan di luar organisasi Anda. Persahabatan ini memberikan basis pengaruh yang luas.

· Bagikan hadiah secara murah hati ketika memungkinkan. Kemurahan hati Anda akan membantu membangun hubungan yang berkelanjutan.

· Gunakan kekuasaan paksa dengan hati-hati. Memerintah dengan ketakutan hanya akan menghasilkan kepatuhan jangka pendek dan kehilangan komitmen jangka panjang.

· Berikan kekuatan kepada orang lain. Semakin banyak Anda membagi kekuasaan, semakin kuat Anda dan tim Anda akan menjadi.

(16)

Sumber Daya Khusus bagi Eksekutif Puncak adalah kekuasaan yang dimiliki oleh para eksekutif puncak suatu lembaga atau organisasi. Kekuasaan ini diperkuat oleh legitimasi posisi

mereka, yang ditandai oleh simbol-simbol seperti kantor

eksekutif terpisah, ruang makan khusus, dan pemeliharaan jarak dengan karyawan lain. Para eksekutif puncak sering menggunakan kekuasaan mereka untuk menguntungkan

organisasi, baik melalui budaya inklusivitas di tempat kerja atau melalui inisiatif filantropi seperti yang dilakukan oleh John Wood dengan pendirian Room to Read.

Sumber Daya Khusus bagi Eksekutif

Puncak

(17)

Selain legitimasi posisi, para eksekutif puncak memiliki empat sumber kekuasaan tambahan:

1. Distribusi Sumber Daya: Para manajer puncak bertanggung jawab atas distribusi sumber daya di seluruh organisasi, yang merupakan sumber kekuatan utama.

2. Kontrol Kriteria Keputusan: Para eksekutif puncak memiliki kendali atas kriteria

keputusan, yang mempengaruhi tindakan dan keputusan manajer dan karyawan lain dalam organisasi.

3. Sentralitas dalam Organisasi: Para eksekutif puncak memiliki posisi strategis dalam struktur organisasi dan aliran informasi, memberi mereka akses yang lebih besar

terhadap informasi dan sumber daya.

4. Akses: Para eksekutif puncak memiliki akses ke semua tingkat organisasi,

memungkinkan mereka untuk membangun aliansi yang meningkatkan kekuatan mereka.

Namun, kekuasaan yang besar sering kali tidak diimbangi dengan akuntabilitas yang memadai, yang dapat menyebabkan potensi penyalahgunaan dan korupsi.

Sumber Daya Khusus bagi Eksekutif

Puncak

(18)

Sisi Gelap Kekuasaan: Penyalahgunaan, Korupsi, dan Kepemimpinan yang Merusak :

Penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi hampir sama artinya. Pelecehan melibatkan pemanfaatan kekuasaan seseorang untuk keuntungan pribadi dengan tindakan tidak etis atau ilegal, yang dilakukan saat berada dalam posisi kepemimpinan dan dalam kapasitas resmi, yang berdampak negatif pada hasil organisasi, pengikut, dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini mencakup penggunaan gelar dan posisi seseorang secara tidak patut untuk mengeksploitasi situasi dan orang. Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak etis atau ilegal. Sayangnya, penyalahgunaan kekuasaan tidak selalu ilegal, namun korupsi juga ilegal dan tidak etis.

Kepemimpinan destruktif atau beracun, yang didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melanggar kepentingan organisasi dan kesejahteraan pengikutnya (Einarsen, Aasland, dan Skogstad, 2007), merupakan salah satu aspek penyalahgunaan dan korupsi.

Pada dasarnya, kepemimpinan destruktif melibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan pengikut, meskipun tidak selalu melibatkan korupsi. Dalam beberapa kasus, pemimpin destruktif bahkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap organisasinya (Padilla, Hogan, dan Kaiser, 2007).

(19)
(20)

Siklus Korupsi Siklus Korupsi

Siklus korupsi melibatkan karakteristik pemimpin individu dan faktor organisasi yang bersatu untuk menciptakan lingkaran kekuasaan yang tidak terkendali dan tidak

bertanggung jawab. Kekuasaan yang terus meningkat memberi pemimpin kemampuan untuk bertindak tanpa akuntabilitas dan kekebalan hukum, menghasilkan ketaatan dari para pengikutnya. Para pengikut dapat mengikuti pemimpin karena komitmen pribadi, penghargaan terhadap keahlian mereka, atau

bahkan karena ketakutan akan pembalasan atau keinginan untuk memperoleh imbalan. Kepatuhan yang terus menerus memperkuat pandangan berlebihan para

pemimpin tentang diri mereka sendiri, yang mungkin merendahkan bawahan dan menciptakan lingkaran korupsi. Struktur hirarkis dalam organisasi dapat memisahkan

pemimpin dari bawahan, memperkuat perasaan superioritas mereka. Bawahan yang tunduk pada pemimpin, baik karena rasa takut, keinginan untuk mendapat imbalan,

atau karena kelemahan mereka, cenderung tidak menantang pemimpin. Siklus korupsi terus berlanjut jika tidak ada upaya untuk memecahnya. Hal ini menekankan

pentingnya akuntabilitas, transparansi, dan keadilan dalam pengelolaan organisasi untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi.

(21)

Konsekuensi Penyalahgunaan Konsekuensi Penyalahgunaan dan Korupsi dan Korupsi

Beberapa penelitian menunjukkan dampak terhadap kinerja organisasi dan

peningkatan perilaku menyimpang (Tepper et al., 2008; 2009). Konsekuensi paling umum adalah pengambilan keputusan yang buruk dan pengikut yang sengsara.

Kurangnya informasi yang relevan dan jarak antara pemimpin dengan orang lain dalam organisasi menempatkan mereka dalam bahaya pengambilan keputusan yang

buruk. Para pemimpin kemudian melihat diri mereka sendiri sebagai sumber segala peristiwa dalam organisasi dan akibatnya mereka tidak lagi bergantung pada

persuasi dan lebih mengandalkan metode koersif untuk membuat para pengikutnya patuh. Gaya mereka mendorong pengikut untuk melepaskan diri dan menarik diri (Chi

dan Liang, 2013). Pengembangan rasa moralitas yang terpisah berdasarkan semua faktor lainnya memungkinkan para pemimpin dengan mudah terjerumus ke dalam pengambilan keputusan dan tindakan yang tidak etis. Pemimpin-pemimpin seperti ini

percaya bahwa aturan-aturan biasa tidak berlaku bagi mereka.

(22)

Solusi Terhadap Korupsi dan Solusi Terhadap Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan Penyalahgunaan Kekuasaan

Mengidentifikasi individu dengan kecenderungan menyalahgunakan kekuasaan sejak dini bisa menjadi langkah awal dalam mencegah korupsi. Meskipun tidak selalu mudah atau layak dilakukan,

langkah ini bisa membantu mencegah masalah di masa depan. Komunikasi yang jelas dan konsisten tentang pentingnya perilaku etis dan integritas dalam organisasi sangatlah penting.

Pesan bahwa penyalahgunaan kekuasaan tidak akan ditoleransi harus ditekankan, didukung dengan praktik konsisten yang menunjukkan komitmen terhadap integritas. Pemimpin yang sadar

bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka cenderung bertindak dengan lebih bijaksana. Mekanisme akuntabilitas, seperti checks and balances di sektor publik atau kekuasaan dewan gubernur dan direktur di organisasi lain, diperlukan untuk memastikan pemimpin

tetap akuntabel. Memberikan pelatihan etika kepada karyawan dapat membantu mengurangi pelanggaran etika dan penyalahgunaan kekuasaan. Karyawan yang terlatih dapat lebih mampu mengenali dan menanggapi tindakan yang tidak etis, serta lebih mungkin menolak kekerasan yang

dilakukan oleh pemimpin mereka. Organisasi harus siap untuk bertindak tegas melawan

pelanggaran etika dan penyalahgunaan kekuasaan. Perlindungan terhadap korban pelecehan dan karyawan yang menentang pemimpin yang melakukan kekerasan harus menjadi prioritas.

Komunikasi terbuka, termasuk melalui intranet dan alat komunikasi berbasis teknologi lainnya, dapat memperkuat kontrol dan pemberdayaan dalam organisasi. Ini memungkinkan lebih banyak

pengikut dan orang lain memberikan umpan balik terhadap pemimpin yang destruktif.

(23)

Faktor

Kepemimpinan dalam

Pemberdayaan

Menciptakan suasana emosional yang positif.

01

Menetapkan standar kinerja yang tinggi.

02

Mendorong inisiatif dan tanggung jawab.

03

Memberi Penghargaan secara terbuka dan pribadi.

04

Mempraktikkan kesetaraan dan kolaborasi

05

Pemantauan dan Pengukuran yang cermat

06

(24)

Faktor Organisasi dalam

Pemberdayaan

Struktur yang terdesentralisasi

01

Seleksi dan pelatihan yang tepat pemimpin dan karyawan.

02

Menghilangkan kendala birokrasi

03

Menghargai perilaku yang memberdayakan

04

Mengekspresikan kepercayaan pada bawahan.

05

Kebijakan organisasi yang adil dan terbuka

06

(25)

Terima Kasih

Semoga

Bermanfaat

Referensi

Dokumen terkait

Demikian juga dengan variabel motivasi kerja dari para karyawan, kepemimpinan yang baik disetiap unit kerja, budaya organisasi yang sehat di semua bidang, dan kepuasan

Secara simultan baik variabel gaya kepemimpinan, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadapkinerja karyawan di PTPN IV Unit

Secara simultan baik variabel gaya kepemimpinan, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadapkinerja karyawan di PTPN IV Unit

Meningkatkan kinerja karyawan tidak mudah karena kinerja karyawan yang lebih baik dapat tercipta jika gaya kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi dapat