• Tidak ada hasil yang ditemukan

referat Batu Empedu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "referat Batu Empedu"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Batu Empedu

Batu Empedu

Definisi Definisi

Istilah kolelithiasis digunakan untuk penyakit batu empedu yang dapat Istilah kolelithiasis digunakan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu atau didalam duktus koledokus atau pada ditemukan dalam kandung empedu atau didalam duktus koledokus atau pada keduanya. Sebagian besar batu empedu terutama batu kolesterol, terbentuk dalam keduanya. Sebagian besar batu empedu terutama batu kolesterol, terbentuk dalam kandung empedu (kolesistolithiasis). Kalau batu kandung empedu ini berpindah kandung empedu (kolesistolithiasis). Kalau batu kandung empedu ini berpindah ke dalam kandung empedu extrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder  ke dalam kandung empedu extrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder  atau

atau koledokokoledokolitiasis.litiasis.

Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik  tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik  maupun intrahepatik. Batu primer saluran empedu, harus memenuhi kriteria maupun intrahepatik. Batu primer saluran empedu, harus memenuhi kriteria sebagai berikut: ada massa asimpomatik setelah kolesistektomi, morfologi cocok  sebagai berikut: ada massa asimpomatik setelah kolesistektomi, morfologi cocok  dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada duktus koledokus atau tidak  dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada duktus koledokus atau tidak  ada sisa duktus sistikus yang panjang. Khusus untuk orang asia, dapat ditemukan ada sisa duktus sistikus yang panjang. Khusus untuk orang asia, dapat ditemukan sisa cacing askaris atau cacing jenis lain di dalam batu tersebut. Morfologi batu sisa cacing askaris atau cacing jenis lain di dalam batu tersebut. Morfologi batu  primer saluran empedu antara lain bentuknya ovoid, lunak, rapuh, seperti lumpur   primer saluran empedu antara lain bentuknya ovoid, lunak, rapuh, seperti lumpur 

atau tanah, dan war

atau tanah, dan warna cokelat muda sampai coklat gelap.na cokelat muda sampai coklat gelap.

Insidensi Insidensi

Insidensi kolelitiasis di negara barat sekitar 20% dan banyak menyerang Insidensi kolelitiasis di negara barat sekitar 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan lanjut usia. Pada tahun 2005 insidensi kolelitiasis di Amerika orang dewasa dan lanjut usia. Pada tahun 2005 insidensi kolelitiasis di Amerika Serikat sekitar 12 %, beberapa faktor yang menyebabkan tingginya insidensi Serikat sekitar 12 %, beberapa faktor yang menyebabkan tingginya insidensi antara lain :

antara lain :

y

y  Body habitus Body habitus : obesitas, penurunan berat badan : obesitas, penurunan berat badan yang cepatyang cepat y

y OO bat-obatan : Ceftriakson (Rocephin) bat-obatan : Ceftriakson (Rocephin) y

y Ras : Indian Amerika, SkandinaviaRas : Indian Amerika, Skandinavia y

y Ratio insidensi pada Wanita : Pria = 2:1Ratio insidensi pada Wanita : Pria = 2:1 y

y HHerediter :erediter : F  F irst degree relativesirst degree relatives y

(2)
(3)

Angka kejadian penyakit batu empedu di Indonesia diduga tidak berbeda Angka kejadian penyakit batu empedu di Indonesia diduga tidak berbeda   jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an   jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an

agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrsonografi. agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrsonografi.

Dikenal tiga jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau Dikenal tiga jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau  batu campuran. Di negara Barat, 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi  batu campuran. Di negara Barat, 80% batu empedu adalah batu kolesterol, tetapi

angka kejadian

angka kejadian batu pigmen akhir-batu pigmen akhir-akhir ini akhir ini meningkat. Sebaliknymeningkat. Sebaliknya di a di Asia Timur,Asia Timur, lebih banyak batu pigmen dibanding dengan batu kolesterol, tetapi angka kejadian lebih banyak batu pigmen dibanding dengan batu kolesterol, tetapi angka kejadian  batu kolesterol sejak 1965 makin meningkat. Tidak jelas apakah perubahan angka  batu kolesterol sejak 1965 makin meningkat. Tidak jelas apakah perubahan angka ini betul-betul oleh karena prevalensi yang berubah. Namun, perubahan gaya ini betul-betul oleh karena prevalensi yang berubah. Namun, perubahan gaya hidup,termasuk perubahan pola makanan, berkurangnya infeksi parasit, dan hidup,termasuk perubahan pola makanan, berkurangnya infeksi parasit, dan menurunnya infeksi empedu, mungkin menimbulkan perubahan insidens menurunnya infeksi empedu, mungkin menimbulkan perubahan insidens hepatolitiasis.

hepatolitiasis.

Patofisiologi Patofisiologi

Batu empedu pada hakekatnya merupakan endapan satu atau lebih Batu empedu pada hakekatnya merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu: kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium dan protein. komponen empedu: kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium dan protein. Kolesterol hampir tidak larut dalam air dan bilirubin sukar larut dalam air. Batu Kolesterol hampir tidak larut dalam air dan bilirubin sukar larut dalam air. Batu empedu dapat terbentuk dari bilirubin saja, kolesterol saja, atau campuran empedu dapat terbentuk dari bilirubin saja, kolesterol saja, atau campuran keduanya. Batu campuran ini juga mengandung kalsium. Batu bilirubin murni keduanya. Batu campuran ini juga mengandung kalsium. Batu bilirubin murni   biasanya kecil, majemuk, hitam dan dikaitkan dengan kelainan hemolitik. Batu   biasanya kecil, majemuk, hitam dan dikaitkan dengan kelainan hemolitik. Batu empedu ini jarang ditemukan. Batu kolesterol murni biasanya besar, soliter, bulat empedu ini jarang ditemukan. Batu kolesterol murni biasanya besar, soliter, bulat atau oval, berwarna kuning pucat. Batu kolesterol campuran paling sering atau oval, berwarna kuning pucat. Batu kolesterol campuran paling sering ditemukan, majemuk, berwarna cokelat tua. Batu campuran sering dapat terlihat ditemukan, majemuk, berwarna cokelat tua. Batu campuran sering dapat terlihat  pada radiogram seda

 pada radiogram sedangkan batu murni ngkan batu murni mungkmungkin translusen.in translusen.

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang  pada bagian saluran empedu lainnya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui  pada bagian saluran empedu lainnya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna; akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya dengan sempurna; akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.

stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.

Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hati dalam pembentukan batu empedu. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa hati

(4)
(5)

 penderita penyakit batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang sangat berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.

Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi  progresif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter oddi atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal, khususnya selama kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu sehingga menyebabkan insidensi yang tinggi pada kelompok ini.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam  pembentukan batu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Sehingga mukus meningkatkan viskositas, dan unsur seluler atau bakteri dapat   berperan sebagai sumber presipitasi. Akan tetapi infeksi mungkin lebih sering

menjadi akibat dari pembentukan batu empedu daripada sebab pembentukan batu empedu.

Gambaran Klinis I. Anamnesis

Setengah sampai sepertiga penderita batu empedu asimtomatis. Keluhan yang mungkin akan timbul adalah dispepsia yang kadang disertai dengan intolerans terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatik keluhan utamanya   berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium. Rasa nyeri lain adalah kolik bilier, timbul mendadak, yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dengan intensitas yang hebat dan dapat bertahan sampai 4 jam. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi dapat juga timbul tiba-tiba. Batu empedu umumnya menimbulkan gejala dengan menyebabkan peradangan atau sumbatan setelah batu bermigrasi ke duktus sistikus atau duktus biliaris komunis. Sumbatan duktus sistikus atau duktus biliaris komunis oleh batu   biasanya menyebakan peningkatan tekanan intralumen dan distensi viskus yang

(6)
(7)

  biasanya hebat, terasa seperti menekan atau perih yang semakin meningkat di epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen yang dapat menyebar.

Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula kanan, atau ke puncak bahu, disertai dengan mual dan muntah. Dari sekian banyak penderita mengaku nyeri menghilang setelah minum antasida. Jika telah terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada menarik napas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik  napas yang merupakan tanda perangsangan peritoneum setempat (tanda Murphy).

Demam atau menggigil dengan kolik biliaris biasanya mencerminkan adanya komplikasi yaitu kolesistitis, pankreatitis dan kolangitis. Keluhan rasa   penuh yang samar di epigastrium, dispepsia, sendawa atau flatulensi, terutama

setelah makan berlemak, jangan disalahartikan sebagai kolik biliaris. Gejala tersebut sering terdapat pada pasien dengan batu empedu tetapi tidak spesifik. Kolik biliaris dapat dicetuskan oleh makanan berlemak, oleh makan banyak  setelah puasa jangka panjang, atau bahkan jika makan normal.

Pruritus dapat ditemukan pada ikterus obstruktif yang berkepanjangan dan lebih banyak ditemukan di daerah tungkai daripada di badan.

II. Pemeriksaan Fisik 

Jika ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi yang ada, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pa nkreatitis.

Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan pungtum maksimum di daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif bila nyeri tekan   bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung empedu

yang meradang tersentuh oleh ujung jari pemeriksa dan pasien berhenti menarik  napas.

III. Pemeriksaan Laboratorium

Batu kandung empedu yang asimptomatik biasanya tidak menunjukkan kelainan laboratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.

(8)
(9)

Dapat terjadi peningkatan ringan bilirubin serum (tidak melebihi 5 mg/dL). Persistensi kadar bilirubun serum yang tinggi mengisyaratkan batu duktus biliaris koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan amilase serum dapat meningkat sedang jika terjadi serangan akut.

IV. Pemeriksaan Pencitraan

Ultrasonografi memiliki derajat spesifitas dan sensitivitas paling tinggi

untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan ultrasonografi juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau edema karena  peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal

kadang sulit dideteksi karena terhalang udara dalam usus. Dengan ultrasonografi,  pungtum maksimum nyeri pada batu kandung empedu yang gangren akan terlihat

lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat pada foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan ga mbaran udara usus besar, di fleksura hepatika.

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras yang diberikan per 

os cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat   batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi

oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, obstruksi pilorus, kadar    bilirubin serum >2 mg/dL, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Kolesistografi oral lebih bermakna pada  penilaian fungsi kandung empedu.

CT- scan tidak lebih unggul dibandingkan dengan ultrasonografi untuk 

(10)
(11)

keganasan pada kandung empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90%.

Foto Röntgen dengan kolongipankreotikografi endoskopi retrograd di   papilla Vater (ERCP) atau melalui kolongiografi transhepatik perkutan (PTC)   berguna untruk pemeriksaan batu di duktus koledokus. Indikasinya adalah batu kandung empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat dideteksi dengan ultrasonografi dan kolesistografi oral, misalnya karena batu kecil.

Komplikasi yang dapat timbul

Komplikasi kolelitiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis piogenik, fistel bilioenterik, ileus batu empedu,  pankreatitis, dan perubahan keganasan. Batu empedu dari duktus koledokus dapat masuk ke dalam duodenum melalui papilla Vater dan menimbulkan kolik, iritasi,  perlukaan mukosa, peradangan, edema, dan striktur papilla Vater.

Penatalaksanaan

Batu empedu ditangani baik secara nonbedah maupun dengan  pembedahan. Tata laksana nonbedah terdiri dari lisis batu dan pengeluaran secara endoskopik. Selain itu, dapat dilakukan pencegahan terjadinya batu empedu pada orang yang cenderung mempunyai batu empsdu litogenik dengan mencegah infeksi dan menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara mengurangi asupan atau menghambat sintesis kolesterol. O  bat golongan statin dikenal dapat

menghambat sintetis kolesterol karena menghambat enzim HMG-CoA reduktase.

1.  Nonbedah a. Lisis batu

Lisis batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil dengan batu kolesterol. Terapi dapat berhasil pada separuh penderita dengan  pengobatan selama 1-2 tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan ke dalam

(12)
(13)

 b. Endoskopik 

Bila keadaan pasien memburuk maka dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik untuk mengalirkan empedu dan nanah dan membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dapat juga dipasang pipa nasobilier. Indikasi lain dari sfingterotomi endoskopik adalah adanya riwayat kolesistektomi. Apabila   batu duktus koledokus besar (>2cm) maka cara ini tidak dapat dilakukan.

Pada pasien dengan batu besar disarankan untuk litotripsi terlebih dahulu untuk mengeluarkan batu dari duktus koledokus secara mekanik melalui   papilla vater dengan alat ultrasonik atau laser. Umunya penghancuran ini

dilakukan bersama-sama atau dilengkapi dengan sfingterotomi endoskopik.

2. Bedah

Pembedahan memang dilakukan untuk batu kandung empedu yang simptomatik. Kolesistektomi memiliki angka rekurensi yang kecil dan sekitar 92 % pasien akan sembuh dari nyeri di kuadran kanan atas. Adapun indikasi dari operasi kolesistektomi itu antara lain :

y  Biliary pain y  Biliary dyskinesia y C alcified gallbladder 

y  Acute cholecystitis (Ditangani dalam 72 jam)

y C holedocholithiasis (setelah duktus koledokus jelas)

y Gallstone pancreatitis (sebelum discharge tetapi setelah pankreatitis

ditangani)

Kolesistektomi dapat dilakukan dengan dua teknin, yaitu laparoskopi dan laparotomi, dimana laparoskopi memiliki keuntungan dibandingkan dengan laparotomi, antara lain :

y Kosmetik yang lebih baik 

y Lebih cepat dapat kembali bekerja y Biaya lebih murah

y Mortalitas lebih kecil

y  Nyeri post operatif lebih minimal y Jaringan yang rusak lebih

minimal

y Waktu rawat lebih singkat

(14)
(15)

Permasalahan saat ini adalah perlu ditetapkan apakah akan dilakukan kolesistektomi profilaksis secara elektif pada yang asimtomatik. Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun laparoskopik adalah kolelitiasis asimtomatik pada penderita diabetes mellitus karena serangan kolesistitis akut dapat menyebabkan komplikasi yang berat. Indikasi lain adalah kandung empedu yang tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu berdiameter besar (>2 cm), karena batu yang besar  lebih sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil. Indikasi lain adalah kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian karsinoma. Pada keadaan ±keadaan tersebut dianjurkan untuk  kolesistektomi.

Anjuran untuk melakukan kolesistektomi profilaksis pada pasien batu empedu sebaiknya didasarkan pada penilaian pada tiga faktor, yaitu :

1) Adanya gejala yang cukup sering atau parah sehingga menganggu kehidupan sehari-hari.

2) Adanya komplikasi penyakit batu empedu (kolesistitis, pankreatitis, fistula). 3) Adanya kelainan yang meningkatkan predisposisi timbulnya komplikasi batu empedu (misalnya terjadi kalsifikasi kandung empedu, riwayat kompliksi sebelumnya).

(16)
(17)

Ch

oledoc

h

olit

h

iasis

Choledocholithiasis 85% disebabkan pasase batu empedu (cholelithiasis) melalui duktus sistikus ke duktus koledoktus dan 15% disebabkan pembentukan   batu primer di duktus koledoktus, biasanya disebabkan oleh infestasi migrasi  parasit A.lumbricoides atau C.sinensis ke duktus biliaris. O  bstruksi pada duktus

koledoktus menyebabkan timbulnya berbagai gejala dan komplikasi termasuk  nyeri abdomen, ikterus, cholangitis, pancreatitis, dan sepsis.

Choledocholithiasis banyak didapatkan pada ras Asia terutama di daerah Asia Tenggara. Kolelitiasis banyak didapatkan pada perempuan dibandingkan   pria. Angka insidensi batu empedu 40% terjadi pada umur lebih dari 60 tahun, sedangkan batu primer pada duktus koledokus terjadi 8-15% pada pasien dengan umur kurang dari 60 tahun dan 15-60% terjadi pada umur lebih dari 60 tahun.

Presentasi klinis bervariasi bergantung dari derajat dan level obstruksi, dan ada atau tidaknya infeksi biliaris. Riwayat penyakit kolelitiasis pada pasien  bukanlah syarat esensial untuk menegakkan diagnosis koledokolitiasis karena batu empedu dapat tidak memberikan gejala sama sekali (25-50% kolelitiasis dapat   bersifat asimtomatis). Gejala nyeri pada kuadran kanan atas abdomen sering

dikeluhkan pasien. Nyeri biasanya bersifat lokal, moderate, dan intermiten. Adanya nyeri yang sangat berat biasanya disebabkan adanya penyakit lain yang menyertainya. Keluhan nyeri biasanya disertai adanya mual dan muntah. Ikterus yang terjadi disebabkan naiknya level bilirubin direk yang secara klinis biasanya memberikan gambaran klinis mata pasien menjadi oranye atau kuning-kehijauan. Keluhan ikterus disertai adanya riwayat warna feses menjadi pucat dan warna urin mirip air teh pada 50% kasus. Ikterus dapat terjadi secara episodik 

Adanya demam merupakan indikasi terjadi komplikasi cholangitis. Cholangitis ditandai oleh tiga gejala klinis klasik, Charcod triad, yaitu demam ringan (95%), nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (90%), dan ikterus (80%).

(18)
(19)

Gejala klinis cholangitis memiliki presentasi yang bervariasi, mulai dari yang   bersifat mild self-limiting illness sampai terjadinya syok sepsis (5% pasien

cholangitis). Komplikasi lainnya yang dapat t erjadi pada penyakit koledokolitiasis adalah pancreatitis. Batu empedu adalah 50% penyebab dari seluruh kasus   pancreatitis. Pancreatitis dipresipitasi oleh adanya obstruksi pada duktus

koledoktus pada level ampula Vateri. Nyeri abdomen pada pancreatitis berbeda dengan nyeri akibat kolelitiasis, yaitu nyeri bersifat tajam, kontinyu, dirasakan terlokalisir pada daerah epigastrium (nyeri somatis) yang dirasakan menembus ke daerah midback, nyeri semakin bertambah bila pasien dalam posisi supine. Sedangkan nyeri abdomen pada kolelitiasis terjadi pada kuadran kanan atas,   bersifat akut, viseral, kolik, biasanya terjadi setelah 30-90 menit setelah makan,   berlangsung dalam beberapa jam, menjalar ke daerah skapula atau punggung

kanan.

Apabila pasien memiliki rekam medik, riwayat penyakit striktur ata u dilatasi kistik pada duktus koledoktus, sclerosing cholangitis, disfungsi sfingter  Oddi,

merupakan data penting untuk menegakkan diagnosis koledokolitiasis sekunder  akibat batu empedu. Askariasis pada stadium pulmonal biasanya memberikan gejala klinis berupa batuk-batuk disertai demam.

Pemeriksaan fisik pada pasien koledokolitiasis biasanya memberikan tanda-tanda klinis nyeri pada abdomen pada kuadran kanan atas dan ikterus pada kulit, sklera dan frenulum linguae. Adanya nyeri hebat dengan/tanpa Murphy¶s sign mengindikasikan adanya kolesistitis akut. Ekstensi ikterus pada tubuh bergantung  pada derajat penyakit dan lamanya obstruksi. Tanda-tanda klinis sistemik, seperti demam, hipotensi, dan flushing mengindikasikan terjadinya proses infeksi, sepsis, atau keduanya. Tanda klinis pancreatitis adalah adanya Cullen¶s sign, diskolorisasi biru pada daerah periumbilikus, dan Turner¶s sign, diskolorisasi  biru-merah-ungu atau hijau-coklat pada daelah lumbalis

Hasil pemeriksaan laboratorium tidak spesifik untuk mendiagnosis

(20)
(21)

hasil ini tidak spesifik. Peningkatan serum bilirubin total dan direk  mengindikasikan adanya obstruksi pada duktus koledokus. Sekitar 60% pasien Choledocolithiasis memiliki serum bilirubin direk lebih dari 3 mg/dl. Serum amilase dan lipase meningkat pada pankreatitis akut. Peningkatan alkali fosfatase dan gamma-glutamil transpeptidase dapat memprediksikan adanya batu pada duktus koledoktus. Protrombin time meningkat pada pasien prolonged Choledocolithiasis. SGOT dan SGPT meningkat pada pasien dengan komplikasi

cholangitis, pankreatitis, atau keduanya. Kultur darah memberikan hasil positif   pada 30-60% pasien cholangitis.

Pencitraan yang dapat digunakan dalam menunjang diagnosis Choledocolithiasis yang dapat digunakan a dalah transabdominal USG, endoscopic USG, CT-scan, MRI, Endoscopic Retrograde Cholangiopancreography (ERCP) ,

dan Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC). Cholangiography adalah kriteria standar emas untuk menegakkan dia gnosis batu pada duktus koledoktus

Penatalaksanaan Choledocolithiasis dapat bersifat non-surgical atau sur gical. Modalitas yang dapat digunakan dalam terapi non-surgical adalah ERCP,   percutaneous extraction, dan ESWL (Extracorporeal Shock Wave Litotripsy).

Sedangkan terapi surgical adalah open choledochotomy, transcystic exploration, drainage procedures, cholecystectomy. Medikamentosa yang dapat digunakan   berupa (1) antibiotik²sebagai profilaksis ataupun terapi bila terbukti terdapat

infeksi, (2) agen H-2 antagonist, sukralfat, dan proton pump inhibitor²profilaksis

terhadap stress ulcer. Antibiotik intravena yang digunakan dalam terapi cholangitis adalah derivat penisilin (misal piperasilin) untuk bakteri gram-negatif, atau sefalosporin generasi kedua atau ketiga (misal seftazidim, seftriakson, sefotaksim) untuk bakteri gram-negatif, ampisilin untuk bakteri gram positif, dan metronidazol untuk bakteri anaerob. Beberapa penelitian melaporkan penggunaan golongan kuinolon (misal siprofloksasin, levofloksasin) atau kotrimoksazol (SMZ-TMP) sebagai terapi yang efektif recurrent cholangitis.

(22)
(23)

J

aundice

Ikterus adalah gejala kuning pada sklera kulit dan mata akibat bilirubin yang berlebihan di dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum kurang dari 9 mol/L (0,5 mg%). Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin meningkat diatas 35 mol/L (2 mg%). Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya yang pertama kali menjadi kuning.

Mekanisme Patofisiologik Kondisi Ikterik 

Terdapat 4 mekanisme umum di mana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi:

1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati 3. Gangguan konjugasi bilirubin

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra-hepatik dan ekstraintra-hepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau mekanik 

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme

yang pertama, sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.

1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Akibatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam darah meningkat. Meskipun demikian, kadar bilirubin serum jarang melebihi 5 mg/100 ml pada penderita hemolitik berat, dan ikterus yang timbul bersifat ringan,   berwarna kuning pucat. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air,

(24)
(25)

Tetapi pembentukan urobilinogen menjadi meningkat (akibat peningkatan beban  bilirubin terhadap hati dan peningkatan konjugasi dan ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan kemih. Kemih dan feses dapat berwarna gelap.

Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada anemia sel sabit), sel darah merah abnormal (sferositosis herediter), antibodi dalam serum (Rh atau inkompatibilitas transfusi atau sebagian akibat penyakit hemolitik autoimun), pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma (pembesaran li mpa dan peningkatan hemolisis).

Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin secara berlebihan yang  berlangsung kronik dapat mengakibatkan pembentukan batu empedu yang banyak 

mengandung bilirubin; di luar itu, hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak  membahayakan.

Pengobatan langsung ditujukan untuk memperbaiki penyakit hemolitik. Akan tetapi, kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg/100 ml pada  bayi dapat mengakibatkan kern ikterus

2. Gangguan pengambilan bilirubin

Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat albumin oleh sel-sel hati dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkannya pada   protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan

  pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati: asam flavaspidat (dipakai untuk mengobati cacing pita), novobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus biasanya

menghilang bila obat yang menjadi penyebab dihentikan.

3. Gangguan konjugasi bilirubin

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan (< 12,9 mg/100 ml) yang

mulai terjadi pada hari kedua sampai kelima lahir disebut ikterus fisiologis pada neonatus. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronil transferase. Aktivitas glukoronil transferase biasanya meningkat

(26)
(27)

  beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu kedua, dan setelah itu ikterus akan menghilang.

Ketika bilirubin yang tak terkonjugasi pada bayi baru lahir melampaui 20 mg/100 ml, terjadi suatu keadaan yang disebut kern ikterus. Keadaan ini dapat timbul bila suatu proses hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi   baru lahir dengan defisiensi glukoronil transferase normal. Kernikterus atau   bilirubin ensefalopati timbul akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi pada

daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak diobati maka akan terjadi kematian atau kerusakan neurologik berat.

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonyugasi

Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor- faktor  fungsional maupun obstruktif, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Karena bilirubin terkonjugasi larut dalam air, maka bilirubin ini dapat diekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubinuria dan kemih   berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering berkurang

sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar  fosfatase alkali dalam serum, AST, kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonyugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning-jingga muda atau sampai kuning-hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu. Perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstrukfif. Kolestasis dapat bersifat Intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu di luar hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang sama.

(28)
(29)

TABEL1.Ciri Yang Membedakan Ikterus Hemolitik, Hepatoselular dan

Obstruktif 

Ciri klinis Hemolitik  Hepatoselular  O bstruktif 

Warna kulit Kuning pucat Jingga-kuning muda sampai tua

Kuning-hijau muda sampai tua Warna kemih  Normal (dapat gelap karena urobilin) Gelap (bilirubin terkonyugasi) Gelap (bilirubin terkonyugasi) Warna feses  Normal atau gelap (sterkobilin) Pucat (sterkobilin menurun) Warna seperti dempul

Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetap Bilirubin

serum, indirek  atau tak  terkonyugasi

Meningkat Meningkat Meningkat

Bilirubin serum, direk 

atau terkonyugasi

  Normal Meningkat Meningkat

Bilirubin

kemih Tidak ada Meningkat Meningkat

Urobilinogen

kemih Meningkat

Sedikit

meningkat Meningkat

Kolestasis Intrahepatik vs Ekstrahepatik 

Keputusan diagnostik yang paling penting bagi dokter dan ahli bedah dalam menangani kasus hiperbilirubinemia terkonjugasi adalah menetapkan apakah obstruksi aliran empedu adalah intrahepatik atau ekstrahepatik. Kolestasis

(30)
(31)

ekstrahepatik mungkin memerlukan pembedahan, sedangkan pembedahan pada   penderita penyakit hepatoselular (kolestasis intrahepatik) malahan dapat

memperberat penyakit dan bahkan dapat menimbulkan kematian.

Membedakan kedua keadaan ini tidak mudah, karena semua bentuk  kolestasis menimbulkan sindrom klinik ikterus yang sama yaitu: gatal, transaminase meningkat, fosfatase alkali meningkat, gangguan ekskresi zat warna kolesisto-grafi, dan kandung empedu tidak terlihat.

Walaupun penentuan akhir bersifat klinis, namun bantuan untuk  membedakan kedua keadaan ini datang dari penilaian derajat obstruksi. O bstruksi

intrahepatik jarang seberat obstruksi esktrahepatik. Akibatnya, kolestasis intrahepatik umumnya hanya mengakibatkan peningkatan moderat fosfatase alkali, dan sedikit pigmen dapat ditemukan dalam feses atau urobilinogen dalam kemih bila dibandingkan dengan kolestasis esktrahepatik. Biopsi hati atau duodenum, atau kolangiografi transhepatik dapat dilakukan untuk mempertegas kasus yang sulit.

y Kolestatis intrahepatik 

Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah penyakit hepatoselular  dimana sel parenkim hati mengalami kerusakan akibat virus hepatitis atau  berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoselular biasanya menyebabkan gangguan pada semua fase metabolisme  bilirubin²pengambilan, konjugasi, dan ekskresi²tetapi karena ekskresi biasanya yang paling terganggu, maka yang paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonyugasi. Penyebab kolestasis intrahepatik yang lebih jarang adalah   pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter Dubin-Johnson serta

sindrom Rotor. Pada keadaan ini, terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit. O bat yang sering menimbulkan gangguan ini adalah halotan

(anestetik), kontrasepsi oral, estrogen, steroid anabolik, isoniazid, dan klorpromazin.

(32)
(33)

Penyebab tersering kolestasis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu,   biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas dapat   pula menyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; juga karsinoma ampula Vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah striktur yang timbul pasca   peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta

hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus hepatikus kanan atau kiri.

Ikterus Obstruktif 

Ikterus ekstrahepatik dan ikterus obstruktif adalah sinonim. Pada umumnya, ikterus obstruktif perlu ditangani dengan pembedahan, sedangkan ikterus prehepatik dan hepatik ditangani secara medis. Dengan demikian tujuan dari evaluasi ini adalah: mengidentifikasi pasien yang menderita obstruksi saluran empedu.

Beberapa petunjuk umum untuk mengidentifikasi pasien yang menderita obstruksi saluran empedu adalah:

1.iwayat

a. U  sia dan seks

Orang tua lebih besar kemungkinannya menderita ikterus obstruktif.

Sirosis empedu primer hampir selalu terbatas pada wanita. b. Obat -obatan

Jenis obat-obatan yang dapat menyebabkan ikterus adalah : alkohol, fenotiazin dan hormon seks.

c.  N  yeri

Dimulai didaerah epigastrium atau kuadran kanan atas dan menyebar  menuju scapula kanana. Merupakan ciri khas dari penyumbatan empedu akut (kolik bilier). Rasa sakit kronis, samar-samar dan pegal kemungkinan diakibatkan oleh keganasan. Rasa sakit difus di kuadran kanan atas mungkin diakibatkan oleh peregangan kapsula hepar akibat hepatitis, cedera alkoholik akut atau kongesti pasif akibat penyakit  jantung.

(34)
(35)

d.  Demam

Ciri khas kolangitis akibat sumbatan empedu adalah : demam tingi, khususnya bila disertai menggigil (rigor).

e.  F aeces encer dan urin yang gelap warnanya

Lebih sering dijumpai pada penderita penyumbatan ekstrahepatik.  f.  P ruritus.

Rasa gatal sekali di anggota tubuh mungkin mendahului ikterus atau timbul bersamaan. Pruritus merupakan gejala kolestasis apapun  penyebabnya.

2. Pemeriksaan fisik.

Hepatomegali bukan gambaran yang dapat membedakannya dari penyakit

lain. Dapat ditemukan stigmata sirosis (angiomata spider dan lain sebagainya). Splenomegali memikirkan adanya hipertensi portal. Kandung empedu yang teraba keras menyatakan bahwa penyebab ikterus adalah penyumbatan saluran empedu yang bersifat ganas. Suatu anggapan yang salah bila diambil kesimpulan bahwa penyumbatan merupakan suatu penyebab yang tak ganas kalau kandung empedu tak dapat diraba.

3. Tes fungsihati

Tes standar fungsi hati biasanya memungkinkan penggolongan penderita menjadi dua bagian: Mereka yang menderita ikterus pre-hepatik atau hepatoselular dan mereka yang menderita ikterus kolestatik. Karena kolestatik  mungkin hepatik (medis) atau posthepatik (pembedahan) maka tes ini hanya   bermaksud untuk mengindentifikasi penderita yang membutuhkan evaluasi  penyumbatan empedu lebih lanjut.

Ikterus kolestatik secara khas berkaitan dengan peningkatan jumlah bilirubin direk (terkonjugasi), peningkatan sedikit SGPT dan SGOT atau normal.

Peningkatan kadar fosfatase alkali, peningkatan leusin aminopeptidase dan albumin yang normal, serta masa protrombin yang memanjang. Banyak  variasinya, dan mungkin terjadi campur antara ikterus kolestatik dan hepatoselular.

(36)
(37)

Antigen dan zat anti antimitokondria yang menimbulkan hepatitis (meningkat  pada sirosis empedu primer) mungkin membantu.

4. Foto sinar-X polos abdomen

Sekitar 10-15 % batu empedu radiopaque dan dengan demikian terlihat pada film polos abdomen. Batu empedu yang membesar dapat terlihat bagaikan suatu massa jaringan lunak.

5. Ultrasound

Merupakan suatu metoda pemeriksaan saluran empedu pada ikterus obstruktif  yang aman, sederhana, tidak mahal dan cukup dapat diandalkan. Kalau salura n membesar, maka ada penyumbatan empedu. Kalau saluran empedu tak  membesar maka tak mungkin ada penyumbatan.

6. Biopsi hati

Jarum biopsi perkutan dari hati biasanya direncanakan untuk pasien yang salurannya tak melebar yang kemungkinan menderita ikterus akibat pengaruh medis. Biopsi tak boleh dilakukan apabila ada gangguan proses pembekuan atau trombositopenia.

7. Kolangiografi t ranshepatik perkutan

Merupakan cara yang baik untuk mengetahui adanya obstruksi dibagian atas kalau salurannya melebar, meskipun saluran yang ukurannya normal dapat dimasuki oleh jarum baru yang "kecil sekali" Gangguan pembekuan, asites dan kolangitis merupakan kontraindikasi.

8. Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde ( ERC  P  =  E ndoscopic

retrograde kolangiopankreatograft )

Kanulasi duktus koledokus dan/atau duktus pankreatikus melalui ampula Vater dapat diselesaikan secara endoskopis. Lesi obstruksi bagian bawah dapat diperagakan. Pada beberapa kasus tertentu dapat diperoleh informasi tambahan yang berharga, misalnya tumor ampula, erosis batu melalu ampula, karsinoma yang menembus duodenum dan sebagainya) Tehnik ini lebih sulit dan lebih mahal dibandingkan kolangiografi transhepatik. Kolangitis dan   pankreatitis merupakan komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien yang

(38)
(39)

kolangiografi transhepatik, ERCP semakin menarik karena adanya potensi yang 'baik untuk mengobati penyebab penyumbatan tersebut (misalnya: sfingterotomi untuk jenis batu duktus koledokus yang tertinggal).

9. CTscan

CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar, massa hepatik  dan massa retroperitoneal (misalnya, massa pankreatik).Bila hasil ultrasound masih meragukan, maka biasanya dilakukan CT sca n.

10. Penyelidikan lain

a. Scan saluran cerna bagian atas.

Pemeriksaan barium standar pada lambung dan duodenum dapat menghasilkan bukti tak langsung penyebab penyumbatan empedu (misalnya, pelebaran lengkung duodenum merupakan ciri neoplasma  pankreas).

b. Scan hida atau pipida.

Tes ini berguna untuk mengetahui letal penyumbatan duktus sistikus, tetapi nilainya pada kasus penyumbatan duktus koledokus masih diragukan.

c.  K olangiografi intravena (IVC = intravenous cholangiography )

Tidak akan berhasil bila bilirubin serum lebih besar dari 4 mg/100 ml. IVC mungkin berhasil kalau bilirubin kurang dari 4, terutama kalau bilirubin turun dengan cepat. Tetapi IVC sebagian besar telah diganti oleh metode-metode lain. Kolesistografi oral (OCG = oral cholecystography) tak 

mempunyai arti bila terdapat ikterus, tetapi mungkin dapat membantu kalau ikterus telah hilang.

(40)
(41)

D

A

F

TAR 

PUS

TA

A

1. Sjamsuhidayat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. 560-576. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 2005

2. Bellows, C.F. www.aafp.org/afp. Management of Gallstone. 2005 3. Allen, Jeff. www. E-Medicine. Com. Cholelithiasis. 2005

4. Myceck, M.J. Farmakologi. Edisi 2. 309. Widya Medika. Jakarta; 2001

5.   _____________. Kamus Saku Kedoteran Dorland. Edisi 25. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 1998

6. Holzbach, T.R. www.karger.ch. Newer Pathogenetic Concepts In Cholesterol

Gallstone Formation: A Unitary Hypothesis. 1997

7. Isselbacher et al. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4.

Edisi 13. 1688-1693. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 1995

8. Price, S.A. Patofisiologi. Jilid 1. Edisi 4. 453-454. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 1995

9. Shojamanesh, Homayoun MD.holangitis. National Institutes of  HealthCholangitis. www.emedicine.com. April 18, 2004.

10. S Dandan, Imad MD. Choledocholithiasis. Department of Surgery, American University of Beirut, Lebanon. www.emedicine.com. September 21,

2005.

11. Braunwald, Eugene. S.Fauci, Anthony. Et a l. H arrison¶s P rinciples of Internal 

 Medicine, 15th E dition, Manual of Medicine, International  E dition. McGraw-Hill Education (Asia). 2002

(42)
(43)
(44)

Referensi

Dokumen terkait

Aksen, ornamen islam/Islamic Village kurang terlihat sudah terselessaikan dengan Melalui desain perancangan tempat penyimpanan tas ini yang memiliki konsep logo

Parameter penilaian dari aspek fisik terdiri dari: a. Pengelolaan tutupan vegetasi. 1) Penilaian pengelolaan tutupan vegetasi dilakukan terhadap kondisi fisik dalam

Konsekwensi ini mengindikasikan kebutuhan anak didik/siswa tersebut, mengenai jenis motivasi, maka dapat dikatakan bahwa bila siswa menunjukkan tingkah laku belajar karena

Meskipun tidak dalam penelitian ini pemberian ekstrak mengkudu tidak berpengaruh terhadap tingkat kanibalisme ikan lele, namun secara umum jika dibandingkan dengan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka disusun kesimpulan bahwa implementasi kebijakan mandat konsumsi BBN melalui peningkatan konsumsi BBN, perubahan luas

Pusdatin adalah pusat data inforamsi yang berada di BPN pusat telah mengurai masalah kualitas sumberdaya manusia dengan secara periodik melakukan transfer

Area penyimpanan, persiapan, dan aplikasi harus mempunyai ventilasi yang baik , hal ini untuk mencegah pembentukan uap dengan konsentrasi tinggi yang melebihi batas limit

Prinsip yang diterapkan dalam PTK adalah sebagai berikut: 1) Tidak mengganggu pekerjaan utama guru, yaitu mengajar. 2) Metode pengumpulan data tidak menuntut metode yang