• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal Praktikum Pengolahan Limbah

N/A
N/A
Millatul Karimah

Academic year: 2024

Membagikan "Proposal Praktikum Pengolahan Limbah"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Proposal

Praktikum Pengolahan Limbah

Kelompok8 :

Chelvy Helena Sequira 2131410080 Fariz Ahmad Nurfaizi 2131410087 Nasywa Nabilla 2131410027

Prodi D-IIII Teknik Kimia

Jurusan Teknik Kimia - Politeknik Negeri Malang

Tahun 2024

(2)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencemaran lingkungan merupakan suatu kondisi di mana makhluk hidup, zat energi, atau komponen lain masuk atau berubah di dalam lingkungan, akibat kegiatan manusia, sehingga kualitas lingkungan menurun hingga tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya ((Undang- Undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4, 1982). Peristiwa ini dikenal sebagai polusi, sedangkan zat atau bahan yang dapat menyebabkan pencemaran disebut sebagai polutan. Salah satu upaya untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan adalah dengan memanfaatkan atau mengolah bahan-bahan sebelum dibuang ke lingkungan.

Salah satu contoh limbah yaitu berasal dari industri tahu. Tahu sendiri adalah makanan tradisional yang terbuat dari kedelai dan populer di kalangan masyarakat Indonesia. Kesenangan masyarakat terhadap rasa tahu yang lezat, harga terjangkau, serta kandungan protein tinggi mendorong sebagian dari mereka untuk terlibat dalam industri tahu.

Proses produksi tahu menggunakan teknologi sederhana, membuatnya terjangkau dan mudah dipahami oleh masyarakat. Data dari Badan Pusat Statistik Indonesia (2017) menunjukkan bahwa konsumsi tahu per kapita meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah industri tahu di negara ini. Faktor-faktor ini, termasuk teknologi yang digunakan dalam industri tahu sederhana sehingga tingkat penggunaan sumber daya relaitf kecil (Subekti, 2011).

Meskipun industri tahu memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk tahu,

1

(3)

namun proses produksi industri ini juga menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun cair. Limbah padat umumnya dapat dijual atau diolah menjadi produk lain, seperti tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, atau tepung ampas tahu. Namun, limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi tahu seringkali menjadi masalah lingkungan karena sebagian besar industri menyalurkannya langsung ke saluran pembuangan tanpa pengolahan terlebih dahulu.

Penggunaan air yang cukup besar dalam proses produksi tahu menghasilkan jumlah limbah cair yang signifikan. Limbah cair tersebut, jika tidak diolah dengan baik, dapat menjadi sumber pencemaran bagi lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengolahan limbah yang bertujuan untuk mengurangi risiko pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkan oleh industri tahu.

Beberapa penelitian sebelumnya telah mengkaji kualitas limbah tahu secara umum, namun masih sedikit yang melakukan analisis terhadap setiap tahapan proses produksi tahu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kualitas air limbah di industri tahu secara lebih spesifik pada setiap tahapan proses produksi, baik secara fisika maupun kimia, guna mengidentifikasi potensi pencemaran lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh kegiatan industri tahu.

1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Masalah

(4)
(5)

BAB 2 PEMBAHASAN

Pengolahan Air Limbah Secara Adsorpsi

2.1 Pengolahan Air Limbah Secara Adsorpsi 2.2.1 Dasar Teori

Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapannya. Adsorpsi merupakan proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan melakat pada permukaan padatan. Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul- molekul gas atau cair dikontakkan dengan sesuatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul-molekul tadi mengembun pada permukaan padatan dan sebagian dari molekul-molekul tadi mengembun pada permukaan padatan tersebut. Adsorpsi adalah serangkaian proses yang terdiri atas reaksireaksi permukaan zat padat (adsorben) dengan zat pencemar (adsorbat), baik pada fase zair maupun gas. Dikarenakan fenomena permukaan, maka kapasitas adsorpsi dari suatu adsorben merupakan fungsi luas permukaan spesifik.

Adsorpsi akan terkonsentrasi pada tapak permukaan yang memiliki energi lebih tinggi. Aktivasi adsorben akan menaikkan energi pada permukaannya sehingga dapat meningkatkan tarikan terhadap molekul adsorbat. Adsorben yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah adsorben yang dihasilkan dari pemanfaatan media bambu yang tidak di pakai lagi sebagai bahan baku untuk membuat adsorben.

(6)

Pada dasarnya adsorpsi dibagi menjadi 2 proses yaitu:

1) Adsorpsi Fisik

Adsorpsi fisik ini berhubungan dengan gaya Van der Waals dan merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dan adorben lebih besar daya tarik menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan adsorben. Adsorpsi fisik ini terjadi pada zat-zat yang bersuhu rendang dengan adsorpsi relatif rendah.

2) Adosrpsi Kimia

Adsorpsi kimia yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dan zat terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan terjadi berdasarkan ikatan kimia antara adsorbent dengan zat yang teradsorpsi (adsorbat), sehingga dibandingkan dengan adsorpsi fisik, kerja yang terjadi jauh lebih besar begitu juga dengan panas adsorpsi dibanding dengan adsorpsi fisik, selain itu adsorpsi kimia terjadi pada suhu yang tinggi. Sebab terjadinya ikatan kimia, maka pada permukaan adsorbent dapat berbentuk suatu lapisan dan apabila hal ini berlanjut maka adsorbent tidak akan mampu lagi menyerap zat lainnya. Dan proses adsorpsi secara kimia ini bersifat irreversible

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi adsorpsi antara lain adalah agitasi, kelarutan adsorbat, ukuran pori adsorben, pH, suhu absolut (suhu adsorbat), waktu kontak, serta karakteristik adosrben.

Karakteristik adsorben yang dibutuhkan unuk adsorpsi adalah sebagai berikut:

1) Luas permukaan adsorben. Semakin besar luas permukaan maka semakin besar pula daya adsorpsinya, karena proses adsorpsi terjadi pada permukaan adsorben.

(7)

2) Luas permukaan adsorben. Semakin besar luas permukaan maka semakin besar pula daya adsorpsinya, karena proses adsorpsi terjadi pada permukaan adsorben.

3) Kemurnian adsorben. Adsorben yang memiliki tingkat kemurnian tinggi, daya adsorpsinya lebih baik.

Jenis/gugus fungsi atom yang ada pada permukaan adsorben.

Sifat-sifat atom di permukaan berkaitan dengan interaksi molekuler antara adsorbat dan adorben yang lebih besar pada adsorbat tertentu

Jenis-jenis adsorben yang digunakan pada proses adsorpsi fisika, sebagai berikut:

1) Aktif Karbon

Aktif karbon dapat dibuat dari batu bara, kayu, dan tempurung kelapa melalui proses pyrolizing dan carburizing pada temperatur 700 sampai 800°C. Hampir semua adsorbat dapat diserap oleh karbon aktif kecuali air. Aktif karbon dapat 4 ditemukan dalam bentuk bubuk dan granular.

2) Silika Gel

Silika gel cenderung mengikat adsorbat dengan energi yang relatif lebih kecil dan membutuhkan temperatur yang rendah untuk proses desorpsinya, dibandingkan jika menggunakan adsorben lain seperti karbon atau zeolit. Kemampuan desorpsi silika gel meningkat dengan meningkatnya temperatur. Silika gel terbuat dari silika dengan ikatan kimia mengandung air kurang lebih 5%. Pada umumnya temperatur kerja silika gel sampai pada 200°C, jika dioperasikan lebih dari batas temperatur kerjanya maka kandungan air dalam silika gel akan hilang dan menyebabkan kemampuan adsorpsinya hilang.

(8)

3) Zeolit

Zeolit mengandung kristal zeolit yaitu mineral aluminosilicate yang disebut sebagai penyaring molekul. Mineral aluminosilicate ini terbentuk secara alami. Zeolit buatan dibuat dan dikembangkan untuk tujuan khusus, diantaranya 4A, 5A, 10X, dan 13X yang memiliki volume rongga antara 0,05 sampai 0,30 cm3 /gram dan dapat dipanaskan sampai 500 °C tanpa harus kehilangan mampu adsorpsi dan regenerasinya.

4) Alumina

Alumina sering digunakan sebagai adosorben karena memiliki sifat porositas yang baik dan luas permukaan yang tinggi.

Sebagai adosorben, alumina dapat menyerap molekul-molekul gas ke permukaannya melalui gaya-gaya fisik seperti van der Waals, tanpa melibatkan reaksi kimia yang signifikan. Alumina dapat digunakan dalam berbagai aplikasi adsorpsi, termasuk pemurnian gas, penghilangan zat pencemar dari udara atau air, serta dalam proses pemisahan kimia.

2.2.2 Skema Percobaan 1) Tahap Persiapan

Pengecekan stop kontak listrik yang terhubung dengan adsorption kits.

Pengecekan pompa umpan agar beroperasi dengan baik

Persiapan bak umpan dan bak penampung luaran limbah (effluent).

(9)

2) Tahap Percobaan

Pemeriksaan kelengkapan peralatan adsorption kits.

Persiapan alat titrasi untuk titrasi sampel.

Persiapan larutan EDTA untuk dilakukan standardisiasi serta titrasi sampel.

Penyiapan kolom adsorpsi dalam keadaan baik (tidak bocor).

Persiapan adsorben dan menimbangnya sesuai kebutuhan.

Pengesetan laju alir umpan, dengan cara:

- Mengisi bak sampel dengan air sebanyak ± 20 liter - Menjalankan pompa yang terdapat dalam bak dengan

menekan tekan tombol ‘ON’ sakelar

- Mengatur laju alir umpan pada laju tertentu (sesuai arahan pembimbing), dengan cara mengatur bukaan valve input

- Mematikan pompa dengan cara menekan tombol ‘OFF’

Pengisian bak dengan air limbah artificial waste atau air limbah asli sebanyak ± 20 liter (bertahap).

Pengisian kolom adsorpsi dengan adsorben pada berat tertentu.

Pengaktifan pompa untuk mengalirkan air limbah ke dalam kolom adsorpsi

Penampungan luaran (effluent) dari kolom adsorpsi yang keluar dari valve output menggunakan beaker glass

setiap interval waktu 5 menit hingga 60 menit.

Analisis kadar kesadahan dan analisis kekeruhannya

(10)

2.2.3 Tabel Data Pengamatan 1) Data Awal Percobaan

Percobaan 1:

- Volume air limbah : ... L - Kadar Ca++ : ... ppm - Flowrate influent : ... L/mnt - Jenis adsorben : ...

- Berat adsorben : ... g & ... g Percobaan 2:

- Volume air limbah : ... L - Kadar Ca++ : ... ppm - Flowrate influent : ... L/mnt - Jenis adsorben : ...

- Berat adsorben : ... g & ... g

Penghentian percobaan dan stop kontak listrik adsorption kits dicabut

Pengulangan percobaan untuk jenis atau berat adsorben yang berbeda

Analisis/mengukur kadar kesadahan total da kekeruhan air limbah hasil adsorpsi dengan menggunakan titrasi

EDTA dan turbidity meter.

(11)

2) Data Hasil Percobaan

Waktu, (menit)

Percobaan 1 Percobaan 2

Berat Adsb: .... g Berat Adsb : .... g Berat Adsb : .... g Berat Adsb : .... g EDTA

(ml) Turbidity

(NTU) EDTA

(ml) Turbidity

(NTU) EDTA

(ml) Turbidity

(NTU) EDTA

(ml) Turbidity (NTU) 0

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

3) Data Tambahan :

- Volume pH buffer 10 : ... mL - Volume sampel untuk uji kesadahan : ... mL

(12)

Pengolahan Air Limbah Secara Koagulasi Flokulasi

2.2 Pengolahan Air Limbah Secara Koagulasi dan Flokuasi 2.2.1 Dasar Teori

Koagulasi adalah proses destabilisasi koloid dalam air limbah melalui penambahan bahan-bahan kimia (koagulan) sehingga terjadi gaya tarik menarik antara padatan tersuspensi (bermutan negatif) dengan koagulan (bermutan positif) yang disebabkan karena adanya pengadukan cepat sehingga membentuk gumpalan (flok). Sedangkan flokulasi adalah proses untuk perbesaran penggumpalan partikel (flok) melalui pengadukan lambat. Secara garis besar mekanisme pembentukan flok terdiri dari empat tahap, yaitu;

1) Tahap destabilasi partikel koloid 2) Tahap pembentukan partikel koloid 3) Tahap penggabungan mikroflok 4) Tahap pembentukan mikroflok

Proses koagulasi dan flokulasi dalam pengolahan air berfungsi untuk:

1) Menghilangkan kekeruhan dan warna 2) Menghilangkan kadar solid

3) Menghilangkan kandungan bakteri yang terdapat dalam air 4) Menghilangkan algae dalam kolom distilasi

5) Menghilangkan kesadahan

Koagulan merupakan bahan kimia yang dibutuhkan untuk membantu proses pengendapan partikel–partikel kecil (padatan tersuspensi) yang tidak dapat mengendap dengan sendirinya (secara

(13)

gravitasi). Kekeruhan dan warna dapat dihilangkan melalui penambahan koagulan atau sejenis bahan– bahan kimia lainnya.

Beberapa jenis koagulan yang sering digunakan dalam pengolahan air limbah, antara lain: Alumunium sulfat (Al2(SO4)3.14H2O), Sodium aluminate (NaAlO2), Ferrous sulfate (FeSO4.7H2O), Ferrie sulfate (Fe2(SO4)3), PAC (Poly Alumunium Chloride).

1) Alumunium sulfat atau biasanya disebut tawas, bahan ini sering dipakai karena efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Tawas berbentuk kristal atau bubuk putih, larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, tidak mudah terbakar, ekonomis, mudah didapat dan mudah disimpan. Penggunaan tawas memiliki keuntungan yaitu harga relatif murah dan sudah dikenal luas oleh operator water treatment.

2) Sodium aluminate (NaAlO2) digunakan dalam kondisi khusus karena harganya yang relatif mahal. Biasanya digunakan sebagai koagulan sekunder untuk menghilangkan warna dan dalam proses pelunakan air dengan lime soda ash. Sedangkan Ferrous sulfate (FeSO4.7H2O) dikenal sebagai Copperas, bentuk umumnya adalah granular. Ferrous Sulfate dan lime sangat efektif untuk proses penjernihan air dengan pH tinggi (pH > 10).

3) Ferrie sulfate (Fe2(SO4)3) mampu untuk menghilangkan warna pada pH rendah dan tinggi serta dapat menghilangkan Fe dan Mn.

4) Ferrie chloride (FeCl3.6H2O) dalam pengolahan air penggunaannya terbatas karena bersifat korosif dan tidak tahan untuk penyimpanan yang terlalu lama.

5) PAC (poly alumunium chloride) merupakan polimer alumunium jenis baru sebagai hasil riset dan pengembangan teknologi air

(14)

sebagai dasarnya adalah alumunium yang berhubungan dengan unsur lain membentuk unit berulang dalam suatu ikatan rantai molekul yang cukup panjang, pada PAC unit berulangnya adalah Al-OH. Rumus empirisnya adalah Aln(OH)mCl3n-m, di mana: n

= 2 2,7 < n < 3,9 m > 0. Dengan demikian PAC menggabungkan netralisasi dan kemampuan menjembatani partikel-partikel koloid sehingga koagulasi berlangsung efisien. Namun terdapat kendala dalam menggunakan PAC sebagai koagulan aids yaitu perlu pengarahan dalam pemakaiannya karena bersifat higroskopis.

Faktor-faktor yang memengaruhi proses koagulasi dan flokulasi, antara lain: kualitas air, suhu air, jenis koagulan, koagulan aid, pH air, jumlah garam-garam terlarut dalam air, tingkat kekeruhan air baku, kecepatan pengadukan, waktu pengadukan, dan dosis koagulan.

2.2.2 Skema Percobaan 1) Tahapan Percobaan

Persiapan bak umpan dan bak penampung luaran limbah (effluent).

Pengecekan pompa umpan agar beroperasi dengan baik Pengecekan stop kontak listrik yang terhubung dengan

adsorption kits.

Pengecekan stop contact listik terhubung dengan Jar Test

Pengecekan indikator kecepatan dan waktu dalam keadan ON

Persiapan koagulasi dengan dosis yang telah ditentukan

Persiapan peralatan jar test (flokulator) Persiapan sampel limbah memilikipH 7

Persiapan desikator

Persiapan oven dengan suhu 100 Persiapan Portable Turbiditymeter

Persiapan alat analisis Total Suspended Solid (TSS)

(15)

2) TahapPercobaan

Pengisian wadah (beaker glass) pada alat jar test dengan larutan (air limbah tertentu) sebanyak 800 ml. Kemudian

ukur pH dan kekeruhan awal larutan (air limbah)

Penekanan tombol ON untuk memmulai pengadukan cepat (proses koagulasi)

Pengaturan kecepatan dan waktu koagulasi dengan cara mengatur tombol pengatur kecepatan pada 100 rpmdan waktu 1 menit. Kemudian tambahkan larutan koagulan dengan dengan konsentrasi konsentrasi koagulan sesuai

saran pembimbing sebanyak masing-masing 0 mL, 10 mL, 20 mL, 30 mL, 40 mL, dan 50 mL pada gelas beaker

1, 2, 3, 4 dan 5

Jika pengadukan cepat sudah selesai, selanjutnya setting untuk pengadukan lambat yaitu 30 rpm (variabel) dan waktu pengadukan selama 20 menit. Catat waktu saat pertamakali nampak pembentukan flok. Bila flok yang

terbentuk berukuran besar, maka untuk pengujian berikutnya turunkan kecepatan flokulasi.

Dokumentasikan hasil yang didapat

Pengulangan percobaan dengan menggunakan variabel lainnya, antara lain: dosis koagulan, jenis koagulan, dan

kecepatan pengadukan lambat.

Penghentian pengaduk setelah 20 menit pengadukan, dengan cara menekan tombol ”OFF’ selanjutnya lepaskan pengaduk dari pengikatnya dan biarkan wadah

untuk mengendap selama 30 sampai 45 menit.

Analisis pH dan analisis TSS

(16)

2.2.3 Tabel Data Pengamatan 1) Data Awal Percobaan

Percobaan 1:

-Volume air limbah: ... L -pH: ...

-Jenis Koagulan: PAC / ALUM

-Kadar Koagulan yang ditambahkan: ... ppm -Kec. Pengaduk Cepat : ... rpm

Percobaan 2:

- Volume air limbah: ... L - pH: ...

- Jenis Koagulan: PAC / ALUM

- Kadar Koagulan yang ditambahkan: ... ppm Kec. Pengaduk Cepat : ... rpm

2) Data Hasil Percobaan Vol.

Koagulan yang ditambahka

n (ml)

Percobaan 1

(Koagulan yang ditambahkan: ... ppm) Percobaan 2

(Koagulan yang ditambahkan: ... ppm) Kec. Lambat: ... rpm Kec. Lambat: ... rpm Kec. Lambat: ... rpm Kec. Lambat: ... rpm

Berat Endapan (g)

Turbidit y (NTU)

Berat Endapan (g)

Turbidit y (NTU)

Berat Endapan (g)

Turbidit y (NTU)

Berat Endapan

(g)

Turbidit y (NTU) 0

10 20 30 40 50

3) Data Tambahan :

Tinggi pengendapan: ... cm Volume sampel untuk uji TSS: ...ml Lain-lain:...

(17)

Pengolahan Air Limbah Secara Elektrokoagulasi

2.3 Pengolahan Air Limbah Secara Elektrokoagulasi 2.3.1 Dasar Teori

Elektrokoagulasi adalah proses penggumpalan dan pengendapan serta pengapungan (koagulasi) padatan tersuspensi yang terdapat dalam air oleh kation-anion yang dihasilkan dari suatu elektrode yang dialiri arus listrik searah. Dengan demikian proses elektrokoagulasi merupakan kombinasi proses koagulasi, sedimentasi, flotasi dan elektrolisa.

Prinsip kerja dari sistem ini adalah dengan menggunakan dua buah lempeng elektroda yang dimasukkan ke dalam bejana yang telah diisi dengan air limbah yang akan diturunkan konsentrasi polutannya.

Elektrokoagulasi memasukkan kation logam in situ, secara elektrokimia, dengan menggunakan anoda yang digunakan (biasanya aluminium atau besi). Kation terhidrolisis di dalam air yang membentuk hidroksida dengan spesies-spesies utama yang ditentukan oleh pH larutan. Kation bermuatan tinggi mendestabilisasi setiap partikel koloid dengan pembentukan komplek polihidrosida polivalen.

Gambar 2.1 Mekanisme Elektrokoagulasi (Sumber: Holt, 2002)

(18)

Adapun interaksi-interaksi yang terjadi dalam larutan adalah sebagai berikut:

1) Migrasi menuju muatan elektroda yang berlawanan (elektroporesis) dan netralisasi muatan.

2) Kation ataupun ion hidroksil membentuk sebuah endapan dengan pengotor.

3) Interaksi kation logam dengan OH membentuk sebuah hidroksida dengan sifat adsorbsi yang tinggi selanjutnya berikatan dengan polutan (bridge coagulation).

4) Senyawa hidroksida yang terbentuk membentuk gumpalan (flok) yang lebih besar.

5) Gas hidrogen membantu flotasi dengan membawa polutan kedalam lapisan bulk flok di permukaan cairan.

Dalam proses elektrokoagulasi ter rdapat dua macam reaksi, yaitu reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi pada plat yang berbeda. Dalam sistem elektrokimia dengan anoda terbuat dari aluminium, beberapa kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut.

Katoda (logam inert):

2H2O + 2e → 2OH- + H2

Anode (alumunium):

Al → Al3+ + 3e

(Manty Aldilani Ikaningsih, 2008) telah memberikan gambaran tentang keuntungan dan kerugian dari penggunaan elektrokoagulasi.

Beberapa keuntungan dari proses elektrokoagulasi adalah sebagai berikut.

1) Peralatan yang dibutuhkan sederhana dan mudah dioperasikan 2) Air limbah yang diolah dengan elektrokoagulasi menghasilkan

efluen yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau

(19)

3) Lumpur yang dihasilkan elektrokoagulasi relatif stabil dan mudah dipisahkan karena berasal dari oksida logam. Selain itu, jumlah lumpur yang dihasilkan sedikit

4) Flok yang terbentuk pada elektrokoagulasi memiliki kesamaan dengan flok yang berasal dari koagulasi kimia.Perbedaannya adalah flok dari elektrokoagulasi berukuran lebih besar dengan kandungan air yang sedikit, lebih stabil dan mudah dipisahkan secara cepat dengan filtrasi

5) Elektrokoagulasi menghasilkan efluen dengan kandungan TSS lebih sedikit, sehingga mengurangi biaya recovery bila air hasil pengolahan digunakan kembali.

2.3.2 Skema Percobaan 1) Tahapan Persiapan

2) Tahapah Percobaan

Pengecekan kelengkapan peralatan

Pengecekan kelengkapan elektroda

Pengisian bak, lalumemasukan elektroda dan pengukuran padatan tersuspensi (TSS) awal, pH, dan kekeruhan

Penghubungan elektroda dan menekan tombol ‘ON’

untuk menyalakan

Pengamatan proses

Pengambilan sampling

(20)

Pengukuran padatan tersuspensi (TSS) awal, pH, dan kekeruhan

Pengulangan variabel

Percobaan selesai

(21)

2.3.3 Tabel Data Pengamatan 1) Data Awal Percobaan

Percobaan 1 Percobaan 2

- Volume Air Limbah : ……. L - Volume Air Limbah : ……. L

- pH : ……. - pH : …….

- Jenis elektroda : Al/SS/Fe/ ……. - Jenis elektroda : Al/SS/Fe/ …….

- Kuat arus : ……. Ampere - Kuat arus : ……. Ampere

2) Data Hasil Percobaan

Waktu, t (menit)

Percobaan 1 Percobaan 2

Tegangan : Volt Tegangan : Volt

Berat

Endapan (g) Turbidity

(NTU) Berat

Endapan (g) Turbidity

(NTU) Berat

Endapan (g) Turbidity

(NTU) Berat

Endapan (g) Turbidit y (NTU) 0

5 10 15 20 25

3) Data Tambahan

- Volume sampel untuk uji TSS: . . . mL Lain-lainnya: . . .

(22)

Pengolahan Air Limbah Secara Biologi (AF2B)

2.4 Pengolahan Air Limbah Secara Biologi (AF2B)

2.4.1 Pengertian Pengolahan Air Limbah Secara Biologi (AF2B) Pengolahan air limbah secara biologi (AF2B) adalah penurunan kadar/konsentrasi bahan pencemar (bahan organik maupun anorganik) menggunakan aktivitas mikroorganisme. Berdasarkan kebutuhan oksigen, maka pengeolahan biologi dibedakan menjadi pengolahan secara aerob dan pengolahan secara anaerob. Sedangkan berdasarkan letak/posisi/bentuk mikroorganisme yang digunakan maka pengolahan secara biologi dibedakan menjadi tiga (3), yaitu: Pengolahan atau proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam.

1) Suspended Culture dan Attached Culture

Proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture) adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikroorganime yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain: proses lumpur aktif standar/konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya.

Proses biologis dengan biakan melekat (attached culture) yakni proses pengolahan limbah dimana mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Proses ini disebut juga dengan proses film mikrobiologis atau proses biofilm. Beberapa contoh teknologi

(23)

pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain: trickling filter, biofilter tercelup, reaktor kontak biologis putar (rotating biological contactor, RBC), contact aeration/oxidation (aerasi kontak) dan lainnnya.

2) Activated Sludge

Activated Sludge (Lumpur aktif) merupakan proses pengolahan secara biologis aerobik dengan mempertahankan jumlah massa mikroba dalam suatu reaktor dan dalam keadaan tercampur sempurna. Suplai oksigen adalah mutlak dari peralatan mekanis, yaitu aerator dan blower, karena selain berfungsi untuk suplai oksigen juga dibutuhkan pengadukan yang sempurna. Perlakuan untuk memperoleh massa mikroba yang tetap adalah dengan melakukan resirkulasi lumpur dan pembuangan lumpur dalam jumlah tertentu.

3) Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasian K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Dan juga ada yang meliputi COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat , sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi.

4) Biochemical Oxygen Demand (BOD)

(24)

BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. (Mays, 1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai.

Dari pengertian-pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan.

Mikroorganisme heterotropik dalam pengolahan air limbah secara biologi memiliki manfaat yang beragam. Mereka membantu dalam proses degradasi polutan organik yang terdapat dalam air limbah, seperti senyawa nitrat dan senyawa organik yang sulit terdegradasi.

Mikroorganisme heterotropik mengkonsumsi polutan organik sebagai sumber makan dan oksigen, sehingga mempercepat proses pengolahan air limbah. Selain itu, mikroorganisme heterotropik mengurangi konsentrasi surfaktan, kesadahan, pH, dan kejernihan air limbah, yang berpengaruh pada kualitas air limbah yang dihasilkan.

Mekanisme proses metabolisme di dalam sistem biofilm secara aerobik secara sederhana dapat diterangkan seperti pada Gambar 2.2.

Gambar tersebut menunjukkan suatu sistem biofilm yang yang terdiri dari medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada medium, lapisan alir limbah dan lapisan udara yang terletak diluar. Senyawa polutan yang ada di dalam air limbah misalnya senyawa organik (BOD, COD), ammonia, phospor dan lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada permukaan medium.

(25)

Gambar 2.2 Mekanisme Proses Metabolisme di Dalam Proses dengan Sistem Biofilm

Adapun keunggulan Pengolahan air limbah dengan proses Mikrobiologis (Biofilm), antara lain:

1) Pengoperasiannya mudah

2) Pengelolaaanya sangat mudah karena tidak terjadi masalah

bulking” seperti pada proses lumpur aktif (Activated Sludge Process)

3) Lumpur yang dihasilkan sedikit dibandingkan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang dihasilkan pada proses biofilm relatif lebih kecil. Di dalam proses lumpur aktif antara 30 – 60 % dari BOD yang dihilangkan (removal BOD) diubah menjadi lumpur aktif (biomasa) sedangkan pada proses biofilm hanya sekitar 10- 30 %. Hal ini disebabkan karena pada proses biofilm rantai makanan lebih panjang dan melibatkan aktivitas mikroorganisme dengan orde yang lebih tinggi dibandingkan pada proses lumpur aktif

4) digunakan untuk pengolahan air limbah dengan konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi

(26)

5) Proses biofilm tersebut cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi 6) Tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun 46 fluktuasi

konsentrasi. Di dalam proses biofilter mikroorganisme melekat pada permukaan unggun media, akibatnya konsentrasi biomasa mikroorganisme per satuan volume relatif besar sehingga relatif tahan terhadap fluktuasi beban organik maupun fluktuasi beban hidrolik

7) Pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil jika suhu air limbah turun maka aktivitas mikroorganisme juga berkurang, tetapi oleh karena di dalam proses biofilm substrat maupun enzim dapat terdifusi sampai ke bagian dalam lapisan biofilm dan juga lapisan biofilm bertambah tebal maka pengaruh penurunan suhu (suhu rendah) tidak begitu besar.

2.4.2 Skema Percobaan 1) Tahapan Percobaan

Persiapan alat

Pemasukan air limbah ke bak dan pengukuran BOD5

Pemasukan pompa air ke dalam bak dan menghubungkan dengan aliran listrik

Pengukuran flowrate influent air limbah

Pengaliran air limbah ke dalam reaktor AF2B

Pengamatan pada reaktor AF2B selama 2-3 jam

(27)

Pengambilan sampel air limbah dan analisa kadar BOD5 dan COD

Percobaan selesai

(28)

2.4.3 Tabel Data Pengamatan 1) Data Awal Percobaan

- Volume Air Limbah : ……. L - Volume Air Limbah : ……. L

- pH air limbah : ……. - pH air limbah : …….

- Volume sampel influent : ……. mL - Volume sampel influent : ……. mL - Volume sampel analisa COD : ……. mL - Volume sampel analisa COD : ……. mL

2) Data Hasil Percobaan

Sampel

COD BOD Blangko

Vol. FAS (mL) Vol. Thiosulfat (mL) Vol. Thiosulfat (ml)

OT0 OT5 OT0 OT5

Influent Effluent

(29)

Daftar Pustaka

Larry W. Mays. (1996). Water resources handbook. McGraw-Hill.

Manty Aldilani Ikaningsih. (2008). PENGGUNAAN ALUMINIUM SEBAGAI SACRIFICIAL ELECTRODE DALAM PROSES

ELEKTROKOAGULASI : STUDI ELEKTROKOAGULASI LARUTAN YANG MENGANDUNG PEWARNA TEKSTIL. Universitas Pendidikan Indonesia.

Subekti Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik UNPAND Jl Banjarsari Barat No, S., kunci, K., Cair Tahu, L., & Bakar Alternatif, B. (n.d.).

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi ke-2 Tahun 2011 Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang B.

Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4. (1982).

www.bphn.go.id

Gambar

Gambar 2.1 Mekanisme Elektrokoagulasi (Sumber: Holt, 2002)
Gambar 2.2 Mekanisme Proses Metabolisme di Dalam Proses dengan Sistem Biofilm

Referensi

Dokumen terkait

a) Pengolahan air limbah secara biologi aerob, yaitu pengolahan air limbah dengan mikroorganisme disertai dengan injeksi oksigen (udara) ke dalam

Pada Mata Kuliah Pengolahan Data Berkomputer yang diberikan pada semester II ini, praktik difokuskan pada pengolahan data hasil pengukuran dan pemetaan kadastral

Kajian proses pengolahan air limbah Rumah Sakit Ibu dan Anak Pura Raharja (RSIA Pura Raharja) Surabaya membahas tentang proses pengolahan air limbah, kualitas dan

Proses pengolahan biologi merupakan proses pengolahan air limbah dengan memanfaatkan aktivitas pertumbuhan mikroorganisme yang berkontak dengan air limbah, sehingga

Pengkajian tentang pelaksanaan dan pengembangan kapasitas pengolahan limbah padat dan limbah cair di bandar udara memberikan gambaran tentang sistem pengolahan

Air limbah yang digunakan sebanyak 800 mL pada setiap gelas kimia 1000mL untuk menghindari terjadi tumpahan saat proses pengadukan, dengan variasi percobaan pada dosis koagulan yang

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH BERBASIS LINGKUNGAN

Artikel ini membahas efektivitas pengolahan air limbah di instalasi pengolahan air limbah di Klinik