• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Konspirasi dalam Sistem Keuangan: Analisis Semiotika pada Film Animasi The American Dream Karya Tad Lumpkin dan Harold Uhl

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Representasi Konspirasi dalam Sistem Keuangan: Analisis Semiotika pada Film Animasi The American Dream Karya Tad Lumpkin dan Harold Uhl"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom) Jurusan Ilmu Komunikasi

pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar

Oleh:

MUH. SYAKIR FADHLI NIM: 50700113119

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2019

(2)

ii

NIM : 50700113119

Tempat, Tgl Lahir : Kacci-kacci, 11 Agustus 1995 Jur/Prodi/Konsentrasi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Dakwah dan Komunikasi

Alamat : Bontonompo Kab. Gowa

Judul Skripsi : Representasi Konspirasi dalam Sistem Keuangan:

Analisis Semiotika pada Film Animasi The American Dream Karya Tad Lumpkin dan Harold Uhl

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat orang lain, sebagian atau keseluruhannya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Gowa, 27 Februari 2019 Penyusun

MUH. SYAKIR FADHLI NIM: 50700113119

(3)

iii

Analisis Semiotika pada Film Animasi The American Dream Karya Tad Lumpkin dan Harold Uhl”, yang disusun oleh Muh. Syakir Fadhli, NIM: 50700113119, mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang Munaqasyah yang diselenggarakan pada hari Rabu, tanggal 27 Februari 2019 M, bertepatan dengan tanggal 22 Jumadil Akhir 1440 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom) pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar.

Gowa, 27 Februari 2019 M 22 Jumadil Akhir 1440 H

(4)

iv Nya meliputi semesta alam.

Lalu kepada Rasul Allah, Muhammad saw yang jika bukan karenanya, agama Islam tak akan sampai pada genggaman. Salam dan Salawat untuknya. Semoga Islam selalu terpancar dalam diri dan jiwa-jiwa umatnya serta kelak dimurnikan kembali dari penyesatan orang-orang munafik.

Ucapan terima kasih yang terdalam untuk kedua orang tua saya. Marzuki Daeng Siama dan Ibu saya Rosmini Daeng Ratang, atas doa dan dukungannya yang tak terbahasakan lagi. Dengan cinta dan kasih telah membesarkan saya. Mendidik dan membimbing saya lewat budi pekerti; Dan untuk nenek serta adik-adik saya, terima kasih atas ketidakjemuannya menanyakan kabar baik ujian akhir dan wisuda saya.

Keluargaku, sebagai letupan rasa syukur dan manifestasi Tuhan yang melingkupi; Kepada buku-buku, selaku teman bermain di keheningan dan juga di keramaian; Senyum sapa penjual tisu dan manisan yang amat tabah menapaki hari; juga untuk Daeng Sangnging dkk, pahlawan harian bagi mahasiswa dan dosen-dosen di fakultas kami, terima kasih telah menjaga dan mengurus fakultas kami, Fakultas Dakwah dan Komunikasi agar tetap bersih.

Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Prof. Dr. H. Abd. Rasyid Masri, S.Ag., M.Pd., M.Si., MM, beserta seluruh Wakil Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Dr. H Misbahuddin, M.Ag., Dr. H. Mahmuddin, M.Ag, dan Dr. Nursyamsiah, M.Pd.I., terima kasih telah merawat amanah di fakultas tercinta.

Pembimbing I, Dr. Abdul Halik, S.Sos, M.Si, dosen yang selama ini saya

“hindari,” lalu karenanya saya malah dibimbing hingga sarjana. Terima kasih atas segala kebaikan dan kelapangan dada telah menuntun saya, dan semoga kesehatan senantiasa membersamai. Serta Pembimbing II, Suryani Musi, S.Sos., M.I.Kom, dosen

(5)

v

Munaqisy I, Rahmawati Latief, S.Sos., M.Soc.Sc, terima kasih atas koreksi, masukan dan kalimat-kalimat penyemangat di setiap berpapasan, pun atas gugah rentet pertanyaan sewaktu ujian. Serta Munaqisy II, Jalaluddin Basyir, SS., MA, atas masukan, kritikan dan saran-saran yang selalu menyegarkan keilmuan saya demi kebaikan penelitian ini. Semoga diberi kebaikan yang lebih baik lagi dan lebih banyak lagi oleh Tuhan.

Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Komunikasi, Dr. Ramsiah Tasruddin, S.Ag., M.Si, dan Haidir Fitra Siagian, S.Sos., M.Si., Ph.D atas keteraturan, pengertian dan perhatiannya; Pak Rusli, Kak Hasbi, Kak Ulla, Kak Ikki, Pak Imran, Pak Bahar, Kak Ridho, Staf Jurusan dan Fakultas yang tak kenal lelah memberikan kelancaran proses akademik; Pegawai Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang banyak membantu; Para pustakawan, baik pusat maupun fakultas atas keramahannya.

Segenap dosen di lingkungan jurusan Ilmu Komunikasi, terima kasih atas itikad baik menjalankan tugas dan pengajaran ilmunya kepada penulis. Semoga ilmu-ilmu yang diajarkan selama ini senantiasa diganjar pahala yang berlipat ganda dan mengalir tanpa henti.

Adik-adik, rekan-rekan, dan kakak-kakak di Keluarga Besar UKM LIMA Washilah, FLP UIN Alauddin, UKM RITMA, HIPMA Gowa, HIMABIM, Kawan- kawan IKOM ‘013, sahabat-sahabat sekelas saya di IKOM C dan D, teman-teman KKN 54 Bantaeng terkhusus Posko 4 Kelurahan Lembang Gantarangkeke. Saya berharap perkenalan kita akan selalu “muda” dan berumur panjang.

Kepada orang-orang yang lebih senang mendoakan saya secara diam-diam, seperti apa harus membalas kebaikan yang diutus serahasia itu?; Kepada Kak Gunjhie atas sharing ilmunya tentang konspirasi; Achmad Gani atas tumpangan kosnya di waktu-waktu senggang; Dik Maryam, atas diskusi-diskusi kecil tentang linguistik,

(6)

vi

sekeluarga, terima kasih atas nasihat, semangat, serta telah memfasilitasi bayak hal sejauh ini; Hingga atas semua kebaikan yang telah ada, sungguh malaikat tak pernah luput dari mencatat kebaikan-kebaikan kita.

Yang tak terlupa, saudara-saudara tak sedarah saya, yang tak pernah berat dalam membantu meringankan beban-beban saya: Dhidhi Asshiddiqqie, Misdar Zikri, Andi Sarkodes, Zulfadli Amran, Aidir Afwan Harfin, Wawan Kune, Akhsan Hidayat, Hendra, Rudi, Takdir, Rahmat, dan Jumardi. Terima kasih atas persaudaraan, pengorbanan, dan kesediaan kalian menerima saya di tengah-tengah kalian.

Waila begitu banyak nikmat yang mesti disyukuri, dan atas selesainya skripsi berjudul “Representasi Konspirasi dalam Sistem Keuangan: Analisis Semiotika pada Film Animasi The American Dream Karya Tad Lumpkin dan Harold Uhl” ini, penulis berharap akan bisa berbagi manfaat kepada semua orang yang membutuhkannya.

Meski yang pasti, di dalamnya masih terdapat banyak sekali kekurangan. Namun atas nama kebaikan, semoga semangat belajar kita tetap terjaga. Āmīn Yā Robbal ‘Ālamīn.

Gowa, 27 Februari 2019

Muh. Syakir Fadhli NIM: 50700113119

(7)

vii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix

ABSTRAK ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1-10 A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ... 4

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Kajian Pustaka ... 6

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN TEORETIS ... 11-31 A. Representasi Kebudayaan Melalui Film ... 11

B. Tinjauan Umum Tentang Konspirasi ... 15

C. Tinjauan Umum Tentang Film ... 21

D. Semiotika Ferdinand de Saussure ... 25

E. Konspirasi Dalam Pandangan Islam ... 28

BAB III METODE PENELITIAN... 32-34 A. Jenis Penelitian ... 32

B. Pendekatan Penelitian ... 32

C. Objek Penelitian ... 33

D. Sumber Data ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 33

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 34

(8)

viii

2. Sinopsis Film Animasi The American Dream ... 36

3. Profil Sutradara Film Animasi The American Dream ... 38

4. Profil Karakter Tokoh Film Animasi The American Dream ... 38

B. Temuan Hasil Penelitian ... 46

1. Representasi Konspirasi dalam Sistem Keuangan pada Film Animasi The American Dream ... 46

2. Makna Representasi Konspirasi dalam Sistem Keuangan pada Film Animasi The American Dream ... 68

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 80

1. Bahasan Representasi Konspirasi dalam Sistem Keuangan pada Film Animasi The American Dream ... 80

2. Bahasan Makna Representasi Konspirasi dalam Sistem Keuangan pada Film Animasi The American Dream ... 89

3. Perspektif Islam Tentang Konspirasi dalam Sistem Keuangan pada Film Animasi The American Dream ... 93

BAB V PENUTUP... 98-99 A. Kesimpulan ... 98

B. Implikasi ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100-102 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 103-112 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 113

(9)

ix

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf latin dapat dilihat pada tabel berikut:

1. Konsonan

Huruf Arab Nama huruf latin Nama

ا alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan

ب ba b be

ت ta t te

ث s\a s\ es (dengan titik di atas)

ج jim j je

ح h}a h} ha (dengan titik di bawah)

خ kha kh ka dan ha

د dal d de

ذ z\al z\ zet (dengan titik di bawah)

ر ra r er

ز zai z zet

س sin s es

(10)

x

ض d}ad d} de (dengan titik di bawah)

ط t}a t} te (dengan titik di bawah)

ظ z}a z} zet (dengan titik di bawah)

ع ‘ain apostrof terbalik

غ gain g ge

ف fa f ef

ق qaf q qi

ك kaf k ka

ل lam l el

م mim m em

ن nun n en

و wau w we

ه ha h ha

ء hamzah apostrof

ي ya y ye

(11)

xi 2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasi sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

َ ا

fath}ah a a

َ ا

kasrah i i

َ ا

d}ammah u u

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

َ ى ى

fath}ah dan ya>’ ai a dan i

َ و ى

fath}ah dan wau au a dan i

Contoh:

َ ف ي ك ََ

: kaifa
(12)

xii transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan

Huruf Nama Huruf dan

Tanda Nama

ىَ ...ََ ...

Fath}ah dan alif atau ya>’ a> a dan garis di atas

ى

Kasrah dan ya>’ i> i dan garis di atas

و ى

d}ammah dan Way u> u dan garis di atas

Contoh:

َ تا م

: ma>ta

ى م ر

: rama>

َ ل ي ق

: qi>la

َ ت و يَ

: yamu>tu 4. Ta>’ Marbu>t}ah

Transliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua, yaitu: ta>’ marbu>t}ah yang hidup atau mendapat harakat fath}ah, kasrah, dan d}ammah, transliterasinya adalah [t]. Sedangkan ta>’

marbu>t}ah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah [h].

Kalau pada kata yang berakhir dengan ta>’ marbu>t}ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta>’ marbu>t}ah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

(13)

xiii

َ ة ل ضا فلاَ ة ن ي د م ل ا

َ ة م ك لْ ا

: al-h}ikmah

5. Syaddah (Tasydi>d)

Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydi>d ( ّ ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

Contoh:

َ انَّب ر

: rabbana>

َ ان يَّ نَ َ

: najjaina>

َ ق لْ ا

: al-h}aqq

َ مّع ن َ

: nu‘‘ima

َ و د ع

: ‘aduwwun

Jika huruf

ى

ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah (

َ ِ

),

maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi i>.

Contoh:

َ ي ل ع

: Ali> (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)

َ ب ر ع

ََ : ‘Arabi> (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf (alif lam ma‘rifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti

(14)

xiv

َ س مَّشل ا

: al-syamsu (bukan asy-syamsu)

َ ة ل ز لَّز ل ا َ

: al-zalzalah (az-zalzalah)

َ ة ف س ل ف ل ا

: al-falsafah

َ د لا ب ل ا

: al-bila>du 7. Hamzah

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh:

َ ن و ر م تَ

: ta’muru>na

َ ء وَّ نل ا

: al-nau‘

َ ء ى ش

: syai’un

َ ت ر م أ

: umirtu

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia

Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sering di tulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kata al-Qur’an (dari al-Qur’>an), Alhamdulilla>h, dan munaqasyah. Bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh.

(15)

xv 9. Lafz} al-Jala>lah (الله )

Kata “Allah” yang di dahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.

Contoh:

َ اللَ ن ي د

: di>nulla>h

َ الل بِ

: billa>h

Adapun ta>’ marbu>t}ah di akhir kata yang disandarkan kepada lafaz} al-jala>lah, ditransliterasi dengan huruf [t].

Contoh:

َ اللَ ة حْ رَ فَِ م ه

:hum fi> rah}matilla>h 10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang, (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.

Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR).

(16)

xvi Syahru Ramad}a>n al-laz\i> unzila fih al-Qur’an Nas}i>r al-Di>n al-T}u>si>

Abu Nas}r al-Fara>bi>

Al-Gaza>li>

Al-Munqiz\ min al-D}alal

Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abu> (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contoh:

Abu> al-Wali>d Muhammad ibn Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu> al-Wali>d Muhammad (bukan: Rusyd, Abu> al-Wali>d Muh}ammad Ibnu)

Nas}r H}a>mid Abu> Zai>d, ditulis , menjadi: Abu> Zai>d, Nas}r H}a>mid (bukan: Zaid, Nas}r H}a>mi>d Abu> )

B. Daftar Singkatan

Beberapa singkatan yang dibakukan adalah:

swt. = subh}a>nahu> wa ta’a>la>

saw. = s}allalla>hu ‘alaihi wa sallam a.s. = ‘alaihi al-sala>m

H = Hijrah M = Masehi

(17)

xvii

QS.../...: 4 = QS al-Baqarah/2: 4 atau QS A<li ‘Imran/3: 4 HR = Hadis Riwayat

(18)

xviii

Judul Skripsi : Representasi Konspirasi dalam Sistem Keuangan:

Analisis Semiotika pada Film Animasi The American Dream Karya Tad Lumpkin dan Harold Uhl

Penelitian ini bertujuan menjelaskan: 1) Bagaimana representasi konspirasi dalam sistem keuangan pada film animasi The American Dream, dan 2) Bagaimana makna konspirasi dalam sistem keuangan pada film animasi The American Dream.

Penelitian ini adalah penelitian analisis teks media dengan pendekatan kualitatif-deskriptif. Pengumpulan datanya dilakukan dengan observasi, dokumentasi dan studi pustaka. Sementara teknik pengolahan dan analisis datanya antara lain dengan menonton film (objek penelitian), menentukan unit scene representatif yang akan diteliti, menganalisa menggunakan analisis penanda dan petanda Ferdinand de Saussure, memaknai unit scene representatif, kemudian menarik kesimpulan.

Hasil penelitian ini menyimpulkan: Pertama, representasi konspirasi bankir dalam sistem keuangan pada film animasi The American Dream antara lain berupa:

1) Pendirian Federal Reserve, lembaga dengan otoritas mengatur sistem keuangan;

2) Melakukan rekayasa hukum lewat perpanjangan tangan bankir di pemerintahan;

3) Menjerat dan mengembangkan kekayaan lewat hutang berbunga; 4) Memainkan penyebaran informasi; dan 5) Menyingkirkan dengan berbagai cara, siapa pun yang dianggap melawan, menantang atau menghambat agenda konspirasi; Kedua, Film animasi The American Dream berusaha menyampaikan makna bahwa Amerika walaupun dikenal akan kedigdayaannya, sebenarnya juga adalah negara yang berjuang mewujudkan mimpi sebagai selayaknya negara merdeka. Adapun Amerika hanya berkedudukan sebagai tunggangan para bankir melancarkan agenda-agenda konspirasi. Sementara Bank Sentral Federal Reserve yang dibentuknya adalah sebagai instrumen pendukung agenda-agenda (konspirasi).

Implikasi penelitian ini berupa saran: 1) Jika Amerika Serikat ingin merdeka sepenuhnya, maka ia harus berani memutus jerat tali para bankir dan tentunya Federal Reserve kemudian mengembalikan wewenang departemen keuangan AS sebagaimana mestinya; 2) Sistem mata uang emas adalah alternatif bagi masalah inflasi dan ekonomi yang tidak stabil, dengan alasan bahwa pemberlakuannya sudah terbukti dalam sejarah, mampu menjaga kestabilan ekonomi dalam waktu yang cukup lama yakni sejak zaman Nabi saw hingga runtuhnya kepemimpinan Islam tahun 1924 di Turki; dan 3) Pemberlakuan emas sebagai sistem mata uang akan menjadi poin tersendiri bagi kaum muslimin, sebab pemberlakuannya mampu menghapuskan praktek bunga (riba) yang pada dasarnya sudah diharamkan dalam ajaran Islam.

Kata Kunci: Representasi, Konspirasi, Sistem Keuangan, Film Animasi, The American Dream

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia perfilman dari waktu ke waktu telah nyata di depan mata.

Hal ini tak lepas dari dan karena sudah ditunjangnya perfilman dengan sarana dan prasarana yang luar biasa mendukung. Dengan kekuatan audio-visualnya, film dapat ditangkap dan dipahami secara efektif.1 Film mampu menyuntikkan pengaruh dalam waktu yang relatif singkat, melampaui kemampuan media lain yang menggunakan satu jalur: suara atau gambar saja.

Film juga sanggup memainkan ruang dan waktu, mengembangkan atau mempersingkat, memajukan atau memundurkannya dalam batasan wilayah yang cukup pantas.2 Selain hiburan, film memiliki kekuatan persuasi yang cukup besar, bahkan dinilai sebagai media paling “mujarab” menyampaikan pesan.3 Sedang sebagai produk komunikasi, film juga senantiasa memuat simbol-simbol. Bahkan eksistensi simbol- simbol menurut Cangara tidak pernah lepas dari aktivitas komunikasi manusia.

Menurutnya, pernyataan manusia, baik yang ditujukan untuk kepentingan dirinya maupun orang lain, hampir semuanya dinyatakan dalam bentuk

1 Dr. Syamsuddin AB, Pengantar Sosiologi Dakwah (Jakarta: Kencana, 2016), h. 307

2 Andri Maijar, Film Thropy Buffalo Sebagai Sebuah Parodi Kebudayaan Minangkabau dalam

Estetika Posmodern. Terbit tahun 2017. Jurnal Online.

http://www.academia.edu/34666789/Film_Tropy_Buffalo_Sebagai_Sebuah_Parodi_Kebudayaan_Mi nangkabau_dalam_Estetika_Posmodern, Diakses 9 Juli 2018

3 Ekky Malaki, Why Not: Remaja Doyan Nonton, Seri Penuntun Remaja (Bandung: Mizan Bunaya Kreatif, 2004), h. 116.

(20)

simbol. Sehingga dalam melakukan komunikasi, keberadaan simbol adalah suatu keniscayaan.4

Di Amerika Serikat, sebuah film hadir dengan durasi 30 menit 5 detik berjudul The American Dream, dibuat dengan memuat simbol dan pelajaran sejarah. Film tersebut dikemas dalam bentuk animasi oleh sutradara Tad Lumpkin dan dengan kerjasama Harold Uhl, pimpinan perusahaan The Provocateur Network. Mengangkat isu seputar dinamika di bidang ekonomi, perbankan dan masalah pemerintahan Amerika Serikat yang mengerucut pada sebuah konspirasi dengan terbentuknya lembaga keuangan Bank Sentral Federal Reserve alias Fed. Sebuah lembaga yang mengurusi bidang keuangan dan pemberian modal pinjaman kepada bukan hanya bank-bank nasional AS, tetapi hampir semua bank di Amerika yang berstatus milik pemerintah maupun swasta.

Peresmian Federal Reserve yang terjadi tiga tahun setelah rapat rahasia perancangan pembentukan bank sentral Federal oleh para bankir di rumah John Pierpont Morgan itu ditandatangani oleh Woodrow Wilson. Orang yang kemudian menjabat posisi kepresiden ke-26 AS itu seketika telah memindahkan wewenang departemen keuangan AS kepada perusahaan swasta guna mengurusi urusan keuangan Amerika, dan legalitas Fed mencetak uang. Sehingga peran The menjadi begitu berpengaruh terhadap kehidupan politik, ekonomi dan pemerintahan Amerika Serikat.5

Film tersebut menceritakan Pile, warga Amerika yang hidup wajar dengan kebutuhan sehari-hari yang masih bisa ia penuhi sendiri. Sampai suatu hari rumah dan anjingnya disita oleh bank dikarenakan dirinya sudah tak mampu membayar cicilan

4 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Edisi Kedua (Cet. 13; Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 58.

5 Z.A Maulani, Zionisme: Gerakan Menaklukkan Dunia, Edisi Kedua (Jakarta: Penerbit Daseta, 2002), h.149-150.

(21)

rumah yang jatuh tempo dan membuat ia menyesali keadaannya sendiri karena berhutang ke bank. Sebelumnya, ia memang sangat tergiur iklan cicilan rumah yang ditawarkan bank, beriringan dengan tawaran pinjaman menggunakan sistem bunga.

Apa daya, di tengah masa cicil, ia tidak mampu membayar dan membuat pihak bank menyita rumah dan barang-barangnya sesuai kesepakatan.

Tokoh Pile sebagai representasi warga negara Amerika, di film ini memantik pertanyaan bahwa apakah memang warga Amerika sama seperti Pile, yang juga merasakan adanya suatu masalah besar yang penting untuk dipecahkan?. Harapan Pile sebenarnya sederhana. Ia hanya ingin mengambil dan menikmati hidupnya kembali seperti biasa: tidak ada rumah yang diambil paksa, tidak ada penambahan-penambahan dalam pengembalian pinjaman, tidak ada pajak untuk masyarakat dan tidak pula hutang negara yang sulit dilunasi. Begitu pula inflasi mata uang dan atau persoalan lain yang menyulitkan dinikmatinya harta benda serta cadangan kekayaan yang ada.

Jika ditelusuri, bagian terpenting yang dicurigai menjadi akar permasalahan ekonomi di film ini adalah akibat dari lahirnya Federal Reserve, dan akibat diberikannya keluwesan dalam urusan finansial AS walaupun tetap dengan tanggung jawab keterbukaan informasi kepada publik. Akan tetapi Bank Federal Reserve tetap saja terkesan menutup diri dan tidak mau transparan sewaktu dimintai keterangan.

Padahal AS telah menjadikan Freedom of Information Act (FOIA), undang-undang yang lahir tahun 1966 sebagai landasan atas kegiatan mencari keterangan, atau sebagai bentuk keerbukaan informasi kepada publik.6 Sehingga seharusnya Bank Sentral Federal reserve tidak menutup diri.

6 Share America, “Transparansi Pemerintah Bergantung pada Kebebasan Informasi”, http://share.america.gov/id/transparansi-pemerintah-bergantung-pada-kebebasan-informasi/, diakses 21 Februari 2019.

(22)

Realitas Federal Reserve tak lagi bisa dipungkiri bahwa ia mempunyai sejumlah perwakilan bankir di dalam tubuh pemerintahan. Hal ini menimbulkan asumsi adanya konspirasi yang mereka lakukan di balik persoalan ekonomi yang merambah sampai ke aspek pemerintahan Amerika Serikat. Maka berangkat dari asumsi tersebut, sehingga penelusuran bentuk konspirasi dalam film seperti yang akan dilakukan peneliti dalam penelitian ini tergolong perlu dilakukan, salah satunya mengambil objek film animasi The American Dream, guna mencari kebenaran, keberadaan, dan bentuk- bentuk representasinya hingga diperoleh makna sebagaimana yang diwakilkannya dalam scene film tersebut. Selanjutnya akan dianalisis menggunakan analisis semiotika Ferdinand de Saussure, Model analisis yang bersesuaian dengan konten yang diteliti, dengan pembagian penanda dan pertanda yang melahirkan makna mendasar, sehingga kemungkinan salah penafsiran akan bisa terminimalisir.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

1. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada bagaimana konspirasi yang terjadi dalam sistem keuangan pada film animasi The American Dream menggunakan model analisis Semiotika Stuktural (Penanda+Petanda) milik Ferdinand de Saussure.

2. Deskripsi Fokus

a. Konspirasi yang dimaksud adalah persekongkolan dan hegemoni Bankir keturunan kartel elit Mayer Amschell Rothschild. Kalangan Yahudi kaya yang dalam film animasi The American Dream sudah memiliki banyak anggota rahasia –di lingkup pemerintahan, kongres dan bagian penting lainnya— yang bekerja juga secara rahasia demi menguasai negara.

(23)

b. Sistem Keuangan yang dimaksudkan adalah a) kumpulan peraturan yang menjadi asas dasar mata uang dan pengaturannya di suatu negara.7 dan b) apapun yang berkaitan dengan masalah keuangan seperti hutang, pajak, fenomena inflasi, pembentukan bank sentral, dan terkait hak dasar mencetak uang pada suatu negara.

c. Film The American Dream adalah film animasi berdurasi 30 menit oleh sutradara Tad Lumpkin yang rilis tahun 2011. Menceritakan tokoh Pile dan Hartman, warga Amerika yang bercita-cita mewujudkan mimpi Amerikanya sebagai selayaknya negara yang merdeka, dan juga berusaha menyadarkan manusia dari kejahatan dominasi penjajahan segelintir orang menuju kemerdekaan yang sesungguhnya.

d. Analisis Semiotika adalah model analisis untuk mengkaji tanda. Suatu ilmu yang pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan memaknai hal-hal.

Memaknai dalam hal ini sama sekali tidak dapat dicampuradukkan dengan mengomunikasikan.8 Semiotika menekankan pada interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya.9 Adapun penelitian ini menggunakan model Semiotika struktural Ferdinand de Saussure yang membagi tanda menjadi terdiri atas dua hal: penanda dan pertanda. Hadirnya penanda dan pertanda dalam pandangan De Saussure akan mampu menghadirkan tanda yang bisa dimaknai.

7 Abdul Qadim Zallum, Al-Amwāl fī Daulah al-Khilāfah (Beirut: Dār al-Ummah, 2004), (Sistem Keuangan Negara Khilafah) terj. Ahmad S. dkk. Edisi Muktamadah (Cet.2; Jakarta: HTI Press, 2015), h.

256.

8 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 15.

9 Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Yogyakarya: Prenada, 2006), h. 268.

(24)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti merumuskan masalah ke dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana representasi konspirasi dalam sistem keuangan pada film animasi The American Dream?

2. Bagaimana makna konspirasi yang terkandung dalam film animasi The American Dream?

D. Kajian Pustaka

Terdapat tiga penelitian yang melandasi kerangka pemikiran penelitian ini, antara lain oleh Dani Bramanti, Risky Nikmah Amaliah, dan Mundi Rahayu dkk.

masing-masing dengan uraian sbb:

1. Pada tahun 2011, Dani Bramanti, mahasiswa strata satu pada seksi Kajian Budaya Amerika, Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang, meneliti tentang Paradoks American Dream dengan menjadikan tokoh Tony Montana dalam Film Scarface sebagai subjek penelitian.10

Dani menggunakan dua pendekatan sekaligus dalam penelitiannya:

eksplonensial dan Sosio-kriminologi. Pendekatan eksplonensial yang sifatnya simbolik, tidak menggunakan semua struktur karya sastra, melainkan hanya terfokus pada beberapa aspek intrinsik sebuah karya sastra. Sementara pendekatan keduanya adalah pendekatan sosio-kriminal, Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association Theory) milik Edwin H. Sutherland.

10 Dani Bramanti, “Paradoks American Dream pada Tokoh Tony Montana dalam Film Scarface”, Skripsi, (Semarang: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, 2011), h. i.

(25)

Berbeda dengan penelitian terdahulu. Peneliti ini memakai pendekatan komunikasi, yakni teknik analisis teks media dengan model Analisis Semiotika Ferdinand de Saussure. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa teks media, termasuk film, selalu diliputi banyak tanda sehingga bisa dianalisis menggunakan analisis semiotika, yang pada dasarnya memang memfokuskan “pembedahannya” pada tanda.

Penelitian Dani tersebut bertujuan mengemukakan bagaimana hasil manifestasi American Dream yang dihubungkan dengan impian Tony tentang Amerika Serikat.

Juga mengemukakan proses tercapainya perilaku kriminal Tony yang memengaruhi usahanya dalam pencapaian American Dream serta premis pribadi Tony Montana yang mengandung paradoks terhadap American Dream.

Adapun jenis penelitian Dani Bramanti terkategori penelitian pustaka. Dia memperoleh data dan referensi melalui buku dan sumber informasi lain seperti media elektronik untuk mendukung penelitiannya.

2. Tiga tahun setelahnya, pada tahun 2014, Risky Nikmah Amaliah, Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar melakukan penelitian terhadap film kartun, dengan skripsi berjudul

“Simbolisasi Ideologi Agama dalam Film Kartun Spongebob Squarepants (Analisis Semiologi Roland Barthes)”.11

Risky mengungkap simbol-simbol ideologi agama melalui potongan-potongan gambar yang diperolehnya dari beberapa seri film Spongebob Squarepants. Bahwa gambar yang ditampilkan serta gerakan-gerakan khusus yang dilakukan tokoh film, sangat erat kaitannya dengan kepercayaan kaum Yahudi.

11 Risky Nikmah Amaliah, “Simbolisasi Ideologi Agama dalam Film Kartun Spongebob Squarepants (Analisis Semiologi Roland Barthes)”, Skripsi, (Makassar:Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin, 2014), h. i.

(26)

Persamaan peneliti dengan penelitian sebelumnya terletak pada model analisis, jenis, dan sifat penelitiannya. Sama-sama menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan sifat deskriptif.

Berbeda dengan Risky yang meneliti film Spongebob Squarepants. Peneliti di sini menggunakan film animasi The American Dream karya Tad Lumpkin, sebagai objeknya. Risky mengambil fokus penelitian pada kandungan ideologi agama yang tersirat dalam film, sementara dalam penelitian ini peneliti memfokuskan penelitiannya pada konspirasi oknum dalam memonopoli sistem keuangan, yakni percetakan, kontrol perubahan nilai tukar uang, dan peredarannya sesuai yang terdapat dalam film. Selain itu berbeda dari segi model analisis yang digunakan. Risky menggunakan analisis semiotika Roland Barthes sementara peneliti menggunakan Semiologi Ferdinand de Saussure.

3. Setahun berikutnya lagi, tepatnya tahun 2015, Mundi Rahayu, Irwan Abdullah, Wening Udasmoro menulis sebuah jurnal yang tergabung dalam Jurnal el-Harakah Vol.17 No.1 Tahun 2015, oleh Kajian Budaya dan Media-Sekolah Pascasarjana- Universitas Gadjah Mada, berjudul penelitian “Pergeseran Nilai-Nilai Islam Dalam Cerita Aladdin: Perbandingan “Arabian Nights” dan Film Animasi Disney.”12

Penelitian ini membandingkan cerita Aladdin dalam “Aladdin and the Wonderful Lamp” dan film animasi Disney, Aladdin (1992) menggunakan Analisis Wacana Kritis (AWK) model Fairclough yang mencakup analisis teks dan konteks, kemudian fokus pada perbandingan pada perubahan wacana nilai Islam yang diusung oleh kedua teks, dari teks asli “Aladdin and the Wonderful Lamp” dan teks film animasi Disney “Aladdin”.

12 Mundi Rahayu, Irwan Abdullah, Wening Udasmoro, Pergeseran Nilai-Nilai Islam Dalam Cerita Aladdin: Perbandingan “Arabian Nights” dan Film Animasi Disney, Jurnal el Harakah Vol. 17 No.

I (Kajian Budaya dan Media-Sekolah Pascasarjana-Universitas Gadjah Mada, 2015), h. 52-70.

(27)

Hasil penelitian tersebut berkesimpulan bahwa dalam adaptasi cerita The Story of Aladdin Wonderful Lamp dari buku Arabian Nights mengalami banyak perubahan atau pergeseran wacana penting, di antaranya wacana ketauhidan dan nilai-nilai Islam seperti pentingnya keluarga dan penghargaan kepada orang tua. Dalam film “Aladdin”

yang diproduksi Disney, wacana itu dihilangkan.

Persamaan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama mengambil film sebagai objek. Sedang perbedaannya terletak pada model analisisnya.

Peneliti dalam penelitian ini memakai model analisis semiotika (Penanda dan Petanda) Ferdinand de Saussure, sementara penelitian sebelumnya memakai model analisis wacana kritis milik Norman Fairclough yang membagi wacana dalam tiga tingkatan:

mikro, meso, dan makro.

Tabel 1.1

Perbandingan dengan penelitian terdahulu

No Penelitian Perbedaan Persamaan Metode Analisis Data

1

Dani Bramanti, 2011. Jurusan Sastra Inggris FIB Undip.

Skripsi berjudul Paradoks American Dream dalam Film Scarface.

Subjek dan objek, model analisis, jenis penelitian, dan metode analisis.

Pendekatan, dan Sifat Penelitian

1) Eksplonensial dan Sosio- Kriminologi, dan

2) Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association Theory) milik Edwin H.

Sutherland.

2

Risky Nikmah Amaliah, 2014. Jurusan KPI FDK UIN Alauddin Makassar, Skripsi berjudul Simbolisasi Ideologi Agama dalam Film Kartun Spongebob Squarepants (Analisis Semiologi Roland Barthes)”

Subjek dan Objek Penelitian

Jenis dan Sifat Penelitian, dan Metode Analisis

Analisis Semiotika Roland Barthes

3

Mundi Rahayu, dkk, 2015.

Kajian Budaya dan Media- Sekolah Pascasarjana-UGM.

Subjek dan Objek, Metode

Sifat dan Jenis Penelitian.

Analisis Wacana Norman Fairclough

(28)

Jurnal el-Harakah Vol.17 No.1 Tahun 2015, berjudul Pergeseran Nilai-Nilai Islam Dalam Cerita Aladdin:

Perbandingan “Arabian Nights” dan Film Animasi Disney.

Pendekatan dan Teknik Analisis

Sumber: Data Olahan Peneliti (2018) E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana representasi konspirasi pada sistem keuangan yang terjadi dalam film animasi The American Dream.

b. Untuk mengetahui makna konspirasi yang terkandung dalam film animasi The American Dream.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis, hasil penelitian ini dimaksudkan mampu berkontribusi terhadap Ilmu Komunikasi dan kajian semiotika film. Selain menambah khasanah kepustakaan dan menjadi rujukan bagi mahasiswa ataupun masyarakat yang hendak melakukan penelitian serupa, atau penelitian lanjut mengenai film ini.

b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjelaskan kepada masyarakat bahwa film juga bisa menjadi objek penelitian dan dapat dikaji lewat berbagai macam pendekatan keilmuan, salah satunya semiotika. Selain itu juga dimaksudkan untuk menelusuri dan menjelaskan akan kebenaran keberadaan kegiatan konspirasi oleh oknum tertentu di dalam berbagai aspek kehidupan, di antaranya pada aspek ekonomi dan politik pemerintahan.

(29)

11 BAB II

TINJAUAN TEORETIS A. Representasi Kebudayaan Melalui Film

Representasi adalah konsep yang mempunyai beberapa pengertian, di antaranya adalah proses sosial dari “representing” yang menunjuk baik pada proses maupun produk dari pemaknaan tanda. Representasi juga bisa berarti proses perubahan konsep- konsep ideologi yang abstrak ke dalam bentuk-bentuk konkret.13

Stuart Hall menjelaskan representasi sebagai salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan menyangkut “pengalaman berbagi”. Adapun seseorang bisa dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama apabila mereka membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam “bahasa”

yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.14

Representasi dalam definisi lain adalah segala aktivitas yang membentuk ilmu pengetahuan yang dimungkinkan kapasitas otak untuk dilakukan oleh semua manusia.15 Representasi memberikan makna terhadap suatu budaya. Budaya yang digambarkan sebuah film dapat dimaknai dengan bahasa. Dapat pula didefinisikan sebagai penggunaan tanda, (gambar, bunyi, dan lain-lain) guna menghubungkan, menggambarkan, memotret, dan atau memproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan, ataupun yang dirasakan ke dalam bentuk fisik tertentu.

13 M Dahlan Al Barry, Kamus Modern Bahasa Indonesia (Yogyakarta: Arkola, 1994), h. 574.

14 Muhamad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi, Cet. 4 (Jakarta: Prenada Media, 2015), h.

273.

15 Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 24.

(30)

Representasi bekerja pada hubungan antara tanda dan makna. Konsepnya bisa berubah-ubah, sehingga memungkinkan munculnya bentuk pemaknaan baru. Adapun berubah-ubahnya representasi itu dikarenakan makna yang juga berubah-ubah. Maka dari itu tidak bisa dipungkiri akan terjadi proses negosiasi dalam pemaknaan dari waktu ke waktu.16 Jadi representasi bukanlah suatu atau proses yang bersifat statis. Melainkan sebaliknya. Representasi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual manusia serta kebutuhan para pengguna tanda, dalam hal ini adalah manusia itu sendiri. Manusia bergerak dan berubah dari waktu ke waktu.

Representasi merupakan suatu usaha konstruksi karena pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru juga hasil pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia.

Dengan kata lain menurut Juliastuti, bahwa melalui representasi, makna bisa diproduksi dan dikonstruksi.17

Secara sederhana, proses dasar representasi adalah memberikan pemaknaan terhadap objek, masyarakat, kejadian atau peristiwa yang berhubungan dengan konsep- konsep interpretasi. Menurut Stuart Hall seperti yang dikutip Nuraini Juliastuti, bahwa Representasi terbagi ke dalam dua sistem, yaitu:

1. Objek, seperti orang, atau peristiwa yang dikorelasikan dengan seperangkat konsep atau representasi mental yang terdapat dalam pikiran masing-masing (peta konseptual) sehingga makna tergantung pada konsep dan citra yang terbentuk dalam pikiran dan masih berbentuk sesuatu yang abstrak.

2. Bahasa, yakni berupa sistem representasi kedua yang berperan penting dalam proses keseluruhan konstruksi makna. Konsep yang ada dalam pikiran seseorang hanya

16 Indiawan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, Aplikasi Praktis Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 150.

17 Indiawan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, Aplikasi Praktis Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 150.

(31)

dapat disampaikan melalui bahasa yang bisa berupa tulisan, citra atau suara.

Penggunaan kata-kata atau tulisan, suara dan gambar yang mendukung makna disebut sebagai tanda. Maka Tanda berfungsi merepresentasikan konsep dan relasi konseptual antara konsep-konsep yang ada di kepala seseorang dan penciptaan sistem pemaknaan dalam budaya mereka.18

Konsep abstrak tersebut yang ada di dalam kepala harus diterjemahkan ke dalam bahasa yang lazim dimengerti supaya dapat dihubungkan dengan konsep atau ide-ide yang kita miliki tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.19 Adanya pertukaran tanda yang kemudian membentuk kebudayaan dalam komunikasi menunjukkan adanya hubungan relasi yang tak terpisahkan antara bahasa dan budaya.

Keberadaan bahasa dan budaya menjadi dua hal yang tak terpisahkan sebab tanpa bahasa, komunikasi tidak akan ada dan otomatis budaya tidak bisa terbentuk sebab budaya merupakan hasil interaksi dari dan karena adanya pertukaran tanda dan simbol- simbol tertentu dengan pemaknaan tertentu pula di mana biasanya telah menjadi kesepahaman bersama dalam satu lingkup masyarakat yang sama.

Kedudukan bahasa dalam komunikasi dalam hal membangun budaya sangatlah erat dan sentral. Bahkan ada yang mendudukkan bahasa dengan hubungan sub- ordinatif dan ada pula yang memosisikannya dengan hubungan koordinatif yakni hubungan yang sederajat.20 Demikian betapa pentingnya kedudukan bahasa dalam proses pembentukan budaya.

18 Stuart Hall, Repretentation: Cultural Repretentations and Signifying Practices (London: Sage Publication, 1997), h. 18.

19 Nuraini Juliastuti, Representasi, Newsletter KUNCI No. 4, Maret 2000, http://kunci.or.id/nws/04/representasi.htm

20 Hadi Susanto, “Hubungan Bahasa dengan Kebudayaan”, Wong Kapetakan's Blog, https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2016/08/21/hubungan-bahasa-dengan-kebudayaan/, diakses pada 1 Juni 2018.

(32)

Lebih dari itu Stuart Hall pernah menyebutkan bahwa representasi mampu menghubungkan makna dan bahasa dengan budaya. Dan bahasa dalam representasi merupakan bagian penting dari proses di mana makna diproduksi dan dipertukarkan antara anggota budaya.21 Adanya kemiripan budaya dalam satu komunitas masyarakat dengan komunitas lain adalah bukti kesepahaman atas bahasa maupun kode lewat berbagai representasi yang diproduksi atau dimaknai.

Perpaduan objek dan bahasa akan melahirkan sebuah makna, dan makna tidak lain adalah konstruksi manusia melalui sistem representasi yang kemudian difiksasi melalui kode. Sehingga melalui Kode inilah akhirnya membuat masyarakat yang dalam suatu kelompok budaya yang sama akan mengerti dan menggunakan nama yang sama yang telah melewati proses konvensi secara sosial di masyarakat. Begitu pula film, hasil kerja-kerja kreatif dari para pekerja film dalam membentuk dan merepresentasikan berbagai macam realitas ke dalam cerita. Dalam hal ini film mampu membentuk dan merepresentasikan suatu realitas.22 Tak sedikit film yang diproduksi dengan latar belakang sejarah hingga menggambarkan realitas kehidupan terkini atau prediksi terhadap masa depan dimana sebagian ataupun keseluruhannya memuat nilai dan unsur-unsur kebudayaan tertentu, sehingga film dalam konteks seperti ini telah menjadi representasi terhadap muatan yang disampaikannya, atau dengan bahasa sederhana, film bisa dipahami sebagai representasi dari realitas yang menjadi referensinya.23

21 Nurzakiyah Ahmad, Representasi Maskulinitas Baru pada Iklan Produk Kosmetik Pria dalam Majalah Berbahasa Jerman Brigitte dan Stern (Depok: FIB UI, 2009), h. 12

22 Sigit Surahman, “Media Film Sebagai Konstruksi dan Representasi”. Academia.edu, https://www.academia.edu/9613958/Media_Film_Sebagai_Konstruksi_dan_Respresentasi. Diakses pada 9 Juli 2018.

23 R Noviani, Jalan Tengah Memahami Iklan: Antara Realitas, Representasi dan Simulasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 61.

(33)

B. Tinjauan Umum Tentang Konspirasi

Teori Konspirasi atau dalam bahasa Inggris disebut “Conspiracy Theory,

adalah teori yang berusaha menjelaskan bahwa yang menjadi dalang dari satu atau serangkaian peristiwa adalah suatu rahasia. Pada umumnya mengena pada peristiwa politik, sosial, tragedi kemanusiaan serta sejarah, yang direncanakan dan dilaksanakan secara diam-diam oleh sekelompok rahasia, baik orang-orang maupun organisasi yang berkuasa dan sangat berpengaruh.24

Konspirasi yang berlangsung hingga hari ini tidak lepas dari tujuan besar pembentukan tatanan dunia baru oleh para konspirator, dan dalam penguasaannya terhadap banyak aspek dalam hidup ini. Hal ini juga tidak lepas dari jasa pendiri dinasti Rothhschild yang berkuasa atas sistem keuangan yang ia gunakan untuk menghimpun dana guna menjalankan agenda-agenda konspirasi di muka bumi.

Tujuan akhir dari konspirasi adalah untuk mendapatkan dukungan, menyebarkan idealisme, dan menanamkan pengaruh atau merebut kekuasaan atas seluruh atau sebagian pada suatu negara untuk kepentingan kelompoknya. Hal ini dapat terjadi dalam politik, ekonomi, sosial-budaya, dll. Olehnya konspirasi sekelompok rahasia dengan bersekongkol berbuat sesuatu kejahatan dipandang telah menelanjangi aspek kemanusiaan dikarenakan itikadnya yang buruk.25

1. Yahudi Internasional

Yahudi Internasional tanpa henti berupaya mewujudkan tatanan dunia baru (New World Order). Mereka memandang bahwa mereka adalah satu-satunya kaum yang diakui Tuhan atas penguasaan apapun di dunia ini dan menganggap “yang lain”

24“Teori Konspirasi”, Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Konspirasi, diakses April 2018.

25 William G Carr, Yahudi Menggenggam Dunia (terj. Maufur Mustolah) (Indonesia: Pustaka Al Kautsar, 1991) h. 120.

(34)

(selain mereka) sama sekali tidak bernilai apa-apa. Menurut kitab mereka (Talmud), bukan merupakan hal yang salah jika menghilangkan “yang lain” selama mampu mendatangkan keuntungan bagi kelompok mereka dan mendukung tujuan mereka menguasai dunia.

Kaum Yahudi sudah tidak lagi berpegang pada Kitab suci Taurat yang murni, melainkan kitab yang dipegangnya kini sudah mengalami penambahan-penambahan dan juga perubahan-perubahan. Meskipun bukan perubahan secara keseluruhan akan tetapi paling tidak hal itu sudah membuah kitab suci menjadi tercampuri isinya dengan sesuatu hal yang amat rentan disusupi kepentingan bersifat subjektif, manakala catatan tentang diskusi para Rabi tentang hukum Yahudi, etika, kebiasaan dan sejarahnya dibukukan menjadi Kitab Talmud yang menjadi pedoman kaum Yahudi.

Hal ini terjadi akibat adanya perubahan drastis dalam tradisi studi keyahudian oleh para Rabi yang awalnya dilakukan secara lisan dan beralih ke tradisi tulisan, utamanya setelah penghancuran komunitas Yahudi pada 70 M. Talmud sendiri terdiri atas dua komponen: yakni Mishnah dan Gemara. Mishnah adalah kumpulan Hukum Lisan Yudaisme pertama yang ditulis, sementara Gemara adalah diskusi mengenai Mishnah dan berbagai tulisan berkaitan Tannaim. 26

“Proses “Gemara” berlangsung di dua pusat Studi Yahudi yang utama, Israel dan Babilonia. Sejalan dengan itu, dua kumpulan analisis berkembang, dan dua karya Talmud pun terbentuk. Kompilasi yang lebih tua disebut Talmud Palestina atau Talmud Yerushalmi. Talmud ini dikompilasi sekitar abad keempat di Palestina.

Talmud Babilonia disususn sekitar tahun 500 M., meskipun ia terus disunting di kemudian hari.” 27

26 “Talmud”, Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Talmud, diakses pada Desember 2018.

27 “Talmud”, Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Talmud#Versi_Talmud, diakses pada Desember 2018.

(35)

Menurut tradisi, Gemara28 diredaksi pada tahun 350 M di Israel, dan menjadi keliru jika Talmud yang dilahirkannya dinamai sebagai Talmud Yerussalem (Talmud Palestina) padahal sesungguhnya bukan dilakukan di Palestina, melainkan di Israel.

Dari isi-isinya pun banyak membahas hukum-hukum agrikultur Tanah Israel secara rinci (selaku tempat dimana berdirinya akademi).29 Di samping keberadaan Talmud Babilonia yang dipandang sebagai kitab yang paling otoritatif.30

Selanjutnya, Talmud (yang ditulis) inilah yang di kemudian hari diklaim sebagai firman Tuhan, dan dijadikan pedoman oleh kaum Yahudi di berbagai negeri.

2. Mayer Amschell Rothschild (1743-1812)

Pengorbanan luar biasa dari para konspirator yahudi dalam menyiapkan sebuah tatanan yang disebut Tatanan Dunia Baru (New World Order) sudah tak diragukan lagi.

Yahudi-lah yang menempati posisi terdepan ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini. Dan mereka dalam mendukung misi terselubung mereka mewujudkan Tatanan Dunia Baru melalui berbagai macam bentuk konspirasi, mereka tak segan-segan mengeluarkan dana penyokong, meskipun dalam jumlah yang sangat besar.

Jauh sebelum Mayer Rothschild, sebenarnya sudah banyak dari kalangan Yahudi terkenal dengan kekayaannya. Namun untuk kemajuan pesat penguasaan oleh gerakan konspirasi Yahudi Internasional, sangat banyak terjadi dimulai pada sumbangsih Mayer Amschell Rothschild (Dinasti Rothschild), dengan penguasaan dan keberhasilannya mengontrol sistem keuangan Eropa dan Amerika, setelah bertemu

28 Bagian dari Talmud. Sinopsis dari hampir 200 tahun analisis atas Mishnah yang dilakukan di Akademi-akademi di Israel.

29 “Talmud”, Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Talmud#Versi_Talmud, diakses pada Desember 2018.

30 Z.A Maulani, Zionisme: Gerakan Menaklukkan Dunia, Edisi Kedua (Jakarta: Penerbit Daseta, 2002), h. 91.

(36)

dengan para pemuka Yahudi kaya dan bersatu padu mendanai rencana agenda konspirasi demi monopoli internasional.31

Maka dengan keyakinan yang luar biasa, suatu ketika Mayer Amschell Rothschild pernah berkata bahwa dirinya akan menguasai perekonomian dunia lewat usaha perbankan yang didirikannya. Perkataannya itu begitu fenomenal dan terbukti saat ini.

“Berikan kepada saya kesempatan mencetak dan mengendalikan keuangan suatu bangsa, dan dengan itu saya tidak peduli siapa yang membuat hukum di negeri itu”. 32

Pendiri Dinasti Rothschild tersebut adalah seorang Yahudi Talmudian Bavaria yang lahir tahun 1743 di Frankurt-Jerman. Anak dari Moses Amschell Bauer, seorang rentenir dan penyedia jasa keuangan yang bekerja secara berpindah-pindah, dari kota satu ke kota lain di daratan Eropa yang kemudian menetap di Frankurt ketika Mayer lahir.

Mayer belajar perbankan sejak usia 10 tahun. Dan ketika menginjak dewasa, Ia lalu mengembangkan ilmunya itu ke Hanover-Jerman, dengan bekerja secara sukarela pada usaha perbankan keuangan milik keluarga Oppenheimer bernama The House of Oppenheimer. Ia bekerja beberapa tahun dan sangat diakui dalam hal mengelola uang.

Setelah merasa cukup, ia memutuskan kembali lagi ke Frankurt tahun 1770 dan menikah, dan menetap meneruskan kembali usaha ayahnya yang pernah ia tinggalkan.

Ia pun memasang lambang Rothhscild (Tameng Merah) di depan kedai seperti yang dilakukan ayahnya dahulu, sebagai lambang penanda usaha keluarga Rothschild, asal mula dari Dinasti Rothschild.

31 William G Carr, Yahudi Menggenggam Dunia (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2005), h. 28.

32 Z.A Maulani, Zionisme: Gerakan Menaklukkan Dunia, Edisi Kedua (Jakarta: Penerbit Daseta, 2002), h. 150.

(37)

Dari pernikahannya itu ia dikaruniai lima anak laki-laki dan lima perempuan.

Anak laki-lakinya: Amschell III, Salomon, Nathan, Karlman (Karl) dan Jacobs (James) ia didik dengan sangat serius. Merekalah yang di kemudian hari ditempatkan di berbagai wilayah di Eropa, dalam rangka mengembangkan bisnis perbankan keluarga. Uniknya, ada aturan khusus yang ditetapkan Mayer dalam keluarga Rothschlid, demi menjaga harta keluarga tidak jatuh ke tangan orang lain bahwa yang boleh menjalankan bisnis keluarga hanya pihak laki-laki (tidak boleh perempuan), dan keturunannya hanya boleh menikah dengan kalangan keluarga sendiri, yakni menikahi saudara sepupu (satu kakek) atau paling jauh sepupu dua kali (satu paman).

Tatkala Jenderal van Estorf, bekas pimpinannya ketika di The House of Oppenheimer membuka jalur untuknya memasuki Istana, usaha Mayer kian berkembang pesat. Sang Jenderal memperkenalkannya dengan pangeran Wilhelm sehingga jaringannya menjadi tambah luas ke kalangan istana dan juga menjadi akrab dengan teman-teman pangeran Wilhelm. Keberuntungan itu adalah pada tanggal 21 September 1769, ketika ia dipercaya dengan diangkat sebagai abdi Istana karena keberhasilannya merebut hati Sang Pangeran. Ia kemudian memasang lambang Principalitas Hess-Hanau di depan kedainya –sebagai tanda restu dan perlindungan Pangeran kala itu. Dan dengan keberhasilannya ini telah menjadi babak penting kemajuan usaha perbankan keluarga Rothschild. Alhasil bisnis Rothschild semakin berkembang dari masa ke masa hingga berhasil membentuk perbankan raksasa.

Dalam perkembangannya, pada abad ke-18 dan ke-19, dalam melancarkan pengaruh dan penguasaan di muka bumi, maka para bankir kaki tangan Rothschild yang sudah berkuasa bisa dibilang sudah mampu melakukan apa saja yang dianggapnya bisa memperlancar kepentingan gerakan rahasia.

(38)

Salah satunya dengan pembentukan lembaga-lembaga sosial, gerakan-gerakan ideologi, organisasi-organisasi kepemudaan termasuk pula kelas-kelas kajian dan lembaga survei dan penelitian, guna mendukung peluru-peluru konspirasi yang mereka lancarkan.33 Termasuk lembaga yang dibuat dengan tugas-tugas khusus, seperti pembentukan Anti Defamation League (ADL) oleh Jacob Schiff pada 1913 di Amerika.

Lembaga ini bertujuan mematahkan langkah pihak-pihak yang melawan gerakan konspirasi dan atau pihak-pihak yang tidak mereka sukai.

“Organisasi ADL ini didirikan dengan tujuan memfitnah setiap orang yang mempertanyakan ataupun menantang konspirasi global, seperti konspirasi Rothschild dengan menyebut mereka “anti-Semit.” 34

Banyak organisasi, lembaga dll yang dibentuk untuk kepentingan konspirasi.

Hebatnya karena hal sebesar itu bisa menjadi sebuah settingan, tetapi terkesan seperti berlangsung begitu saja seolah tanpa campur tangan orang-orang tertentu. Kondisi masyarakat dan kebutuhannya akan kehadiran lembaga khusus kemudian dirancang sedemikian rupa, seakan-akan kehadirannya memang dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Sehingga masyarakat yang tidak begitu memerhatikannya akan jarang menyadari bahwa setiap peristiwa yang mereka lalui sebenarnya memiliki titik singgung yang jelas bahwa ada keterhubungan yang tidak biasa yang terjadi.

Faktanya, pada tahun yang sama, ketika Amerika Serikat sedang menangis akibat dampak dari krisis keuangan –akibat pemberlakuan uang kertas Dolar, membuat Bank Sentral Federal Reserve (The Fed) berhasil dibangun berkat kolaborasi yang sangat apik dan rahasia dari para bankir.

33 Z.A Maulani, Zionisme: Gerakan Menaklukkan Dunia, Edisi Kedua (Jakarta: Penerbit Daseta, 2002), h. 286.

34 Ahmad Y Samanto, “Illmuniati Asia: Sejarah Jaringan Konspirasi Kejahatan Internasional Fremasonry Di Asia” … h. 170.

(39)

C. Tinjauan Umum Tentang Film

1. Pengertian Film

Film adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual, hasil dari pengembangan prinsip-prinsip fotografi proyektor.

Secara umum, film dipandang sebagai media tersendiri dan merupakan sarana pengungkapan daya cipta dari beberapa seni sekaligus, dan produknya bisa diterima dan diminati layaknya sebuah karya seni.35 Unsur atau isi dari film dapat dicerap khalayak secara utuh berupa tema, dialog, efek suara, karakteristik tokoh, setting lokasi, penyutradaraan, dan sebagainya.

Film sebagai sarana hiburan pun memberikan informasi serta menyajikan cerita, peristiwa, drama, komedi, dan sajian-sajian lainnya kepada khalayak penonton.

Film menjadi media sekaligus karya yang dirangkai menjadi satu kesatuan utuh dari potongan-potongan gambar, sehingga nampak bergerak. Secara sederhana film adalah gambar hidup yang secara kolektif sering disebut ‘sinema’.36

2. Film Dalam Konteks Komunikasi

Film mengirimkan pesan atau isyarat yang disebut simbol, dan komunikasi simbol dapat berupa gambar (visualisasi) di dalam film yang menunjukkan kekuatan film dalam menyampaikan maksud dan pengertian kepada penontonnya. Gambar- gambar dalam film tersebut bisa jadi menyampaikan lebih banyak pengertian tentang situasi-situasi dibandingkan hanya lewat kata-kata.

35 Moekijat, Teori Komunikasi (Bandung: Mandar Maju, 1997) h. 150.

36 Abdul Halik, Tradisi Semiotika: Dalam Teori dan Penelitian Komunikasi (Makassar: Alauddin University Press, 2012), h. 188.

(40)

Film dibuat dengan latar belakang produksi yang rumit melibatkan banyak orang dengan tugas dan fungsi masing-masing. Film dikonsep sedemikian rupa, dengan seleksi pemain, lokasi, kostum, musik serta unsur-unsur lainnya.

Keberadaan film memberikan beberapa nilai fungsi di tengah masyarakat.

Sebagai media komunikasi, seyogianya film bisa memberikan fungsi penerangan, pendidikan, pengembangan budaya, dan ekonomi, selain fungsi hiburan kepada masyarakat. Di samping untuk mencapai nilai profit bisnis, film juga berfungsi untuk mentransmisikan pesan dari si pembuat film kepada khalayak. Dengan fungsi mentransmisikan pesan tersebut, film telah mengambil peran dalam sebuah proses komunikasi. Bentuk komunikasi yang mentransmisikan pesan kepada khalayak luas pada saat sama. Hal ini disebut dengan istilah komunikasi massa. Tidak ada kontak langsung antara si pengirim dan si penerima pesan dalam bentuk komunikasi ini. Pesan disampaikan melalui medium seperti televisi, radio, majalah, surat kabar, atau yang lainnya, termasuk juga film. Film dalam bentuk komunikasi ini mengacu pada model komunikasi linear yang sifatnya searah. Dalam hal ini si pembuat film akan mengirimkan pesan melalui saluran tertentu, yaitu film itu sendiri dengan muatan pesan yang berisi ide cerita, kemudian ditujukan kepada penerima, yaitu penonton.37

Penyampaian pesan lewat film pun sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan referensi komunikan ketika menginterpretasikan sebuah film. Film berkemampuan mengantarkan pesan secara unik sesuai jenisnya. Tiap-tiap konsep film akan sesuai dengan konsep pesan yang disampaikannya. Untuk itu setiap pembuat film berkewajiban membuat konsep film yang sesuai dengan aturan dan layak dikonsumsi

37 “Media Komunikasi”. http://id.wikipedia.org/wiki/Media_Komunikasi. Diakses pada Juni 2018

(41)

oleh masyarakat.38 Adapun film dengan segala teknologinya akan turut memengaruhi masyarakat saat mengonsumsi pesan, seperti dikatakan McLuhan bahwa teknologi dapat mengekstensi kemampuan manusia.39 Teknologi memiliki andil dalam proses komunikasi. Sementara jika dilihat dari proses produksinya, teknologi dalam pembuatan film dapat mengekstensi kemampuan si pembuat film untuk membuat film dengan detil ruang dan waktu tertentu.

Dari segi penonton, para penonton terbantu dengan adanya teknologi film, sebab dapat menikmati suasana dan nuansa di tahun tertentu, di suatu negara tertentu, melalui pertunjukan film. Juga telah memudahkan akses semua jenis film mancanegara tanpa harus pergi langsung ke negara bersangkutan.40 McLuhan juga memberikan konsep medium is the message yang diartikan bahwa teknologilah yang menjadikan film sebagai media pembawa pesan.41 Dengan kata lain teknologi film-lah yang membawa pesan dan dikemas dalam gabungan audio dan visual, serta mampu bercerita banyak hal dalam waktu singkat.

Adapun media yang dipergunakan mengakses film, masyarakat mempunyai keleluasaan dalam memilih teknologi media mana sesuai kebutuhannya. Misalnya, beberapa orang lebih memilih menonton di bioskop daripada menonton lewat DVD atau internet. Ada juga yang saat ini lebih senang menggunakan gawai untuk menonton film tanpa harus pergi ke bioskop.

38 “Film Sebagai Media Komunikasi Massa”.

http://id.wikipedia.org/wiki/Film_sebagai_Media_Komunikasi_Massa, diakses Juni 2018.

Gambar

Gambar 2.1: Unsur Makna Ferdinand de Saussure  Sumber: Ismayani (2018) h. 34.  47
Gambar 4.1: Cover Film The American Dream (2010)  Sumber: http://www.amazon.com
Gambar diambil dari arah depan menggunakan sudut low angle. Bodi manikam  perempuan terlempar ke luar rumah, dan jatuh tepat di hadapan Bill (menit 04:00)
Tabel 4.9 terus  mengalir.”  Kata  Ethan.  Gambar
+2

Referensi

Dokumen terkait

komunikasi terutama media film, juga dalam semiotika untuk membedah tanda.. yang terdapat dalam karya film

Dari hasil penelitian menunjukan ada representasi Islamphobia dalam film Bulan Terbelah di Langit Amerika yang dilihat dari tiga level yang dikemukakan John

2 REPRESENTASI KRITIK SOSIAL DALAM ANIMASI TEKOTOK EDISI MARET- AGUSTUS 2021 ANALISIS SEMIOTIKA FERDINAND DE SAUSSURE SKRIPSI Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Madura