• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPIRASI, OSMOREGULASI, TERMOOREGULASI

N/A
N/A
Annisa aulia Afwa

Academic year: 2025

Membagikan "RESPIRASI, OSMOREGULASI, TERMOOREGULASI "

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

FISWAN TERAKHIR

1. RESPIRASI

Sistem respirasi memiliki fungsi untuk mengambil oksigen dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan mentranspor karbondioksida yang dihasilkan sel sel tubuh ke atmosfer. Oksigen termasuk salah satu unsur penunjang utama kehidupan. Oksigen dimanfaatkan oleh biota akuatik untuk proses respirasi dan menguraikan zat organik oleh mikroorganisme. Kekurangan oksigen dalam perairan mengakibatkan suatu organisme tidak akan bertahan lama pada perairantersebut. Ikan dapat beradaptasi pada suatu lingkungan dapat dilihat berdasarkan ukuran dan fungsinya. Contohnya ikan herbivora yang mempunyai usus lebih panjang daripada jenis ikan omnivora dan karnivora. Contoh lain yaitu ikan yang dapat bertahan hidup pada kadar oksigen yang r endah akan mempunyai alat pernafasan tambahan yang dapat membantu insang dalammengikat oksigen. Misalnya, pada alat tambahan yang berupa labirin danarboresen (Arifin et al . 2015).

Ikan merupakan organisme yang bernafas dengan menggunakan insang, berenang sehingga dapat bergerak bebas secara aktif dengan menggunakan sirip dan memiliki habitat di perairan Setiap hewan air membutuhkan habitat atau lingkungan tertentu sebagai penunjang untuk bertumbuh, berkembang dan berkembang biak (Volkoff & Rønnestad, 2020). Dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya, ikan dituntut untuk dapat bertahan dan mampu menjalankan berbagai fungsi kehidupan dimana kondisi lingkungan dapat berubah sehingga hal ini menjadi tantangan terhadap perubahan tubuh ikan atau fisiologis untuk menjaga kondisi homeostatis pada tubuh ikan. Faktor lingkungan perairan mempunyai arti penting dalam menunjang kehidupan ikan karena bila kondisi perairan tidak sesuai maka fisiologi organisme perairan dapat menjadi abnormal (Maizar et al., 2021).

DO (dissolve oxygen) yaitu jumlah oksigen terlarut dalam air yangdiperoleh dari fotosintesa dan absorbsi udara. Oksigen sangat penting bagiorganisme dalam membantu proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh.Keberadaan oksigen sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme perairan, jika pada suatu perairan terjadi penurunan konsentrasi oksigen maka akanmengakibatkan aktivitas ikan tersebut terganggu. Konsentrasi oksigen terlarut dalam air akan berkurang dikarenakan oksigen digunakan dalam proses difusi dan respirasi biota (Sakagami et al., 2016). Berdasarkan hasil pengamatan,kadar DO pada akuarium semakin lama waktu pengamatan maka

(2)

kandungan DOakan semakin menurun. Hal ini berarti bahwa kandungan oksigen terlarut padaakuarium semakin berkurang karena dimanfaatkan oleh biota uji.

Berkurangnya kadar DO dalam jumlah yang sangat banyak pada akuarium mengakibatkan ikan tidak dapat melakukan difusi dan akhirnya mengalami kematian.

Pada praktikum respirasi dilakukan dengan dua perlakuan, yaitu dengan media tertutup dan media terbuka. Pada gelas beker yang terbuka, ikan akan berespirasi dengan normal. Karena selain memperoleh O2 dari dalam air juga akan mendapatkan O2 dari lingkungan elsternalnya. Dan CO2 yang dikeluarkan ikan pun akan terlepas ke lingkungan. Sedangkan pada gela beker yang tertutup, terlihat jumlah gerakan operkulumnya lebih sedikit dibandingkan pada gela beker yang terbuka. Hal ini karena pada gelas beker tertutup tidak ada fentilasi untuk membuang gas CO2, sehingga gas CO2 akan terkurung didalam gelas beker. Sehingga jumlah CO2 akan semakin banyak dan jumlah O2 akan semakin sedikit. Hal ini sesuai dengan (Campbell, 2004) bahwa dalam proses respirasi dibutuhkan O2 dan akan menghasilkan gas CO2

2. OSMOREGULASI

Ikan memerlukan osmoregulasi karena harus terjadi keseimbangan antara subtansi tubuh dan lingkungan, membran selnya yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat dan adanya perbedaan tekanan osmotik yang berbeda. Konsep tekanan osmotik dapat menimbulkan kebingungan sehingga lebih sering menggunakan istilah konsentrasi osmotik. Jika suatu larutan memiliki konsentrasi osmotik lebih tinggi tekanan osmotiknya juga tinggi. Larutan yang mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dibanding larutan yang lain disebut hiperosmotik. Larutan yang memiliki konsentrasi osmotik lebih rendah daripada larutan lainnya disebut hipoosmotik Apabila konsentrasi osmotiknya sama dengan larutan lainnya disebut isotonik atau isoosmotik (Fujaya, 2008).

Ikan merupakan hewan air poikolotermal dimana dapat menyesuaikan suhu tubuh dengan lingkungannya. Poikolotermal dipengaruhi oleh kombinasi faktor lingkungan dengan fisiologis organisme seperti rendahnya tingkat metabolisme, pembuangan panas yang cepat karena ukuran tubuh yang kecil, dan konduktivitas media luar. Ikan yang tidak mampu mengontrol proses osmoregulasi yang terjadi di dalam tubuhnya akan mengalami stres dan berujung pada kematian (Su et al., 2022).

Faktor yang mempengaruhi fisiologi ikan : a. Suhu

(3)

Suhu adalah bagian parameter yang berperan dalam metabolisme dan proses fisiologi ikan. Ikan dapat hidup pada jangkauan suhu yang luas, namun juga memiliki suhu optimal untuk mampu bertahan pada lingkungan hidupnya (Shahjahan et al., 2018). Kapasitas osmoregulasi dipengaruhi oleh suh, dengan aktivitas dikendalikan oleh penyerapan ion secara selektif oleh insang dan beberapa fungsi tubuh lainnya (Jo et al., 2019). Ikan dapat beradaptasi pada kisaran suhu air di daerah tropis yaitu 25 - 35°C. Suhu tubuh ikan berdarah dingin meningkay seiring dengan kenaikan suhu air dan secara bersama metabolisme meningkat untuk mempertahankan suhu. Pada suhu air yang lebih hangat menyebabkan ikan membutuhkan lebih banyak makanan dan oksigen untuk bertahan hidup. Peningkatan suhu yang terjadi menyebabkan penurunan jumlah oksigen yang tersedia bagi ikan. Pada suhu air yang lebih tinggi dapat menyebabkan ikan menggunakan sebagian besar energi yang tersimpan pada tubuhnya untuk berusaha menyesuaikan diri dengan habitat yang kurang mendukung sehingga dapat merusak pertukaran zat atau metabolisme (Neubauer & Andersen, 2019).

b. Salinitas

Salinitas merupakan parameter lingkungan yang dapat bervariasi sesuai dengan perubahan parameter eksternal lainnya seperti curah hujan, intensitas sinar matahari, dan suhu. Ikan memiliki kemampuan toleransi pada tingkat tekanan salinitas tertentu (kecil untuk spesies stenohalin dan besar untuk spesies euryhalin). Umumnya air tawar memiliki nilai salinitas yang kurang dari 0,5 ppt, dan air laut memiliki salinitas rata-rata 33 hingga 37 ppt. Salinitas air menciptakan tekanan osmotik yang berbeda dengan organisme akuatik. Pada kondisi tersebut, hewan air melakukan proses osmoregulasi untuk menyeimbangkan tekanan osmotik tubuhnya sendiri dengan tekanan osmotik lingkungan di luar tubuhnya. Air yang masuk secara terusmenerus melalui insang pada ikan air tawar berlangsung melalui proses osmosis. Ikan air tawar menyerap garam mineral dari lingkungan dan menjaga keseimbangannya tanpa minum terlalu banyak air (Lakarmata et al., 2022).

c. Konsentrasi oksigen

Ketika oksigen terlarut menurun menjadi rendah, nafsu makan ikan menurun (berpotensi menurunkan daya tahan ikan terhadap penyakit) dan

(4)

terus menurun sehingga berpotensi menyebabkan kematian akibat kekurangan oksigen (Yanuar, 2017). Rendahnya kadar oksigen terlarut dapat menyebabkan proses dekomposisi, pertumbuhan dan reproduksi tidak berjalan baik di habitatnya (Riadhi et al., 2017).

d. Pakan

Pemberian pakan mengukur kebutuhan nutrisi stok ikan sebagai sumber energi. Konsumsi nutrisi dari pakan dapat meningkatkan produksi panas tubuh, yang juga akan meningkatkan konsumsi oksigen (Kurniasih et al., 2015).

e. Turbiditas

Turbiditas merupakan suatu derajat yang menyatakan kekeruhan atau kegelapan di dalam perairan yang disebabkan oleh partikel-partikel yang melayang atau tersuspensi. Turbiditas dapat mempengaruhi proses metabolisme tubuh ikan Kekeruhan adalah salah satu faktor eksternal atau lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan, karena dapat mempengaruhi respirasi ikan dengan menutupnya insang (Suhendar et al., 2020). Meningkatnya tingkat kekeruhan dapat mengganggu proses osmoregulasi, penglihatan dan sistem pernafasan ikan. Ketika kekeruhan terlalu tinggi, kadar oksigen turun dan ikan mengalami stres yang disebabkan oleh banyaknya partikel dan bahan organik terlarut di dalam air (Febri et al., 2020).

Ikan mas koki yang diletakkan pada konsentrasi NaCl 0% sampai 25%

mengalami perbedaan dimana pada konsentrasi 0% pergerakan tubuh dan operkulum ikan cepat dan stabil disertai banyak mengeluarkan kotoran, sedangkan pada konsentrasi 25% ikan bergerak aktif kemudian melambat disertai sedikit mengeluarkan kotoran. Ikan mas koki pada konsentrasi 50% pergerakannya cepat di menit-menit awal dan mulai lambat sampai kolaps setelah setengah sampai satu jam berlalu diikuti banyak mengeluarkan kotoran. Ikan yang berada pada konsentrasi 100% pergerakannya cenderung cepat di menit-menit awal lalu semakin cepat pada waktu 16 menit dan ,engalami kematian setalah kurang lebih setengah jam, dengan kondisi banyak mengeluarkan kotoran dan kolaps pada waktu 17 menit.

Pergerakan yang fluktuatif dan kondisi tubuh dari perubahan warna sampai kerusakan bagian tubuh disebabkan karena beberapa ikan tidak mampu mempertahankan kondisi tubuhnya pada konsentrasi NaCl tertentu. Stickney (1979)

(5)

menyatakan salah satu penyesuaian ikan terhadap lingkungan ialah pengaturan keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya, karena sebagian hewan vertebrata air mengandung garam dengan konsentrasi yang berbeda dari media lingkungannya. Ikan harus mengatur tekanan osmotiknya untuk memelihara keseimangan cairan setiapp waktu.

Pada pengamatan osmoregulai ikan dilakukan dengan lima perlakuan yaitu, air control, air bersalinitas 0,5%, 1%, 2% dan 3%. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh bahwa ikan dalam keadaan air control akan berenang seperti biasa didasar, dan ditengah air. Diperoleh hasil pergerakkan operkulum antara ikan A dan ikan B adalah 168 kali. Saat ikan dimasukkan dalam air bersalinitas, maka akan terjadi beberapa perubahan tingkah laku dan jumlah pergerakkan operkulumnya juga akan semakin banyak. Saat dimasukkan dalam air bersalinitas 3% maka tingkah laku ikan semakin agresif. Ikan sering muncul ke permukaan air untuk mengambil okigen. Hal ini dilakukan ikan mas karena sebagai adaptasi ketika salinitas berubah menjadi lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan (Isnaeni, 2006) bahwa ikan akan sering membuka mulut atau operkulumnya untuk memaukkan air dan ion yang mengandung oksigen.

Sedangkan menurut penelitian (Tawar, 2010) bahwa ikan mas (Cyprinus carpio) masih bertahan hidup pada salinitas 12 ppt

Faktor yang memengaruhi tingkat konsumsi oksigen terdiri dari ukuran, jenis, kondisi fisiologis, dan kondisi lingkungan perairan (Malini dan Maulina, 2016).

Senyawa organokhlorin yang mempunyai sifat lipofilik akan mudah terserap ke dalam tubuh ikan dan mengakibatkan kematian dikarenakan berkurangnya konsumsi oksigen dan osmoregulasi ikan yang terganggu. Senyawa organokhlorin juga dapat mengganggu prosesfosforilasi oksidatif pada respirasi sel yang mengakibatkan pembentukan ATP terhambat. Tubuh ikan merespon kekurangan ATP tersebut sebagai kekurangan oksigen sehingga menyebabkan munculnya reaksi fisiologis yaitu denganmeningkatkan frekuensi gerakan opeculum untuk menambah kadar oksigen yangmasuk ke dalam tubuh. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengamatan yaitusemakin tinggi konsentrasi NaCl yang diberikan maka semakin sering ikanmenggerakkan operculumnya. Peningkatan frekuensi gerakan operculum padaikan dalam waktu lama dapat mengakibatkan kerusakan insang dan hipoksia yang berakibat pada kematian dan melemahkan otot yang menggerakkan operculum (Saparuddin et al . 2020).

Proses osmoregulasi pada ikan tersebut berjalan dengan normal pada kadar NaCl tertentu juga disebabkan karena ikan berusaha menyeimbangkan substansi tubuh

(6)

dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Fujaya (2008) yang menyatakan bahwa ikan air tawar bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya, menyebabkan air bergerak masuk kedalam tubuh dan ion-ion keluar ke lingkungan dengan cara difusi.

Ikan air tawar harus selalu menjaga tubuh agar garam tidak melarut dan lolos ke dalam air. Garam-garam dari lingkungan akan diserap oleh ikan menggunakan energi metaboliknya. Ikan mempertahankan keseimbangannya dengan tidak banyak minum air, kulitnya diliputi mucus, melakukan osmosis lewat insang, produksi urinnya encer, mengeluarkan kotoran dan memompa garam melalui sel-sel khusus pada insang. Cairan tubuh ikan air tawar mempunyai tekanan yang lebih besar dari lingkungan sehingga garam-garam cenderung keluar dari tubuh. Sedangkan ikan yang hidup di air laut memiliki tekanan osmotik lebih kecil dari lingkungan sehingga garam-garam cenderung masuk kedalam tubuh dan air akan keluar. Agar proses fisiologis di dalam tubuh berjalan normal, maka diperlukan suatu tekanan osmotik yang konstan. Sifat osmotik air berasal dari seluruh elektrolit yang larut dalam air tersebut di mana semakin tinggi salinitas maka konsentrasi elektrolit makin besar sehingga tekanan osmotiknya makin tinggi (Mc Connaughey & Zottoli, 1983).

3. TERMOREGULASI

Termoregulasi adalah proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya supaya tetap konstan. Hewan yang mampu mempertahankan suhu tubuhnya disebut homoiterm, sedangkan hewan yang tidak mampu mempertahankan suhu tubuh disebut poikiloterm. Suhu tubuh pada kebanyakan hewan dipengaruhi oleh suhu lingkungannya. Ada hewan yang dapat bertahan hidup pada kisaran suhu - 2 oC, sementara hewan lainnya dapat hidup pada suhu 50oC, misalnya hewan yang hidup digurun (Isnaeni, 2006).

Ada beberapa alasan mengapa suhu tubuh hewan harus dipertahanan supaya tetap konstan. Pertama, perubahan suhu tubuh dapat mempengaruhi konformasi protein dan enzim. Apabila aktivitas enzim terganggu, maka aktivitas sel dalam tubuh pun akan terganggu. Dengan demikian, perubahan suhu tubuh akan mempengaruhi kecepatan reaksi metabolism didalam sel. Kedua, perubahan suhu tubuh berpengaruh terhadpa energi kinetikyang dimiliki oleh setiap molekul zat sehingga peningkatan suhu tubuh akan memberi peluang yang lebih besar kepada berbagai partikel zat untuk saling bertumbukan (Heltonika, 2014).

(7)

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa suhu lingkungan mempengaruhi metabolisme tubuh ikan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pergerakkan operkulumnya. Pada perlakuan kontrol terlihat perubahan gerakan operkulum tiap menitnya yaitu 141, 138, dan 136. Pada percobaan ini, walaupun frekuensi gerakan operkulum berubah dari menit satu ke menit kedua, tetapi perubahannya sangat sedikit maka dapat dikatakan konstan. Apabila dikaitkan dengan aktivitas metabolisme dalam tubuh, maka ketika ikan berada pada suhu normal aktivitas metabolisme ikan tersebut juga normal sehingga respirasinya pun berjalan dengan baik.

Selain itu, pada suhu normal molekul air bergerak secara normal dan kandungan oksigen (O2) terlarut juga dalam keadaan normal (seimbang). Ikan mas beradaptasi dengan lingkungan yang memiliki kandungan oksigen (O2) yang cukup sehingga respirasi ikan mas berjalan dengan normal pula ditandai dengan frekuensi gerakan operkulum ikan tersebut. Berdasarkan pengamatan, aktivitas ikan dilingkungan air yang memiliki suhu normal adalah tenang dan tidak mengalami kejangkejang.

Pada perlakuan kedua dengan suhu lebih rendah, yakni sebesar 26oC. Gerakan operkulum pada menit pertama 121 hingga pada menit ke 3 mencapai 83. Hal ini terjadi karena aktivitas metabolisme dalam tubuh ikan lambat, maka respirasinya pun berjalan dengan lambat karena kebutuhan O2 menurun. Selain itu pada suhu yang rendah, gerakan molekul airnya lambat sehingga kandungan oksigen (O2) terlarutnya tinggi.

Hal tersebut akan membuat ikan cenderung beradaptasi dengan lingkungan yang memiliki kandungan oksigen (O2) terlarut tinggi. Sehingga dengan bernapas lambat pun, ikan mas tersebut masih dapat memenuhi kebutuhan oksigen.

Perlakuan ketiga, suhu air dinaikkan menjadi 32oC bahkan sampai 39oC. dalam hal ini gerakan operkulum ikan semakin meningkat jumlahnya. Gerakan operkulum ikan mas dari menit pertama ke menit kedua mengalami perubahan, tetapi hanya sedikit sehingga dapat dianggap konstan. Gerakan operkulum yang lebih cepat dibandingkan dengan gerakan operkulum pada suhu normal terjadi karena aktivitas metabolisme dalam tubuh ikan meningkat, maka respirasinya pun berjalan dengan cepat karena kebutuhan oksigennya meningkat. Selain itu pada suhu yang tinggi, gerakan molekul airnya cenderung lebih cepat sehingga kandungan oksigen (O2) terlarutnya rendah. Hal tersebut akan membuat ikan cenderung beradaptasi dengan lingkungan yang memiliki kandungan oksigen (O2) rendah. Sehingga ikan mas akan berusaha untuk tetap memenuhi kebutuhan oksigen, yaitu dengan bernapas lebih cepat ditandai dengan semakin cepatnya gerakan operkulum pada ikan mas.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin MY. 2016. Pertumbuhan dan survival rate ikan nila (Oreochromis. Sp)strain merah dan strain hitam yang dipelihara pada media bersalinitas. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 16 (1): 159–166

Campbell, N. A., Reece, J. B. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga

Fujaya, Y. 2008. Fisiologi Ikan “Dasar Pengembangan Teknik Perikanan”. Rineka Cipta, Jakarta

Heltonika, B. (2014). Pengaruh Salinitas Terhadap Penetasan Telur Ikan Jambal Siam (Pangasius hypohthalmus). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 2(1), 13-23.

Inayah. 2011. Pengaruh Detergen Terhadap Respon Fisiologi, Laju Pertumbuhandan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila pada Skala

Laboratorium. Ternate(ID): Universitas Khairun.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: PT Kanisius

Jo T, Murakami H, Yamamoto S, Masuda R, Minamoto T. 2019. Effect of Water Temperature and Fish Biomass on Environmental Dna Shedding, Degradation, And Size Distribution.

Ecology And Evolution, 9(3), 1135– 1146.

Kurniasih, Subandiyono, Pinandoyo. 2015. Pengaruh Minyak Ikan Dan Lesitin Dengan Dosis Berbeda Dalam Pakan Terhadap Pemanfaatan Pakan Dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus Carpio). Journal of Aquaculture Management and Technology, 4(3).

Lakarmata MY, Santoso P, Lukas AYH. 2022. Mortalitas Larva Dan Derajat Pencapaian Juvenil Kerang Darah (Anadara Granosa) Pada Salinitas Berbeda. Jurnal Aquatik, 5(2).

Maizar A, Hertika S, Arfiati D, Lusiana ED, Baghaz R, Putra DS, Brawijaya U, Veteran J. 2021.

Analisis Hubungan Kualitas Air Dan Kadar Glukosa Darah Gambusia Affinis di Perairan Sungai Brantas. Journal of Fisheries and Marine Research, 5(3), 522–530.

Malini DM, Maulina R. 2016. Konsumsi oksigen ikan pelagis di muara segaraanak, Taman Nasional Alas Purwo. Bioeksperimen. 2(2): 111

Mc Connaughey, B.H. & Zottoli, R. 1983. Introduction to Marine Biology. Moscy Co, LondonRosdianasari, S., Syakirin, M. B., Komariyah. 2010. Perbedaan Salinitas

(9)

MediaTerhadap Efisiensi Pemanfaatan Pakan Benih Ikan Nila Gift. Universitas Pekalongan: Pekalongan.

Neubauer P, Andersen KH. 2019. Thermal Performance of Fish is Explained by An Interplay Between Physiology, Behaviour and Ecology. Conservation Physiology, 7(1).

Riadhi,L, Rivai M, Budiman F. 2017. Sistem Pengaturan Oksigen Terlarut Menggunakan Metode Logika Fuzzy Berbasis Mikrokontroler Teensy Board. Jurnal Teknik Its, 6(2).

Sakagami N, Nishida K, Misumi K, Hirayama Y, Yamashita S, Hoshi H, MisawaH, Akiyama K,

Suzuki C, Yoshioka K. 2016. The relationship

betweenoxygen consumption rateand viability of in vivo-derived pig embryosvitrified by the micro volume air cooling method. Production Science.164: 40–46.

Saparuddin, Yanti, Salim, Muhammad H. 2020. Hematological response of tilapia (Oreochromis niloticus) in laundry wastewater. Journal Biogenesis. 8(1):69–78.

Shahjahan M, Uddin MH, Bain V, Haque MM. 2018. Increased Water Temperature Altered Hemato-Biochemical Parameters and Structure of Peripheral Erythrocytes in Striped Catfish Pangasianodon Hypophthalmus. Fish Physiology and Biochemistry, 44(5), 1309–

1318.

Stickney, R.R. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. John Wiley and Sons, Inc. New York. USA

Su M, Liu N, Zhang Z, Zhang J. 2022. Osmoregulatory Strategies of Estuarine Fish Scatophagus Argus in Response to Environmental Salinity Changes. Bmc Genomics, 23, 545.

Suhendar DT, Sachoemar SI, Zaidy AB. 2020. Hubungan Kekeruhan Terhadap Suspended Particulated Matter (Spm) Dan Klorofil Dalam Tambak Udang. Journal of Fisheries and Marine Research, 4(3)

Volkoff H, Rønnestad I. 2020. Effects of Temperature on Feeding and Digestive Processes in Fish. Temperature, 7(4), 307–320.

Volkoff H, Rønnestad I. 2020. Effects of Temperature on Feeding and Digestive Processes in Fish. Temperature, 7(4), 307–320.

Yanuar V. 2017. Pengaruh Pemberian Jenis Pakan Yang Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan Benih Ikan Nila (Oreochiomis Niloticus) dan Kualitas Air di Akuarium Pemeliharaan.

42(2), 91–99.

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan ekstrak dapat menurunkan laju metabolisme ikan, ditunjukkan dengan gerakan tubuh, gerak tutup insang, gerak sirip ikan yang lambat sehingga dapat meminimalkan tingkat

Pada suhu ruang terjadi fluktuasi suhu yang mengganggu laju akumulasi energi dan laju metabolisme dalam tubuh larva ikan betok sehingga laju penyerapan kuning

Penurunan tersebut terjadi dikarenakan protein sarkoplsama yang terkandung dalam ikan pelagis lebih cepat mengalami degradasi oleh aktivitas enzim proteinase jika

Pada proses pendinginan ikan dengan menggunakan media pendingin, terjadi perpindahan panas dari tubuh ikan ke media pendingin sehingga suhu tubuh ikan akan menurun..

Penambahan ekstrak dapat menurunkan laju metabolisme ikan, ditunjukkan dengan gerakan tubuh, gerak tutup insang, gerak sirip ikan yang lambat sehingga dapat meminimalkan tingkat

Penurunan tersebut terjadi dikarenakan protein sarkoplsama yang terkandung dalam ikan pelagis lebih cepat mengalami degradasi oleh aktivitas enzim proteinase jika

Hiperventilasi merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme tubuh yang melampau tinggi dengan pernapasan lebih cepat dan dalam, sehingga terjadi peningkatan

Gerak refleks adalah bagian dari mekanisme pertahanan tubuh yang berlangsung lebih cepat dibandingkan gerakan