PRODI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2020
Pengaruh Pemberian Rebusan Daun Seledri terhadap Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) pada Penderita Hipertensi di Kadipiro Surakarta
Dian Fatmawati1), Isnaini Rahmawati2), Ririn Afrian Sulistyawati3)
1)Mahasiswa Program Studi Keperawatan Program Sarjana Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kusuma Husada Surakarta
2),3)Dosen Program Studi Keperawatan Program Sarjana Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kusuma Husada Surakarta
EmailPenulis :[email protected] Abstrak
Hipertensi merupakan suatu kondisi dimana tekanan darah mengalami peningkatan yang persisten.Terapi yang digunakan adalah pemberian rebusan daun seledri. Tujuan dari penelitian yaitu untuk menganalisis pengaruh rebusan daun seledri terhadap penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) pada penderita hipertensi di posyandu hasrat lansia Kadipiro Surakarta.Penelitian ini menggunakan metode kuantitaifquasi experiment, desain penelitian pre and post test non-equivalent control group. Sampel 36 responden di posyandu hasrat lansia Kadipiro Surakarta. Pengambilan sampel dengan menggunakan Non-probability sampling dengan teknik purposive sampling.
Analisa bivariate menggunakan uji Paired t test dan Independent t test.Rata-rata MAP sebelum diberikan perlakuan pada kelompok intervensi adalah 101,48 mmHg dan pada kelompok kontrol adalah 84,62 mmHg. Rata-rata MAP setelah diberikan perlakuan pada kelompok intervensi adalah 71,47 mmHg dan pada kelompok kontrol adalah 75,92 mmHg. Hasil penelitian dari uji statistik menggunakan uji Independent t test menunjukkan bahwa p value < 0,05 dengan p value 0,001.Kesimpulan menunjukkan adanya pengaruh rebusan daun seledri terhadap penurunan tekanan darah. Rebusan daun seledri sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah pada lansia.
Kata Kunci : Hipertensi, Lansia, Rebusan Daun Seledri
UNDERGRADUATE NURSING STUDY PROGRAM FACULTY OF HEALTH SCIENCE KUSUMA HUSADA UNIVERSITY SURAKARTA 2020
The Effect of Celery decoction Intake to the Decrease in Mean Arterial Pressure (MAP) onHypertension Patients at Kadipiro, Surakarta
Dian Fatmawati1), Isnaini Rahmawati2), RirinAfrian Sulistyawati3)
1) Student of Nursing Study Program, KusumaHusada University Surakarta
2, 3)Lecturer of Nursing Study Program, KusumaHusada University Surakarta
Email Penulis : [email protected]
Abstract
Hypertension is a condition in which blood pressure has a persistent increase. The therapy uses for the patients with hypertension is celery decoction. The purpose of this study is to analyze the effect of celery decoction on the decrease in Mean Arterial Pressure (MAP) among hypertensive patients at the Posyandu (Integrated Health Service Post for Elderly)HasratLansia in Kadipiro Surakarta.
This study uses a quantitativequasi-experimental method and pre and post test research design with non-equivalent control group. The sample is 36 respondents among the elderly at PosyanduHasratLansiaKadipiro Surakarta. The non-probability sampling with purposivesamplingtechnique is also used in this research. Bivariateanalysis is using Pairedt test and Independent t test. The average MAP before being given treatment in the intervention group is 101.48 mmHg and in the control group is 84.62 mmHg. The average MAP after being given treatment in the intervention group is 71.47 mmHg and in the control group is 75.92 mmHg. The results of the research from statistical tests using the Independent t test show that the p value <0.05 with p value 0.001
The conclusion shows that there is an effect of celery decoction on lowering blood pressure.
Thus, Celery leaf decoction is very effective for lowering blood pressure in the elderly.
Keywords: Hypertension, Elderly, Celery Decoction
1 LATAR BELAKANG
Hipertensi atau yang sering disebut dengan tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi di mana tekanan darah mengalami peningkatan yang persisten. Setiap kali jantung berdetak, maka jantung akan memompa darah ke pembuluh darah. Pada orang dewasa, tekanan darah normal yaitu 120 mmHg sistolik dan 80 mmHg diastolik.
Seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik sama dengan
≥130 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥80 mmHg (American Heart Association, 2017). Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2014, terdapat sekitar 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia.
Prevalensi tertinggi terjadi di wilayah Afrika sebesar 30%. Prevalensi terendah terdapat di wilayah Amerika sebesar 18%. Secara umum, laki-laki memiliki prevalensi hipertensi yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Data dari WHO (2013) menunjukkan bahwa terdapat 9,4 juta orang dari 1 milyar penduduk di dunia yang meninggal akibat gangguan sistem kardiovaskuler. Prevalensi hipertensi diprediksi akan terus meningkat, pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa yang mengidap hipertensi di seluruh dunia. Sekitar 8 juta orang yang mengidap hipertensi meninggal dunia setiap tahunnya, dimana 1,5 juta kematian terjadi di Asia Tenggara (Kemenkes RI, 2016).Berdasarkan hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 28,5%, sedangkan pada tahun 2017 meningkat menjadi 30,9%. Prevalensi
hipertensi di Indonesia ditentukan berdasarkan pengukuran tekanan darah pada penduduk dengan usia ≥18 tahun.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2016) menyatakan jumlah penduduk usia ≥18 tahun yang berisiko menderita hipertensi dan dilakukan pengukuran tekanan darah adalah sebanyak 5.292.052 orang (20,16%). Jumlah penduduk yang telah dilakukan pengukuran tekanan darah yang dinyatakan hipertensi adalah sebanyak 611.358 orang (11,55%).
Berdasarkan jenis kelamin penduduk yang mengalami hipertensi pada kelompok perempuan (11,55%), sedangkan pada kelompok laki-laki (11,16%) (Dinas Kesehatan kota Surakarta, 2017).
Faktor pemicu terjadinya hipertensi yaitu, faktor keturunan, pada 70-80% kasus hipertensi, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga, faktor lingkungan, faktor lingkungan seperti stress, kegemukan (obesitas) dan kurang olahraga juga berpengaruh memicu terjadinya hipertensi (Herlambang, 2013).
Hipertensi dapat diatasi dengan pengobatan farmakologi dan pengobatan nonfarmakologi.
Pengobatan farmakologi yaitu dengan meminum obat-obatan antihipertensi.
Pengobatan non farmakologi yaitu dengan menerapkan pola hidup sehat, olahraga, berhenti merokok, modifikasi diet seperti mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, mengurangi asupan garam, dan mengurangi konsumsi alkohol. Selain itu juga dengan menggunakan tanaman herbal sangat mudah didapat, tidak membutuhkan biaya yang banyak dan
2 rendah efek samping. Pada ilmu
botani, daun seledri dikatakan memiliki kandungan Apigenin yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah dan Phthalides yang dapat mengendurkan otot-otot arteri atau merelaksasi pembuluh darah. Zat tersebut yang mengatur aliran darah sehingga memungkinkan pembuluh darah membesar dan mengurangi tekanan darah (Setiawan & Wiwik, 2013).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di posyandu lansia Hasrat Kadipiro Surakarta didapatkan sekitar 74 orang laki-laki dan perempuan dengan hasil tekanan darah ringan yaitu 140-159 mmHg dan 1 orang perempuan dengan hasil tekanan darah berat yaitu ≥180 mmHg, serta 4 orang laki-laki dan perempuan dengan hasil tekanan darah sedang yaitu ≥160 mmHg. Kepala posyandu yang mengadakan kegiatan posyandu 1 bulan sekali tiap hari minggu ke empat dan banyak kegiatan posyandu, seperti pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, tekanan darah, dan pemberian obat atau vitamin. Untuk mengatasi tekanan darah diberikan obat farmakologi yaitu obat hipertensi.
Peneliti hanya melakukan pengukuran tekanan darah. Posyandu tersebut belum diadakan program pemberian rebusan daun seledri, dengan adanya masalah di atas peneliti tertarik melakukan penelitian untuk lansia yaitu “Pengaruh Pemberian Rebusan Daun Seledri Terhadap Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) Pada Penderita Hipertensi Di Kadipiro Surakarta”. Tujuan umum Mengetahui
Pengaruh Pemberian Rebusan Daun Seledri Terhadap Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) Pada Penderita Hipertensi di Kadipiro Surakarta”.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2020. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (quasi experiment) dengan desain penelitian Pre and post test non-equivalent control group.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita tekanan darah tinggi di Posyandu Lansia Hasrat Kadipiro berjumlah 74 orang penderita hipertensi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengambilan sampel non-probability sampling dengan teknik purposive sampling.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengambilan sampel non-probability sampling dengan teknik purposive samplin.
Variabel terikat pada penelitian ini adalah penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun seledri, air, pisau, gelas ukur, lembar observasi pengukuran tekanan darah,
SOP, stetoskop, dan
sphygmomanometer.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Univariat
Usia Responden
Dapat dilihat dari tabel 1 untuk distribusi umur pada kelompok
3 intervensi dan kelompok kontrol,
yaitu:
Tabel 1 Distribusi Usia Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Di Kadipiro Surakarta (N=36)
Hasil analisa karakteristik responden menurut usia pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi mean usia adalah 63,33 dan kelompok kontrol 66,83. Usia minimum kelompok intervensi 60 dan maksimum 69 sedangkan pada kelompok kontrol usia minimum 60 dan maksimum 74.
Median pada kelopok intervensi adalah 62,50 dan kelompok kontrol 67,50.
Standar devisiasi kelompok intervensi 3,199 dan kelompok kontrol 3,869.Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan oleh Sijabat,dkk (2019) yang menyatakan bahwa sebagian besar distribusi umur yang menderita hipertensi adalah distribusi umur > 60 tahun yaitu 45 responden. Penambahan usia menyebabkan elastisitas arteri juga semakin berkurang, tidak lentur dan cenderung menjadi kaku. Keadaan ini menyebabkan arteri tidak dapat mengembang saat jantung memompa dan mengalirkan darah ke arteri, sehingga volume darah mengalir sedikit tidak lancar (Apriyanti, 2011).
Hal juga searah dengan penelitian (Haendra, 2013) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan darah di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat yang menunjukkan bahwa adanya hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi. Hal ini
disebabkan karena tekanan arterial yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, terjadinya regurgitasi aorta, serta adanya proses degeneratif, yang lebih sering pada usiatua. Pertambahan usia menyebabkan adanya perubahan fisiologis dalam tubuh seperti penebalan dinding arteri akibat adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan mengalami penyempitan dan menjadi kaku dimulai saat usia 45 tahun. Selain itu juga terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik serta kurangnya sensitivitas baroreseptor (pengatur tekanan darah) dan peran ginjal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Arif, 2013).Menurut peneliti meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, di mana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi “vasokontraksi:, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
4 Jenis Kelamin
Dapat dilihat dari tabel 2 untuk distribusi jenis kelamin pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, yaitu:
Tabel 2 Ditribusi Jenis Kelamin Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol (N=36)
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada kelompok intervensi yaitu 78,9 % perempuan dan 21,1 % laki-laki, sedangkan pada kelompok kontrol, yaitu 84,2 % perempuan dan 15,8 % laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini, et al (2009) yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pasien yang berobat dipoli klinik dewasa puskesmas Bang kinang periode Januari sampai Juni 2008, dimana pada penelitian ini didapatkan hasil lebih dari setengah penderitahipertensi berjenis kelamin wanita (56,5%).
Peningkatan prevalensi terjadi pada kelompok perempuan yang sudah menopause dibandingkan dengan laki- laki pada lingkup umur yang sama.
Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan hormon dan gaya hidup.
Mekanisme vasoprotektif yang dilakukan oleh hormon estrogen hilang setelah menopause (Regnault et al., 2018). Wanita pada usia lebih dari 55 tahun kehilangan aktivitas hormon estrogen pada dinding arteri karotis
dan brakialis yang berakibat pada efek membahayakan seperti memicu kekakuan dan menurunkan elastisitas arteri (Protogerou et al., 2017).
Menurut peneliti bahwa perempuan memiliki hormone estrogen yang mempunyai fungsi mencegah kekentalan darah serta menjaga dinding pembuluh darah supaya tetap baik. Apabila ada ketidakseimbangan pada hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh, maka akan dapat mempengaruhi tingkat tekanan darah dan kondisi pembuluh darah (Gramedia-majalah, 2008).
Gangguan keseimbangan hormonal ini dapat terjadi pada penggunaan alat kontrasepsi hormonal. Pada pemakaian hormon estrogen dan hormon progesteron sintetis, misalnya etunilestradiol (turunan dari hormon estrogen) untuk menghambat fertilitas akan memberikan efek – efek tertentu bagi tubuh. Berbagai efek hormon – hormon ovarium tergadap fungsi gonadotropik dan hipofisis yang menonjol antara lain dari estrogen adalah inhibisi sekrsesi FSH dan dari progesteron inhibisi pelepasan LH.
Pengukuran FSH dan LH dalam sirkulasi menunjukan bahwa kombinasi estrogen dan progesterone menekan kedua hormon. Sehingga terjadi ketidak seimbangan hormone estrogen dan progesterone dalam tubuh yang akan memacu terjadinya gangguan pada tingkat pembuluh darah dan kondisi
pembuluh darah yang
dimanifestasikan dengan kenaikan tekanan darah. Efek ini mungkin
5 terjadi karena baik estrogen maupun
progesteron memiliki kemampuan untuk mempermudah retensi ion natrium dan sekresi air akibat kenaikan aktivitas renin plasma dan pembentukan angiotensin yang menyertainya
Mean arterial Pressure (MAP) Sebelum diberikan Intervensi
Tabel 3 MAPsebelum diberikan Intervensi (n=36)
Kelompok Mean Std deviasi
Min Max Perlakuan 101,48 2,851 96,67 106,67
Kontrol 84,62 6,171 73,33 93,33
Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok intervensi rata rata Mean arterial pressure (MAP) adalah 101,48 dan rata-rata MAP pada kelompok kontrol adalah 84,62.
Penelitian ini sejalan dengan Sinurat dan Simamora (2019) yang menunjukkan bahwa sebelum diberikan jus semangka yaitu 119,30, serta sejalan dengan penelitian Sijabat dkk (2019) yang menunjukkan bahwa sebelum diberikan intervensi, rata rata MAP lansia penderita hipertensi yaitu 111,09. Hipertensi secara umum disebabkan oleh pola hidup yang kurang baik diantaranya konsumsi garam yang berlebihan karena garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya bagi penderita diabetes, penderita hipertensi ringan, orang dengan usia tua, dan mereka yang berkulit hitam. Kandungan lemak yang berlebih dalam darah dapat menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah hal ini dapat membuat pembuluh darah
menyempit dan akibatnya tekanan darah akan meningkat (Elisa, 2012).
Kurangnya olah raga, merokok dan pola asupan garam yang tidak tepat juga menjadi faktor resiko terjadinya hipertensi (Nuraini, 2015) Peneliti berpendapat bahwa penyakit penyerta seperti diabetes, peningkatan kadar kolesterol menjadi faktor terjadinya hipertensi, selain itu kurang olah raga dan asupan garam yang tidak tepat juga menjadi faktor penyebab hipertensi.
Mean Arterial Pressure (MAP) setelah diberikan intervensi
Tabel 4 MAP setelah diberikan intervensi (n=36)
Kelompok Mean Std deviasi
Min Max
Perlakuan 71,47 2,045 70 76,67 Kontrol 75,92 5,056 70 86,67
Hasil penelitian menunjukkan i bahwa rata-rata Mean Arterial Pressure (MAP) setelah diberikakan perlakuan pada kelompok intervensi adalah 71,47mmHg, dan rata rata pada kelompok kontrol adalah 75,92 mmHg. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Arie dkk (2014) yang menunjukkan bahwa rata rata tekanan darah sistol setelah diberikan air rebusan seledri adalah 150,70 mmHg dan diastole 91 mmHg yang berarti bahwa jika di masukkan untuk menghitung MAP mendapatkan hasil 130,34mmHg dan pada penlitian Angelina dkk (2018) menunjukkan bahwa setelah pasie hipertensi Emergensi diberikan obat 1 antihipertensi dan Amlodipine rata rata nilai MAP adalah 110 mmHg. Hal ini
6 dikarenakan daun seledri memiliki
kandungan zat Apigenin yang sangat bermanfaat untuk mencegah penyempitan pembuluh darah dan mencegah tekanan darah tinggi. Selain iut, seledri juga mengandung flavonoid, vitamin C, Apiin, kalsium dan magnesium yang dapat membantun menurunkan tekanan darah (kompas, 2013). Apigenin, yang terdapat di seledri sangat bermanfaat untuk mencegah penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi (Majalah Sekar, 2010). Vitamin C, vitamin C merupakan salah satu antioksidan yang dapat menurunkan tekanan darah sekitar 5 mmHg, melalui perannya memperbaiki kerusakan arteri karena hipertensi.
Vitamin C membantu menjaga tekanan darah normal dengan cara meningkatkan pengeluaran timah dari tubuh terpapar timah secara kronis dapat meningkatkan tekanan darah.
Jadi, dengan dikeluarkannya timah dari dalam tubuh, tekanan darah pun akan turun. Vitamin C memulihkan elastisitas pembuluh darah (Junaidi, 2010). Pada pemberian obat,, pengaruh Amlodipine dan 1 anti hipertensi perludiberikan pada hipertensi emergensi (Lubis, 2013). Amlodipin merupakan CCB golongan dihidropiridin. Mula kerjanya lambat sehingga penurunan tekanan darah yang terjadi pun lambat (Departemen farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2017). Hal ini tepat jika amlodipin diberikan untuk mengatasi hipertensi urgensi. Golongan CCB yang tepat diberikan kepada pasien hipertensi urgensi adalah nikardipin dengan dosis 30 mg yang dapat diulang setiap 8 jam.
Hal ini dikarenakan nikardipin memiliki efek antihipertensi yang cepat, stabil, dan memiliki efek yang minimal terhadap denyut jantung (Nurkhalis, 2017) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Palupi et.al (2015). Penggunaan nikardipin dapat menurunkan MAP tidak lebih dari 25%. Peniliti berpendapat bahwa kandungan apigenin pada seledri yang mampu menurunkan tekanan darah, dan juga pada obat antihipertensi amplidpine yang berfungsi pada penghambat zat calcium yang berfungsi menurunkan tekanan darah.
Analisa Bivariat Uji Normalitas Data
Sebelum dilakukan analisa bivariat, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas yang menggunakan syarat utama melakukan uji parametrik.
Peneliti menggunakan uji normalitas dengan metode analisa parameter Shapiro-Wilk dengan P Value (Sig.) <
0.05 maka data kelompok tidak berdistribusi normal sedangkan P Value (Sig.) > 0,05 maka data kelompok berdistribusi normal.
Tabel.5 Uji Normalitas data
Intervens i
Variabe l
P Value Keteranga n Rebusan
daun seledri
Pre Test 0,02 8
Tidak normal Post test 0,00
0
Tidak Normal Terapi
Obat
Pre Test 0,31 6
Normal
Post Test
0,08 0
Normal
7 Dilanjutkan uji residual untuk
mengambil kesimpulan normalitas data
Tabel 6 Uji Residual
Berdasarkan tabel 4.6 hasil uji residual sebelum dan sesudah diberikan rebusan daun seledri menunjukkan bahwa p-value residu 0,276 dan Terapi obat p value residu 0,456 sehingga p-value> 0,05 maka data berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dari kedua MAP dinyatakan terdistribusi normal sehingga untuk uji berpasangan analisa data menggunakan paired t test uji beda dengan Independent test.
Analisa Pengaruh Rebusan daun seledri terhadap Mean Arterial Pressure Pada Pasien Hipertensi Tabel 7 Analisa Pengaruh Rebusan daun seledri terhadap Mean Arterial Pressure Pada Pasien Hipertensi Karakteristik Mean Std
deviasi P value Pre-post
test
3,000 3,060 0,000
Hasil penelitian menunjukkan Mean Arterial Pressure sesudah diberikan rebusan daun seledri didapatkan rata-rata 101,48 mmHg.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Asmawati dkk (2015) yang menunjukkan bahwa dari 18 responden
yang diberikan rebusan daun seledri tekanan darahnya mengalami penurunan dengan rata rata tekanan darah sistol setelah diberikan rebusan daun seledri adalah146,28 mmHg dan diastole 84,50 mmHg dan hasil penelitian yang dilakukan Muzakar dan Nuryanto (2012) dengan memberikan rebusan seledri pada penderita hipertensi selama 3 hari dua kali sehari. Rata-rata penurunan tekanan darah sistolik setelah diberikan air rebusan seledri adalah 20,32 mmHg dan rata-rata penurunan tekanan darah diastolik setelah diberikan air rebusan seledri adalah 7,09 mmHg. Zat phtalides dan magnesium yang terkandung dalam seledri yang baik untuk membantu melemaskan otot-otot pembuluh darah arteri dan membantu menormalkan penyempitan pembuluh darah arteri (Karnia, 2012). Selain itu seledri juga mengandung Apigenin yang berfungsi sebagai beta blocker yang dapat memperlambat detak jantung dan menurunkan kekuatan kontraksi jantung sehingga aliran darah yang terpompa lebih sedikit dan tekanan darah menjadi berkurang. Manitol dan apiin, serta bersifat diuretik yaitu membantu ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan garam dari dalam tubuh, sehingga berkurangnya cairan dalam darah akan menurunkan tekanan darah. 14,16 Potasium (kalium) yang terkandung dalam seledri akan bermanfaat meningkatkan cairan intraseluler dengan menarik cairan ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan keseimbangan pompa natrium–kalium yang akan menyebabkan penurunan tekanan
8 darah (Safitri dkk, 2014). Posisi sujud
dapat mempengaruhi tekanan darah karena perbedaan ketinggian. Rebusan daun seledri memiliki zat apigenin, phtalides dan magnesium yang mampu menurunkan tekanan darah melalui mekanisme beta bloker serta dengan cara melemaskan otot otot pembuluh darah.
Analisa Pengaruh terapi obat terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi
Table 8 Analisa Pengaruh terapi obat terhadap MAP pada pasien hipertensi Karakteristik Mean Std
deviasi P value Pre-post test 8,701 3,983 0,000
Hasil penelitian menunjukkan MAP seteleh diberikan obat amlodipine adalah 75,92 mmHg.
Penelitian ini sejalan dengan Baharudin (2013) yang menunjukkan bahwa amlodipine dapat menurunkan tekanan darah pasien hipertensi sebesar 32,94/16,38 mmHg.
Amlodipin adalah obat antihipertensi dan antiangina yang tergolong dalam obat antagonis kalsium golongan dihidropiridin (antagonis ion kalsium). Amlodipin bekerja dengan menghambat influks (masuknya) ion kalsium melalui membran ke dalam otot polos vaskular dan otot jantung sehingga mempengaruhi kerja kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung.
Amlodipin menghambat influks ion kalsium secara selektif, dimana sebagian besar mempunyai efek pada sel otot polos vaskular dibandingkan sel otot jantung. Efek antihipertensi
amlodipin adalah bekerja langsung sebagai vasodilator arteri perifer yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan resistensi vaskular serta penurunan tekanan darah. Dosis satu kali sehari akan menghasilkan penurunan tekanan darah yang berlangsung selama 24 jam. Onset kerja dari amlodipin adalah perlahan- lahan, sehingga tidak menyebabkan terjadinya hipotensi akut. Efek anti angina amlodipin adalah melalui dilatasi arteriol perifer sehingga dapat menurunkan resistensi perifer total.
Disamping itu Amlodipin juga tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, pengurangan beban dari jantung yang menyebabkan penurunan kebutuhan akan asupan oksigen miokardial serta kebutuhan energy (Laurent dkk, 2011). Peneliti berpendapat bahwa amlodipine yang merupakan obat antihipertensi memiliki fungsi menurunkan tekanan darah dengan cara menghambar keluarnya ion kalsium yang dapat membuat vasodilator pada pembuluh darah.
Analisa Perbedaan Efektifitas Rebusan Daun Seledri dan Terapi Obat Terhadap Mean arterial Pressure pada Pasien Hipertensi Table 9Analisa Perbedaan Efektifitas Rebusan Daun Seledri dan Terapi ObatTerhadap Mean Arterial Pressure (MAP) Pasien Hipertensi
Variabel Kelompok p value Tekanan darah
sistol
Intervensi 0,001 Kontrol
9 Hasil analisa dengan
menggunakan Uji Mann-Whitney Test P Value (Sig.) sebesar 0,001 (p< 0,05) Hal tersebut menjelaskan bahwa ada perbedaan efektifitas resbusan daun seledri dan terapi obat pada penderita hipertensi. Hasil penelitian Fausi (2018) menunjukkan bahwa tingkat kemaknaan yaitu 0,000 < 0,05, berarti Ho ditolak. Data diatas menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian air rebusan seledri terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Dusun Kemuning Desa Kemuning Kecamatan Tarik Kabupaten Sidoarjo. Daun seledri banyak mengandung apiin, suatu senyawa yang bersifat diuretik dan diduga mampu melebarkan pembuluh darah. Seledri telah banyak digunakan di masyarakat dan telah banyak dilakukan penelitian mengenai efek farmakologinya dan telah terbukti mampu menurunkan tekanan darah tinggi (Muzakar, 2012). Kandungan Apigenin, dalam seledri berfungsi sebagai beta blocker yang dapat memperlambat detak jantung dan menurunkan kekuatan kontraksi jantung sehingga aliran darah yang terpompa lebih sedikit dan tekanan darah menjadi berkurang. Manitol dan apiin, bersifat diuretic yaitu membantu ginjal mengeluarkan kelebihan cairan dan garam dari dalam tubuh, sehingga berkurangnya cairan dalam darah akan menurunkan tekanan darah (Asmadi, 2012). Selain itu selederi juga mengandung pthalides dan magnesium yang baik untuk membantu melemaskan otot sekitar pembuluh darah arteri dan membantu menormalkan penyempitan pembuluh
darah serta dapat mereduksi hormone stress yang dapat meningkatkan tekanan darah dikutip dari Afifah (2009). Menurut (Artikel kesehatan, 2012) pemberian air rebusan seledri sudah dipraktikkan masyarakat sejak lama karena daun seledri dikatakan memiliki kandungan Apigenin yang dapat mencegah penyempitan pembuluh darah dan pthalides yang dapat mengendurkan otot-otot arteri atau membuat rileks pembuluh darah.
Kandungan itulah yang mengatur aliran darah yang memungkinkan pembuluh darah membesar dan mengurangi tekanan darah. Oleh karena itu seledri bisa digunakan sebagai alternative pilihan untuk menurunkan tekanan darah secara non farmakologis. Peneliti berpendapat bahwa rebusan daun seledri memiliki efektif untuk menurunkan MAP pada pasien hipertensi karena kandungan apigenin, apiin, phthalides.
KESIMPULAN DAN SARAN
Karakteristik responden pada penelitian rata-rata bahwa pada kelompok intervensi mean usia adalah 63,33 dan kelompok kontrol 66,83.
Usia minimum kelompok intervensi 60 dan maksimum 69 sedangkan pada kelompok kontrol usia minimum 60 dan maksimum 74. Responden jenis kelamin pada kelompok intervensi yaitu 78,9 % perempuan dan 21,1 % laki-laki, sedangkan pada kelompok control, yaitu 84,2 % perempuan dan 15,8 % laki-laki.
Rerata Mean Atrial Pressure sebelum dilakukan intervensi pemberian rebusan daun seledri adalah 161,56 mmHg dengan Standar Deviasi
10
= 2,394. Rerata Mean Atrial Pressure setelah dilakukan intervensi pemberian rebusan daun seledri adalah 71,47mmHg dengan Standar Deviasi = 2,045.
Rerata Mean Atrial Pressure sebelum dilakukan intervensi terapi obat adalah 84,62 mmHg dengan Standar Deviasi = 6,171. Mean Atrial Pressure setelah dilakukan intervensi terapi obat adalah 75,92 mmHg dengan Standar Deviasi = 5,056.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pemberian daun rebusan seledri terhadap Mean Atrial Pressure pada sistolik dengan p value (0,000).
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh terapi obat Mean Atrial Pressure dengan p value (0,000).
Saran bagi peneliti lain dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian serta mengaplikasikan teori dan konsep yang didapat di bangku kuliah ke dalam bentuk penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association’s (2017) Hypertension Guidelines Programming. American Heart Association’s annual scientific sessions, Anaheim, California.
Anggraini, A. D., Waren, A., Situmorang, E., Asputra, H., Siahaan, S.S. (2009). Faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pasien yang berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Pekanbaru Riau.Diperoleh tanggal 8 Agustus 2020 dari http://www.scribd.com.
Apriyanti, Maya. (2011). Meracik Sendiri Obat & Menu Sehat Bagi
Penderita Darah
Tinggi.Yogyakarta : Baru Press Arif, D. (2013) Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pusling Desa Klumpit UPT Puskesmas Gribig Kabupaten Kudus. [diakses pada tanggal 25 Agustus 2020] available from:
http://e-
journal.stikesmuhkudus.ac.id /index.php/karakter/article/view/
102
Aspiani, R.Y (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik.
Jakarta : Trans Info Media.
Haendra F. (2013). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tekanan Darah di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan.
[diakses pada tanggal 25 Agustus 2020] available from:
http://lp3m.thamrin.ac.id/upload/
artikel%204.%20vol%205%20n o%201feby.pdf
Lubis, M. (2016). Jus Ampuh Penumpas Penyakit Berat.
Yogyakarta : FlashBooks.
Nurarif, Amin & Kusuma. H (2015).
Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda NIC.NOC. Jilid 2.
Jogjakarta : Medication Publishing.
11 Protogerou, A.D., Vlachopoulos, C.,
Thomas, F., Zhang, Y., Pannier, B., Blacher, J., & Safar, M. E.
(2017). Longitudinal changes in mean and pulse pressure, and all- cause mortality: data from 71,629 untreated normotensive individuals. American Journal of Hypertension, 30(11), 1093–
1099. doi: 10.1093/ajh/hpx110 Regnault, V., Lacolley, P., & Safar, M.
E. (2018). Hypertension in postmenopausal women:
hemodynamic and therapeutic
implications. Journal of the American Society of Hypertension, 12(3), 151–153.
doi: 10.1016/j. jash.2018.01.001 Rivera, S.L., Martin, J.,
Sijabat, F., Barus, D. J., & Sitorus, M.
E. J. (2019). Pengaruh Kukusan Labu Siam Terhadap Mean Arteri Pressure Lansia Penderita Hipertensi Di Upt Pelayanan Sosial Lanjut Usia Di Wilayah Binjai Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Masyarakat Dan Lingkungan Hidup, 4(2), 18-25.