REFERAT CHOLELITHIASIS
Pembimbing:
dr. Aplin Ismunanto, Sp. B
Disusun Oleh:
Rahayu Dwi Astuti - 112022251
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA PERIODE 19 JUNI 2023 s/d 26 AGUSTUS 2023
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG 2023
LEMBAR PENGESAHAN
Referat dengan judul : Cholelithiasis
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD Cengkareng periode 19 Juni 2023 s/d 26 Agustus 2023
Disusun oleh:
Rahayu Dwi Astuti 112022251
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Aplin Ismunanto, Sp. B
selaku dokter pembimbing Departemen Bedah Umum RSUD Cengkareng
Jakarta, Agustus 2023
dr. Aplin Ismunanto, Sp. B
BAB I PENDAHULUAN
Cholelithiasis atau batu empedu merupakan endapan cairan pencernaan yang mengeras yang terbentuk di kantong empedu. Kantong empedu sendiri merupakan organ kecil yang terletak tepat di bawah hati. Kantong empedu menampung cairan pencernaan yang dikenal sebagai empedu yang dilepaskan ke usus halus.1
Di Amerika Serikat, 6% pria dan 9% wanita memiliki batu empedu, kebanyakan tanpa gejala. Pada pasien dengan batu empedu asimptomatik yang ditemukan secara kebetulan, kemungkinan berkembangnya gejala atau komplikasi adalah 1% hingga 2% per tahun. Batu kandung empedu asimtomatik yang ditemukan di kandung empedu normal tidak memerlukan pengobatan kecuali jika timbul gejala. Namun, sekitar 20% dari batu empedu asimptomatik ini akan menunjukkan gejala selama 15 tahun masa tindak lanjut.Batu empedu ini dapat berlanjut lebih jauh untuk mengembangkan komplikasi seperti kolesistitis, kolangitis, koledokolitiasis, pankreatitis batu empedu, dan jarang kolangiokarsinoma. Penulisan ini meninjau etiologi, gambaran klinis, diagnosis, dan tatalaksana kolelitiasis.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Cholelithiasis atau batu empedu adalah endapan cairan pencernaan yang mengeras yang dapat terbentuk di kantong empedu. Kantong empedu adalah organ kecil yang terletak tepat di bawah hati. Kantong empedu merupakan organ yang menampung cairan pencernaan yang dikenal sebagai empedu yang dilepaskan ke usus halus.1
Anatomi
Kantong empedu terdiri dari fundus, badan, infundibulum, dan leher. Fungsinya untuk menerima, menyimpan, dan memekatkan empedu. Empedu yang disekresikan oleh hepatosit hati melewati sistem duktus ekstrahepatik sebagai berikut :2
• Berkumpul di duktus hepatikus kanan dan kiri setelah menguras lobus hati kanan dan kiri.
• Memasuki duktus hepatika komunis.
• Memasuki duktus sistikus dan disimpan dan disimpan terpusat di kantong empedu.
• Pada rangsangan, sebagian besar oleh eferen vagal dan cholecystokinin (CCK), empedu meninggalkan kantong empedu dan memasuki duktus sistikus.
• Melewati duktus biliaris komunis secara inferior.
• Memasuki ampula hepatopancreatic (dari Vater), yang dikelilingi oleh sfingter otot polos (dari Oddi).
• Bermuara di bagian kedua duodenum (papila duodenum mayor).
Gambar 1. Anatomi Kantong Empedu2 Etiologi
Terdapat 3 hal utama yang dapat menyebabkan batu pada kantong empedu :1
• Supersaturasi kolesterol: Biasanya, empedu dapat melarutkan jumlah kolesterol yang dikeluarkan oleh hati. Tetapi jika hati menghasilkan lebih banyak kolesterol daripada yang dapat dilarutkan oleh empedu, maka kelebihan kolesterol dapat mengendap dan mengkristal. Kristal ini kemudian terperangkap dalam lendir kandung empedu, menghasilkan lumpur kandung empedu. Seiring waktu, kristal dapat tumbuh membentuk batu dan menyumbat saluran yang akhirnya menghasilkan penyakit batu empedu.
• Kelebihan bilirubin: Bilirubin, yang merupakan hasil dari pemecahan sel darah merah, disekresikan ke dalam empedu oleh sel hati. Kondisi hematologi tertentu dapat menyebabkan hati membentuk bilirubin secara berlebih melalui proses pemecahan hemoglobin. Bilirubin yang berlebih dapat menyebabkan pembentukan batu empedu.
• Hipomotilitas kandung empedu atau gangguan kontraktilitas: Jika kandung empedu tidak dikosongkan secara efektif, cairan empedu dapat terkonsentrasi dan membentuk batu empedu.
Tergantung pada penyebabnya, batu empedu memiliki komposisi yang berbeda. Tiga jenis yang paling umum adalah batu empedu kolesterol, batu empedu pigmen hitam, dan batu empedu pigmen coklat. Sembilan puluh persen batu empedu adalah batu empedu kolesterol.
Setiap batu memiliki serangkaian faktor risiko yang berbeda-beda. Beberapa faktor risiko terkait pengembangan batu empedu kolesterol adalah obesitas, usia, jenis kelamin wanita, kehamilan, genetika, nutrisi parenteral total, penurunan berat badan yang cepat, dan obat-obatan tertentu (kontrasepsi oral, klofibrat, dan analog somatostatin).1
Sekitar 2% dari semua batu empedu adalah batu pigmen hitam dan coklat. Batu empedu pigmen hitam biasanya disebabkan oleh hemolisis kronik. Pigmen sebagian besar terdiri dari bilirubin. Pasien dengan sirosis, penyakit ileum, anemia sel sabit, dan fibrosis kistik berisiko
terkena batu pigmen hitam. Pigmen coklat terutama ditemukan pada populasi Asia Tenggara.
Batu ini disebabkan oleh proses infeksi bakteri pada saluran empedu yang terobstruksi.1,3
Epidemiologi
Prevalensi cholelithiasis kolesterol dalam budaya Barat lainnya serupa dengan di Amerika Serikat, tetapi didapati agak lebih rendah di Asia dan Afrika. Sebuah studi epidemiologi Swedia menemukan bahwa kejadian batu empedu adalah 1,39 per 100 orang-tahun. Dalam sebuah penelitian di Italia, 20% wanita memiliki batu empedu, dan 14% pria memiliki batu empedu. Dalam sebuah penelitian di Denmark, prevalensi batu empedu pada orang berusia 30 tahun adalah 1,8% untuk pria dan 4,8% untuk wanita; prevalensi batu empedu pada orang berusia 60 tahun adalah 12,9% untuk pria dan 22,4% untuk wanita.4
Patofisiologi
Batu empedu kolesterol terbentuk terutama karena sekresi kolesterol berlebihan oleh sel hati dan hipomotilitas atau gangguan pengosongan kandung empedu. Pada batu empedu berpigmen, kondisi dengan pergantian heme yang tinggi, bilirubin dapat hadir dalam empedu pada konsentrasi yang lebih tinggi dari normal. Bilirubin kemudian dapat mengkristal dan akhirnya membentuk batu.1
Gejala dan komplikasi dari cholelithiasis terjadi ketika batu menyumbat saluran cystic, saluran empedu atau keduanya. Obstruksi sementara dari duktus sistikus (seperti ketika batu bersarang di duktus sistikus sebelum duktus melebar dan batu kembali ke kandung empedu) menyebabkan nyeri bilier tetapi biasanya berumur pendek. Ini dikenal sebagai kolelitiasis.
Obstruksi saluran sistikus yang lebih persisten (seperti ketika batu besar bersarang secara permanen di leher kantong empedu) dapat menyebabkan kolesistitis akut. Kadang-kadang batu empedu dapat melewati saluran sistikus dan bersarang dan berdampak pada saluran empedu yang umum, dan menyebabkan obstruksi dan penyakit kuning. Komplikasi ini dikenal sebagai choledocholithiasis.1
Jika batu empedu melewati duktus sistikus, duktus empedu umum dan terlepas di ampula bagian distal duktus empedu, pankreatitis batu empedu akut dapat terjadi akibat penumpukan
cairan dan peningkatan tekanan pada duktus pankreas dan aktivasi enzim pankreas in situ.
Kadang-kadang, batu empedu besar melubangi dinding kandung empedu dan membuat fistula antara kandung empedu dan usus kecil atau besar, menyebabkan obstruksi usus atau ileus.1 Tanda dan Gejala
Penyakit batu empedu dapat dianggap memiliki empat tahap berikut:3
• Keadaan litogenik, di mana kondisi mendukung pembentukan batu empedu
• Batu empedu asimptomatik
• Batu empedu simtomatik, ditandai dengan episode kolik bilier
• Kolelitiasis komplikasi
Pasien dengan keadaan litogenik atau batu empedu asimtomatik tidak memiliki temuan abnormal pada pemeriksaan fisik. Pada pasien dengan batu empedu asimptomatik yang ditemukan secara kebetulan, kemungkinan berkembangnya gejala atau komplikasi adalah 1%- 2% per tahun. Dalam kebanyakan kasus, batu empedu asimtomatik tidak memerlukan perawatan apa pun. Karena sifatnya yang umum, batu empedu sering muncul bersamaan dengan kondisi gastrointestinal lainnya.3
Pada batu empedu yang simptomatik, ditandai dengan adanya episode kolik bilier. Ciri-ciri kolik bilier antara lain :3
• Episode sporadis dan tak terduga
• Nyeri yang terlokalisasi di epigastrium atau kuadran kanan atas, terkadang menjalar ke ujung skapula kanan (collins sign)
• Nyeri yang dimulai postperandial atau setelah makan, yang biasanya muncul sekitar satu jam setelah makan makanan berlemak, dan sering digambarkan sebagai tajam dan tumpul, biasanya berlangsung 1-5 jam, terus meningkat selama 10-20 menit, dan kemudian berkurang secara bertahap.
• Rasa sakit yang konstan; tidak berkurang dengan emesis, antasida, defekasi, flatus, atau perubahan posisi; dan terkadang disertai dengan diaforesis, mual, dan muntah
• Gejala nonspesifik (misalnya, gangguan pencernaan, dispepsia, bersendawa, atau kembung)
Penting untuk membedakan gejala kolik bilier tanpa komplikasi dari kolesistitis akut atau komplikasi lainnya. Temuan penting yang ditemukan antara lain:3
• Kolik bilier tanpa komplikasi – nyeri sulit di lokalisir dan bersifat viceral;
pemeriksaan perut biasanya ringan tanpa rebound atau tahanan, dan tidak adanya demam
• Kolesistitis akut – Nyeri yang terlokalisasi dengan baik di kuadran kanan atas, biasanya dengan rebound dan penjagaan; tanda Murphy positif (nonspesifik);
seringnya demam; tidak adanya tanda-tanda peritoneal; seringnya takikardia dan diaforesis; pada kasus yang parah, bising usus tidak ada atau hipoaktif
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal untuk mengevaluasi batu empedu sering meliputi CBC, CMP, PT/PTT, lipase, amilase, Alk Phos, bilirubin total, analisis urin. Namun, pasien dengan kolelitiasis tanpa komplikasi atau kolik bilier sederhana biasanya memiliki hasil tes laboratorium yang normal. Pengujian laboratorium umumnya tidak diperlukan kecuali kolesistitis menjadi perhatian.1,4
Pemeriksaan USG tetap merupakan lini pertama dan modalitas pencitraan terbaik untuk mendiagnosa batu empedu. Tinjauan sistematis memperkirakan bahwa sensitivitasnya 84% dan spesifisitasnya 99%, lebih baik daripada modalitas lain. Batu empedu pada ultrasound memiliki penampakan struktur hyperechoic di dalam kantong empedu dengan gambaran posterior acoustic shaddow. Lumpur di kantong empedu juga dapat terlihat, dengan tampilan lapisan hiperekoik di dalam kantong empedu. Lumpur atau sludge, tidak seperti batu, tidak menghasilkan bayangan akustik. Jika didapati penebalan dinding kandung empedu anterior (lebih besar dari 3 mm), adanya cairan pericholecystic atau tanda Murphy sonografi positif, maka kita harus dicurigai adanya kolesistitis akut.1
Gambar 2. Gambaran sonografi kolesistitis akut5
Dengan pemeriksaan USG pengukuran common bile duct (CBD) juga dapat diperoleh.
Jika ukuran CBD meningkat maka kita dapat mencurigai adanya koledokolitiasis. Kisaran normal CBD adalah 4 mm pada pasien hingga usia 40 tahun, dengan tambahan 1 mm diperbolehkan untuk setiap tambahan dekade kehidupan. Pada pasien pasca kolesistektomi, ukuran common bile duct diperbolehkan berdiameter hingga 10 mm karena saluran umum menjadi reservoir empedu setelah kantong empedu diangkat.1
Jika studi ultrasound samar-samar untuk mengesampingkan kolesistitis akut, maka dapat dilakukan nuclear medicine cholescintigraphy scan, juga dikenal sebagai HIDA scan (hepatobiliary iminodiacetic acid) dapat dilakukan. Pada kantong empedu normal yang sehat, radioaktif tracker yang disuntikkan ke pembuluh darah perifer diedarkan ke hati dan akan memasuki pohon empedu dan dibawa ke kantong empedu dalam waktu 4 jam. Namun, pada kantong empedu dengan obstruksi duktus sistikus mencegah tracker memasuki kantung empedu.
HIDA scan memiliki sensitivitas hingga 97% dan spesifisitas 94% untuk diagnosis kolesistitis akut.1
CT Scan abdomen dapat membantu menentukan apakah ada dilatasi common bile duct, dan dapat mendeteksi peradangan atau komplikasi pankreas (massa, pseudokista, fitur nekrotikan). CT Scan juga berguna jika USG RUQ menyingkirkan penyakit bilier dan penyebab nyeri perut lainnya sedang dicari.1 Sementara pemeriksaan dengan radiografi polos memiliki sedikit peran dalam diagnosis batu empedu atau penyakit kandung empedu. Pada batu kolesterol dan batu pigmen bersifat radiopak dan terlihat pada radiografi hanya pada 10%-30% kasus, tergantung pada tingkat kalsifikasinya.4
Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) merupakan pemeriksaan yang menggabungkan gastroendoskopi bagian atas dan rontgen untuk mengatasi masalah saluran empedu dan pankreas. ERCP kadang-kadang berguna saat merawat pasien dengan penyakit kuning dan CBD yang melebar atau dugaan kolangitis, tetapi biasanya diperoleh setelah USG.
Tes ini bersifat invasive dengan menggunakan kontras namun juga memiliki keuntungan untuk dilakukannya intervensi.6 Intervensi dapat sekaligus dilakukan bila didapati patologi nya (misalnya stenting, ekstraksi batu, dan biopsi)
Diagnosis
Diagnosis cholecystitis akut jika didapati 3 dari 4 gejala antara lain; nyeri pada perut kanan atas, Murphy sign positif, leukositosis, dan demam. Dengan tambahan adanya gambaran cholelithiasis atau colecystitis dari USG.5
Tatalaksana
Penatalaksanaan batu empedu dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu pada batu empedu asimptomatik dan batu empedu simptomatik. Pada batu empedu asimptomatik tatalaksana bedah tidak dianjurkan. Resiko komplikasi oleh karena intervensi ini justru lebih tinggi dibandingkan dengan resiko pada pasien dengan gejala. Namun, kolesistektomi pada batu empedu asimptomatik dapat diindikasikan pada pasien dengan :1,4
 Pasien dengan batu empedu yang besar, dengan diameter > 2 cm. pada penelitian case-control pada 81 kanker kantong empedu, resiko keganasan 2 kali lipat pada pasien dengan diameter batu empedu lebih dari 2.0 – 2,9 cm, dengan resiko neoplastic lebih dari 10 kali lipat pada batu empedu ≥3 cm. Temuan ini menyarankan implikasi tatalaksana batu empedu asimptomatik, termasuk follow- up tahunan dengan pemeriksaan fisik, USG abdomen, dan pemeriksaan lain yang dibutuhkan.
 Pasien dengan kandung empedu nonfungsional atau kalsifikasi (porselen) diamati pada pencitraan dan yang berisiko tinggi karsinoma kandung empedu.
 Pasien dengan spinal cord injuries atau sensory neuropathies yang mempengaruhi regio abdomen.
 Pasien dengan sickle cell anemia pada painful crisis atau nyeri karena kolesistitis.
Asam ursodeoxycholic (ursodiol) adalah agen pelarut batu empedu. Pada manusia, pemberian asam ursodeoxycholic jangka panjang mengurangi saturasi kolesterol empedu, baik dengan mengurangi sekresi kolesterol hati dan dengan mengurangi efek deterjen garam empedu di kantong empedu (sehingga melestarikan vesikel yang memiliki daya dukung kolesterol tinggi). Desaturasi empedu mencegah pembentukan kristal dan memungkinkan ekstraksi bertahap kolesterol dari batu yang ada.4
Pada pasien dengan batu empedu kolesterol, pengobatan dengan asam ursodeoksikolat dengan dosis 8-10 mg/kg/hari per oral dibagi dua kali sehari dapat mengakibatkan larutnya batu empedu secara bertahap. Pada terapi ini, pasien harus memiliki batu kurang dari 1 cm dengan kandungan kolesterol tinggi.Intervensi ini biasanya memerlukan waktu 6-18 bulan dan hanya berhasil dengan batu kolesterol murni yang kecil. Pasien tetap berisiko mengalami komplikasi batu empedu sampai proses pelarutan batu selesai. Tingkat kekambuhan adalah 50% dalam 5 tahun. Selain itu, setelah penghentian pengobatan, sebagian besar pasien membentuk batu empedu baru selama 5-10 tahun berikutnya.1,4
Pilihan lainnya adalah terapi dengan lithotripsy gelombang kejut ekstrakorporeal digunakan pada batu empedu yang tidak terkalsifikasi.1
Pada kolelitiasis yang bergejala, intervensi bedah definitif dengan kolesistektomi biasanya diindikasikan. Saat ini kolesistektomi laparoskopi merupakan standard tatalaksana pada kebanyakan pasien.1 Kolesistektomi adalah tindakan pembedahan pengangkatan kantong empedu. Pada pasien dengan batu kantong empedu yang dicurigai memiliki batu di saluran empedu, ahli bedah dapat melakukan kolangiografi intraoperative saat kolesistektomi. Jika didapati common bile duct maka dapat dilakukan ekstraksi intraoperative atau ahli bedah juga dapat membuat fistula antara saluran empedu bagian distal dengan duodenum yang berdekatan (choledocoduodenostomy) sehingga batu dari saluran empedu dapat lewat menuju usus dengan aman.4
Pembedahan terbuka dapat diindikasikan jika terjadi bersamaan dengan kanker kandung empedu. Pada pasien dengan complicated cholelithiasis dilakukan stabilisasi pasien dan drainase kandung empedu, kemudian tatalaksana lanjutan dengan kolesistektomi dapat dipertimbangkan.7
Pasien simptomatik dengan hasil pemeriksaan yang konsisten didapati kolesistitis akut memerlukan perawatan di rumah sakit, konsultasi bedah dan antibiotik intravena. Pasien dengan choledocholithiasis atau pankreatitis batu empedu juga memerlukan perawatan di rumah sakit, konsultasi gastrointestinal (GI) dan ERCP atau MRCP. Pasien dengan kolangitis asenden akut biasanya tampak sakit dan septik. Pasien dengan kolangitis asenden akut juga sering membutuhkan resusitasi agresif dan perawatan tingkat ICU selain intervensi bedah untuk mengeringkan infeksi di saluran empedu.8,9
Pada pasien yang sakit berat dengan adanya empyema pada kandung empedu dan sepsis, cholecystectomy mungkin berbahaya. Pada kasus ini, ahli bedah dapat melakukan cholecystostomy dimana pada tindakan ini diberikan tube drainase pada kantong empedu.
Setelah didapati pasien stabil, diapat dilakukan cholecystectomy.4 Prognosis
Data menunjukkan bahwa hanya 50% pasien dengan batu empedu yang mengalami gejala. Angka kematian setelah kolesistektomi laparoskopi elektif kurang dari 1%. Namun, kolesistektomi darurat dikaitkan dengan angka kematian yang tinggi. Masalah lainnya adalah batu yang muncul pada saluran empedu setelah operasi, hernia insisional, dan cedera pada saluran empedu. Beberapa persen pasien mengalami nyeri pasca kolesistektomi.1
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan cholelithiasis antara lain adalah;
pankreatitis, batu saluran empedu (choledocolithiasis), kolesistitis akut, empiema kandung empedu, nekrosis, kanker kandung empedu, dan fistula kolesistoenterik.1
BAB III KESIMPULAN
Cholelithiasis atau batu empedu adalah endapan cairan pencernaan yang mengeras yang dapat terbentuk di kantong empedu Anda. Kantong empedu adalah organ kecil yang terletak tepat di bawah hati. Pasien dengan cholelithiasis dapat dijumpai dengan gejala maupun tanpa gejala. Gejala umum yang dapat dijumpai adalah nyeri pada perut kanan atas. Pada pasien dengan batu empedu tanpa gejala dapat dilakukan tatalaksana dengan asam ursodeoxycholic atau lithotripsy gelombang kejut ekstrakorporeal pada batu empedu yang tidak terkalsifikasi.
Tatalaksana pembedahan merupakan terapi definitif untuk pasien dengan cholelithiasis simptomatik. Tatalaksana yang diberikan untuk cholelithiasis simptomatik umumnya adalah cholecystectomy dengan laparoskopi.
Daftar Pustaka
1. Tanaja J, Lopez RA, Meer JM. Cholelithiasis. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470440/
2. Hansen JT. Netter's Clinical Anatomy, 4th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019.
3. Ibrahim M, Sarvepalli S, Morris-Stiff G, Rizk M, Bhatt A, Walsh RM, Hayat U, Garber A, Vargo J, Burke CA. Gallstones: Watch and wait, or intervene? Cleve Clin J Med. 2018 Apr;85(4):323-331
4. Douglas M Heuman MD. Gallstones (cholelithiasis) [Internet]. Gallstones (Cholelithiasis). Medscape; 2022 [cited 2023Apr13]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/
5. Gutt C, Schläfer S, Lammert F. The Treatment of Gallstone Disease. Dtsch Arztebl Int.
2020 Feb 28;117(9):148-158. doi: 10.3238/arztebl.2020.0148
6. Diagnosis of gallstones - NIDDK [Internet]. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. U.S. Department of Health and Human Services; [cited
2023Apr15]. Available from: https://www.niddk.nih.gov/health-information/digestive- diseases/gallstones/diagnosis
7. Tazuma S, Unno M, Igarashi Y, et al. Evidence-based clinical practice guidelines for cholelithiasis 2016. J Gastroentrol, 2017 Mar. 52(3): 276-300.
8. Yeh DD, Chang Y, Tabrizi MB, Yu L, Cropano C, Fagenholz P, King DR, Kaafarani HMA, de Moya M, Velmahos G. Derivation and validation of a practical Bedside Score for the diagnosis of cholecystitis. Am J Emerg Med. 2019 Jan;37(1):61-66.
9. Kruger AJ, Modi RM, Hinton A, Conwell DL, Krishna SG. Physicians infrequently miss choledocholithiasis prior to cholecystectomy in the United States. Dig Liver Dis. 2018 Feb;50(2):207-208.