BAGIAN ILMU OBSETRI & GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Referat
Sub-Involusio Uteri
Husnul Hatima - 105501111422
Supervisor Pembimbing
dr. Dwi Andina, M.Kes. Sp. OG
PENDAHULUAN
01
PENDAHULUAN
01
02
03
04
05
Masa nifas adalah periode 6 minggu setelah persalinan di mana organ reproduksi kembali ke kondisi sebelum hamil (involusi).
Periode ini krusial karena sekitar 60% kematian ibu terjadi pada masa nifas, terutama akibat perdarahan pasca persalinan.
Involusi uterus melibatkan penurunan ukuran, pengeluaran desidua, dan kontraksi untuk mencegah perdarahan.
Subinvolusi terjadi jika uterus gagal berkontraksi secara normal, disebabkan oleh sisa plasenta, infeksi, atau kurang mobilisasi.
WHO mencatat tingginya angka kematian ibu. Perhatian khusus dan asuhan tepat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi pada masa nifas.
TINJAUAN PUSTAKA
02
A. Masa Nifas
Masa nifas berlangsung sekitar 6 minggu hingga 3 bulan setelah persalinan, dimulai setelah plasenta lahir. Terdiri dari tiga tahap:
immediate (0–24 jam), early (hari ke-2–7), dan late (minggu ke-2–6).
Selama masa ini terjadi perubahan anatomi, termasuk involusi uterus, ditandai turunnya TFU, lokhea, dan kontraksi baik.
Subinvolusi (gagalnya uterus kembali ke kondisi semula) perlu dicurigai jika uterus belum masuk panggul dalam 2 minggu.
Penyebab utama subinvolusi : sisa plasenta, infeksi, dan perdarahan lanjut.
B. Anatomi dan Fisiologi Uterus
Uterus adalah organ berotot tebal berbentuk pir, terletak di pelvis minor, terdiri dari tiga lapisan: perimetrium,
miometrium, dan
endometrium.
Fisiologi
Fungsi utamanya meliputi kehamilan, menstruasi, dan persalinan.
Selama kehamilan, uterus membesar karena hipertrofi otot akibat peningkatan hormon estrogen dan progesteron.
Pada masa nifas, uterus mengalami involusi—proses kembali ke ukuran dan fungsi semula. Proses involusi melibatkan iskemia, fagositosis, autolisis, dan regenerasi endometrium.
Ukuran uterus menyusut secara bertahap, sekitar 1 cm per hari, dan hampir tidak teraba pada hari ke-10. Beratnya turun dari 1000 gram menjadi 60 gram pada minggu ke-6. Involusi lebih lambat jika terjadi infeksi, retensi jaringan, atau setelah seksio sesaria.
Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG),SpOG.(K). Kegawat daruratan obsetri. Lumbanraja-Medan : USU Press 2015.
C. Definisi Subinvolusi Uteri
Subinvolusi uteri adalah kondisi di mana proses involusi uterus (pengecilan dan pemulihan uterus pascapersalinan) gagal atau tertunda, terutama akibat tidak tertutupnya arteri spiral di lokasi plasenta secara fisiologis.
D. Epidemiologi Subinvolusi Uteri
• Sekitar 830 wanita meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan dan persalinan (WHO, 2020).
• Angka Kematian Ibu (AKI) global: 216 per 100.000 kelahiran hidup.
• 99% kematian ibu terjadi di negara-negara berkembang.
• Target SDGs tahun 2030:
menurunkan AKI menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup.
• Data Indonesia (2020): kematian ibu mencapai 4.627 jiwa, naik 10,25% dari tahun 2019.
Insidensi subinvolusi uteri:
• Sekitar 5% di negara maju.
• Bisa mencapai 28% di negara berkembang.
Penyebab perdarahan postpartum:
• 90% karena atonia uteri.
• 7% karena robekan jalan lahir.
• Sisanya akibat retensio plasenta dan gangguan pembekuan darah
E. Etiologi dan Faktor Risiko
1. Menyusui : Rangsangan puting memicu hormon oksitosin dan prolaktin yang mempercepat involusi uterus.
2. Status Gizi : Ibu nifas membutuhkan tambahan 500 kkal/hari. Kekurangan energi dapat menghambat kontraksi uterus.
3. Paritas (jumlah kehamilan dan persalinan sebelumnya) - Ibu primipara: kontraksi lebih kuat, involusi lebih cepat.
- Ibu multipara: kontraksi lebih lemah karena elastisitas rahim berkurang.
4. Usia Ibu
- Usia ideal 20–30 tahun: elastisitas otot rahim optimal.
- <20 tahun: organ belum matang.
- 35 tahun: elastisitas menurun, sering disertai komplikasi.
5. Mobilisasi Dini : Membantu
peredaran darah dan pengeluaran lokia, mempercepat kontraksi dan menurunkan risiko perdarahan.
E. Etiologi dan Faktor Risiko
Subinvolusi uteri terjadi ketika proses pengecilan rahim setelah persalinan terganggu.
Penyebab utamanya meliputi infeksi endometrium, sisa plasenta atau selaput ketuban, bekuan darah, dan mioma uteri.
Gangguan kehamilan seperti hipertensi, infeksi, dan masalah sistem peredaran darah juga dapat memperlambat proses involusi.
Faktor Risiko
Tidak Menyusui
→ Tanpa isapan bayi, hormon oksitosin dan prolaktin tidak keluar maksimal → kontraksi rahim lemah.
Gizi Buruk atau Kurang Energi
→ Ibu kekurangan energi (butuh tambahan ±500 kkal/hari) → kontraksi rahim tidak kuat.
Paritas Tinggi (melahirkan berkali-kali)
→ Rahim sering meregang → otot rahim lemah → kontraksi lambat → involusi lama.
Usia Ibu Terlalu Muda (<20 tahun) atau Terlalu Tua (>35 tahun)
→ Elastisitas otot rahim kurang baik → kontraksi tidak maksimal.
Kurang Mobilisasi (tidak cepat bergerak setelah melahirkan)
→ Peredaran darah dan pengeluaran lokia terganggu → proses involusi melambat.
F. Patofisiologi
Setelah plasenta dikeluarkan, endometrium harus mengalami regenerasi dan miometrium harus berkontraksi untuk menutup pembuluh darah di tempat implantasi.
-> Jika masih ada sisa jaringan plasenta, maka:
Proses kontraksi terganggu karena miometrium tetap teregang.
Fibrinoid dan sisa jaringan menyebabkan reaksi inflamasi → menghambat proses normal nekrosis dan reepitelisasi endometrium.
Risiko infeksi meningkat, memperparah hambatan involusi.
Perdarahan berlanjut → subinvolusi.
F. Patofisiologi
Endometritis adalah infeksi lapisan endometrium pascapersalinan, sering terjadi karena kontaminasi bakteri (misalnya Streptococcus, E. coli).
Mikroorganisme masuk ke kavum uteri dan menginvasi jaringan endometrium.
Terjadi:
Vasodilatasi dan edema akibat pelepasan sitokin inflamasi.
Infiltrasi sel radang → gangguan regenerasi jaringan.
Pelepasan enzim proteolitik yang menghambat reepitelisasi.
Akhirnya, involusi terhambat karena peradangan dan nyeri mencegah kontraksi efektif.
F. Patofisiologi
Mioma (fibroid) adalah tumor jinak dari otot rahim.
Kehadiran mioma menyebabkan:
Distorsi anatomi uterus, sehingga proses kontraksi tidak merata.
Kongesti dan gangguan vaskularisasi pada jaringan mioma → memperlambat pengurangan ukuran uterus.
Jika mioma terletak di tempat implantasi plasenta → gangguan penyembuhan luka endometrium.
Mioma juga bisa menyebabkan perdarahan abnormal → memperberat subinvolusi.
Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira- kira 4-6 minggu pasca nifas.
Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen atau pelvis dari yang diperkirakan atau penurunan fundus uteri lambat dan tonus uterus lembek.
Keluaran lochia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa, lalu kebentuk lochia alba.
G. Manifestasi Klinis
Lochia bisa tetap dalam bentuk rubra dalam waktu beberapa hari postpartum atau lebih dari 2 minggu pasca nifas
Lochia bisa lebih banyak daripada yang diperkirakan
Leukore dan lochia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi
Pucat, pusing, dan tekanan darah rendah
Bisa terjadi perdarahan postpartum dalam jumlah yang banyak (>500 ml)
Nadi lemah, gelisah, letih, ektrimitas dingin
G. Manifestasi Klinis
H. Diagnosis
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan Fisik C. Pemeriksaan
Penunjang
A. Anamnesis
Identitas pasien : Data pasien meliputi nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record, dll.
Keluhan yang dirasakan ibu saat ini : pengeluaran lochia yang tetap berwarna merah (dalam bentuk rubra dalam beberapa hari postpartum atau lebih dari 2 minggu postpartum adanya leukore an lochia berbau menyengat)
Riwayat penyakit : Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, mioma uteri, riwayat preeklamsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, sisa plasenta.
Riwayat penyakit keluarga : Yang pernah/sedang menderita hiertensi, penyakit jantung dan preeklamsia, penyakit keturunan hemofilia dan penyakit menular.
Riwayat obstetric
Riwayat menstruasi : menarche, lama siklusnya, banyaknya, baunya, keluhan waktu haid.
Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu.
Riwayat perkawinan meliputi : usia kawin, kawin yang keberapa, usia mulai hamil.
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan ibu
Tanda – tanda vital meliputi: suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan
Kulit dingin, berkeringat, pucat, kering, hangat, kemerahan
Payudara : Dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum
Uterus Meliputi : fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
Pada pemeriksaan bimanual subinvolusi uteri ditemukan uterus lebih besar dan lebih lembek daripada seharusnya, mengingat lamanya mas nifas.
Lochia Meliputi: warna, banyaknya dan baunya
Perineum : Diobservasi untuk melihat apakah ada tanda infeksi dan luka jahitan
Vulva Dilihat apakah ada edema atau tidak
Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun / berkurang
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan ibu
Tanda – tanda vital meliputi: suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan
Kulit dingin, berkeringat, pucat, kering, hangat, kemerahan
Payudara : Dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum
Uterus Meliputi : fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
Pada pemeriksaan bimanual subinvolusi uteri ditemukan uterus lebih besar dan lebih lembek daripada seharusnya, mengingat lamanya mas nifas.
Lochia Meliputi: warna, banyaknya dan baunya
Perineum : Diobservasi untuk melihat apakah ada tanda infeksi dan luka jahitan
Vulva Dilihat apakah ada edema atau tidak
Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun / berkurang
C. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonography
Radiologi
Laboratorium (Hb, golongan darah,eritrosit, leukosit, trombosit, hematokrit, CT, Bleeding time )
Pemeriksaan patologi jaringan endometrium
I. Tatalaksana
Terapi subinvolusi meliputi pemberian ergometrin secara oral atau injeksi intramuskular. Bila disebabkan oleh sisa plasenta, diperlukan tindakan kuretase. Transfusi darah dan plasma sering dibutuhkan. Penanganan harus disesuaikan dengan penyebab lokal: antibiotik untuk endometritis, eksplorasi uterus untuk produk konsepsi yang tertahan, serta pemasangan pessarium untuk kasus prolaps atau retroversi. Methergine sering diresepkan untuk membantu mempercepat involusi uterus.
J. Komplikasi
Subinvolusi uterus menyebabkan penurunan kontraksi sehingga pembuluh darah tidak tertutup sempurna, mengakibatkan perdarahan terus-menerus. Ini merupakan penyebab utama perdarahan postpartum (PPH) setelah 24 jam persalinan. Ketika miometrium gagal berkontraksi, perdarahan hebat dapat terjadi dan berpotensi mengancam jiwa, bahkan memerlukan histerektomi.
Prognosis?
K. Prognosis
Prognosisnya dubia ad bonam jika dapat di
diagnosis secara dini dan dilakukan penatalaksanaan yang
adekuat. Prognosis cepat memburuk jika tidak segera
ditangani.
KESIMPULAN
03
Setelah melahirkan, rahim mengalami involusi, yaitu proses kembali ke ukuran dan kondisi sebelum hamil melalui kontraksi otot, pengurangan ukuran sel otot rahim, dan autolisis. Proses ini berlangsung sekitar 6 minggu, dengan berat rahim menurun dari 1000 gram menjadi 50–100 gram. Bila proses ini terganggu, terjadi subinvolusi uterus, yang bisa menjadi tanda adanya komplikasi seperti infeksi atau sisa plasenta. Subinvolusi dapat menyebabkan perdarahan nifas sekunder dan infeksi, sehingga deteksi dan penanganan dini sangat penting untuk mencegah komplikasi serius dan menurunkan angka kesakitan serta kematian ibu.
K. Kesimpulan
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, and includes icons by Flaticon and infographics & images by Freepik
TERIMA
KASIH.