• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PROFIL TERAPI ANTIANEMIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DENGAN HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE TAHUN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of PROFIL TERAPI ANTIANEMIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DENGAN HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL PERIODE TAHUN 2020"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

journal.umbjm.ac.id/index.php/jcps 629

PROFIL TERAPI ANTIANEMIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS DENGAN HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANEMBAHAN

SENOPATI BANTUL

(Profile of Therapy of Antianemia in Patients with Chronic Kidney Disease (CKD) Treating Hemodialysis in Panembahan Senopati Bantul of Regional Public Hospital)

(Submited : 27 Maret 2023, Accepted : 31 Maret 2023)

Adnan1*, Anzili Winda Nur Azizah2

1,2Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Email: adnan@pharm.uad.ac.id

ABSTRAK

Anemia dapat terjadi pada pasien yang menderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK). 80-90 % pasien PGK yang menjalani hemodialysis (PGK-HD) mengalami anemia yang disebabkan terjadinya penurunan kapasitas produksi eritropoietin. Terdapat beberapa macam terapi anemia yang bisa digunakan untuk terapi, seperti eritropoiesis stimulating agent (ESA), asam folat, zat besi dan Vitamin B12. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui profil terapi antianemia pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis.

Jenis penelitian adalah observasional deskriptif dengan pendekatan retrospektif menggunakan data rekam medis. Sampling menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi adalah pasien PGK dengan hemodialysis, dengan atau tanpa komplikasi, mendapat terapi antianemia, dan usia diatas sama dengan 17 tahun. populasi yang digunakan adalah rekam medis pasien PGK yang menjalani hemodialisis di RSUD Panembahan Senopati Bantul periode tahun 2020. Terdapat 82 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dengan distribusi terbanyak untuk usia 55-64 tahun sebanyak 37 (45,1%), jenis kelamin laki-laki sebanyak 56 (68,3%), penyakit penyerta hipertensi sebanyak 34 (41,5%), frekuensi hemodialysis 2 kali seminggu sebanyak 53 (64,6%), terapi tunggal asam folat sebanyak 39 (47,6%), terapi kombinasi Asam Folat dan Transfusi PRC sebanyak 17 (20,7%). Kesimpulan dari penelitian ini terapi yang paling banyak digunakan adalah terapi tunggal asam folat sebagai antianemia.

Kata kunci: Anemia pada PGK, Terapi Anemia, Hemodialisis

ABSTRACT

Anemia can occur in patients with chronic kidney disease (CKD). 80-90% of CKD patients undergoing hemodialysis suffer from anemia caused by a decrease in the production capacity of erythropoietin. There are several types of anemia therapy that can be used for therapy, such as erythropoiesis stimulating agent (ESA), folic acid, iron and Vitamin B12. The purpose of this study was to determine the profile of antianemia therapy in CKD patients undergoing hemodialysis.

This research is descriptive observational with retrospective approach using medical record data. using purposive sampling technique with inclusion criteria were CKD patients with hemodialysis, with or without complications, receiving antianemia therapy, and above is equal to 17 years. The population is the medical records of CKD patients undergoing hemodialysis at Panembahan Senopati Hospital, Bantul for the 2020 period.

There were 82 samples that met the inclusion criteria with the highest distribution for ages 55-64 years of 37 (45.1%), male sex of 56 (68.3%), hypertension co-morbidities of 34 (41.5%), the frequency of hemodialysis 2 times a week was 53 (64.6%), folic acid single therapy was 39 (47.6%), combination therapy of Folic Acid and PRC Transfusion was 17 (20.7%).

The conclusion of this study is that the most widely used therapy is folic acid monotherapy as an anti- anemia.

Keywords: Anemia on CKD, Anemia Therapy, Hemodialysis

(2)

Link journal 630

PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronis (PGK) mengakibatkan penurunan fungsi ginjal sehingga ginjal tidak mampu berfungsi secara optimal (Rahayu et al., 2018). Angka prevalensi pasien PGK di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah masing-masing sebesar 0,43% sehingga dinyatakan lebih tinggi dari rata-rata prevalensi di Indonesia secara keseluruhan yaitu 0,38%

(Kemenkes, 2018)

Pada pasien dengan PGK, dalam perkembangan penyakitnya dapat menimbulkan komplikasi seperti anemia. Pasien dikategorikan mengalami anemia jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 13,5 g/dl untuk pria dewasa dan kurang dari 12 g/dl untuk wanita dewasa (Garini et al., 2018). Pada umumnya, anemia mulai muncul pada pasien PGK stadium III dan hampir selalu dialami oleh pasien PGK stadium V.

Anemia pada PGK diakibatkan oleh penurunan produksi eritropoietin (EPO) dan kekurangan zat besi, serta faktor lain yang berkontribusi terhadap anemia pada PGK (Wiciński et al., 2020)

Pengobatan yang mampu meningkatkan fungsi ginjal adalah hemodialisis (Lydia, 2020).

Terapi pilihan sebagai antianemia pada pasien PGK untuk EPO yang optimal dan menaikkan kadar zat besi yaitu diberikan ESA (Erytropoetin Stimulating Agents), asam folat, zat besi dan Vit B12. Efektivitas terapi anemia mampu meningkatkan kadar hemoglobin pasien (A.Manggau et al., 2018). Selain itu, karakteristik pasien meliputi karakteristik demografi maupun klinis juga sangat mempengaruhi pilihan terapi (Karya et al., 2021).

Sebuah penelitian melaporkan bahwa pada tahun 2019, prevalensi pasien PGK yang hemodialisis relative tinggi dan menurut catatan rekam medik di RSUD Panembahan Senopati Bantul terdapat 408 pasien (Kusmiati, 2019)

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian terkait Profil terapi antianemia pada Pasien dengan PGK-HD di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

METODE

Jenis penelitian adalah observasional deskriptif dengan menggunakan data retrospektif data rekam medis pasien PGK-HD di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah populasi terjangkau yaitu data rekam medis pasien PGK- HD di RSUD Panembahan Senopati Bantul periode tahun 2020. Sampel yang digunakan

adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik sampling adalah purposive sampling. Langkah pertama tahapan pengambilan data adalah dengan menseleksi rekam medis satu persatu yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sampai didapatkan jumlah rekam medis yang sesuai dengan perhitungan besar sampel yaitu 82 sampel. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara diskriptif.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah formulir pengambilan data. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah data rekam medis dari pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, pengumpulan data dilakukan di unit rekam medis Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul. Data yang akan diambil adalah jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, lama HD, frekuensi HD, terapi anemia, penyakit penyerta, kadar Hb sebelum dan sesudah HD.

Analisis Data

Data karakteristik pada pasien PGK-HD di analisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini telah memenuhi kode etik dan telah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran UKDW dengan No. 1330/C.16/FK/2021.

Besar sampel sesuai dengan perhitungan sebanyak 82 pasien. Data penelitian meliputi karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), dan karakteristik klinis (penyakit penyerta, lama hemodialisis, frekuensi hemodialisis per minggu dan terapi anemia yang diterima oleh pasien).

Gambaran Karakteristik Demografi Pasien

Karakteristik demografi pasien PGK yang menjalani hemodialisis dan menderita anaemia di RSUD Panembahan Senopati Bantul dapat dilihat pada tabel 1.

1. Usia

Salah satu faktor risiko yang tidak dapat dihindari pada penyakit degeneratif adalah usia.

Dengan bertambahnya usia, fungsi organ tubuh termasuk ginjal akan mengalami penurunan

(3)

Link journal 631

dengan bertambahnya umur, semakin bertambah umur semakin meningkat pula risiko untuk mengalami PGK (Yulianto et al., 2017). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa PGK paling banyak diderita oleh pasien usia 55-64 tahun. Penelitian lainnya melaporkan bahwa perbandingan pasien PGK dengan rentang usia 56-65 tahun mempunyai persentase tertinggi (28%), sedangkan pasien gagal ginjal kronik dengan rentang usia 17-25 tahun mempunyai persentase terendah (2%) (Megawati et al., 2020).

Pertambahan usia berbanding lurus dengan terjadinya perubahan fisiologis yaitu terjadinya ketidakseimbangan elektrolit, dan penurunan creatinine (Violita & Mardiana, 2022).

Tabel 1. Gambaran Karakteristik Demografi Keterangan Jumlah (n=82) Presentase (%) Usia

25-34 Tahun 6 7,3

35-44 Tahun 11 13,4

45-54 Tahun 23 28,0

55-64 Tahun 37 45,1

>65 Tahun 5 6,1

Jenis Kelamin

Laki-laki 56 68,3

Perempuan 26 31,7

Pendidikan Terakhir

Tidak bersekolah 3 3,7

SD 22 26,8

SMP 11 13,4

SMA 36 43,9

Diploma/Sarjana 10 12,2

Pekerjaan

Tidak kerja/IRT/Pensiunan 11 13,4

TNI/Polri/PNS 13 15,9

Buruh 15 18,3

Swasta 23 28,0

Pedagang/Petani 10 12,2

Lain-lain 10 12,2

2. Jenis Kelamin

Dari tabel dapat dilihat bahwa jenis kelamin laki-laki mempunyai persentase yang paling besar (68,3%). Pada penelitian lainnya juga memberikan hasil yang sama dimana jumlah pasien PGK laki-laki lebih besar (56%) (Megawati et al., 2020).

Kejadian PGK pada laki-laki dua kali lebih besar dibanding perempuan, dikarenakan pria sering mengalami penyakit sistemik seperti hipertensi, diabetes melitus dan gangguan fungsi ginjal (Megawati et al., 2020). Selain itu, jumlah pasien laki-laki cenderung lebih banyak daripada perempuan dikarenakan faktor pekerjaan pada laki-laki lebih berat baik dari segi beban fisik maupun beban mental yang dialaminya dan faktor gaya hidup yang lebuh berisiko terkena penyakit

ginjal kronis seperti merokok dan konsumsi junk food yang dapat menyebabkan ginjal bekerja lebih keras (Yulianto et al., 2017). Hasil riset lainnya menyebutkan bahwa sebanyak 0,42%

terjadi pada laki-laki dan 0,35% terjadi pada perempuan (Kemenkes, 2018).

Menurut riset lainnya (Violita & Mardiana, 2022) melaporkan bahwa jenis kelamin bukanlah faktor utama penyebab terjadinya anemia pada PGK, tetapi terdapat faktor lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia seperti defisiensi besi, kehilangan darah (perdarahan saluran cerna, hematuria), usia eritrosit yang singkat karena terjadinya hemolisis, adanya tekanan terhadap sumsum tulang oleh substansi uremik, dan proses inflamasi akut maupun kronik.

Penelitian lain melaporkan sebaliknya bahwa Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (55%) dan dilaporkan juga bahwa prognosis PGK pada perempuan berhubungan dengan kurangnya kemampuan untuk mengontrol gula darah, sedangkan pada laki-laki prognosis PGK dikaitkan dengan rendahnya pengontrolan terhadap proteinuria (Ariyani et al., 2019).

3. Pendidikan Terakhir

Tingkat Pendidikan bukan faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap pengetahuan dan kualitas hidup reponden, namun perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi cara untuk mencari informasi terkait penyakit dan perawatannya (Suparti, 2016).

Dalam penelitian ini, berdasar tingkat pendidikan, pasien dengan tingkat Pendidikan SMA paling banyak menderita PGK berjumlah 36 dan yang berpendidikan tinggi cenderung lebih kecil, yaitu 10 pasien (12,2%). Penelitian lainnya melaporkan hal yang sama bahwa PGK paling banyak diderita oleh pasien dengan tingkat pendidikan SMA (46,2%) (Saputra et al., 2020).

Semakin tinggi tingkat Pendidikan akan mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih tinggi sehingga dapat lebih mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi, sehingga dapat membantu individu tersebut dalam membuat keputusan (Agussalim & Muflihatin, 2020).

4. Pekerjaan

Jenis pekerjaan akan berpengaruh pada frekuensi dan distribusi penyakit (Br Perangin, 2020). Sebuah studi di Nicaragua melaporkan bahwa paparan panas disaat bekerja merupakan

(4)

Link journal 632

suatu faktor risiko PGK, hal ini ditunjukkan dari hasil studinya bahwa prevalensi PGK pada populasi pekerja yang membuat batu bata tinggi.

Para pekerja dengan paparan panas, jenis kelamin laki-laki, usia tua, Pendidikan rendah, riwayat keluarga terdekat merupakah faktor risiko PGK [12]. Jenis pekerjaan dapat memicu terjadinya gangguan ginjal, missal pada orang yang bekerja dikantor yang lebih banyak duduk sehingga dapat terjadi terhimpitnya saluran ureter pada ginjal. Pekerjaan berat yang banyak mengeluarkan keringat pada buruh berpotensi mengalami dehidrasi yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit ginjal (Sulaiman, 2019).

Berdasar jenis pekerjaan, dalam penelitian ini PGK dominan diderita oleh pasien dengan status pekerjaan swasta. Penelitian lain juga melaporkan bahwa yang paling banyak adalah karyawan swasta (Badariah et al., 2017).

Gambaran Karakteristik Klinis Pasien

Karakteristik klinis pasien PGK dengan anemia dapat mempengaruhi pemilihan terapi yang akan diterima pasien. Data klinis pasien anemia dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Gambaran Karakteristik Klinis

Keterangan Jumlah

(n=82)

Presentase (%)

a) Tanpa Penyakit Penyerta 4 4,9

b) Penyakit Penyerta

1. Diabetes Mellitus 21 25,6

2. Hipertensi 34 41,5

3. Penyakit Kardiovaskuler 13 15,9 4. Penyakit Saluran Kencing

Lain

5 6,1

5. Tuberkulosis 3 3,7

6. Lain-lain 2 2,4

Lama Hemodialisis

0 – 1 Tahun 26 31,7

1,1 – 3 Tahun 41 50,0

3,1 – 5 Tahun 7 8,5

>5 Tahun 8 9,8

Frekuensi Hemodialisis

1x seminggu 24 29,3

2x seminggu 53 64,6

3x seminggu 5 6,1

Kadar Hemoglobin a) Sebelum Hemodialisis

1. 6-8 g/dL 45 54,9

2. 9-10 g/dL 34 41,5

3. >11 g/dL 3 3,7

b) Setelah Hemodialisis

1. 7-8 g/dL 13 15,9

2. 9-10 g/dL 50 61,0

3. >11 g/dL 19 23,2

1. Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta terbanyak adalah hipertensi sebanyak 34 pasien (41,5%). Posisi

kedua terbanyak adalah penyakit Diabetes Melitus berjumlah 21 pasien (25,6%).

Penelitian juga memberikan laporan yang sama bahwa penyakit hipertensi menempati persentase tertinggi diikuti penyakit diabetes melitus (Violita & Mardiana, 2022).

Hipertensi dapat dipengaruhi oleh penyakit gagal ginjal kronis. Kondisi tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung, resistensi vascular sistemik, dan volume sirkulasi. Volume sirkulasi dipengaruhi oleh penanganan natrium yang dikerjakan oleh ginjal. Ginjal dan tekanan darah mempunyai korelasi dalam mengekskresikan natrium.

Eksresi natrium dapat berkurang karena gangguan fungsi ginjal dan terjadi hipertensi, sehingga akan sulit membedakan secara klinis mana yang primer dari kedua penyakit tersebut (Darojah, 2019).

Penurunan fungsi ginjal pada seseorang dengan penyakit diabetes melitus ditunjukkan dengan adanya mikroalbuminuria yaitu peningkatan ekskresi albumin lebih besar dari 30 mg per hari disinyalir bertanggung terjadinya nefropati diabetic dan bisa berkembang menjadi proteinuria dan berlanjut terjadinya penurunan laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal terminal. Penderita diabetes melitus tipe 1 dan 2 (30%-40% dan 20%-30%) dapat mengalami nefropati diabetic yang dapat berkembang menjadi penyakit ginjal kronis (Rivandi &

Yonata, 2015).

Adanya anemia pada pasien penyakit ginjal kronik dapat digunakan sebagai prediktor risiko terjadinya kejadian kardiovaskular dan prognosis PGK sendiri (Sanjaya et al., 2019).

Penyakit kardiovaskular dan PGK saling berhubungan erat karena saling menyebabkan disfungsi organ. Pada penderita PGK terjadi inflamasi kronis, dimana inflamasi tersebut berperan dalam patogenesis aterosklerosis pada peyakit kardiovaskular. Studi epidemiologi di China mengungkapkan bahwa kematian pada pasien kardiovaskular yang menjalani dialisis mencapai 44,2-51% (Arianti et al., 2020). Selain itu, pasien yang mempunyai riwayat ISK mempunyai risiko 3 kali lebih tinggi untuk penyakit ginjal kronik dibandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat ISK dan secara statistik merupakan faktor risiko yang bermakna (Wardani, 2014).

(5)

Link journal 633

2. Lama Hemodialisis

Berdasar kategori lamanya menjalani HD, paling lama adalah 1,1 sampai 3 tahun sebanyak 41 pasien (50,0%) dan terendah yaitu selama 3,1 sampai 5 tahun berjumlah 7 pasien (8,5%). Riwayat penyakit sebelumnya dapat mempengaruhi lama penyakit ginjal kronik dan dapat berakibat pada masalah kesehatan baru yang berlanjut yaitu fungsi tubuh akan mengalami penurunan sehingga mengganggu dalam kehidupan sehari-hari (Kamil et al., 2018)

Penelitian lainnya (Kamil et al., 2018) melapaorkan lama pasien menjalani HD paling banyak adalah lebih dari 12 bulan. Dalam penelitian ini pasien yang menjalani hemodialisis 65% dari jumlah keseluruhan responden yang diteliti telah menjalani lebih dari 12 bulan, bahkan sudah bertahun-tahun lamanya. Hal ini menggambarkan jika pasien sudah terbiasa serta lebih percaya diri dan berani dalam tindakan hemodialisis (Kamil et al., 2018). Seiring dengan lamanya pasien menjalani hemodialisis, maka tingkat pengetahuan pasien tentang seberapa pentingnya menjalani hemodialisis meningkat (Wua et al., 2019).

3. Frekuensi Hemodialisis

Berdasar frekuensi, paling banyak adalah dua kali perminggu sebanyak 53 pasien (64,6%) dan yang paling rendah tiga kali perminggu sebanyak 5 pasien (6,1%).

Penelitian lainnya juga melaporkan bahwa frekuensi HD terbanyak adalah dua kali perminggu mencapai 61,1% (Suciana et al., 2020). Frekuensi HD per minggu di Indonesia terbanyak yaitu frekuensi 2 kali seminggu.

Frekuensi HD 2 kali seminggu dapat menurunkan komplikasi, tingkat uremia serta mengurangi diuresis residua (PERNEFRI, 2017).

4. Kadar Hemoglobin (Hb)

Peneltian ini melaporkan bahwa kadar Hb pasien PGK-HD sebelum dilakukan HD dan sebelum diberikan terapi antianemia, kadar Hb sebesar 6-8 g/dL (54,9%). Setelah dilakukan HD dan diberikan terapi antianemia, kadar Hb mayoritas sebesar 9-10 g/dL (61,0%).

Penelitian lainnya juga melaporkan hal yang sama dimana pasien PGK-HD juga mengalami

anemia ringan dengan kadar hemoglobin 8 – 9,9 gr/dl (50,9%) (Prasetyo et al., 2018).

Dari hasil penelitian ini peneliti berasumsi bahwa penggunaan terapi anemia sangat efektif digunakan karena mampu meningkatkan kadar Hb pasien. Penelitian lain oleh (Meriyani et al., 2020) menunjukkan bahwa pemberian antianemia efisien dalam menaikkan kadar hemoglobin pasien PGK dan didapatkan data bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar hemoglobin pre- dan post- diberikan terapi antianemia.

Profil Pengobatan Anemia Pada Pasien PGK

Pasien anemia pada PGK-HD mendapatkan terapi anemia baik tunggal maupun kombinasi. Terapi anemia tersebut meliputi asam folat, zat besi, vitambin B2 dan ESA. Profil pengobatan pasien anemia pada pasien PGK-HD di RSUD Panembahan Senopati Bantul dapat dilihat pada tabel berikut:

Ada tiga tipe terapi yang antianemia digunakan yaitu terapi tunggal, kombinasi dua obat dan terapi kombinasi tiga obat. Terapi tunggal merupakan terapi yang paling banyak digunakan (47,6%). Selain Asam Folat, Terapi tunggal yang diberikan kepada pasien PGK-HD adalah Vitamin B12 (4,9%). Penggunaan terapi kombinasi 2 obat yang digunakan ialah Asam Folat + Zat Besi (14,6%), Asam Folat + Vitamin B12 (7,3%) dan Asam Folat + Trnsfusi PRC (20,7%). Untuk terapi kombinasi 3 obat yang sering digunakan adalah Asam Folat + Vitamin B12 + Transfusi PRC (4,9%).

Tabel 3I. Profil Pengobatan Antianemia

Terapi Anemia Jumlah

(n=82)

Presentase (%) Terapi Tunggal

Asam Folat 39 47,6

Vitamin B12 4 4,9

Terapi Kombinasi

Asam Folat dan Zat Besi 12 14,6

Asam Folat dan Vitamin B12 6 7,3

Asam Folat dan Transfusi PRC 17 20,7 Asam Folat, Vitamin B12 dan

Transfusi PRC

4 4,9

Dalam penelitian didapatkan bahwa terapi mayoritas untuk anemia adalah asam folat.

Menurut pinzon, et al (2019), menyatakan bahwa pengobatan anemia pada penyakit ginjal kronis dapat menggunakan Asam folat. Asam folat mampu meningkatkan kadar hemoglobin serta

(6)

Link journal 634

merangsang produksi sel darah merah. Asam folat mempunyai peran dalam pemulihan dan pemeliharaan hematopoiesis normal.

Penggunaan asam folat dapat meningkatkan kadar hemoglobin pasien (Alvionita et al., 2016).

Asam folat menjadi mayoritas mungkin untuk mengkoreksi terlebih dahulu status besi, karena untuk memulai terapi ESA, jika ditemukan defisiensi besi maka harus dikoreksi terlebih dahulu menjadi status normal yang salah satunya menggunakan asam folat (Kandarini, 2016).

Selain itu, asam folat menjadi obat mayoritas mungkin dikarenakan penelitian lainnya melaporkan hasil yang berbeda, dimana terapi tunggal yang paling banyak digunakan adalah Epoetin Alfa (59%) dan transfusi darah (15%) (Megawati et al., 2020). Pada evaluasi anemia memberi kemungkinan diagnosis anemia defisiensi besi dapat diterapi dini dan tepat.

Sebelum terapi ESA harus dilakukan pemeriksaan status besi. Kadar zat besi memenuhi kriteria cukup sebagai syarat dimulainya terapi ESA jika nilai saturasi transferin (satT) > 20 % dan kadar feritin serum > 100 ug/L (untuk pasien pre-dialisis) dan > 200 ug/L (untuk pasien dialisis). Jika terdapat defisiensi besi maka harusl dikoreksi terlebih dahulu sebelum pemberian terapi ESA dilaksankan (Kandarini, 2016).

Terapi ESA dimulai setelah mengetahui faktor lain yang memperberat anemia dan dilakukan evaluasi terlebih dahulu. Selain itu status besi harus cukup untuk memulai terapi ESA. Dalam pemberian ESA harus mempertimbangkan antara potensi manfaat pemberian ESA untuk mengurangi kebutuhan transfusi dan memperbaiki gejala anemia dengan potensi risiko seperti stroke, trombosis akses vaskuler dan hipertensi. Indikasi terapi ESA bila Hb < 10 g/dl dan penyebab lain anemia sudah disingkirkan. Terapi ESA juga harus memenuhi syarat yaitu tidak ada defisiensi besi absolute dan tidak ada infeksi yang berat. Kontra indikasi ESA adalah bila hipersensitif terhadap ESA. Perlu juga diperhatikan pada terapi ESA adalah tekanan darah yang tinggi serta hiperkoagulasi.

Keputusan untuk memulai terapi ESA harus melihat kebutuhan pasien secara individu, ada kemungkinan pasien tertentu sudah membutuhkan ESA dan lebih mendapatkan manfaat bila dimulai pada tingkat Hb > 10 g/dL (Kandarini, 2016).

Menurut (KDIGO, 2020), Pemberian transfusi darah dengan Packed Red Cell (PRC)

harus mempertimbangkan manfaat dan resikonya. Pemberian transfusi dipertimbangkan jika manfaat lebih besar disbanding risiko yang ditimbulkannya misalnya dalam keadaan klinis mendesak yang memerlukan koreksi anemia segera seperti pada kadar Hb yang kurang dari 7 g/dl.

Dari data diatas, peneliti dapat berasumsi bahwa terapi seperti asam folat dan B12 dapat diberikan sebagai penunjang agar terapi optimal, selain itu terapi yang adekuat dapat mempertahankan target hemoglobin. Namun, saat ini terapi Asam Folat masih menjadi pilihan utama terapi anemia pada pasien gagal ginjal kronik di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Pada pasien PGK yang diterapi asam folat bisa menurunkan risiko perkembangan PGK sampai 21% dan tingkat penurunan eGFR sampai 10%

pada pasien hipertensi. Pada pasien PGK yang mempunyai kadar vitamin B12 tinggi didalam darah, pemberian terapi asam folat bisa dikaitkan dengan penurunan perkembangan PGK sampai 83%. Penggunaan terapi asam folat secara tunggal maupun kombinasi pada penderita penyakit ginjal kronis dapat mengurangi kadar plasma homosistein dan dapat mencegah progresivitas penyakit ginjal kronis (Li et al., 2020).

KESIMPULAN

Terapi antianemia yang paling banyak digunakan adalah asam folat sebagai terapi tunggal diikuti terapi kombinasi asam folat ditambah transfusi darah merah.

DAFTAR PUSTAKA

A.Manggau, M., Insani, N., & Kasim, H. (2018).

Analisis Efektivitas Terapi Pada Pasien Anemia Gagal Ginjal Hemodialisis Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. MFF, 22(1), 13–15.

Agussalim, A., & Muflihatin, S. (2020). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisa menggunakan Metode Literatur Review. Borneo Student Research, 2(2), 866–871.

Alvionita, Ayu, W. D., & Masruhim, M. A. (2016).

Pengaruh Penggunaan Asam Folat Terhadap Kadar Hemoglobin Pasien Penyakit Ginjak Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rsud Abdul Wahab Sjahranie. 3(3), 179–184.

(7)

Link journal 635

Arianti, Rachmawati, A., & Marfianti, E. (2020).

Karakteristik Faktor Resiko Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani Hemodialisa di RS X Madiun. Biomedika, 12(1), 36–43.

Ariningrum, F. (2019). Gambaran Terapi Anemia pada Pasien Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisa di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Temanggung Periode Oktober-Desember 2019. 1–5.

Ariyani, H., Hilmawan, R. G., Lutfi S, B., Nurdianti, R., Hidayat, R., & Puspitasari, P. (2019).

Gambaran Karakteristik Pasien Gagal Ginjal Kronis Di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Dr.Soekardjo Kota Tasikmalaya.

Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan, 3(2), 1–6.

Badariah, Kusuma, F. H. D., & Dewi, N. (2017).

Karakteristik Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Kabupaten Kotabaru. Nursing News, 2(2), 281–285.

Br Perangin, R. (2020). Gambaran Karakteristik Pasien Hemodialisa Tahun 2020.

Darojah, A. R. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Chronic Kidney Disease (CKD) dengan Kelebihan Volume Cairan Di Ruangan Agate Atas Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut. C, 1–95.

Fitriyana, & Tri, W. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Pemberian Aromatherapy Lavender untuk Menurunkan Kecemasan di Ruang Hemodialisa RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. STIKES Muhammadiyah Samarinda.

Garini, A., Kesehatan, J. A., & Palembang, P.

(2018). Kadar Hemoglobin pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang, 13(2).

Ismatullah, A. (2015). Terapi Anemia pada Pasien Gagal Ginjal Kronik. Medula Unila, 4(2).

Kamil, I., Agustina, R., & Wahid, A. (2018).

Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Ulin Banjarmasin.

Dinamika Kesehatan, 9(2), 366–377.

Kandarini, Y. (2016). Penatalaksana Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik. Usdi Universitas Udayana, 1–6.

Karimullah, M. I. (2014). Hubungan Pendidikan, Pengetahuan, Sikap Dengan Penggunaan Alat Pelindung Telinga Pt. Primatexco

Indonesia. Unnes Journal of Public Health, 2(3), 1–9.

Karya, K. W. S., Praptika, N. L. P., Nurbudhi, N.

Y. T., & Kandarini, Y. (2021). Perbandingan efektivitas dan keamanan antara roxadustat dan epoetin alfa sebagai terapi anemia pada pasien yang menjalani hemodialisis reguler:

meta analisis. Intisari Sains Medis, 12(3), 768.

KDIGO. (2020). Clinical Practice Guideline for Diabetes Management in Chronic Kidney Disease. 98(4).

Kemenkes. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018.

Kementrian Kesehatan. (2017). Infodatin.

Kurniawati, A., & Asikin, A. (2018). Gambaran Tingkat Pengetahuan Penyakit Ginjal Dan Terapi Diet Ginjal Dan Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis Di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. Amerta Nutrition, 2(2), 125.

Kusmiati. (2019). Mengetahui Hubungan Antara Self Efficacy Dengan Kepatuhan Menjalani Terapi Hemodialisis pada Pasien PGK di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

Li, Y., Spence, J. D., Wang, X., Huo, Y., Xu, X., &

Qin, X. (2020). Effect of Vitamin B12 Levels on the Association Between Folic Acid Treatment and CKD Progression: A Post Hoc Analysis of a Folic Acid Interventional Trial. American Journal of Kidney Diseases, 75(3), 325–332.

Lydia, A. (2020). Peran Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis dalam Pemerataan Layanan Pengganti Ginjal di Indonesia.

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(3), 186–

193.

Mailani, F. (2017). Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis: Systematic Review. NERS Jurnal Keperawatan, 11(1), 1.

Megawati, S., Restudiarti, A., & Kurniasih, S.

(2020). Evaluasi Penggunaan Obat Anemia Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang Tahun 2018.

Jurnal Farmagazine, 7(2), 43.

Meriyani, H., SARTIKAWATI, N. K. A., & Putra, I.

M. A. S. (2020). Pengaruh Penggunaan Antianemia Terhadap Kadar Hemoglobin Pasien Gagal Ginjal Kronik. Jurnal Ilmiah Medicamento, 5(2), 105–110.

Nuryati, T., Kusumawati, D., Andayani, T. M., &

Irijanto, F. (2016). Efek Terapi Iron Dextran Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik

(8)

Link journal 636

Hemodialisis Rutin Di Rumah Sakit Effects Of Iron Dextran Therapy On Chronic Kidney Disease Patients Receiving Regular Hemodialysis At Hospital. Manajemen Dan Pelayanan Farmasi, 6(2), 125–132.

PERNEFRI. (2017). 10 th Report Of Indonesia Renal Registry. 1–40.

PERNEFRI. (2018). 11th report Of Indonesian renal registry 2018. Indonesian Renal Registry (IRR), 14–15.

Pinzon, R. T., Padmanaba, M. B. H., Pramudita, E. A., & Sugianto. (2019). Pola Terapi Pada Faktor Risiko Kardiovaskuler Pasien Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, 6(1), 32.

Pranandari, R., & Supadmi, W. (2015). Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik Di Unit Hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo.

Majalah Farmaseutik,A, 11(2), 316–320.

Prasetyo, A., Pranowo, S., Handayani, N., Al- Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap, S., &

Kabupaten Cilacap, R. (2018). Katrakteristik Pasien Gagal Ginjal yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUD Cilacap. Prosiding Seminar Nasional Dan Diseminasi Penelitian Kesehatan STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya.

Rahayu, F., Ramlis, R., & Fernando, T. (2018).

Hubungan Frekuensi Hemodialisis Dengan Tingkat Stres Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal Kesehatan, 7(2), 1–7.

Rivandi, J., & Yonata, A. (2015). Hubungan Diabetes Melitus Dengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik. Jurnal Majority, 4(9), 27–34.

Rosati, A., Ravaglia, F., & Panichi, V. (2018).

Improving Erythropoiesis Stimulating Agent Hyporesponsiveness in Hemodialysis Patients: The Role of Hepcidin and Hemodiafiltration Online. Blood Purification, 45(1–3), 139–146.

Sanjaya, A. A. G. B., Santhi, D. G. D. D., &

Lestari, A. A. W. (2019). Gambaran Anemia Pada Pasien Penyakit Gnjal Kronil Di RSUP Sanglah Pada Tahun 2016. Jurnal Medika Udayana, 8(6).

Saputra, B. danang, Sodikin, S., & Annisa, S. M.

(2020). Karakteristik Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Yang Menjalani Program Hemodialisis Rutin Di RSI Fatimah Cilacap.

Tens : Trends of Nursing Science, 1(1), 19–

28.

Suciana, F., Hidayati, I. N., & Kartini. (2020).

Korelasi Lama Dan Frekuensi Hemodialisa Dengan. Journal Kesehatan, 15(1), 13–20.

Sudhana, I. wayan. (2017). Pathogenesis Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik. PKB-Trigobyn Sudema Ilmu Penyakit Dalam XXV, 193.

Sulaiman, S. S. (2019). Application Of Nursing Care in Patients With Fluid and Electrolyte Needs in Hemodialisa Room, Labuang Baji Makassar’s Hospital. Journal of Health, Education and Literacy, 2(1), 52–60.

Sulistiowati, E., & Idaiani, S. (2015). Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik Berdasarkan Analisis Cross-sectional Data Awal Studi Kohort Penyakit Tidak Menular Penduduk Usia 25- 65 Tahun di Kelurahan Kebon Kalapa, Kota Bogor Tahun 2011. Buletin Penelitian Kesehatan, 43(3), 14–17.

Suparti, S. & U. (2016). Perbedaan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Frekuensi dan Lama Hemodialisis Di RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Medisains, 14(2), 50–58.

Susilana, R. (2015). Modul Populasi dan Sampel.

In Modul Praktikum.

Tamsil, Y., Moeis, E. S., & Wantania, F. (2019).

Gambaran Anemia pada Subjek Penyakit Ginjal Kronik Stadium 4 dan 5 di Poliklinik Ginjal-Hipertensi RSUP Prof. Dr. R. D.

Kandou. E-CliniC, 8(1), 60–66.

Violita, S., & Mardiana, N. (2022). Karakteristik Pasien Anemia Pada End Stage Renal Disease (ESRD) dengan Hemodialisis di Instalasi Hemodialisis RSUD Dr. Soetomo.

Syntax Literate, 7(8.5.2017), 2003–2005.

Wardani, M. A. F. (2014). Hubungan Batu Saluran Kemih dengan Penyakit Ginjal Kronik di Rumah Sakit An-Nur Yogyakarta Periode Tahun 2012-2013. Pontificia Universidad Catolica Del Peru, 8(33), 44.

Wiciński, M., Liczner, G., Cadelski, K., Kołnierzak, T., Nowaczewska, M., & Malinowski, B.

(2020). Anemia of Chronic Diseases: Wider Diagnostics-Better Treatment. Anemia of Chronic Diseases: Wider Diagnostics-Better Treatment, 12(6), 1–17.

Wua, T. C. ., Langi, F. L. F. ., & Kaunang, P. . K.

(2019). Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis Di Unit Hemodialisis Rumah Sakit Umum Pusat. Dr. R.D. Kandau Manado. Kesmas, 8(7), 127–136.

Yulianto, D., Basuki, H., & Widodo, W. (2017).

Survival Analysis of Patients with Chronic Kidney Disease with Hemodialysis in Dr.

(9)

Link journal 637

Soetomo Surabaya. Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS.Dr. Soetomo, 3(35).

Referensi

Dokumen terkait

Subyek penelitian adalah pasien penyakit ginjal kronis yang dilakukan hemodialisis reguler melalui akses vaskular kateter hemodialisis double lumen. Pasien akan diikuti sampai

Hal ini memperlihatkan bahwa semua subjek penelitian yaitu pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dukungan sosial keluarga pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di RSUD Kraton

yang dalam yaitu dengan skor indeks periodontal 4, pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis, yang mirip dengan penderita periodontitis kronis..

Hal ini memperlihatkan bahwa semua subjek penelitian yaitu pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani terapi hemodialisis di Unit Hemodialisa RSAU dr.. Kualitas hidup

Hal inilah yang dapat menyebabkan penurunan produksi saliva sehingga muncul keluhan xerostomia pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.

Isi clinical pathway pneumonia yang ada di RSUD Panembahan Senopati Bantul sudah sesuai dengan IDAI dan WHO sehingga para staf yang terlibat dalam clinical pathway pneumonia ini