• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI EFEK PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SELEDRI (Apium graveolens L.) PADA KELINCI JANTAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI EFEK PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH EKSTRAK ETIL ASETAT DAUN SELEDRI (Apium graveolens L.) PADA KELINCI JANTAN."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

Oleh:

RINA DIYAH HAPSARI

K 100 040 226

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

(2)

1

A. Latar Belakang Masalah

Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang timbul karena faktor keturunan. Padahal, setiap orang dapat mengidap diabetes, baik tua maupun muda. Tahun 2000, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes dan menurut data WHO tahun 2005, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes mellitus di dunia (Soegondo, 2007).

Diabetes melitus adalah suatu jenis penyakit yang disebabkan menurunnya hormon insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas. Penurunan hormon ini mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang dikonsumsi tubuh tidak dapat diproses sempurna, sehingga kadar glukosa di dalam tubuh akan meningkat (Utami, 2003).

(3)

Pengobatan yang dilakukan tidak murah karena penderita diabetes mellitus harus mengkonsumsi obat dalam jangka waktu yang cukup lama. Padahal obat sintesis kimia (obat konvensional) yang dikonsumsi dan beredar di pasaran cukup mahal.

Indonesia memiliki tanaman-tanaman yang diduga berkhasiat untuk pengobatan, termasuk pengobatan diabetes mellitus dan telah digunakan secara turun-temurun karena selain efek sampingnya relatif kecil juga harga lebih ekonomis. Pengobatan secara tradisional ini lebih menekankan pada keluhan-keluhan subyektif (Subroto, 2006).

(4)

Penelitian ini menggunakan penyari etil asetat karena etil asetat dapat menyari senyawa semi polar pada tanaman seledri salah satunya adalah Apigenin, dimungkinkan senyawa kimia daun seledri yang berpotensi sebagai antidiabetes tersebut juga dapat tersari dalam etil asetat sehingga diharapkan ekstrak etil asetat daun seledri juga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah.

Berdasarkan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian tentang efek penurunan kadar glukosa darah dari ekstrak etil asetat daun seledri agar dapat memberikan informasi dengan dasar bukti yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan antidiabetes.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahannya yaitu “apakah ekstrak etil asetat daun seledri (Apium graveolens L.) mempunyai efek penurunan kadar glukosa darah pada kelinci jantan?”.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui efek penurunan kadar glukosa darah ekstrak etil asetat daun seledri (Apium graveolens L.) pada kelinci jantan.

D. Tinjauan Pustaka

1. Diabetes Mellitus

(5)

berasal dari bahasa Yunani, yaitu diabetes artinya mengalir terus, dan mellitus

berarti madu atau manis. Jadi istilah ini menunjukkan tentang keadaan tubuh penderita yaitu adanya cairan manis yang mengalir terus. Penyakit ini bersifat menahun alias kronis. Penderitanya dari semua lapisan umur serta tidak membedakan orang kaya atau miskin (Wise, 2002).

Diabetes mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan kurangnya hormon insulin. Hormon insulin dihasilkan oleh sekelompok sel beta di kelenjar pankreas dan sangat berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel tubuh. Hormon insulin normalnya dilepaskan secara langsung ke dalam sirkulasi darah dari kantong-kantong kecil sel yang dinamakan pulau-pulau langerhans, yang tersebar di seluruh kelenjar pankreas (kelenjar perut). Pankreas terletak di perut sebelah atas, tepat di bawah hati, sebagian di belakang lambung, dikelilingi usus halus. Setiap kenaikan kadar glukosa darah memicu pulau-pulau dalam pankreas untuk menghasilkan insulin, kemudian dilepas ke dalam pembuluh darah yang melewati pankreas (Wise, 2002).

Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa diserap semua dan tidak mengalami metabolisme dalam sel. Akibatnya, seseorang akan kekurangan energi, sehingga mudah lelah dan berat badan terus turun. Kadar glukosa yang berlebih tersebut dikeluarkan melalui ginjal dan dikeluarkan bersama urin. Gula memiliki sifat menarik air sehingga menyebabkan seseorang banyak mengeluarkan urin dan selalu merasa haus (Soegondo, 2007).

(6)

darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah antara 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif (bertahap) setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar gula darah setelah makan dan minum merangsang pankreas menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah (Soegondo, 1995).

a. Klasifikasi Diabetes Mellitus

1) Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau IDDM

Penderita diabetes jenis IDDM tidak dapat memproduksi insulin. Diabetes jenis IDDM timbul bila pankreas kehilangan kemampuannya untuk menghasilkan insulin. Ciri-ciri tipe penyakit jenis IDDM adalah tergantung pada suntikan insulin untuk mencegah ketosis dan memelihara kelangsungan hidup karena penderita tersebut menderita insulinopenia, yaitu keadaan sangat kekurangan insulin. Jenis tipe ini tidak mempunyai autoimun dan kebanyakan dimulai pada usia setelah 40 tahun (Sweetman, 2005).

2) Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau NIDDM

(7)

terhadap kerja insulin dapat ditemukan pada banyak kasus (Woodly dan Whealent, 1995).

3) Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan atau intoleransi glukosa yang didapat selama masa kehamilan. Diabetes gestasional terjadi pada trimester kedua atau trimester ketiga. Pada pasien-pasien ini toleransi glukosa dapat kembali normal setelah persalinan (Woodly dan Whelant, 1995). 4) Diabetes Mellitus tipe lain

Pada diabetes tipe lain, hiperglikemia berkaitan dengan penyakit-penyakit atau penyebab lain yang jelas, meliputi: penyakit-penyakit pankreas, pankreatomi, sindrom cushing, acromegali dan sejumlah kelainan genetik yang tak lazim (Woodly dan Whelant, 1995).

b. Gejala-Gejala Diabetes

(8)

merasa lelah dan lemah hampir sepanjang waktu, pusing, mual, berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga, luka dan cedera yang sulit sembuh, rasa kebas dan kesemutan pada kaki, infeksi kulit, penglihatan yang kabur dan kulit kering atau gatal (Anonim, 2007).

Gejala penyakit diabetes IDDM gejala yang muncul secara tiba-tiba pada saat usia anak-anak (di bawah 20 tahun), sebagai akibat dari adanya kelainan genetika, sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin dengan baik (Okta, 2002). Gejala-gejala diabetes jenis IDDM seperti sering buang air kecil dan meningkatnya rasa haus, akibat darah mengandung lebih banyak glukosa daripada yang dapat diserap oleh ginjal, glukosa dikeluarkan bersama urin. Rasa lapar yang berlebihan dan merasa lelah serta lemah sepanjang waktu, diakibatkan ketika insulin yang memadai tidak melekat pada reseptor, sehingga sel-sel tubuh tidak memperoleh energi apapun. Menurunnya berat badan diakibatkan ketiadaan insulin, sehingga sel-sel tidak bisa memperoleh energi. Pada akhirnya energi diperoleh dari lemak dan otot-otot. Ketika energi diperoleh dari lemak dan otot, maka akan mengakibatkan kehilangan berat badan (Soegondo, 2007). Sedangkan gejala-gejala diabetes jenis NIDDM muncul secara perlahan-lahan sampai menjadi gangguan yang jelas, dan pada tahap permulaannya sama seperti gejala diabetes IDDM (Okta, 2002).

c. Diagnosis Penyakit Diabetes Mellitus

(9)

berdasarkan keluhan penderita yang khas dan adanya peninggian kadar glukosa darah yang ditentukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium (Tirtodiharjo, 2002). Kriteria diabetes mellitus ditegakkan berdasarkan:

1) Glukosa plasma vena sewaktu

Penderita diabetes mellitus sering datang dengan keluhan klinis yang jelas seperti haus, banyak kencing, berat badan menurun, glukosuri, bahkan kesadaran menurun sampai koma. Dengan keluhan klinis yang jelas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu sudah dapat menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Apabila kadar pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (plasma vena) maka penderita tersebut sudah dapat disebut diabetes mellitus (Tirtodiharjo, 2002).

2) Kadar glukosa darah puasa (plasma vena)

Glukosa plasma dalam keadaan berpuasa dibagi atas tiga nilai, yaitu: kurang dari 110 mg/dl, antara 110 mg/dl sampai 126 mg/dl, dan lebih besar dari 126 mg/dl. Pada keadaan normal kadar glukosa plasma puasa kurang dari 110 mg/dl. Bila kadar glukosa plasma puasa lebih besar dari 126 mg/dl adalah diabetes mellitus, sedangkan bila terletak antara 110 mg/dl sampai dengan 126 mg/dl disebut glukosa plasma puasa terganggu (GPPT). Dengan demikian pada penderita dengan kadar glukosa plasma vena setelah berpuasa sedikitnya 10 jam lebih besar dari 126 mg/dl sudah cukup untuk mendiagnosa diabetes mellitus (Tirtodiharjo, 2002). 3) Penggunaan tes toleransi glukosa oral

(10)

untuk meyakinkan apakah diabetes melitus atau bukan. Sesuai dengan kesepakatan WHO maka tes toleransi glukosa oral harus dilakukan dengan beban 75 gram setelah berpuasa minimal 10 jam. Penilaian adalah sebagai berikut:

a) Toleransi glukosa normal apabila kurang dari 140 mg/dl,

b) Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa terukur adalah lebih dari 140 mg/dl tetapi kurang dari 200 mg/dl,

c) Toleransi glukosa lebih dari 200 mg/dl disebut diabetes mellitus (Tirtodiharjo, 2002).

d. Pengobatan Diabetes Mellitus

Penyakit diabetes tidak dapat disembuhkan secara total tetapi dapat dikendalikan melalui beberapa cara. Hal ini mencakup beberapa cara terutama mencakup terapi insulin dan obat antidiabetes oral (Sweetman, 2005).

Pemberian insulin akan menurunkan kadar glukosa darah diabetes mellitus. Namun demikian agar pengobatan dengan insulin dapat optimal maka pemberiannya perlu dilakukan dengan semirip mungkin sekresi insulin yang fisiologis, yang sulit dikerjakan pada pemberian secara subkutan bahkan juga dengan pemberian insulin melalui infus intravena (Woodley dan Whelant, 1995).

(11)

1) Sulfonilurea

Sulfonilurea banyak digunakan untuk mengobati diabetes jenis NIDDM (diabetes tidak tergantung insulin). Obat golongan sulfanilurea mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta langerhans di pankreas. Cara kerjanya, mengikat reseptor sulfonilurea (SUR I) di sel beta, sehingga memicu depolarisasi membran sel beta dan mendorong sekresi insulin. Efek samping yang perlu diperhatikan adalah kadar gula darah terlalu rendah (Anonim, 2002).

2) Biguanid

Obat-obatan kelompok biguanid adalah metformin. Obat golongan ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati. Mekanisme kerja obat ini adalah menstimulasi glikolisis secara langsung dalam jaringan dengan meningkatkan eliminasi glukosa dari saluran cerna dengan meningkatkan perubahan glukosa menjadi laktat oleh eritrosit, dan menurunkan kadar glukagon plasma (Katzung, 2002).

3) Inhibitor alfa-glukosidase

(12)

dari obat ini adalah flatulasi, diare, rasa nyeri pada abdominal, meningkatkan gas didalam perut (Katzung, 2002). Struktur akarbose disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Kimia Akarbose (Katzung, 2002)

Akarbose merupakan contoh penghambat glukosidase alfa yang sering digunakan. Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa dari dalam sel cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial. Akarbose tersedia dalam tablet 50 dan 10 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu 50 mg 2 kali sehari, secara bertahap ditingkatkan 100 mg 3 kali sehari (Masharani, 2004).

4) Thiazolidinedione

Obat ini bekerja pada otot, lemak dan liver untuk menghambat pelepasan gula dari jaringan penyimpanan sumber gula darah tersebut. Golongan obat thiazolidinedione dapat digunakan bersama sulfonilurea, insulin dan metformin untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah (Tjay dan Rahardja, 2002).

5) Meglitinida

Bekerja pada pankreas seperti kelompok sulfonilurea, tetapi dengan cara kerja yang berbeda. Obat generik yang beredar adalah Repaglinide. Repaglinide memiliki kerja yang sangat cepat, konsentrasi dan efek puncak dalam waktu 1 jam. Repaglinide merupakan senyawa aktif golongan ini, diindikasikan untuk

(13)

mengontrol perjalanan glukosa pasca-prandial. Megtilinide digunakan hati-hati pada pasien gangguan fungsi hati (Katzung, 2002).

2. Obat Tradisional

Menurut UU 23 tahun 1992, obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, mineral sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut di atas yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah dikenal dan banyak digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat. Umumnya, pemanfaatkan obat tradisional lebih diutamakan sebagai upaya preventif untuk menjaga kesehatan (Suharmiati dan Handayani, 2006).

Berdasarkan keputusan Kepala Badan POM RI No HK 00.05.4.2411 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, obat tradisional dikelompokkan menjadi 3 yaitu jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka (Suharmiati dan Handayani, 2006).

a. Jamu adalah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan sediaan galeniknya merupakan campuran dari bahan-bahan tersebut yang dipergunakan dalam upaya pengobatan berdasarkan pengalaman. Jamu harus memiliki kriteria aman, klaim khasiat berdasarkan data empiris, dan memenuhi persyaratan mutu. Ciri spesifiknya adalah penyajiannya dalam bentuk segar dan bahan yang digunakan tidak mengalami perubahan, biasanya hanya ditambah air dan direbus.

(14)

dibuktikan secara ilmiah atau uji proklinik, bahan baku yang digunakan telah terstandar, dan memenuhi persyaratan mutu.

c. Fitofarmaka merupakan sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya. Bahan baku terdiri dari simplisia tumbuhan atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku, sehingga sediaan tersebut terjamin keseragaman komponen aktif, khasiat dan keamanannya (Suharmiati, 2006). Data-data ilmiah yang diperlukan obat tradisional sebagai syarat untuk menjadi fitofarmaka adalah data ilmiah tentang uji farmakologi, uji keamanan (toksikologi) pada hewan-hewan percobaan, dan uji klinik pada manusia (Pramono, 1998).

3. Uji Efek Anti Diabetes

Keadaan diabetes mellitus pada hewan percobaan dapat diinduksi dengan cara pangkreatomi dan dengan cara kimia. Penentuan kadar gula dapat dilakukan secara kualitatif terhadap glukosa urin, sedangkan kadar glukosa darah ditentukan secara kuantitatif. Penentuannya dilakukan secara polarimetri atau spektrometri pada gelombang tertentu. Uji efek anti diabetes dapat dilakukan dengan dua metode yaitu:

a. Metode uji toleransi glukosa

(15)

b. Metode uji dengan perusakan pankreas

Metode ini dilakukan dengan memberikan diabetogen yang dapat menyebabkan pankreas hewan uji rusak sehingga terkondisi seperti pada penderita diabetes mellitus. Diabetogen yang banyak digunakan adalah aloksan karena obat ini cepat menimbulkan hiperglikemi yang permanen dalam waktu dua sampai tiga hari. Aloksan adalah suatu senyawa yang sering digunakan sebagai induktor hewan percobaan menjadi diabetik. Prinsip metode ini adalah induksi diabetes diberikan pada hewan uji yang diberikan suntikan aloksan monohidrat. Penyuntikan dilakukan secara intravena (Anonim, 1993).

4. Tanaman Seledri

c. Sistematika tanaman

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledonae

Sub Classis : Dialipetalae

Ordo : Umbelliflorae/Apiales

Familia : Apiaceae

Genus : Apium

Spesies : Apium graveolens L. (Backer dan Van den Brink, 1965) d. Penamaan : celery (Inggris), celeri (Perancis), seleri (Italia), selinon,

parsley (Jerman), salada (Hariyana, 2006). e. Morfologi tanaman

(16)

bercabang banyak, berwarna hijau pucat. Daun majemuk menyirip ganjil dengan anak daun 3-7 helai. Anak daun bertangkai yang panjangnya 1-2,7 cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau keputih-putihan. Bunga majemuk berbentuk payung, 8-12 buah, kecil-kecil, berwarna putih mekar secara bertahap. Buahnya buah kotak, berbentuk kerucut, panjang 1-1,5 mm, berwarna hijau kekuningan (Dalimarta, 2003).

f. Kandungan Kimia

Herba seledri mengandung flavonoid, saponin, tannin, minyak atsiri, flavo-glukosida, apigenin, kolin, lipase, asparagine, zat pahit. Akar mengandung asparagin, mannite, inosite, minyak atsiri, pentosan, glutamin, dan tirosin. Biji mengandung apiin, minyak menguap, apigenin, dan alkaloid (Dalimarta, 2003) g. Manfaat tanaman

Akar seledri berkhasiat memacu enzim pencernaan dan peluruh kencing (diuretik), sedangkan buah dan bijinya sebagai pereda kejang (antipasmodik), menurunkan kadar asam urat darah, antirematik, peluruh kencing (diuretik), peluruh kentut, afrodisak dan penenang (sedatif). Sedangkan herba berbau aromatik, rasanya manis, sedikit pedas dan sifatnya sejuk. Herba bersifat tonik, memacu enzim pencernaan (stomatik), menurunkan tekanan darah (hipotensif), penghenti pendarahan (hemostatis), mengeluarkan asam urat darah yang tinggi, pembersih darah dan memperbaiki fungsi hormon yang terganggu (Anonim, 1996).

(17)

rambut (Winanti, 2005), ekstrak etanol herba seledri mempunyai efek antistres (Rahardjo, 2006).

5. Penyarian

a. Definisi

Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Zat aktif yang terdapat dalam berbagai macam simplisia dapat digolongkan ke dalam alkaloid, glikosida, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, logam berat, udara, cahaya, dan derajat keasaman. Secara umum penyarian dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi, dan destilasi uap (Anonim, 1986).

b. Metode penyarian

Metode penyarian salah satunya adalah maserasi. Maserasi berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya merendam (Ansel, 1989) adalah suatu proses pengesktrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali percobaan atau pengukuran pada temperatur ruangan. Bahan simplisia yang digunakan dihaluskan dan disatukan dengan bahan pengekstraksi maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari (Voigt, 1984).

(18)

tersebut, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang masuk dalam cairan yang telah tercapai. Dengan pengadukan dijamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut (Voigt, 1984). c. Cairan penyari

Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan beberapa faktor yaitu cairan penyari harus memenuhi kriteria netral, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, selektif, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh peraturan. Farmakope Indonesia menetapkan untuk proses penyarian larutan penyari yang digunakan adalah air, eter dan penyarian pada pembuatan obat tradisional. Dalam penelitian ini cairan penyari yang digunakan adalah etil asetat. Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang jernih, tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar, dan mempunyai bau yang khas (Anonim, 1986).

d. Simplisia

(19)

berupa bahan pelikan/mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni (Anonim, 1985).

E. Landasan Teori

Secara empiris daun seledri mempunyai khasiat untuk mengobati diabetes mellitus (Winarto, 2003). Telah dilakukan penelitian mengenai efek daun seledri dalam menurunkan kadar glukosa darah. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa ekstrak etanol 70% daun seledri dapat menurunkan kadar glukosa darah pada kelinci yang sebanding dengan acarbose dosis 2,33 mg/kgbb.

Sebagai kelanjutan dari penelitian tersebut, pada penelitian ini daun seledri diuji efek penurunan kadar glukosa darahnya dengan penyari yang berbeda yaitu menggunakan etil asetat yang mempunyai sifat semi polar yang diharapkan dapat menyari senyawa yang berkhasiat menurunkan kadar glukosa darah karena dari penelitian sebelumnya belum dapat diketahui secara pasti senyawa yang dapat menurunkan kadar glukosa darah.

Penyarian dilakukan dengan pelarut etil asetat yang bersifat semi polar. Kandungan senyawa kimia dari daun seledri antara lain flavonoid, saponin, tannin, minyak atsiri, flavo-glikosida lipase, asparagin, dan zat pahit. Pada kandungan tersebut terdapat zat yang bersifat semi polar yaitu apigenin suatu flavonoid yang bersifat semi polar sehingga diharapkan dapat menyari senyawa tersebut yang diduga memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah.

F. Hipotesis

Gambar

Gambar 1. Struktur Kimia Akarbose (Katzung, 2002)

Referensi

Dokumen terkait

Memperoleh pengalaman, menambah pengetahuan khususnya tentang gambaran dalam mengatasi kecemasan pada pasien anak dan keluarga yang mengalami perawatan di rumah

PEMBUATAN WEBSITE DAN APLIKASI MOBILE “YOUR NEEDS” GUNA MEMBANTU POLA HIDUP SEHAT BERBASIS

Karena analisis menyajikan pula dampak dari cacat yang terjadi atas produk, serta rekomendasi jalan keluar alternatif untuk mengatasi cacat yang bersangkutan, maka

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah penyediaan referensi (artikel) terhadap inovasi nano kolagen dari limbah sisik ikan mas ( Cyprinus.. carpio ) yang

Dapat disimpulkan bahwa Prototype aplikasi perpustakaan berbasis RFID (Radio Frequency Identification) dapat melakukan proses absensi atau pengisian buku tamu, input data buku

Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi dalam implementasi mamajemen kelas I dalam pengelolaan siswa meliputi: Tidak semua guru di SDIT Ar-Risalah memiliki kesamaan

Nilai yang telah diperoleh dari pembobotan dikalikan dengan ranting pada setiap faktor dan untuk memperoleh total skor pembobotan hasil dari perkalian tersebut

(garis kasar). Penggunaan gaya manga karena gaya manga sudah mendominasi pasar Indonesia dan banyak disukai oleh segala jenis pembaca atau penikmat komik di Indonesia dan