1 PENDAHULUAN
Generasi millenial merupakan generasi yang hidup di zaman perubahan dari konvensional menjadi modern. Marufah et al. (2020) menyebutkan bahwa generasi millenial merupakan generasi yang lahir berkisar pada tahun 1982 sampai tahun 2000. Generasi ini merupakan generasi yang memiliki kemampuan teknologi digital yang tinggi, kreatif dan senang melakukan kolaborasi pada media sosial sehingga tidak perlu diragukan lagi informasi yang generasi millenial dapatkan akan lebih up-to-date (Wicaksono, 2020). Perusahaan yang didominasi oleh generasi millenial dapat memanfaatkan kemampuan yang dimiliki oleh generasi millenial dalam mencapai tujuan perusahaan. Karyawan yang didominasi oleh generasi millenial juga dapat membawa suasana yang berbeda seperti cara berkomunikasi, berkoordinasi, serta dalam menentukan gaya kepemimpinan (Widya et al., 2021). Karyawan millenial cenderung tidak takut untuk menentang norma perusahaan (Kusumawati et al., 2021). Karyawan millenial juga dikenal sangat berani mengambil resiko terhadap karirnya dan dianggap tidak loyal terhadap pekerjaan maupun perusahaan tempat bekerja, sehingga generasi ini akan cenderung lebih suka bekerja dalam rentang waktu hanya dua sampai tiga tahun saja setelah itu melakukan turnover intention (Amalia, 2020). Faaroek (2021) juga mengatakan bahwa tingkat turnover intention karyawan millenial lebih tinggi dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Turnover intention merupakan keadaan dimana karyawan berniat secara sadar untuk keluar dan mencari pekerjaan yang lebih baik di organisasi atau perusahaan lain (Panjaitan & Adiwati, 2021). Turnover intention sudah menjadi salah satu masalah yang sering dihadapi oleh beberapa perusahaan dan memberikan dampak negatif bagi perusahaan. Dampak negatif dari turnover intention bagi perusahaan yaitu sulit memperoleh karyawan yang memiliki kemampuan dan kualitas yang sesuai dengan kualifikasi yang ditetapkan perusahaan (Arsih et al., 2018). Perusahaan juga harus menanggung biaya yang cukup banyak karena adanya pergantian karyawan yang disebabkan oleh turnover intention (Rondonuwu et al., 2018). Fenomena turnover intention juga terjadi ketika adanya pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Pandemi Covid-19 membawa banyak perubahan dalam sektor industri dan organisasi. Beberapa perusahaan menghadapi kesulitan dan tantangan dalam mempertahankan bisnis yang mereka kelola (Dayatri & Salendu, 2022).
Beberapa perusahaan juga mengalami penurunan pendapatan selama pandemi Covid-19 sehingga kekurangan biaya untuk mengelola usaha maupun karyawannya dan terpaksa menurunkan kompensasi karyawan. Adanya penurunan kompensasi yang dilakukan oleh perusahaan menyebabkan karyawan millenial secara sukarela memilih keluar dari perusahaan atau melakukan turnover intention dengan alasan untuk mempertahankan keberlangsungan kerjanya dan menganggap bahwa usia mereka (karyawan millenial) masih terbilang cukup muda sehingga mempermudah dalam mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan (Malik et al., 2021).
Turnover intention yang terjadi selama pandemi Covid-19 tetap menjadi suatu masalah bagi perusahaan seperti produktivitas karyawan akan menurun, kondisi kerja menjadi tidak stabil, dan suasana kerja yang kurang baik walaupun pada waktu yang sama sedang terjadi pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan karena keadaan yang memaksa (Exacta et al., 2022). Turnover intention harus tetap disikapi dan dianggap sebagai fenomena yang penting dalam perusahaan mengingat
2
dampaknya yang tidak baik bagi perusahaan maupun karyawan yang bersangkutan (Panjaitan & Adiwati, 2021). Perusahaan diharuskan dapat mengelola karyawan dengan baik karena pengelolaan yang baik akan memberikan dampak yang positif bagi perusahaan, sebaliknya apabila perusahaan tidak mengelola karyawan dengan baik, maka karyawan akan memberikan kontribusi yang kurang dan akhirnya berniat untuk keluar dari perusahaan (Parimita et al., 2013). Fenomena turnover intention juga perlu mendapat perhatian yang serius di setiap perusahaan karena pada tahun 2020-2035 generasi millenial telah diprediksi akan mendominasi angkatan kerja (Gayatri, 2020).
Panjaitan & Adiwati (2021) mengatakan bahwa setiap karyawan selalu memiliki ekspektasi tinggi pada perusahaan, namun ketika berhadapan dengan situasi yang berubah-ubah, karyawan akan merasa tidak aman dalam bekerja dan muncul rasa khawatir terhadap kelanjutan karirnya. Setiap individu pada dasarnya juga telah memiliki kemampuan dan keterampilan dalam menjalankan pekerjaannya, namun tidak semua individu dapat menjalankan pekerjaannya sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan (Yelfira & Soeling, 2021). Karyawan yang merasa tidak dapat menjalankan pekerjaannya sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan mengakibatkan karyawan mengalami rasa ketidakamanan (job insecurity) dan kondisi kerja yang terancam (Solehah & Ratnasari, 2019). Job insecurity dapat disebabkan adanya ketidakpastian dan kelanjutan karir karyawan (Kekesi & Agyemang, 2014). Masa depan dan ketidakpastian karir karyawan yang tidak menentu serta tuntutan yang diperoleh semakin berlebihan menyebabkan karyawan memiliki loyalitas yang rendah dengan perusahaan. Job insecurity yang dirasakan oleh karyawan dalam jangka panjang dapat memberikan pengaruh yang tidak baik pada performansi karyawan dan berdampak pada penurunan produktivitas organisasi. Job insecurity atau rasa tidak aman saat bekerja yang semakin meningkat pada akhirnya menjadi salah satu faktor terjadinya turnover intention.
Turnover intention dapat disebabkan oleh faktor lain yaitu komunikasi.
Komunikasi memegang peran penting dalam organisasi karena dapat mendukung efektivitas operasional organisasi (Sugiono & Lumban Tobing, 2021). Komunikasi dapat menjadi alat yang dapat dikelola oleh manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Komunikasi juga memiliki manfaat sebagai pengungkapan emosional dan informasi dalam pengambilan keputusan (Sugiono & Lumban Tobing, 2021).
Komunikasi antar karyawan harus dijadikan bagian yang penting dalam perusahaan. Karyawan yang masih merasa segan dalam berkomunikasi dengan pimpinannya akan menyebabkan komunikasi berjalan kurang baik. Komunikasi yang kurang terjalin dengan baik akan berdampak negatif terhadap karyawan dan pimpinan ketika pengambilan keputusan atau menghadapi persoalan dalam perusahaan (Heryadi & Sukmalana, 2020). Komunikasi yang kurang juga dapat menyebabkan rasa kurang nyaman karyawan di tempat kerja sehingga berdampak pada keinginan karyawan untuk mencari tempat kerja yang lebih nyaman.
Turnover intention dapat semakin meningkat dengan adanya kepuasan kerja yang rendah. Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan karyawan dalam bekerja merupakan fenomena yang selalu ada di setiap organisasi (Brury, 2016). Aspek paling penting bagi perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu adanya keberhasilan perusahaan dalam menciptakan kepuasan kerja (Sudrajat, 2021).
Karyawan yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya akan berupaya untuk
3
mencari alternatif pekerjaan lain. Yelfira & Soeling (2021) mengatakan bahwa kepuasan kerja yang tinggi dihubungkan dengan turnover intention karyawan yang rendah, sedangkan karyawan yang merasa kurang puas pada pekerjaan biasanya memiliki turnover intention yang tinggi. Januartha & Adnyani (2019) juga mengatakan bahwa kepuasan kerja selalu berpengaruh negatif terhadap turnover intention dan prediktor paling tepat untuk mengukur turnover intention yaitu kepuasan kerja. Menurut Karomah (2020) faktor-faktor penyebab turnover intention antara lain kepuasan kerja, job insecurity, ketidakjelasan dan konflik peran, serta perubahan organisasional.
Penelitian yang dilakukan Musah et al. (2017) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara komunikasi dengan kepuasan kerja yang menjelaskan pentingnya komunikasi dalam membantu kepuasan kerja pada karyawan. Penelitian oleh Nassrulloh et al. (2018) juga mengatakan bahwa job insecurity dan kepuasan kerja berpengaruh secara simultan terhadap turnover intention namun hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya variabel lain diluar job insecurity dan kepuasan kerja yang dapat mempengaruhi terjadinya turnover intention. Hasil penelitian terdahulu tidak selalu menghasilkan kesimpulan yang sama, kesenjangan hasil penelitian (research gap) disampaikan oleh Nurrachmah (2021) yang menyebutkan bahwa komunikasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Penelitian oleh Gayatri (2020) juga menyatakan bahwa kepuasan kerja dan job insecurity tidak memiliki pengaruh terhadap turnover intention. Adanya kesenjangan hasil penelitian (research gap) sehingga perlu dilakukan kembali penelitian yang menguji pengaruh job insecurity dan komunikasi terhadap turnover intention dengan kepuasan kerja sebagai mediator dan menambahkan variasi baru yaitu diteliti pada karyawan millenial yang bekerja di kota Salatiga karena belum ada penelitian sebelumnya yang meneliti fenomena turnover intention pada generasi millenial yang bekerja di kota Salatiga secara menyeluruh.
Berdasarkan latar belakang adanya fenomena dan kesenjangan hasil penelitian, maka persoalan dalam penelitian ini adalah 1) Apakah job insecurity berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan millenial? 2) Apakah komunikasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan millenial? 3) Apakah job insecurity berpengaruh terhadap turnover intention karyawan millenial? 4) Apakah komunikasi berpengaruh terhadap turnover intention karyawan millenial? 5) Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap turnover intention karyawan millenial? 6) Apakah kepuasan kerja memediasi pengaruh job insecurity terhadap turnover intention karyawan millenial? 7) Apakah kepuasan kerja memediasi pengaruh komunikasi terhadap turnover intention karyawan millenial?.
Adapun tujuan dari penelitan ini yaitu 1) Untuk menguji pengaruh job insecurity terhadap kepuasan kerja karyawan millenial 2) Untuk menguji pengaruh komunikasi terhadap kepuasan kerja karyawan millenial 3) Untuk menguji pengaruh job insecurity terhadap turnover intention karyawan millenial 4) Untuk menguji pengaruh komunikasi terhadap turnover intention karyawan millenial 5) Untuk menguji pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover intention karyawan millenial 6) Untuk menguji kepuasan kerja dalam memediasi pengaruh job insecurity terhadap turnover intention karyawan millenial 7) Untuk menguji kepuasan kerja dalam memediasi pengaruh komunikasi terhadap turnover intention karyawan millenial.
4
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai solusi atau alternatif dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ketidakamanan kerja (job insecurity), komunikasi, dan kepuasan kerja terhadap turnover intention. Penelitian ini juga diharapkan dapat berkontribusi dalam menutupi kesenjangan hasil penelitian terdahulu dan dapat menjadi referensi tambahan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan job insecurity, komunikasi, kepuasan kerja, dan turnover intention.