Pokok Bahasan Relasi Makna bagian I dan II
Sinonim merupakan konsep dalam linguistik yang merujuk pada dua atau lebih kata yang memiliki makna yang sama atau hampir sama, meskipun tidak selalu dapat saling menggantikan dalam konteks kalimat. Dalam bahasa Jepang, sinonim disebut ruigigo. Ada beberapa jenis sinonim berdasarkan bentuk satuan linguistik:
1. Sinonim antara morfem (bebas) dengan morfem (terikat), seperti contoh dalam kalimat
“Aku mohon kau mengerti perasaanku.”
Dalam konteks ini, sinonim antara morfem bebas dan morfem terikat menunjukkan bahwa makna tergantung pada konteks dan struktur kalimat, beberapa kata dalam bahasa dapat berfungsi sebagai morfem bebas atau terikat. Dalam kasus ini, “aku” berfungsi sebagai morfem terikat dan menunjukkan hubungan atau kepemilikan dengan “perasaan”, yang menunjukkan bagaimana morfem bebas dan terikat bekerja sama untuk membentuk makna kalimat.
2. Sinonim kata dengan kata, seperti dalam contoh kalimat “Meskipun capek, saya sudah terima bayaran. Setahun menerima gaji 80%. SK pegnegku keluar. Gajiku naik.”
3. Sinonim kata dengan frasa atau sebaliknya, seperti contoh dalam kalimat “Kota itu semalam dilanda hujan dan badai. Akibat adanya musibah itu banyak gedung yang runtuh, rumah-rumah penduduk roboh, dan pohon-pohon pun tumbang disapu badai.”
4. Sinonim frasa dengan frasa, seperti dalam contoh kalimat “Tina adalah sosok wanita yang pandai bergaul. Betapa tidak. Baru dua hari pindah ke sini, dia sudah bisa beradaptasi dengan baik.”
5. Sinonim klausa atau kalimat dengan klausa atau kalimat, seperti yang terlihat dalam kalimat “Gunakan landasan teori yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut.
Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan.”
Dalam bahasa Jepang, sinonim dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan hubungan makna, diantaranya:
1. Housetsu kankei (包摂関係), menunjukkan bahwa suatu arti kata termasuk ke dalam arti lain secara sempit. Contohnya adalah hubungan antara kata “sensei” (guru dengan konteks makna yang lebih luas) dan “kyoushi” (guru dengan konteks makna yang menrujuk pada bidang mengajar secara akademik atau resmi).
2. Hisateki Tokuchoo (示唆的特徴), merupakan kata-kata yang sepadan atau mirip dalam arti, namun memiliki perbedaan yang dapat mengubah makna dalam penggunaannya.
Contohnya adalah “noboru” dan “agaru” yang berarti naik.
3. Dougigo (同義語), menunjukkan arti yang sama atau sepadan. Contohnya adalah kata
“takkyuu” dan “inpon” yang berarti tenis meja.
Pengidentifikasian sinonim dapat dilakukan melalui beberapa metode, seperti langsung oleh penutur asli, terjemahan dalam bahasa asing, posisi dalam kalimat dengan perbedaan makna kecil, dan penggunaan bersamaan dalam kalimat.
Antonim atau oposisi adalah hubungan semantik antara dua satuan ujaran yang maknanya saling berlawanan. Ada dua tipe oposisi, yaitu oposisi mutlak dan oposisi kutub. Oposisi mutlak adalah hubungan antara dua kata atau frasa yang maknanya saling berlawanan secara mutlak tanpa ada tingkatan di antara keduanya. Contohnya adalah “hidup” dan “mati”.
Oposisi kutub, di sisi lain, terjadi karena adanya pertentangan makna yang bersifat relatif atau tidak mutlak. Contohnya adalah “kaya” dan “miskin”.
Oposisi hierarkial menyatakan tingkatan dalam suatu skala pengukuran, sedangkan oposisi majemuk mencakup perangkat yang terdiri dari dua kata dan memberikan penegasan terhadap suatu anggota dalam kelompok tersebut. Contohnya, kata meter dengan kata kilometer, kata 先生 (sensei) = guru学生 (gakusei) = mahasiswa.
Homonimi adalah kata-kata yang memiliki bentuk yang sama atau serupa tetapi memiliki makna yang berbeda. Ada homonimi sempurna dan homonimi tidak sempurna. Homofon, di sisi lain, adalah dua ujaran atau lebih yang memiliki lafal yang sama tetapi makna yang berbeda. Homograf adalah kata yang memiliki penulisan ejaan yang sama tetapi lafal dan maknanya berbeda.
Kemampuan suatu bagian bahasa, terutama kata atau frasa, untuk mengandung lebih dari satu arti disebut polisemi. Ini dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti karena kata tersebut dipengaruhi oleh bahasa lain, maknanya berubah seiring waktu, atau karena kata tersebut memiliki bunyi yang sama dengan kata lain dengan makna yang berbeda. Sebagai contoh,
kata “kepala” dalam bahasa Indonesia memiliki banyak arti, seperti bagian tubuh, bagian yang penting, bagian yang berbentuk bulat, pemimpin, jiwa, atau akal budi.
Kata-kata yang memiliki arti yang sama dalam berbagai konteks disebut ambigü. Ini biasanya terjadi saat berbicara atau berbicara. Sebagai contoh, kalimat “Dia datang memberi tahu”
dapat ditafsirkan sebagai “dia datang memberi tahu tentang kedelai” atau sebagai “dia datang memberi tahu.”
Polisemi dapat terjadi pada semua satuan gramatikal (morfem, kata, frase, dan kalimat), sedangkan ambiguitas biasanya terjadi karena kesamaan bunyi yang dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda dalam konteks yang sama. Selain itu, polisemi seringkali terkait dengan perubahan makna kata atau frasa karena pengaruh bahasa asing atau waktu.
Untuk membedakan subordinat, superordinat, hiponimi, dan hipernimi, kita harus memahami ide-ide ini dalam konteks hierarki atau hubungan antara kata atau frasa bahasa. Untuk masing-masing, penjelasan dan contoh nyata berikut:
Subordinat adalah kata atau frasa yang mengikuti kata kerja atau kata benda dalam kalimat utama dan memberikan informasi tambahan atau kondisi.
Superordinat, di sisi lain, adalah kata atau frasa yang berfungsi sebagai bagian dari kalimat yang lebih besar dan mengandung kata kerja atau kata benda. Superordinat biasanya menawarkan informasi tambahan atau kondisi setelah kata kerja atau kata benda dalam kalimat utama. Sebagai contoh, “Saya pergi ke toko untuk membeli buku”.
Hiponimi: Hiponimi adalah kata yang memiliki makna yang berbeda dari kata lain. Misalnya,
“kucing” adalah hiponimi dari “hewan” karena “kucing” merupakan kelas yang lebih spesifik dari “hewan”.
Hipernimi: Hipernimi adalah kata yang memiliki makna yang lebih umum daripada kata lain.
Misalnya, “hewan” adalah hipernimi dari “kucing” karena “hewan” adalah kelas yang lebih umum daripada “kucing”. Contohnya, “warna” adalah kata hipernim yang dapat meliputi banyak kata atau frasa yang lebih spesifik seperti “merah”, “biru”, “hijau”, dan lain sebagainya.
Subordinat, superordinat, hiponimi, dan hipernimi berbeda bukan hanya karena mengubah istilah tetapi juga karena struktur dan fungsi kata atau frasa dalam kalimat atau hierarki kelas.
Subordinat dan superordinat terkait dengan struktur kalimat, sementara hiponimi dan hipernimi terkait dengan hubungan antara kelas kata.