• Tidak ada hasil yang ditemukan

Repositori Institusi | Universitas Kristen Satya Wacana: Analisis Lindung Nilai (Hedging) Pada Perusahaan Badan Usaha Milik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Repositori Institusi | Universitas Kristen Satya Wacana: Analisis Lindung Nilai (Hedging) Pada Perusahaan Badan Usaha Milik"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

Perdagangan atau transaksi internasional melalui ekspor dan impor merupakan salah satu usaha pemerintah yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan negaranya. Indonesia juga melakukan ekspor dan impor untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat serta menjaga kestabilan perekonomian Indonesia. Berikut ini merupakan data ekspor dan impor yang dilakukan oleh Indonesia selama tahun 2016.

Tabel 1

Tabel Ekspor dan Impor Menurut Bulan, Tahun 2016

Bulan Ekspor Impor

Nilai (US $) Berat (KG) Nilai (US $) Berat (KG) Januari 10 581 883 838 39 593 480 160 10 466 995 371 11 170 356 250 Pebruari 11 316 734 189 38 699 176 126 10 175 631 438 12 777 162 927 Maret 11 812 127 478 43 029 049 633 11 301 709 941 14 280 888 506 April 11 689 745 851 39 558 381 869 10 813 624 836 12 028 222 569 Mei 11 517 409 126 40 622 406 241 11 140 679 613 13 132 879 687 Juni 13 206 122 765 44 766 894 585 12 095 220 496 13 501 715 838 Juli 9 649 503 976 39 032 046 989 9 017 159 102 10 138 881 648 Agustus 12 753 921 321 45 800 576 792 12 385 153 588 14 001 735 399 September 12 579 750 250 44 146 271 671 11 297 511 237 12 809 168 012 Oktober 12 743 736 884 47 378 384 672 11 507 180 543 12 391 159 183 Nopember 13 502 920 383 46 606 206 088 12 669 434 720 12 804 703 935 Desember 13 832 355 186 45 551 700 748 12 782 515 616 12 988 497 126 T O T A L 145 186 211 246 514 784 575 572 135 652 816 501 152 025 371 080

Sumber: Badan Pusat Statistik (2016)

Perdagangan internasional seringkali menggunakan valuta asing, namun pertukaran valuta asing tersebut dapat menimbulkan resiko keuangan bagi perusahaan karena adanya perubahan kurs atau nilai tukar mata uang (Mitriani et al., 2013). Kurs valuta asing dapat berubah-ubah setiap saat dan mengakibatkan terjadinya eksposur valuta asing. Eksposur valuta asing merupakan keadaan perusahaan dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar mata uang (Faisal, 2001). Perubahan nilai mata uang atau kurs Rupiah terhadap US Dollar dari tanggal 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2016 tersaji dalam grafik 1.

(2)

2 Grafik 1

Perubahan Kurs ( IDR to USD)

Sumber: www.bi.go.id diakses pada 20 Juli 2017

Resiko keuangan yang muncul akibat perubahan kurs yang tidak pasti ini dapat diminimalkan dengan menggunakan lindung nilai atau hedging. Ada beberapa instrumen hedging yang dapat digunakan untuk meminimalkan resiko keuangan yang terjadi, salah satunya adalah instrumen keuangan derivatif. Forward contract, future contract, option contract dan swap contract merupakan contoh dari instrumen keuangan derivatif (Choi dan Meek, 2008)

Mitariani et al (2013) telah membandingkan instrumen keuangan derivatif antara forward contract dengan swap contract. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa swap contract lebih menguntungan dari instrumen forward contract karena swap contract dapat menghasilkan rata- rata pendapatan yang lebih tinggi apabila mengabaikan nilai waktu uang. Apabila nilai waktu uang juga diperhitungkan maka rata-rata pendapatan dari forward contract akan lebih tinggi dibandingkan rata-rata pendapatan dari swap contract.

Selain Mitariani et al, penelitian mengenai hedging melalui instrumen keuangan derivatif juga telah dilakukan oleh Alim M.S. (2014) yaitu dengan membandingkan forward contract dengan option contract. Menurut Alim M.S. (2014) forward contract lebih menguntungkan untuk jangka waktu yang lebih panjang, selain itu forward contract juga dianggap lebih aman karena dapat meminimalkan resiko kerugian kurs dan juga kontrak yang dilakukan lebih mudah dengan adanya kepastian jumlah yang harus dibayarkan pada saat jatuh tempo.

(3)

3

Semua perusahaan pasti mengalami resiko keuangan yang harus dihadapi. Resiko keuangan tersebut dapat disebabkan banyak hal, salah satunya adalah perubahan kurs mata uang hingga kesalahan strategi dalam memilih instrumen keuangan yang digunakan (Mitariani et al, 2013). Hal tersebut juga berarti bahwa perusahaan-perusahaan BUMN juga memiliki resiko keuangan yang harus diminimalkan.

Perusahaan yang berada dibawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan badan usaha yang sebagian besar bahkan seluruh modalnya dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas pokok dan fungsi dari BUMN adalah melaksanakan pembinaan terhadap perusahaan negara. BUMN ini berdiri sejak tahun 1973 dan menjadi bagian dari unit kerja dilingkungan Departemen Keuangan Republik Indonesia serta terus mengalami perubahan dan perkembangan hingga pada tahun 1998 BUMN menjadi setingkat dengan Kementerian (www.bumn.go.id per 27 Juli 2016).

BUMN juga banyak melakukan transaksi internasional untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga resiko keuangan juga dihadapi oleh BUMN. Pertamina merupakan salah satu contoh perusahaan BUMN yang sangat rentan terkena dampak apabila rupiah terdepresiasi karena Pertamina menggunakan US Dollar sebagai mata uang fungsionalnya, hal tersebut berarti setiap transaksi yang dilakukan oleh Pertamina dicatat menggunakan US Dollar. Hal tersebut tidak terlepas dari kebutuhan Pertamina itu sendiri seperti yang dijelaskan oleh Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro bahwa kebutuhan dolar Pertamina untuk impor migas per harinya itu berkisar US$ 60 juta sampai US$ 70 juta (www.cnnindonesia.com per 23 November 2016). Pertamina menjadi sangat sensitif terhadap fluktuasi mata uang terutama pada saat Rupiah terdepresiasi, karena pendapatan yang Pertamina dalam bentuk Rupiah dan harus membayar hutang atas impor dalam bentuk US Dollar.

Banyaknya transaksi yang dilakukan tersebut dapat merugikan perusahaan apabila tidak dikelola dengan baik. PT Perusahaan Listrik Negara Persero (PLN) mencatatkan laba bersih sepanjang 2012 sebesar Rp 3,2 triliun, turun 68,7 persen dibandingkan pencapaian 2011 sebesar Rp 5,4 triliun. Penurunan laba disebabkan karena rugi kurs (www.bisniskeuangan.kompas.com per 27 Juli 2016). Pada akhirnya PLN memilih untuk melakukan hedging untuk mengurangi resiko keuangan tersebut.

BUMN yang telah melakukan hedging antara lain PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Selain itu, 8

(4)

4

BUMN yang telah melakukan hedging pada Mei 2016 antara lain PT Pupuk Indonesia (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Antam (Persero) Tbk., PT Semen Baturaja (persero) Tbk., PT Pelindo III (Persero), Perum Peruri, Perum Bulog dan PT Pelindo II (www.koran.bisnis.com, per 24 Juli 2016). Perusahaan-perusahaan BUMN tersebut baru mulai melakukan hedging dalam menjalankan usahanya. Pertamina dan PLN menjadi BUMN pertama yang melakukan hedging yaitu pada tahun 2014 (www.republika.co.id, per 18 Juli 2016).

Persoalan yang muncul dalam penelitian ini yaitu, apakah manajemen perusahaan yang melaksanakan hedging telah memilih instrumen yang tepat bagi perusahaan? Pemilihan instrumen hedging untuk meminimalkan resiko keuangan menjadi tantangan baru bagi manajemen perusahaan, karena manjemen perusahaan harus menentukan instrumen yang tepat sehingga perusahaan tidak akan mengalami kerugian. Terutama bagi perusahaan yang baru memulai dalam menerapkan hedging di perusahaan.

Penelitian ini akan mengangkat ketepatan pemilihan instumen keuangan oleh manajemen 11 (sebelas) perusahaan BUMN dalam menerapkan hedging pada tahun 2016 dalam melaksanakan hedging sebagai permasalahan penelitian. Pemilihan instrumen keuangan derivatif yang tidak tepat dapat merugikan perusahaan baik secara langsung atau tidak langsung.

Penelitian ini menganalisis hasil dari penerapan hedging oleh 11 (sebelas) perusahaan BUMN, untuk mengetahui ketepatan instrumen yang digunakan dengan menganalisis laba (keuntungan) atau rugi dari hedging yang dilakukan oleh perusahaan. Dengan adanya analisis ini diharapkan dapat membantu manajer dalam menentukan instrumen hedging yang tepat untuk diterapkan pada perusahaannya.

KAJIAN PUSTAKA Hedging (Lindung Nilai)

Menurut Faisal (2001) hedging merupakan salah satu cara untuk menjamin besarnya uang dalam valuta asing yang dikeluarkan atau diterima tidak terpengaruh oleh perubahan kurs mata uang. Hedging dilakukan dengan tujuan untuk melindungi aset dari ancaman fluktuasi kurs valuta asing atau eksposur valuta asing, sehingga perusahaan dapat meminimalkan kerugian atau memaksimalkan keuntungan atas perubahan kurs valuta asing (Alim M.S., 2014). Berdasarkan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/2013, Lindung nilai adalah

(5)

5

cara atau teknik ntuk mengurangi resiko yang timbul maupun yang diperkirakan akan timbul akibat adanya fluktuasi harga di pasar keuangan.

Hedging dapat dilakukan melalui berbagai macam instrumen keuangan derivatif yaitu melalui forward contract, future contract, option contract dan swap contract. Keputusan Bank Indonesia No.28/119/KEP/DIR mendefinisikan transaksi derivatif adalah suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari.

Sedangkan menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/19/PBI/2016, transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah adalah transaksi yang didasari oleh suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai tukar valuta asing terhadap Rupiah, gabungan turunan dari nilai tukar valuta asing terhadap Rupiah dan suku bunga (valuta asing dan Rupiah), atau gabungan antar turunan dari nilai tukar valuta asing. Pada awalnya transaksi derivatif ini hanya dilakukan pada komoditas, namun seiring pekembangan perekonomian transaksi derivatif juga diterapkan di pasar uang.

Ada banyak alasan manajemen perusahaan harus melakukan hedging (Shapiro, 2003), yaitu yang pertama meminimalkan eksposur translasi dengan menjaga foreign-current- denominated aset dan liabilitas agar tidak berubah akibat fluktuasi kurs mata uang. Kedua, meminimalkan fluktuasi pendapatan apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya (quater to quater ataupun year to year) karena adanya perubahan kurs mata uang. Ketiga, meminimalkan eksposur transaksi, hal ini terkait arus kas perusahaan yang tersedia dalam mata uang asing.

Keempat, meminimalkan eksposur ekonomi, dalam hal ini perusahaan akan mengabaikan pendapatan secara akuntansi dan berfokus dalam mengurangi fluktuasi arus kas yang diakibatkan oleh fluktuasi kurs mata uang asing. Kelima, meminimalkan biaya manajemen dalam mengatasi resiko perubahan mata uang asing. Serta yang terakhir untuk mengantisipasi adanya kerugian karena perubahan kurs mata uang asing yang cukup signifikan.

Forward Contract

Forward contract adalah kontrak yang dilakukan antara dua pihak mengenai harga, jumlah dan juga tanggal pengiriman yang telah disepakati atau dinegosiasikan menyangkut komoditas maupun mata uang asing (Alim M.S., 2014). Sementara Alan C. Shapiro (2003:257) menyatakan forward contract sebagai berikut:

(6)

6

“A forward contract between a bank and a customer (which could be another bank) calls for delivery, at a fixed future date, of as specified amount of one currency against dollar payment; the exchange rate is fixed at the time the contract is entered into.”

Sedangkan penyelesaian tuntas memastikan perjanjian tersebut telah dilaksanakan sebagaimana telah disepakati, sehingga pihak-pihak yang terlibat berada dalam kondisi ekonomi yang sama dengan waktu dan jumlah yang disepakati sebelumnya (Beams et al., 2006). Selain itu forward contract juga merupakan perjanjian pertukaran jumlah tertentu satu mata uang dengan mata uang asing dikemudian hari pada tanggal yang telah ditentukan dan yang mana pertukarannya dipengaruhi oleh perbedaan tingkat bunga nasional dan ekspektasi dari tingkat pertukaran dimasa yang akan datang (Choi dan Meek, 2011).

Forward contract dilakukan dengan cara membuat kontrak transaksi terlebih dahulu dimana penjual dan pembeli sepakat untuk menandatangani kontrak yang berisikan kesepakatan mengenai jumlah, kualitas, harga barang serta tanggal transaksi (Sherlita, 2007).

Futures Contract

Futures contract merupakan kontrak yang melibatkan pihak ketiga (pihak yang tidak terlibat dalam kontrak) untuk menentukan tanggal jatuh tempo, kualitas dan kuantitas barang yang dikirim, serta lokasi pengirimanya (Alim M.S., 2014). Kontrak ini menggunakan pendekatan mark-to-market harian melalui pembayaran tunai yang dilakukan (Beams et al, 2006). Sementara Alan C. Shapiro (2003:267) menyatakan future contract sebagai berikut:

“Trade takes place in currency futures, which are contracts for specific quantities of given currencies; the exchange rate is fixed at the time the contract is entered into, and the delivery date is set by the board of directors of the IMM (International Monetary Market).”

Menurut Alan C. Shapiro (2003:271) kurang dari 1% futures contract diakhiri sesuai kesepakatan yang telah disepakati, karena futures contract ini memperbolehkan pihak yang terikat kontrak untuk mengakhiri kontrak sebelum waktu jatuh tempo yang disepakati. Untuk penyelesaian yang dilakukan dalam futures contract sebagaimana dijelaskan oleh Alan C.

Shapiro (2003:271) adalah sebagai berikut:

Futures contract settlements are made daily via the Exchange’s Clearing House; gains on position values may be withdrawn and losses are collected daily.”

(7)

7 Options Contract

Options Contract merupakan salah satu struktur instrumen hedging yang hanya melibatkan salah satu pihak, yang mana pihak lain tidak diwajibkan untuk melaksanakan kontrak. Options Contract ini seringkali digunakan dalam meminimalkan resiko harga (Beams et al, 2006). Menurut Alan C. Shapiro (2003:274) options contract adalah:

“An options is a financial instrument that gives the holder the right—but not the obligation—to sell (put) or buy (call) another financial instrument at a set price and expiration date.”

Selain itu Alan C. Shapiro (2003:279) juga menyatakan:

“Currency options also can be used by pure speculators, those without an underlying foreign currency transaction to protect against. The presence of speculators in the options markets adds to the breadth and depth of these markets, there by making them more liquid and lowering transactions cost and risk.”

Manajemen perusahaan memiliki dua pilihan dalam options contract yang dilakukan yaitu melalui call option atau put option. Call option merupakan hak untuk menjual sejumlah arus kas sedangkan put option merupakan hak untuk membeli sejumlah arus kas pada waktu tertentu.

Swap Contract

Swap Contract merupakan kontrak atau perjanjian untuk saling mempertukarkan arus kas atau uang pada jangka waktu tertentu (Mitarian et al, 2013). Alan C. Shapiro (2003:257) menyatakan swap contract sebagai berikut:

“ A currency swap is an exchange of debt-service obligations denominated in one currency for the service on an agreed upon principal amoount of debt denominated in another currency. By swapping their future cash flow obligation, the counterparties are able to replace cash flows denominated in one currency with cash flows in a more desired currency.”

Kontrak ini dapat dilakukan dengan cara spot purchase and forward sale atau dengan cara spot sale and forward purchase (Choi dan Meek, 2011). Hal tersebut berarti salah satu pihak dapat membeli dengan kurs valuta yang berlaku pada saat perjanjian disepakati dan

(8)

8

menjual dikemudian hari dengan kurs yang juga telah disepakati dalam kontrak atau salah satu pihak dapat menjual dengan kurs yang berlaku saat perjanjian disepakati dan membeli pada tanggal yang ditentukan dengan kurs yang yang telah tertera didalam perjanjian.

Peraturan Lindung Nilai

Berkaitan dengan instrumen lindung nilai, standar akuntansi yang berlaku di Indonesia mengaturnya dalam PSAK Nomor 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran per efektif 1 Januari 2015, PSAK 55 ini merupakan adopsi dari International Accounting Standard (IAS) 39. Jenis instrumen keuangan yang dijelaskan dalam PSAK 55 meliputi aset keuangan, liabilitas keuangan, instrumen ekuitas, instrumen derivatif dan instrumen lindung nilai. PSAK 55 memperbolehkan 3 (tiga) jenis hubungan lindung nilai yaitu lindung nilai atas nilai wajar, lindung nilai atas arus kas, serta lidung nilai atas investasi neto pada kegiatan usaha luar negeri.

Untuk pengungkapan instrumen lindung nilai diatur lebih lanjut pada PSAK 60 tentang Instrumen Keuangan: Pengungkapan. Tujuan pengungkapan akuntansi lindung nilai adalah untuk mengklarifikasi jenis risiko apa yang terdapat pada aktivitas hedging perusahaan dan untuk mendeskripsikan jenis instrumen keuangan yang telah digunakan sebagai instrumen lindung nilai (Prihatiningtyas, 2011).

Kementerian BUMN juga mengeluarkan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER- 09/MBU/ 2013 tentang kebijakan umum transaksi lindung nilai Badan Usaha Milik Negara.

Peraturan Menteri ini merupakan Standard Operating Prosedure dan pedoman bagi perusahaan- perusahaan BUMN dalam melaksanakan hedging. Peraturan ini berisi peraturan-peraturan serta hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam melakukan hedging, misalnya transaksi lindung nilai dapat dilakukan dengan tidak dimaksudkan untuk spekulasi (Pasal 2 Ayat 5), obyek transaksi lindung nilai yang diperbolehkan adalah aset, kewajiban, pendapatan dan atau arus kas (Pasal 2 Ayat 4)

Selain itu lindung nilai yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan BUMN juga didukung oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/19/PBI/2016 mengenai transaksi valuta asing terhadap rupiah antara bank.

(9)

9 METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang digunakan untuk membantu manajemen perusahaan untuk menentukan instrumen keuangan derivatif bagi perusahan- perusahaan yang termasuk dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di Indonesia hingga Juli 2016 memiliki 119 (seratus sembilan belas) perusahaan yang berada di bawah BUMN (www.bumn.go.id, per 24 Juli 2016).

Perusahaan-perusahaan yang berada di bawah BUMN tersebut juga melakukan transaksi internasional, dan juga menghadapi resiko keuangan akibat perubahan kurs mata uang. Namun dari total 119 (seratus sembilan belas) perusahaan yang berada di bawah BUMN hanya 11 (sebelas) perusahaan yang telah menerapkan hedging melalui instrumen keuangan derivatif dalam transaksi internasional yang dilakukan, yaitu Pertamina, Perusahaan Listrik Negara (PLN), Pupuk Indonesia, Perusahaan Gas Negara, Badan Urusan Logistik (Bulog), PT Garuda Indonesia, PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II), PT Pelabuhan Indonesia III (Pelindo III), Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri), Aneka Tambang dan Semen Baturaja (www.koran.bisnis.com, per 24 Juli 2016).

Satuan pengamatan penelitian ini adalah pelaksanaan hedging pada perusahaan yang berada dibawah BUMN, sedangkan yang menjadi satuan analisis dalam penelitian ini adalah laba (keuntungan) atau rugi dari hedging yang dilakukan oleh perusahaan. Laba atau keuntungan yang dimaksud dalam penelitian ini tidak hanya mengacu pada jumlah yang positif, namun juga berarti keuntungan untuk dapat meminimalkan kerugian.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Laporan Keuangan dari 11 (sebelas) perusahaan BUMN yang telah menerapkan hedging pada tahun 2015. Penelitian ini akan terfokus pada keuntungan ataupun kerugian dari hedging yang tertera dalam laporan keuangan maupun pernyataan resmi dari perusahaan yang terkait.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode kualitatif ini dipilih karena dengan metode ini ini akan mendapatkan informasi-informasi terkait dengan hedging yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan BUMN.

Langkah analisis dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut, pertama menganalisis eksposur akuntansi yang dialami oleh perusahaan melalui profil perusahaan; kedua, mengklasifikan perusahaan berdasarkan keuntungan maupun kerugian atas hedging yang diterapkan, serta metode yang digunakan; ketiga, menganalisis keuntungan maupun kerugian

(10)

10

perusahaan; keempat, melakukan analisis pada perusahaan dalam menerapkan hedging dengan melihat keuntungan ataupun kerugian yang dialami oleh perusahaan. Yang terakhir menganalisis apakah langkah yang dipilih perusahaan dalam melaksanakan hedging adalah pilihan yang tepat karena memberikan keuntungan bagi perusahaan baik secara material maupun non-material.

Indikator ketepatan yang digunakan dalam analisis penelitian ini sesuai dengan tujuan perusahaan melakukan hedging. Sesuai yang telah dijabarkan oleh Alim M.S. (2014) dan juga berdasarkan tujuan dilakukannya hedging menurut Peraturan Menteri Badan Usaha Milik negara Nomor PER-09/MBU/2013 intrumen keuangan dikatakan tepat digunakan apabila perusahaan dapat meminimalkan kerugian atau memaksimalkan keuntungan atas perubahan kurs valuta asing.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN Profil Perusahaan

Tabel 2 menjelaskan profil masing-masing perusahaan yang menjadi satuan analisis pada penelitian ini, sebagai berikut:

Tabel 2 Profil Perusahaan

No. Nama Perusahaan Jenis

Perusahaan Bidang Usaha Produk dan atau Jasa 1. PT. Pertamina

(Persero)

Perseroan Terbatas, BUMN

Energi Produk BBM (BBM PSO, BBM NPSO, BBM Penugasan (Non Jamali))

Produk Non BBM ( LPG PSO, LPG NPSO, Gas Products, Bitumen, Aromatic Olefin, Special Chemical)

Produk Bahan Bakar Penerbangan (Avtur, Avgas, Methanol Mixture)

Perkapalan ( Charter Out Kapal)

(11)

11 2. PT. Perusahaan Listrik

Negara (Persero)

Perseroan Terbatas, BUMN

Pembangkitan, Distribusi, Transmisi dan Jasa Lain Terkait Kelistrikan

Listrik Prabayar

Listrik Pascabayar

3. PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk

Perseroan

Terbatas, BUMN, Perusahaan Terbuka

Jasa Angkutan Udara dan Niaga

Angkutan udara niaga berjadwal untuk penumpang, barang dan pos dalam negeri dan luar negeri

Jasa angkutan udara niaga tidak berjadwal untuk penumpang, barang dan pos dalam negeri dan luar negeri

Reparasi dan pemeliharaan pesawat udara

Jasa penunjang operasional angkutan udara niaga

Jasa layanan sistem informasi yang berkaitan dengan industri penerbangan

Jasa layanan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan industri penerbangan

Jasa layanan kesehatan personil penerbangan

4. PT. Pupuk Indonesia (Persero)

Perseroan Terbatas, BUMN

Pengelolaan perusahaan dan jasa konsultasi manajemen, perdagangan dan jasa di bidang industri pupuk, pertrokimia, agrokimia dan kimia lainnya, agroindustri, pengangkutan serta jasa lainnya,

Pupuk ( Urea ZA, Fosfat, Phonska, NPK, ZK dan Pupuk Organik)

Produk Samping (Cement Retarder, Aluminium Fluorda, Gypsum, CO2 Cair dan Asam Klorida

Bahan Kimia Dasar (Amoniak, Asam Sulfat, da Asam Fosfat)

5. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

Perseroan

Terbatas, BUMN, Perusahaan

Pengangkutan dan niaga gas

Transmisi dan transportasi gas bumi

Niaga gas bumi

(12)

12

Terbuka bumi Minyak dan gas bumi

Telekomunikasi, jasa, konstruksi dan pemeliharaan jaringan pipa pengelolaan gedung dan sewa pembiayaan (financial lease)

6. PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk

Perseroan

Terbatas, BUMN, Perusahaan Terbuka

Pertambangan berbagai jenis bahan galian, serta

menjalankan usaha di bidang industri , perdagangan, pengangkutan, dan jasa yang berkaitan dengan pertambangan berbagai jenis bahan galian tersebut

Feronikel, alumina, emas, perak

Jasa pengolahan pemurnian logam mulia

Penambangan dan pengolahan bauksit, penambangan dan pengolahan batubara, penambangan dan pengolahan emas, penmbangan dan pengolahan nikel serta feronikel

7. PT. Semen Baturaja (Persero) Tbk

Perseroan

Terbatas, BUMN, Perusahaan Terbuka

Menjalankan aktivitas usaha dalam bidang persemenan dan industri kimia lainnya

Ordinary Portland Cement (OPC) Tipe 1

Portland Composite Cement (PCC)

8. PT. Pelabuhan Indonesia II (Pesero)

Perseroan Terbatas, BUMN

Jasa

Kepelabuhan dan Logistik

Pelayanan Kapal

Pelayanan Barang

Pelayanan Rupa-rupa 9. PT. Pelabuhan

Indonesia III (Persero)

Perseroan Terbatas, BUMN

Penyedia Jasa Fasilitas Kepelabuhan

Pengusahaan kolam- kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas dan tempat berlabuhnya kapal

Jasa-jasa yang berhubungan dengan pemanduan (Pilotage) dan penundaan kapal

Dermaga dan fasilitas lain untuk bertambat, bongkar muat barang termasuk hewan dan fasilitas naik turunnya penumpang

Penyediaan listrik, bahan bakar minyak, air bersih dan instalasi limbah pembuangan

(13)

13

Jasa terminal, kegiatan konsolidasi dan distribusi barang termasuk hewan

Pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan kepelabuhan.

10. Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia

BUMN Pencetakan

uang rupiah serta

percetakan dokumen sekuriti lainnya

Uang kertas

Uang logam

Kertas berharga non uang ( pita cukai hasil

tembakau dan

minuman mengandung etil alkohol, paspor

dan dokumen

keimigrasian lainnya, dokumen pertanahan, prangko, meterai dan benda pos berharga lainnya, security seals, ijazah, naskah ujian dan transkrip nilai, dokumen perbankan, dokumen perhubungan laut)

Produksi logam non uang (Stampel tera, stampel cetak, medal, piagam, lencana, tropi, dan tie pin

11. Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik

BUMN Logistik Jasa menjaga

ketersediaan pangan

Jasa menjaga keterjangkauan pangan

Jasa menjaga stabilitas harga

Dari tabel 2 dapar diketahui bahwa setiap perusahaan yang menjadi satuan pengamatan memiliki bidang usaha serta produk dan atau jasa yang berbeda pula. Hal tersebut juga menunjukan bahwa setiap perusahaan memiliki eksposur yang berbeda.

Eksposur Akuntansi pada Perusahaan

Perusahaan multinasional yang melalukan transaksi dengan menggunakan mata uang asing akan mengalami beberapa jenis eksposur. Salah satu jenis eksposur yang harus dihadapi oleh perusahaan tersebut adalah eksposur akuntansi. Eksposur itu sendiri memliliki pengertian

(14)

14

seberapa besar perusahaan dipengaruhi oleh nilai tukar (Shappiro, 2003), sedangkan eksposur akuntansi adalah resiko terjadinya perubahan nilai dalam laporan keuangan perusahaan akibat adanya perubahan nilai tukar mata uang asing (Suciwati dan Machfoedz, 2002).

Menurut Saudagaran (2000) eksposur akuntansi dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu eksposur translasi dan eksposur transaksi. Eksposure translasi merupakan penilaian kembali terhadap nilai pada laporan keuangan karena adanya perbedaan jenis mata uang, sedangkan eksposur traksaksi adalah resiko yang berhubungan dengan sensitifitas perjanjian atas arus kas perusahaan karena adanya perubahan pada nilai tukar mata uang. Data eksposur akuntansi yang dialami oleh perusahaan disajikan dalam Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3

Eksposur Akuntansi Perusahaan

No. Nama

Perusahaan

Eksposur Translasi Eksposur Transaksi

Satuan

2016 2015 2016 2015

1. PT. Pertamina

(Persero) 13.799 (121.362) N/A N/A Ribuan

USD 2. PT. Perushaan

Listrik Negara (Persero)

4.195.210 (27.326.131) N/A N/A Jutaan

IDR 3. PT. Garuda

Indonesia (Persero) Tbk

9.551.226 (18.349.198) 13.154.916 (10.708.281) USD

4. PT. Pupuk Indonesia (Persero)

(1.628) 74.613 N/A N/A Jutaan

IDR 5. PT. Perusahaan

Gas Negara (Persero) Tbk

(5.120.175) (14.304.070) (4.526.823) (6.656.089) USD

6. PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk

(120.131) (20.833) N/A N/A Ribuan

USD

7. PT. Semen (6.546) 6.647 N/A N/A Jutaan

(15)

15 Baturaja

(Persero) Tbk

IDR

8. PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero)

(3.987.667) 159.036.520 N/A N/A Ribuan

IDR 9. PT. Pelabuhan

Indonesia III (Persero)

215.318.439 (452.555.242) N/A N/A Ribuan IDR 10 Perusahaan

Umum Percetakan Uang Republik Indonesia

22.033.529.305 4.250.463.099 N/A N/A IDR

11. Perusahaan Umum Badan Urusan

Logistik

1.872.231.055 96.177.545.500 N/A N/A IDR

Sumber data: Data diolah dari laporan keuangan masing-masing perusahaan (2017).

Keterangan: N/A (Not Available), data tidak ditemukan.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa setiap perusahaan masih mengalami eksposur akuntansi dari tahun ke tahun. Beberapa perusahaan yang menjadi satuan pengamatan juga masih mengalami adanya kerugian akibat eksposur akuntansi. Meskipun masih ada perusahaan yang mengalami kerugian semakin besar ditahun 2016, namun ada juga perusahaan yang mengalami keuntungan maupun penurunan kerugian akibat eksposur akuntansi. Selain itu dari Tabel 3 juga dapat diketahui bahwa perusahaan yang melakukan lindung nilai mengalami keuntungan dalam menghadapi eksposur transaksi yaitu PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

Klasifikasi Perusahaan Berdasarkan Laba dan Rugi Hedging.

Pengklasifikasian perusahaan berdasarkan keuntungan maupun kerugian atas hedging yang diterapkan, serta metode yang digunakan untuk mempermudah analisis pelaksanaan lindung nilai (hedging). Perusahaan akan dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yang berbeda, yaitu yang pertama kelompok perusahaan yang mengalami keuntungan, yang kedua kelompok perusahaan yang mengalami kerugian serta yang terakhiradalah kelompok perusahaan yang tidak diketahui hasil dari hedging yang diterapkan. Tabel 4 merupakan hasil pengelompokan yang dilakukan berdasarkan ketersediaan data yang ada:

(16)

16 Tabel 4

Pengklasifikasian Perusahaan Berdasarkan Laba dan Rugi atas Hedging

No. Nama Perusahaan Laba/Rugi Perusahaan Jenis Instrumen

Hedging Laba Rugi Tidak

ada Data 1 PT. Pertamina

(Persero) v Forward

2 PT. Perusahaan Listrik

Negara (Persero) v Forward

3 PT. Garuda Indonesia

(Persero) Tbk. v SWAP

4 PT. Pupuk Indonesia

(Persero) v N/A

5 PT. Perusahaan Gas

Negara (Persero) Tbk. v SWAP

6 PT. Aneka Tambang

(Persero) Tbk. v Forward;

SWAP 7 PT. Semen Batu Raja

(Persero) Tbk. v Forex

Line 8 PT. Pelabuhan

Indonesia II (Persero) v N/A

9 PT. Pelabuhan

Indonesia III (Persero) - - - N/A

10

Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia

v N/A

11 Perusahaan Umum

Badan Urusan Logistik v Forex

Line

Sumber: Data diolah dari laporan keuangan masing-masing perusahaan serta website resmi perusahaan (2017).

Pembahasan

Dari klasifikasi perusahaan dari Tabel 4, dapat diketahui dari 11 perusahaan yang melakukan hedging ada 7 (tujuh) perusahaan yang mengalami keuntungan atas hedging yang dilakukannya. Tidak semua perusahaan tersebut mengalami keuntungan secara langsung, PT.

Pupuk Indonesia (Persero) masih mengalami kerugian yang cukup besar pada tahun 2016 yaitu Rp. 13,721 miliar atau mengalami penurunan sebesar 119,15% dari kerugian tahun 2015 yang berjumlah Rp. 557,349 miliar (Lampiran 4). Meskipun masih rugi PT. Pupuk Indonesia (Persero) yang bergerak dalam bidang industri pupuk, petrokkimia dan agrokimia, steam (uap panas) dan listrik, pengangkutan dan distribusi, perdagangan serta EPC (Engineering, Procuremenr and Construction) menyatakan dalam laporan keuangan tahun 2016 bahwa dengan menerapkan

(17)

17

hedging perusahaan lebih diuntungkan karena dapat menjaga fluktuasi mata uang (Rupiah) dan meminimalkan resiko yang dihadapi.

PT. Pertamina (Persero) yang melakukan hedging sebesar US$ 2,5 miliar dan PT.

Perusahaan Listrik negara (Persero) yang melakukan hedging sebesar US$ 950 juta juga mengakui adanya keuntungan dengan melakukan hedging. Keuntungan yang didapatkan oleh kedua perusahaan besar ini berupa efisiensi biaya operasi atau produksi perusahaan (Lampiran 1 dan 2) . Kedua perusahaan ini menggunakan bahan baku yang merupakan hasil impor, sehingga kebutuhan PT. Pertamina (Persero) dan PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) akan valas tinggi. Oleh sebab itu kedua perusahaan ini membutuhkan hedging untuk meminimalkan resiko atas fluktuasi mata uang. PT. Pertamina (Persero) dan PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) menggunakan forward sebagai instrumen lindung nilai utama.

Foward contract merupakan salah satu instrumen hedging yang aman karena kontrak dilakukan sesuai dengan kesepakatan diawal oleh kedua pihak. Dengan adanya kepastian dari kontrak forward yang dilakukan maka efisiensi biaya operasi atau produksi dapat terjadi dan tentu saja memberikan keuntungan bagi perusahaan dengan meningkatkan laba. Kontrak tersebut telah mencakup jumlah hedging yang dilakukan, kurs yang telah disepakati pada jatuh tempo, serta tanggal jatuuh tempo. Dengan kata lain forward adalah instrumen yang memberikan kepastian. Hal tersebut juga sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-09/MBU/

2013 tentang kebijakan umum transaksi lindung nilai Badan Usaha Milik Negara bahwa instrumen hedging yang digunakan tidak boleh bersifat spekulatif.

Selain PT. Pertamina (Persero) dan PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT. Aneka Tambang (Persero) juga melakukan hedging dengan forward contract sebagai instrumen utamannya, namun dalam hal ini PT. Aneka Tambang (Persero) juga mengkombinasikannya dengan swap contract. Pemilihkan instrumen ini juga membuahkan hasil dengan memberikan laba selisih kurs sebesar Rp. 96.828.293.000 pada tahun 2016 (Lampiran 6). Adanya laba selisih kurs tersebut maka perusahaan dapat mengakui adanya tambahan penghasilan lain-lain yang dapat dimasukan dalam laporan laba rugi.

Berbeda dengan PT. Aneka Tambang (Persero), PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk hanya mengunakan swap contract sebagai instrumen hedging. PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk melakukan swap contract ini dengan 7 (tujuh) bank berbeda, yaitu Bank Negara Indonesia, Standard Chartered Bank, CIMB Niaga, Bank Mega, Maybank Indonesia, ANZ Bank Indonesia,

(18)

18

Bank Rakyat Indonesia dan juga Bank Permata. Keuntungan yang didapat dari hedging yaitu keuntungan instrumen keuangan atas transaksi lindung nilai yang dilakukan meningkatkan ekuitas perseroan (Lampiran 3).

PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. juga mengalami keuntungan dengan swap contract sebagai intrumen hedging. Keuntungan yang diperoleh PT. Perusahaan Gas Negara (persero) Tbk berupa penurunan rugi perubahan nilai wajar derivatif neto atas liabilitas jangka panjang dari US$ 6,66 juta pada tahun 2015 menjadi US$ 4,53 juta di tahun 2016 (Lampiran 5).

Dalam laporannya PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk masih mengalami rugi atas selisih kurs yang mencapai US$ 5,12 juta. Kerugian tersebut terjadi bukan karena pemilihan instrumen hedging yang salah ataupun hedging yang gagal, karena PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk hanya melakukan hedging atas liabilitas jangka panjangnya.

Swap contract merupakan instrumen yang juga menggunakan kesepakatan diawal seperti forward conract. Perbedaannya adalah apabila forward contract berarti perusahaan membuat kesepakatan untuk membeli atau menjual mata uang dengan jumlah yang ada di kontrak dan juga kurs yang telah disepakati , swap contract memberikan pilihan untuk melakukan spot purchase and forward sale atau spot sale and forward purchase.

PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) yang melakukan hedging sebesar US$ 70.000.000 juga mendapatkan keuntungan dengan menurunnya beban operasi, karena tidak terealisasinya beban terkait transaksi valuta asing serta tidak terealisasinya rugi selisih kurs, maka dengan demikian laba perusahaan pun akan meningkat dari yang diperkirakan sebelumnya (Lampiran 7).

Ada 4 (empat) perusahaan yang tidak dapat dianalisis, yaitu PT. Semen Batu Raja (Persero) Tbk., PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia dan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik. Keempat perusahaan tersebut tidak dapat dianalisis karena tidak menyatakan adanya keuntungan maupun kerugian dari hedging yang dilakukan. Selain tidak menyatakan adanya keuntungan maupun kerugian PT.

Pelabuhan Indonesia III (Persero) juga menyatakan belum melaksanakan hedging karena tidak ada kewajiban yang mengharuskan perusahaan melaksanakan hedging (Lampiran 8).

Setiap instrumen memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga akan memberikan hasil akhir yang berbeda juga. Manajer harus menentukan kontrak yang akan dibuat untuk jangka panjang ataupun pendek, selain itu juga manajer harus bisa menentukan kontrak tersebut akan memperhitungkan nilai waktu uang atu tidak. Apabila nilai waktu uang diperhitungkan dan

(19)

19

untuk jangka waktu yang lama maka forward contract akan memberikan hasil yang lebih maksimal di bandingkan swap contract (Mitriani et al, 2013) dan sebaliknya, swap contract akan lebih baik digunakan untuk jangka pendek apabila hedging dilakukan tanpa memperhitungkan nilai waktu uang (Goswani dan Shrikhande, 2007).

Peraturan yang berlaku di Indonesia memudahkan manajemen perusahaan menentukan instrumen hedging. Dengan peraturan yang melarang perusahaan menggunakan instrumen yang bersifat spekulatif akan meringankan resiko untuk mengalami kerugian dari hedging yang dilakukan sesuai tujuan dilakukannya hedging, namun hal tersebut juga menutup kemungkinan perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dengan intrumen yang bersifat spekulatif.

Dari hasil penerapan ditahun 2016, pelaksaan hedging oleh perusahaan dibawah BUMN dapat dikatakan berhasil, selain itu pemilihan instrumen hedging yang diterapkan diperusahaan juga sudah tepat. Hal itu tercermin dari semua perusahaan yang telah dianalisis mengalami keuntungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Data analisis perusahaan disajikan pada Tabel 5 berikut ini:

Tabel 5

Hasil Analisis Perusahaan

No. Perusahaan Instrumen Hedging Indikator Ketepatan Ketepatan

1. PT. Pertamina (Persero) Forward Contract Efisiensi biaya produksi/operasi Tepat 2. PT. Perusahaan Listrik

Negara (Persero)

Forward Contract Efisiensi biaya produksi/operasi Tepat

3. PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Swap Contract Efisiensi biaya produksi/operasi dan laba instrumen keuangan atas hedging

Tepat

4. PT. Pupuk Indonesia

(Persero) N/A Penurunan rugi Tepat

5. PT. Perusahaan Gas

Negara (Persero) Tbk. SWAP Penurunan rugi Tepat

6. PT. Aneka Tambang

(Persero) Tbk. Forward; SWAP Laba selisih kurs Tepat

7. PT. Semen Batu Raja

(Persero) Tbk. Forex Line Tidak menyatakan laba atau rugi atas penerapan hedging

N/A

8. PT. Pelabuhan Indonesia N/A Efisiensi biaya produksi/operasi Tepat

(20)

20 II (Persero)

9.

PT. Pelabuhan Indonesia

III (Persero) N/A

Sudah memiliki fasilitas untuk melakukan hedging, namun belum menerapkan hedging karena belum ada kewajiban untuk melaksanakan hedging dari pemerintah.

N/A

10. Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia

N/A Tidak menyatakan laba atau rugi atas penerapan hedging

N/A

11. Perusahaan Umum Badan

Urusan Logistik Forex Line Tidak menyatakan laba atau rugi atas penerapan hedging

N/A

Sumber data: Data diolah dari laporan keuangan masing-masing perusahaan serta website resmi perusahaan (2017).

SIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas maka dapat diketahui dari 11 (sebelas) perusahaan BUMN yang melakukan hedging hanya ada 7 (tujuh) perusahaan yang dapat diobservasi pada penelitian ini, sedangkan 4 (empat) perusahaan lainnya tidak dapat diobservasi karena keterbatasan data yang diungkapkan. Hasil dari 7 (tujuh) perusahaan yang diobservasi semuanya termasuk perusahaan yang tepat memilih instrumen hedging yaitu PT. Pertamina (Persero), PT.

Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT. Pupuk Indonesia (Persero), PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk., PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero), serta PT.

Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Ketepatan tersebut tercermin dari keuntungan- keuntungan yang didapatkan perusahaan baik keuntungan yang dapat dirasakan langsung maupun tidak langsung.

KETERBATASAN DAN SARAN

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu, Pertama, penelitian ini tidak dapat menganalisis semua sampel perusahaan karena keterbatasan data yang diungkapkan oleh perusahaan, meskipun pemerintah telah menetapkan peraturan yang mengenai pengungkapan instrumen keuangan dalam PSAK 60. Kedua, penelitian ini hanya dapat menganalisis beberapa instrumen keuangan yaitu forward contract dan swap contract saja sehingga tidak semua instrumen keuangan yang dapat digunakan sebagai hedging dapat dibahas. Untuk penelitian

(21)

21

selanjutnya agar dapat memperluas lingkup penelitian ini tidak hanya pada perusahaan- perusahaan BUMN namun juga perusahaan-perusahaan lainnya yang melakukan hedging dengan variasi instrumen keuangan untuk hedging yang lebih beragam.

Gambar

Tabel 2 menjelaskan profil masing-masing perusahaan yang menjadi satuan analisis pada  penelitian ini, sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait