• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANGKUMAN MATERI FILSAFAT BAHASA

N/A
N/A
Moon Spire

Academic year: 2024

Membagikan "RANGKUMAN MATERI FILSAFAT BAHASA "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

RANGKUMAN MATERI FILSAFAT BAHASA

Strukturalisme Klasik (Ferdinand De Saussure) – Strukturalisme Antropologi Modern (Claude Levi-Strauss) – Filsafat Analitik (George Moore) – Atomisme Logis (Bertand Ruessel) – Filsafat Analitika Bahasa (Ludwig Wittgenstein) dan Filsafat Bahasa Sehari-

harinya atau Language Games Fattah Fadhila Abulkhair UIN Sunan Gunung Djati Bandung

NIM. 121502063

Email: [email protected]

 Strukturalisme Klasik (Ferdinand De Saussure)

Ferdinand De sasuusure, ialah sang pelopor strukturalisme. Dicetuskan bukan

berdasarkan pada ilmu Filsafat itu sendiri, melainkan aliran ini lahir atas dasar ketidakpuasan De saussure atas semua fenomena yang terjadi. Pemikiran ini lahir atas dasar pemikiranya serta bakatnya yang lebih dominan kepada bidang Lingustik. Iya, dialah sang pelopor linguistik itu sendiri, dia berusaha untuk menjabarkan sebuah peristiwa itu pasti terjadi karena ada sesuatu yang terstrutur.

Ferdinand De Saussure, Bukunya yang berjudul Cours de linguistique generale (1916), buku ini bukanlah karanganya, melainkan itu adalah buatan 2 muridnya yaitu Albert

Sechehaye dan Charles Bally berdasarkan makalah-makalah yang sudah ditulis oleh gurunya.

Ada 4 pembahasan khusus yang berkenaan dengan strukturalisme nya Desasusure didalam bukunya yaitu :

- Langue dan Parole - Signified dan Signifier

- Sintagmatik dan Paradigmatik - Relasi dan Isi

Langue dan Parole

"Langue" mengacu pada sistem bahasa atau struktur bahasa yang ada dalam masyarakat.

Ini adalah norma-norma, aturan, dan kaidah yang membentuk bahasa suatu komunitas.

Langue adalah abstrak dan eksis di luar individu. Ini adalah "struktur" bahasa yang

memungkinkan kita berkomunikasi. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris, kita tahu bahwa kata "cat" berarti hewan berkaki empat berbulu, dan ini adalah bagian dari sistem langue yang kita bagi.

"Parole" adalah ekspresi individu atau penggunaan konkret bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Ini adalah implementasi bahasa yang dilakukan oleh pembicara atau penulis.

Parole adalah konkret, terbatas pada situasi dan waktu tertentu. Ini adalah cara individu menggunakan sistem "langue" untuk berbicara atau menulis. Sebagai contoh, ketika

(2)

seseorang mengucapkan kata-kata tertentu untuk mengungkapkan pemikiran atau ide, itu adalah contoh dari "parole."

Signified dan Signifier

"Signifier" (Penanda): Signifier adalah komponen fisik atau bentuk konkret dari tanda linguistik. Ini merujuk pada suara, huruf, karakter tulisan, atau tanda visual lain yang digunakan untuk menyampaikan makna. Dalam bahasa lisan, signifier adalah bunyi yang diucapkan oleh pembicara. Dalam bahasa tertulis, signifier adalah karakter atau huruf yang membentuk kata tertulis. Sebagai contoh, dalam kata "cat," huruf-huruf "c," "a," dan "t"

adalah signifier yang membentuk kata tersebut.

"Signified" (Yang Disimbolkan): Signified adalah komponen konseptual atau makna dari tanda linguistik. Ini merujuk pada konsep atau ide yang dihubungkan dengan signifier. Dalam kata "cat," signified adalah makna atau gambaran mental tentang hewan kucing yang muncul dalam pikiran kita ketika kita mendengar atau membaca kata tersebut. Signified adalah apa yang kita pahami atau yang diwakili oleh signifier.

Hubungan keduanya itu bersifat arbitrer : manasuka dan maknanya bisa berubah-rubah.

Paradigmatik dan Sintakmatik

"Paradigmatik" (Axis of Selection): Aspek paradigmatik dalam bahasa mengacu pada hubungan antara unsur-unsur bahasa yang memiliki potensi untuk menggantikan satu sama lain dalam posisi yang sama dalam suatu konstruksi atau sintagma. Ini terkait dengan unsur- unsur alternatif yang dapat digunakan dalam sebuah kalimat atau konstruksi yang sama.

Dalam contoh sederhana, dalam kalimat "Saya suka makan nasi," kata "nasi" dalam

paradigmatik memiliki hubungan dengan kata-kata lain yang dapat menggantikannya seperti

"roti," "mie," atau "sayur." Semua kata-kata ini adalah alternatif dalam konteks yang sama.

Susunanya Vertikal (memiliki turunan)

"Sintagmatik" (Axis of Combination): Aspek sintagmatik dalam bahasa mengacu pada hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam suatu urutan atau konstruksi tertentu dalam kalimat atau wacana. Ini berkaitan dengan cara unsur-unsur bahasa digabungkan dalam rangkaian yang membentuk arti. Dalam contoh di atas, "saya suka makan nasi," urutan kata- kata adalah contoh dari aspek sintagmatik. Perubahan urutan kata-kata ini dapat

menghasilkan makna yang berbeda, misalnya, "nasi makan saya suka," yang mungkin tidak membuat makna yang jelas. Susunanya Horizontal (dalam artian dalam perubahanya itu akan menimbulkan makna yang berbeda, jikalau di acak secara horizontal)

Relasi dan Isi

"Relasi" (Relations): Relasi dalam konteks strukturalisme Saussure merujuk pada hubungan antara unsur-unsur bahasa. Ini mencakup bagaimana unsur-unsur dalam bahasa saling berhubungan dan bergantung satu sama lain untuk membentuk arti. Saussure

(3)

berpendapat bahwa arti bahasa tidak bergantung pada elemen bahasa secara individual, tetapi pada relasi dan perbedaan antara elemen-elemen tersebut.

Contoh yang sering diberikan adalah relasi antara kata "cat" dan kata "dog." Arti "cat"

terbentuk dalam kontras dengan "dog." Dengan kata lain, makna "cat" adalah hasil dari perbedaan antara "cat" dan "dog." Oleh karena itu, dalam analisis strukturalisme, penting untuk memahami bagaimana unsur-unsur bahasa berhubungan satu sama lain untuk membentuk sistem bahasa yang lebih besar.

Contoh lagi dalam permainan catur. Bidak Benteng pada catur tersebut hilang atau tidak ada, maka bisa kita gantingan dengan barang lain seperti Baterai atau penghapus atau dengan benda yang memiliki bentuk yang mirip sepertinya

"Isi" (Content): Isi dalam strukturalisme Saussure mengacu pada makna atau konsep yang dihubungkan dengan unsur bahasa. Ini berhubungan dengan apa yang terwakili oleh

"signified" (yang disimbolkan) dalam tanda linguistik. Isi atau konsep ini ada dalam pikiran kita ketika kita mendengar atau membaca unsur bahasa tertentu.

Misalnya, ketika kita mendengar kata "cat," "isi" dari kata itu adalah konsep atau gambaran mental tentang hewan kucing yang muncul dalam pikiran kita. Isi ini terkait dengan signified yang digambarkan oleh signifier (penanda) "cat."

Strukturalisme Antropologi Modern (Claude Levi-Strauss) 3 prinsip Pada Strukturalism Strauus

1. Perlunya hukum sebagai aturan

2. Gagasan resi prioritas timbal balik, secara tidak sadar ini memang beban sosial yang harus dilakukan.

3. Sintesis pemberian. Transfer yang disetujui terhadap suatu yang berharga.

Ketika kita begerak secara tidak sadar, maka itulah yang kita sebut sebagai kebudayaan.

jikalau tindakan yang kita perbuat itu secara sadar, maka hal tersebut pastilan sudah ada intervensi dari pihak lain maupun dari pikiran kita sendiri. Inilah kajian pokok Strukturalisme Antropologi.

Menurut Barkah (2013) ia menjelaskan bahwa menurut Levi-Strauss, fenomena Bahasa dan Budaya itu juga memiliki konsep Langue dan Parole. Langue mewakili aspek sosial serta strukturnya, sedangkan Parole mewakili pada penuturan bahasa ataupun tindakan dari

kebudayaan. Langue dalam ranah bahasa yaitu fonologis, morfemis, sintaksis dan simantis itu merupakan hal-hal yang tidak disadari, bukan berarti aturan-aturan bahasa itu tidak ada.

Parole pada setiap inidividu mempunyai style nya sendiri, pada aspek itulah yang menjadi ciri kahas masing-masing individual dalam menggunakan bahasa. Aspek Langue sudah menjadi satu kesatuan dengan Parole akan tetapi mereka tak menyadarinya.

Levi-Strauss adalah seorang strukturalis yang dipengaruhi oleh berbagai teori dalam antropologi, psikoanalisis, dan filsafat. Namun, metode strukturalnya yang unik muncul ketika ia terpapar pada linguistik modern, memadukan prinsip-prinsip dari bidang ini ke dalam antropologi. Ada empat prinsip utama linguistik modern yang dia terapkan dalam

(4)

antropologinya: pertama, bergeser dari fenomena sadar ke yang tak sadar; kedua, melihat elemen bahasa sebagai bagian dari hubungan dan relasi; ketiga, mengintegrasikan konsep sistem dalam analisis; dan keempat, mencari hukum-hukum umum.

Levi-Strauss menyadari tiga karakteristik penting dalam linguistik yang dapat diterapkan dalam antropologi: bahasa adalah sistem tanda; sistem ini perlu dipelajari secara sinkronis sebelum mempertimbangkan aspek sejarah; dan hukum-hukum linguistik mengungkap tingkat ketidaksadaran dalam penggunaan bahasa. Dengan kreativitas, ia menerapkan analisis bahasa ke dalam antropologi budaya dan mengklaim bahwa berbagai aspek budaya, seperti mitos, upacara, dan sistem kekerabatan, dapat dianggap sebagai bahasa yang

mengkomunikasikan pesan khusus.

Filsafat Analitik (George Moore)

Filsafat analitik adalah aliran utama dalam filsafat yang berfokus pada analisis bahasa dan pemecahan masalah filosofis melalui analisis logis dan bahasa. George Edward Moore adalah seorang filsuf Inggris yang memainkan peran penting dalam pengembangan filsafat analitik, meskipun dia mungkin lebih dikenal karena kontribusinya dalam etika.

George Moore menggagas beberapa gagasan dan konsep yang menjadi dasar bagi filsafat analitik, terutama dalam pemikiran etika. Beberapa konsep dan kontribusi Moore yang relevan untuk filsafat analitik adalah sebagai berikut:

1. Prinsip Moore: George Moore mengemukakan prinsip yang dikenal sebagai "prinsip Moore." Prinsip ini melibatkan ketegasan dalam penggunaan bahasa dan keberatan terhadap pernyataan yang membingungkan atau terlalu abstrak. Ia memperingatkan tentang "kesalahan naturalistik," yaitu kesalahan yang terjadi ketika seseorang mencoba mendefinisikan kata moral dalam istilah non-moral.

2. Is-Ought Problem: Moore dikenal karena menyingkapkan apa yang disebut "Is-Ought Problem." Ini adalah masalah filosofis yang muncul ketika seseorang mencoba untuk mengambil kesimpulan moral (ought) dari premis deskriptif (is). Moore berpendapat bahwa premis deskriptif saja tidak dapat memberikan kesimpulan moral, dan bahwa ada kesenjangan antara fakta dan nilai yang harus diakui.

3. Pembuktian Eksistensi Dunia Fisik: Moore juga terkenal karena kontribusinya dalam argumen tentang eksistensi dunia fisik. Ia memberikan argumen sederhana untuk membuktikan eksistensi dunia fisik dengan menunjuk pada bukti empiris seperti tangan. Argumen ini sering dikenal sebagai "bukti tangan."

(5)

Meskipun Moore lebih dikenal karena karyanya dalam etika dan metaetika, kontribusinya dalam pemikiran analitik telah mempengaruhi perkembangan aliran filsafat ini. Filsafat analitik melibatkan analisis ketat dalam bahasa dan logika, dan Moore merupakan salah satu tokoh awal yang mendorong pendekatan semacam itu dalam ilmu filsafat.

3 prinsip Pada Strukturalism Strauus

1. Perlunya hukum sebagai aturan

2. Gagasan resi prioritas timbal balik, secara tidak sadar ini memang beban sosial yang harus dilakukan.

3. Sintesis pemberian. Transfer yang disetujui terhadap suatu yang berharga.

Ketika kita begerak secara tidak sadar, maka itulah yang kita sebut sebagai kebudayaan.

jikalau tindakan yang kita perbuat itu secara sadar, maka hal tersebut pastilan sudah ada intervensi dari pihak lain maupun dari pikiran kita sendiri. Inilah kajian pokok Strukturalisme Antropologi.

Strukturalisme Claude Lévi-Strauss adalah pendekatan teoretis dalam ilmu sosial, terutama dalam antropologi, yang dikembangkan oleh ahli antropologi Prancis Claude Lévi- Strauss. Ini adalah salah satu aliran pemikiran terpenting dalam ilmu sosial abad ke-20 dan berfokus pada pemahaman pola-pola dan struktur-struktur yang mendasari masyarakat manusia. Berikut adalah beberapa poin kunci dalam strukturalisme Claude Lévi-Strauss:

Struktur sebagai Fokus Utama: Strukturalisme Lévi-Strauss menekankan pentingnya menemukan dan memahami struktur-struktur yang mendasari masyarakat dan budaya manusia. Dia menganggap bahwa di balik keragaman budaya, ada pola-pola dan struktur- struktur dasar yang mengatur perilaku manusia.

Pola-Pola Kebudayaan: Lévi-Strauss memandang budaya sebagai sistem simbolik yang mengandung pola-pola berulang yang disebut sebagai "struktur berlawanan." Ini adalah konsep dasar dalam teorinya. Dia berpendapat bahwa mitos, cerita rakyat, bahkan makanan dan tata cara pernikahan mengandung pola-pola yang sama di berbagai budaya. Dia mencoba mengidentifikasi pola-pola ini dan memahami makna serta fungsi mereka dalam masyarakat.

Pemikiran Berlawanan: Lévi-Strauss mengembangkan konsep "pemikiran

berlawanan" (binary opposition) yang mengacu pada perbedaan atau kontras antara pasangan konsep yang membentuk dasar pemahaman dunia. Contohnya adalah konsep seperti panas vs.

dingin, mentah vs. matang, budak vs. tuan, dan seterusnya. Dia percaya bahwa pemikiran berlawanan adalah bagian penting dari struktur budaya.

Semiologi dan Strukturalisme Linguistik: Lévi-Strauss terinspirasi oleh kerja Ferdinand de Saussure dan pemikiran strukturalisme linguistik dalam mengembangkan pendekatannya. Dia mengadopsi konsep semiologi (ilmu tentang tanda dan makna) dan

(6)

menerapkannya pada analisis budaya. Dalam penggunaan ini, dia berusaha mengungkapkan makna budaya dalam simbol-simbol.

Penolakan Etnosentrisme: Lévi-Strauss menolak etnosentrisme (pandangan bahwa budaya sendiri adalah yang paling superior) dan menganjurkan pendekatan relatif terhadap budaya. Ia berusaha memahami budaya manusia dalam keragaman dan kompleksitasnya.

Metode Etnografi: Meskipun berfokus pada struktur dan pola, Lévi-Strauss masih melakukan penelitian lapangan dan pengamatan etnografis untuk mengumpulkan data. Dia kemudian menganalisis data ini dalam kerangka kerja strukturalisnya.

Filsafat Bahasa dan Filsafat Analitik memiliki hubungan erat, terutama karena keduanya memandang bahasa sebagai objek material dalam filsafat. Namun, istilah "Filsafat Analitik" muncul sebagai hasil dari situasi historis yang berbeda.

Pada awal abad ke-20, Inggris sedang dipengaruhi oleh aliran Neohegelian. Namun, sekelompok filsuf di Universitas Cambridge menyadari bahwa banyak masalah filosofis hanya dapat dijelaskan melalui analisis bahasa. Misalnya, pertanyaan seperti "kebenaran,"

"keadilan," "kewajiban," dan "kebaikan" yang sering diajukan oleh filsuf Neohegelian hanya dapat dijelaskan melalui analisis bahasa. George Edward Moore mengkritik ketidakjelasan dalam ungkapan bahasa kaum Neohegelian ini dalam artikelnya di majalah Mind pada tahun 1903. Dalam konteks ini, istilah "Filsafat Analitik" atau "Filsafat Analitika Bahasa" muncul.

Meskipun istilah ini muncul pada abad ke-20, metode analitika bahasa sebenarnya bukanlah konsep baru, karena metode ini telah digunakan oleh Socrates (dengan nama dialektika-kritis) dan Rene Descartes (dalam karyanya, Discours de la Method) pada abad sebelumnya.

Perbedaan utama antara Filsafat Analitik dan Filsafat Bahasa adalah dalam cakupan kerja mereka. Filsafat Analitik lebih terbatas pada penggunaan bahasa sebagai alat analisis konsep-konsep dan masalah-masalah filsafat dengan metode analitika bahasa. Di sisi lain, Filsafat Bahasa lebih fokus pada penggunaan dan fungsi bahasa dalam konteks kehidupan manusia, termasuk ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Filsafat Bahasa Biasa, sebagai bagian dari Filsafat Bahasa, mengeksplorasi hubungan bahasa dengan pikiran, kebudayaan, komunikasi, dan bidang-bidang lain yang berkaitan dengan kehidupan manusia.

Dalam konteks buku ini, Filsafat Bahasa Biasa mendalamkan analisis bahasa hingga ke aspek-aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis, dan menjelajahi hubungan bahasa dengan berbagai aspek kehidupan manusia.

Atomisme Logis (Bertand Ruessel)

Atomisme Logis, yang dikembangkan oleh Bertrand Russell dalam konteks filsafat bahasa, adalah pandangan yang penting dalam analisis bahasa dan makna. Dalam konteks filsafat bahasa, Atomisme Logis Russell mencakup konsep-konsep berikut:

(7)

1. Atom Proposisi: Atomisme Logis menganggap bahwa bahasa dan pemikiran terdiri dari "atom proposisional," yaitu unit dasar yang memiliki makna dalam diri mereka sendiri. Atom proposisional adalah proposisi sederhana yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Mereka mewakili konsep-konsep dasar dalam bahasa dan pemikiran. Contohnya, kata tunggal seperti "kucing" atau "lari" dapat dianggap sebagai atom proposisional.

2. Komposisionalitas: Atomisme Logis menyatakan bahwa pemahaman bahasa yang lebih kompleks dibentuk melalui komposisi atom-atom proposisional ini. Bahasa yang lebih rumit dan pemikiran yang lebih kompleks dapat diurai menjadi atom-atom proposisional yang lebih sederhana. Ini memungkinkan kita untuk memahami makna kalimat dan proposisi yang lebih rumit melalui analisis logis.

3. Analisis Logis: Analisis logis adalah alat penting dalam Atomisme Logis. Melalui analisis logis, kalimat atau proposisi yang kompleks dapat dianalisis menjadi elemen- elemen atomiknya untuk memahami makna mereka. Ini melibatkan pemecahan proposisi menjadi komponen-komponen dasarnya.

4. Teori Deskriptif: Russell mengembangkan teori deskriptif tentang bahasa. Dalam teori ini, ia mengajukan bahwa proposisi yang mengandung deskripsi, seperti "raja

Prancis," sebenarnya merujuk pada kumpulan objek yang memenuhi deskripsi

tersebut. Ini membantu dalam memahami makna proposisi yang melibatkan deskripsi objek.

5. Prinsip Kesamaan Logis: Atomisme Logis juga melibatkan prinsip kesamaan logis, yang menyatakan bahwa dua proposisi adalah identik jika dan hanya jika mereka memiliki elemen-elemen atomik yang sama dalam urutan yang sama. Prinsip ini membantu dalam memahami kesamaan dan perbedaan dalam makna proposisi.

Atomisme Logis Russell menjadi landasan bagi perkembangan filsafat analitik, yang menekankan analisis ketat bahasa dan pemikiran logis dalam memecahkan masalah filosofis.

Pandangan ini memiliki dampak besar pada pemikiran ilmiah, filsafat bahasa, dan epistemologi, dan telah memengaruhi banyak filsuf dan ilmuwan dalam abad ke-20.

Filsafat Analitika Bahasa (Ludwig Wittgenstein) dan Filsafat Bahasa Sehari- harinya atau Language Games

Ludwig Wittgenstein adalah seorang filsuf Austria yang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pengembangan Filsafat Analitika, khususnya dalam konteks filsafat bahasa.

Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah buku "Tractatus Logico-Philosophicus" yang ia tulis pada tahun 1918 dan diterbitkan pada tahun 1921. Namun, pemikirannya mengalami perubahan besar dan berkembang dalam karya-karya berikutnya, terutama dalam bukunya yang kedua, "Philosophical Investigations," yang diterbitkan setelah kematiannya.

(8)

Dalam "Tractatus," Wittgenstein mengembangkan pemikiran atomisme logis yang mirip dengan yang dikemukakan oleh Bertrand Russell. Ia memandang bahasa sebagai representasi yang terdiri dari proposisi-proposisi yang bersifat logis dan dapat dipecah menjadi "atom- atom" proposisional yang sederhana. Wittgenstein berpendapat bahwa proposisi-proposisi ini adalah gambaran dunia, dan ia mengemukakan gagasan bahwa yang tidak dapat dinyatakan dalam bahasa adalah "diungkapkan dengan berdiam diri" (dalam bahasa aslinya, "Whereof one cannot speak, thereof one must be silent").

Namun, Wittgenstein kemudian mengubah pandangan filosofisnya dalam "Philosophical Investigations." Dalam karyanya ini, dia mengembangkan konsep "permainan bahasa" atau

"language games." Menurutnya, bahasa tidak terbatas pada proposisi logis yang terisolasi, tetapi digunakan dalam berbagai konteks dan situasi yang dia sebut "permainan bahasa."

Dalam setiap permainan bahasa, terdapat aturan-aturan tertentu yang mengatur bagaimana bahasa digunakan dan diterima oleh komunitas berbicara. Arti dari kata atau frasa tidak dapat dipisahkan dari konteks dan permainan bahasa di mana mereka digunakan.

Konsep "permainan bahasa" Wittgenstein menekankan bahwa bahasa adalah alat komunikasi yang hidup dan fleksibel, dan makna tidak dapat dipahami tanpa

memperhitungkan konteks sosial dan penggunaan bahasa. Oleh karena itu, konsep bahasa dalam pemikiran Wittgenstein bergerak jauh dari pandangan "Tractatus" tentang bahasa sebagai representasi proposisi logis.

Pemikiran Wittgenstein tentang "permainan bahasa" juga mendukung gagasan Filsafat Bahasa Sehari-hari, yang menyatakan bahwa tugas utama filsafat adalah menjelaskan penggunaan bahasa sehari-hari, bukan menciptakan teori-teori filosofis yang terisolasi.

Wittgenstein mendesak filsuf untuk memeriksa cara orang sebenarnya menggunakan bahasa dalam konteks kehidupan sehari-hari untuk memahami makna sejati kata-kata dan konsep- konsep.

Pemikiran Wittgenstein tentang bahasa, permainan bahasa, dan Filsafat Bahasa Sehari- hari telah berpengaruh besar dalam perkembangan Filsafat Analitika dan juga dalam ilmu bahasa dan ilmu sosial. Ide-idenya menyoroti kompleksitas bahasa dan memahaminya dalam konteks sosial, budaya, dan praktis.

1. Periode pertama : Tractus Logico-Philosophicus (1922)

Pada tahap awalnya dalam "Tractatus Logico-Philosophicus" (1922), Ludwig

Wittgenstein mengungkapkan pandangannya tentang bahasa dan realitas. Dia menyatakan bahwa apa yang dapat dikatakan harus dapat dikatakan secara jelas, dan apa yang tidak dapat dikatakan harus dibiarkan tanpa kata. Dalam konteks ini, Wittgenstein menciptakan apa yang disebut "picture theory" atau teori gambar. Ia ingin memahami bagaimana orang

(9)

berkomunikasi melalui bahasa dan menggali pemahaman tentang kebenaran dan cara bahasa menggambarkan realitas.

Wittgenstein mengembangkan teori gambar ini dengan menggunakan pendekatan logis, yang melibatkan analisis bahasa. Menurutnya, bahasa harus mencerminkan struktur logis realitas yang diwakilinya, bukan sekadar gambaran metaforis. Proposisi-proposisi bahasa harus merepresentasikan realitas dalam hubungan yang tepat, dan realitas ini harus terwakili dalam proposisi-proposisi tersebut. Ini menciptakan hubungan yang bersifat logis antara bahasa dan realitas.

Wittgenstein juga mengenalkan konsep "proposisi elementer," yang merupakan proposisi sederhana yang tidak dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana. Dalam teorinya, proposisi elementer adalah elemen-elemen dasar dalam bahasa dan pemikiran, yang menggambarkan keadaan faktual dalam realitas. Proposisi elementer ini menciptakan

"gambar" realitas yang kemudian dapat digunakan untuk memahami realitas tersebut.

Selain proposisi elementer, Wittgenstein juga mempertimbangkan proposisi logika, yang adalah proposisi-proposisi yang didasarkan pada prinsip-prinsip logis. Meskipun proposisi logika seperti tautologi dan kontradiksi bersifat tautologis, Wittgenstein berpendapat bahwa mereka tetap memiliki makna, meskipun tidak menggambarkan realitas. Mereka merupakan bagian penting dalam analisis bahasa dan logika.

Pandangan Wittgenstein tentang teori gambar ini menggambarkan pendekatan logis dan analitisnya terhadap bahasa dan realitas. Namun, pada tahap selanjutnya dalam pemikirannya, Wittgenstein mengembangkan konsep "permainan bahasa" dan mendukung Filsafat Bahasa Sehari-hari, yang menggeser fokus dari teori gambar ke pemahaman bahasa dalam konteks sosial dan praktis.

2. Periode Kedua : Philosophical Investigations (1953)

Dalam "Philosophical Investigations," Wittgenstein menggambarkan pemikiran dengan bahasa yang lebih santai dan menggunakan pendekatan yang lebih sintetik. Pada periode ini, ia menyuarakan semboyan bahwa "makna setiap kata tergantung pada penggunaannya dalam bahasa, dan makna sebuah bahasa tergantung pada penggunaannya dalam kehidupan."

Wittgenstein memperkenalkan konsep "tata aturan permainan bahasa" atau "Language Games" untuk menjelaskan cara bahasa digunakan dalam konteks ilmiah dan sehari-hari.

Dalam pandangan Wittgenstein, bahasa adalah bagian dari aktivitas manusia dan bentuk kehidupan mereka. Berbagai permainan bahasa yang berbeda memiliki aturan permainan mereka sendiri, dan bila aturan-aturan ini dicampuradukkan, akan terjadi kebingungan dalam penggunaan bahasa dan pemaknaannya. Aturan permainan bahasa ilmiah tidak dapat

disamakan dengan aturan permainan bahasa sehari-hari, dan sebaliknya.

(10)

Idea utama Wittgenstein adalah bahwa makna kata sangat bergantung pada konteks penggunaannya. Sebagai contoh, penggunaan kata "aku" dapat bervariasi tergantung pada siapa yang berbicara dan situasi yang bersangkutan. Kata yang sama dapat memiliki makna yang berbeda dalam konteks yang berbeda, dan ini menunjukkan pluralitas permainan bahasa yang digunakan dalam kehidupan manusia.

Wittgenstein juga menguraikan berbagai prinsip penggunaan kata dan kalimat dalam berbagai permainan bahasa. Ini mencakup memberikan perintah, menjelaskan objek, membuat laporan tentang kejadian, berspekulasi, membangun hipotesis, menyusun cerita, bermain akting, menyanyikan lagu, menyelesaikan teka-teki, dan banyak lagi. Setiap permainan bahasa memiliki aturan dan prinsip penggunaan yang sesuai dengan konteksnya.

Pemikiran Wittgenstein ini menyoroti keragaman penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari dan menggambarkan bagaimana makna kata dan kalimat sangat tergantung pada konteks. Hal ini menggeser fokus dari pandangan bahasa sebagai representasi proposisi logis yang ditemukan dalam "Tractatus" ke pemahaman bahasa sebagai alat komunikasi yang hidup dalam berbagai permainan bahasa dalam kehidupan manusia.

Pengenalan Filsafat Bahasa

Thomson mengemukakan bahwa filsafat melibatkan pengamatan yang menyeluruh terhadap segala permasalahan tanpa terikat pada metode atau alat tertentu. Menurut pandangan ini, pentingnya memahami tujuan dari setiap masalah, bukan sekadar terfokus pada proses atau alat yang digunakan. Filsafat mendorong kita untuk menyelidiki secara teliti aspek-aspek yang lebih mendalam dari suatu permasalahan sebelum membuat penilaian, bahkan terhadap hal-hal yang dianggap sebagai kebenaran umum yang sering tidak

dipertanyakan. Hal ini menekankan perlunya berpikir secara konsisten dalam pikiran pribadi tanpa berkompromi dalam usaha untuk mengungkapkan secara menyeluruh dan mendalam aspek-aspek suatu permasalahan. Pokok dari filsafat adalah mencari hakikat dari masalah tersebut, yang tidak dapat dicapai dengan jalan kompromi.

Filsafat bahasa, sebagai bagian dari disiplin filsafat, menjadi sorotan yang semakin meningkat pada abad ke-20. Waktu itu, para filsuf mulai menyadari bahwa banyak masalah serta konsep baru dalam dunia filsafat dapat ditelaah dan dijelaskan melalui analisis bahasa, mengingat pentingnya bahasa dalam eksplorasi filosofis. Walaupun filsafat bahasa adalah cabang yang rumit dan sulit untuk diberi definisi yang tuntas dalam cakupannya, bukan berarti tidak ada fokus pembahasan yang jelas di dalamnya. Sebaliknya, para filosof bahasa menggunakan beragam pendekatan yang menitikberatkan pada berbagai aspek. Meskipun kesadaran yang luas tentang filsafat bahasa muncul pada abad ke-20, sejarah mengungkapkan bahwa hubungan antara filsafat dan bahasa sudah ada sejak zaman kuno Yunani (Dinata, Budiarti, dan Musalwa 2021).

Filsafat bahasa adalah cabang filsafat yang meneliti bahasa dari dua perspektif, yaitu sebagai objek studi dan sebagai dasar filosofis. Berbeda dengan ilmu bahasa, filsafat bahasa lebih menyeluruh dalam melihat aspek-aspek bahasa. Ini mencakup analisis bahasa,

(11)

sejarahnya, peran tokoh-tokoh terkemuka, teori makna, hubungannya dengan semantik, serta eksplorasi penggunaan dan fungsi bahasa dalam konteks tindakan manusia. Filsafat bahasa memandang bahasa sebagai objek untuk kajian filosofis yang menyeluruh. (Dasuki et al.

2022)

Teks tersebut membahas manfaat mempelajari filsafat bahasa dan berfilsafat secara umum. Menyimpulkan poin penting dari teks tersebut, terdapat manfaat penting dalam mempelajari filsafat bahasa, antara lain:

1. Pengetahuan Baru: Mempelajari filsafat bahasa meningkatkan kemampuan analisis terhadap penemuan baru, membantu pemahaman definisi dan istilah yang spesifik dalam bahasa.

2. Berpikir Logis: Mempelajari filsafat bahasa mengasah kemampuan berpikir logis dalam meganalisis data, baik secara tertulis maupun lisan.

3. Berfikir Analitis dan Kritis: Kemampuan berpikir analitis dan kritis berkembang seiring dengan pemahaman logis dan pengetahuan tentang bahasa.

4. Penyelesaian Masalah: Latihan dalam memecahkan masalah dengan pendekatan kritis, analitis, dan logis dalam berbagai tataran ilmu, seperti linguistik.

5. Berfikir Jernih dan Objektif: Proses berfilsafat membantu untuk berpikir jernih, cerdas, dan menjadi objektif dalam menganalisis fenomena.

Tentu, ada banyak manfaat lainnya yang dapat diperoleh dari mempelajari filsafat bahasa, tetapi intinya adalah mengasah kemampuan berpikir secara logis, analitis, kritis, jernih, dan objektif dalam menyelesaikan permasalahan terutama dalam konteks bahasa dan ilmu terkait.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Ilmiah ini, penulis mengkaji tentang relasi makna, dimana di daerah penelitian masih ada dijumpai proses relasi makna antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan

Lebih sedikit dalam konteks jumlah mobil adalah barang yang dapat dihitung, sehingga kata yang tepat untuk melengkapi kalimat tersebut adalah kata less ....

terlihat memiliki perbedaan bila dipakai dalam sebuah kosakata pada kata benda.. Berikut ini contoh-contoh yang membedakan makna dari penggunaan 物 dan 品. dalam kosa kata bahasa

• Pilihan kata atau diksi adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam suatu tuturan bahasa2. Contoh kata mati

Perubahan makna kata yang terjadi apabila cakupan makna suatu kata lebih luas dari makna

mengenali (mengidentifikasi) arti suatu kata atau ungkapan bahasa dengan. rangsangan-rangsangan (stimuli) yang menimbulkan ucapan

Sinonim, Antonim, dan Makna

Berdasarkan uraian makna kata dengan pendekatan morfologi فرصلا ملع dan derivasi kata قاقتشإ di atas dapat disimpulkan bahwa kata al-basyar merujuk kepada beberapa arti konteks tentang