• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Risiko Manajemen Risiko pada PT. KAI Tbk

N/A
N/A
Gilar Genta

Academic year: 2024

Membagikan " Respon Risiko Manajemen Risiko pada PT. KAI Tbk"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON RESIKO MANAJEMEN RESIKO (Studi Kasus Pada PT.KAI Tbk)

(Ditujukan guna untuk memenuhi Tugas Mata kuliah Manajemen Resiko) Dosen Pengampu:Dr.Moch.Jasin MM.,MH.,PIA.,Ph.D

Disusun Oleh:

Kelompok 5

1. Gilar Genta Ahmad (11210810000107) 2. Rafi Aldiansyah Putra (11210810000126)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1445 H/2024

(2)

KATA PENGANTAR

ح ِِ

ِ ْي

م ِّ

َ

ر

ِِ

ن لا

ِْ

ح

َم

ِّ

َ

ر

بِ

ْ ــــــــــــــــــس لله ِم

ِ لا

Assalamua’laikum Wr.Wb

Alhamdulillah,Puji serta Syukur kehadirat Allah SWT yang sudah melimpahkan nikmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Respon Resiko Manajemen Resiko Studi Kasus pada PT.KAI Tbk” dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi muhammad SAW,serta sahabat dan keluarga beliau.

Kendati tidak banyak terjadi masalah dalam penyusunan makalah ini,penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalamnya.penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata kata yang kurang berkenan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan dan menghargai kritik maupun saran yang membangun dari pembaca. Dengan mengucap kalimat hamdallah penulis akhiri,semoga senantiasa ridho Allah SWT selalu menghampiri sehingga apa yang ditulis oleh penulis bisa memberikan banyak manfaat bagi para pembaca.

Banyaknya dukungan serta dorongan motivasi dari berbagai pihak yang telah mendampingi penulis menyelesaikan makalah ini.Oleh karena itu,pada kesempatan yang baik ini perkenankanlah penulis berterimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT dengan segala rahmat nikmat dan Karunia-Nya sehingga memberikan kemudahan penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

2. Kedua Orangtuaku,Mamah dan Ayah yang selalu memberikan dukungan motivasi ataupun moralitas dan selalu memberikan nasihat-nasihat yang membangun sehingga penulis selalu semangat dalam menyelesaikan makalah ini.

3. Teman-Teman kuliah Konsentrasi Keuangan 2 maupun Teman-Teman Rumah yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,penulis berterimakasih karena selalu memberikan support sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini.

4. Bapak Dr.Moch.Jasin MM.,MH.,PIA.,Ph.D selaku dosen mata kuliah Manajemen Strategik yang selalu memberikan arahan,ilmu,nasihat dan memberikan bimbingan secara teknis maupun non teknis dalam menyusun makalah ini.

Ciputat,14 Maret 2024

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 1

DAFTAR ISI ... 2

BAB I PENDAHULUAN...3

1.1 Latar Belakang ... 3

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan...4

BAB II PEMBAHASAN...5

2.1 Insurance and Risk Transfer ... 5

2.1.1Importance Of Insurance...5

2.1.2Hisstory Of Insurance...6

2.1.3Types Of Insurance Cover...7

2.1.4Evaluation Of Insurance Nedds...8

2.1.5Purchase Of Insurance...10

2.1.6Captive Insurance Companies...11

2.2 Business Continuity ... 14

2.2.1 Business Continuity Management...14

2.2.2 Business Continuity Standars...16

2.2.3 Succesfull Business Continuity...19

2.2.4 Business Impact Analysis (BIA)...20

2.2.5 Business Continuity and ERM...21

2.2.6 Civil Emergencies...22

2.3 Studi Kasus...23

2.3.1Profil Perusahaan...23

2.3.2 Identifikasi Masalah...24

2.3.3 Alternatif Penyelesaian Masalah...28

BAB III ... 40

3.1 Kesimpulan ... 40

(4)

3.2 Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA ... 41

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia bisnis modern yang semakin kompleks dan dinamis, manajemen risiko menjadi faktor kunci bagi keberhasilan dan keberlanjutan sebuah perusahaan. Risiko dapat muncul dari berbagai sumber, baik faktor internal seperti kegagalan sistem, kesalahan manusia, atau insiden keamanan, maupun faktor eksternal seperti bencana alam, krisis ekonomi, atau gangguan rantai pasokan. Dampak dari resiko-resiko ini dapat mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan, gangguan operasional, hingga kerusakan reputasi dan hilangnya kepercayaan pelanggan. Untuk mengatasi tantangan ini, perusahaan memerlukan pendekatan yang komprehensif dalam merespon resiko dan memastikan keberlangsungan bisnis.

Salah satu instrumen utama yang digunakan oleh perusahaan untuk merespons resiko adalah asuransi dan transfer resiko. Pengalihan resiko adalah salah satu respons risiko utama yang tersedia sehubungan dengan resiko bahaya. Pengalihan ini biasanya dilakukan melalui asuransi dan sering kali disebut sebagai pembiayaan resiko. Prinsip dasar asuransi adalah bahwa perusahaan asuransi dikontrak untuk membayar sejumlah uang tertentu jika terjadi keadaan tertentu atau peristiwa tertentu terjadi. Kontrak asuransi adalah kontrak dengan itikad baik. Artinya pihak tertanggung wajib mengungkapkan seluruh informasi yang relevan dengan kontrak asuransi. Apabila informasi tersebut tidak diungkapkan, maka perusahaan asuransi atau penjamin emisi mempunyai hak untuk menolak untuk terus memberikan perlindungan asuransi dan dapat menolak untuk membayar segala klaim yang timbul.

Namun, asuransi saja tidak cukup untuk memastikan kelangsungan bisnis. Ada minat yang besar terhadap subjek perencanaan kesinambungan bisnis (BCP) dan perencanaan pemulihan bencana (DRP) belakangan ini. Beberapa standar telah diterbitkan di seluruh dunia. Hal ini menggambarkan pentingnya BCP sebagai bagian integral dari manajemen risiko. Meningkatnya kekhawatiran ini diperkuat oleh potensi gangguan besar yang disebabkan oleh peristiwa cuaca ekstrem, serangan teroris, keadaan darurat sipil, dan ketakutan akan pandemi flu. British Standard BS 31100:2011 mendefinisikan BCP sebagai:

Suatu proses manajemen holistik yang mengidentifikasi potensi ancaman terhadap suatu organisasi dan dampaknya terhadap operasi bisnis yang mungkin ditimbulkan oleh ancaman tersebut, jika disadari, dan yang memberikan kerangka kerja untuk membangun ketahanan organisasi dengan kemampuan untuk memberikan respons yang efektif untuk menjaga kepentingan organisasi. pemangku kepentingan utamanya, reputasi, merek, dan aktivitas penciptaan nilai.

1.2 Rumusan Masalah

1

(6)

1. Bagaimana Sejarah serta Peran Asuransi dalam mekanisme Transfer Resiko bagi Organisasi bisnis dan apa saja jenis-jenis perlindungan asuransi yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan manajemen risiko yang beragam ?

2

(7)

2. Bagaimana Proses underwriting dan penetapan premi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi dalam mengevaluasi dan menganalisis risiko calon tertanggung serta menetapkan tingkat premi yang sesuai ?

3. Mengapa Manajemen kelangsungan bisnis menjadi aspek yang sangat penting bagi organisasi modern dan apa saja dampak potensial yang dapat terjadi jika organisasi tidak memiliki rencana keberlangsungan bisnis yang memadai ?

4. Bagaimana Penerapan Standar Kelangsungan Bisnis Serta Analisis dampak Bisnis dalam implementasi atau integrasi Kelangsungan Bisnis Organisasi dan e-Rm ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Dapat Memaparkan Sejarah serta Peran Asuransi dalam mekanisme Transfer Resiko bagi Organisasi bisnis dan apa saja jenis-jenis perlindungan asuransi yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan manajemen risiko yang beragam.

2. Dapat Menjelaskan Proses underwriting dan penetapan premi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi dalam mengevaluasi dan menganalisis risiko calon tertanggung serta menetapkan tingkat premi yang sesuai.

3. Dapat Mengeksplorasi Manajemen kelangsungan bisnis bagi organisasi modern dan menganalisis dampak potensial yang dapat terjadi jika organisasi tidak memiliki rencana keberlangsungan bisnis yang memadai.

4. Dapat Menjelaskan Penerapan Standar Kelangsungan Bisnis Serta Analisis dampak Bisnis dalam implementasi atau integrasi Kelangsungan Bisnis Organisasi dan e-Rm.

BAB II

(8)

PEMBAHASAN

2.1 Insurance and Risk Transfer 2.1.1 Importance Of Insurance

Pengalihan risiko adalah salah satu respons risiko utama yang tersedia sehubungan dengan risiko bahaya. Pengalihan ini biasanya dilakukan melalui asuransi dan sering kali disebut sebagai pembiayaan risiko.Prinsip dasar asuransi adalah bahwa perusahaan asuransi dikontrak untuk membayar sejumlah uang tertentu jika terjadi keadaan atau peristiwa yang tidak di inginkan timbul. Kontrak asuransi mengharuskan perusahaan asuransi untuk membayar kerugian yang diderita langsung oleh tertanggung biasanya ini merupakan kontrak asuransi pihak pertama yang mencakup asuransi kerusakan properti. Jenis kontrak asuransi lainnya, perusahaan asuransi diharuskan untuk membayar ganti rugi kepada pihak lain apabila pihak tersebut dirugikan atau menderita kerugian akibat kegiatan tertanggung dan biasanya ini merupakan kontrak asuransi pihak ketiga yang mencakup asuransi kendaraan dan publik/umum. Kontrak asuransi adalah kontrak dengan itikad baik. Artinya pihak tertanggung wajib mengungkapkan seluruh informasi yang relevan dengan kontrak asuransi. Apabila informasi tersebut tidak diungkapkan, maka perusahaan asuransi atau penjamin emisi mempunyai hak untuk menolak untuk terus memberikan perlindungan asuransi dan dapat menolak untuk membayar segala klaim yang timbul.

Terdapat kelebihan dan kekurangan terkait penggunaan asuransi sebagai mekanisme transfer risiko. Keuntungannya adalah memberikan ganti rugi terhadap kerugian yang diperkirakan. Asuransi juga dapat mengurangi ketidakpastian mengenai kejadian bahaya yang mungkin terjadi. Hal ini dapat memberikan manfaat ekonomi bagi tertanggung, karena kerugiannya mungkin lebih besar dari premi asuransi. Asuransi juga dapat memberikan akses terhadap layanan spesialis sebagai bagian dari premi asuransi. Layanan ini mungkin mencakup nasihat tentang pengendalian kerugian. Sedangkan Kerugiannya mencakup keterlambatan yang sering dialami dalam memperoleh penyelesaian klaim asuransi dan kesulitan yang mungkin timbul dalam menghitung biaya finansial terkait dengan kerugian tersebut. Mungkin terdapat perselisihan mengenai cakupan pertanggungan yang telah dibeli serta syarat dan ketentuan kontrak asuransi yang sebenarnya. tertanggung mungkin mengalami kesulitan dalam menentukan batas ganti rugi yang sesuai untuk eksposur atas resiko yang terjadi. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya asuransi sebagai alat transfer resiko dan kegagalan pembayaran klaim secara penuh.

Terdapat alternatif selain asuransi ketika suatu organisasi ingin mengalihkan dampak finansial dari peristiwa bahaya. Alternatif terhadap asuransi terkadang disebut sebagai transfer risiko alternatif atau teknik pembiayaan risiko alternatif. Opsi pembiayaan risiko yang tersedia bagi organisasi meliputi:

(9)

1. asuransi konvensional.

2. pengalihan risiko berdasarkan kontrak.

3. perusahaan asuransi tawanan.

4. pengumpulan risiko dalam perusahaan asuransi bersama.

5. derivatif dan instrumen keuangan lainnya.

6. mekanisme pendanaan risiko alternatif.

7. obligasi asuransi premi tunggal.

Asuransi merupakan suatu transfer risiko atau respon pembagian risiko. Ini mewakili respons pengendalian biaya setelah kejadian terhadap suatu risiko. Asuransi sangat penting untuk risiko dengan probabilitas rendah atau berdampak tinggi, seperti kehancuran aset atau pembayaran biaya ganti rugi akibat kecelakaan yang disebabkan pihak tertanggung,di mana asuransi di sini diwajibkan secara hukum dan kontrak untuk membayar kerugian besar yang mungkin terjadi. Selain itu asuransi tersedia juga untuk perbaikan aset, biaya penerapan rencana pemulihan bencana dan rencana kelangsungan bisnis.

2.1.2 History Of Insurance

Asuransi memiliki sejarah yang sangat panjang yang dapat ditelusuri kembali ke pedagang Tiongkok dan Babilonia. Awal mula terdapat bukti bahwa asuransi kelautan telah menjadi universal di antara negara-negara maritim Eropa pada pertengahan tahun 1300-an. Kemudian pernah terjadi kebakaran besar di london pada tahun 1666 memunculkan industri asuransi modern. Pada tahun 1680-an, sebuah kedai kopi (Lloyd's) dibuka di london, yang menjadi tempat pertemuan pihak-pihak yang ingin mengasuransikan kargo dan kapal serta mereka yang bersedia menanggung usaha tersebut. Asuransi berkembang pesat selama abad ke-18 dan ke-19. Sebelum pembentukan organisasi berbadan hukum, kebijakan asuransi ditandatangani oleh individu yang nama dan jumlah risikonya siap mereka tanggung dengan tertulis di bawah proposal asuransi. Hal ini memunculkan istilah 'penjamin emisi'.

Perusahaan asuransi modern di Amerika Serikat berkembang antara pertengahan tahun 1730-an dan pertengahan tahun 1750-an. Perkembangan ini sering kali muncul sebagai respons terhadap bencana besar, pernah terjadi kebakaran besar di New York pada tahun 1835, dan Kebakaran Chicago pada tahun 1871 menggambarkan besarnya kerugian akibat kebakaran di daerah perkotaan dan perlunya asuransi. Beberapa peraturan asuransi juga dikaitkan dengan perlindungan bagi tanggungan setelah kematian salah satu anggota rumah tangga yang mempunyai penghasilan. Peraturan ini menjadi lebih formal dengan terbentuknya komunitas yang ramah atau suka menolong pada abad ke-19. Seiring perkembangan zaman asuransi terus berevolusi, asuransi sebagai perlindungan memiliki sejarah yang lebih baru, mungkin baru terjadi 100 tahun yang lalu. Asuransi sebagai perlindungan memiliki persyaratan di banyak negara dan bahkan memiliki sejarah yang lebih baru, mungkin hanya 50 tahun. Di sisi lain asuransi perlindungan biasanya dibatasi di sebagian besar negara

(10)

pada asuransi perlindungan terhadap pekerja (atau kompensasi pekerja) dan pihak ketiga.

2.1.3 Types Of Insurance Cover

Berbagai jenis perlindungan asuransi yang mungkin diperlukan oleh suatu organisasi disajikan pada Tabel 17.1.

Secara umum, ada 3 alasan organisasi ingin membeli perlindungan asuransi adalah sebagai berikut:

a. kewajiban hukum dan kontrak wajib b. Neraca atau proteksi laba dan rugi

c. tunjangan karyawan atau perlindungan aset karyawan.

Dalam hal ini, pembelian asuransi tidak wajib. Namun, sebagian besar negara mewajibkan pembelian asuransi dalam keadaan tertentu. biasanya, ini adalah sebagai bentuk tanggung jawab, termasuk perlindungan asuransi untuk memberikan kompensasi kepada karyawan yang terluka dan pihak-pihak yang terlibat dalam kecelakaan. Selain wajib, organisasi dapat memutuskan apakah akan membeli asuransi atau tidak. Keputusan ini akan didasarkan pada penilaian risiko dan apakah sifat dan tingkat risiko berada dalam toleransi bahaya organisasi. Biaya asuransi (premi) dan luas pertanggungan asuransi juga menjadi pertimbangan penting ketika memutuskan apakah

(11)

akan membeli asuransi. Biasanya, asuransi dibeli untuk risiko dengan kemungkinan kecil sampai besar, seperti banjir, kerusakan akibat angin topan, dan kebakaran besar.

Berikut ada contoh kebutuhan perlindungan asuransi bagi organisasi Terkait dengan kewajiban hukum, organisasi menyadari harus membeli asuransi sebagai bentuk tanggung jawab pemberi kerja dengan melibatkan asuransi perlindungan pekerja sebagai pihak ketiga. Selain itu, organisasi juga diwajibkan membeli asuransi pencemaran nama baik dan fitnah untuk melindungi berita hoax dari distributor majalah. Untuk melindungi neraca dan laporan laba rugi, organisasi perlu membeli asuransi kerusakan properti dan gangguan usaha, bersama dengan asuransi risiko kredit dan asuransi barang dalam perjalanan. Organisasi juga dapat memutuskan untuk memberikan tunjangan kepada staf dalam bentuk asuransi jiwa, penyakit kritis dan kesehatan swasta, serta asuransi kecelakaan diri dan perjalanan. Untuk kepentingan direktur organisasi asuransi tanggung jawab direktur dan pejabat (D&O) akan dibeli. Dengan melakukan evaluasi ini, melalui konsultasi dengan pialang asuransi, organisasi telah memastikan bahwa mereka telah menerapkan program asuransi yang memberikan perlindungan hanya jika diperlukan, sesuai, dan hemat biaya.

2.1.4 Evaluation Of Insurance needs

Tabel 17.2 memberikan daftar periksa bagi organisasi untuk memutuskan jenis asuransi apa yang diperlukan. Ada berbagai jenis asuransi yang tersedia dan aktivitas serta fitur spesifik organisasi akan membantu dalam menentukan cakupan asuransi yang perlu dibeli. Terkadang, terdapat kekurangan kapasitas asuransi dan meskipun organisasi telah memutuskan ingin membeli jenis asuransi tersebut, asuransi tersebut mungkin tidak tersedia dengan biaya yang terjangkau.

Tabel 17.2 Daftar Fitur dan Syarat Asuransi Bisnis yang diperlukan oleh Organisasi

(12)

Akhir-akhir ini ada kecenderungan bagi organisasi untuk melihat seluruh portofolio risiko yang mereka hadapi. Pendekatan manajemen risiko perusahaan terhadap risiko ini telah menghasilkan tinjauan yang cermat mengenai berapa banyak asuransi yang ingin dibeli oleh suatu organisasi. Contohnya, jika terdapat risiko yang signifikan dalam suatu proyek, namun asuransi hanya tersedia untuk eksposur risiko terbatas, pembelian asuransi hanya untuk risiko terbatas tersebut mungkin tidak tepat.

Pendekatan perusahaan terhadap manajemen risiko telah mengurangi penggunaan asuransi sebagai mekanisme pengendalian risiko di beberapa organisasi.

Salah satu ciri pasar asuransi adalah biaya asuransi bervariasi secara signifikan selama siklus pasar asuransi yang berbeda. Pasar akan mengalami siklus antara kondisi pasar lunak (premi rendah) dan kondisi pasar keras (premi tinggi) selama periode 6 sampai 10 tahun. Ketika tarif premi tinggi, organisasi akan cenderung membeli lebih sedikit asuransi dan lebih memanfaatkan perusahaan asuransi yang terikat. Ketika tarif premi rendah, organisasi akan membeli lebih banyak asuransi karena asuransi menjadi tindakan pengendalian yang lebih hemat biaya.

(13)

2.1.5 Purchase Of Insurance

Saat mempertimbangkan pembelian perlindungan asuransi, organisasi perlu mempertimbangkan 6C pembelian asuransi, sebagai berikut:

a. Biaya

Biaya asuransi ditentukan oleh premi asuransi yang diminta oleh organisasi.

Komponen biaya yang kedua adalah tingkat asuransi diri (termasuk kelebihan atau pengurangan) yang dikenakan oleh kebijakan tersebut. Artinya, jika terjadi klaim, organisasi harus membayar bagian pertama klaim tersebut sebelum menerima uang dari perusahaan asuransi.Kebijakan asuransi biasanya memiliki batasan, jaminan dan pengecualian. Ini akan menyatakan bahwa klaim akan ditolak dalam keadaan tertentu.

Permasalahan pertanggungan ini perlu dikaji secara rinci oleh organisasi yang membeli asuransi untuk memastikan tersedianya pertanggungan yang memadai. Satu- satunya alasan membeli asuransi adalah klaim yang akan dibayarkan ketika salah satu peristiwa yang teridentifikasi terjadi. Sejarah perusahaan asuransi tertentu dalam kaitannya dengan pembayaran klaim dan reputasi perusahaan asuransi tersebut akan menjadi faktor penting dalam menentukan perusahaan asuransi mana yang akan ditunjuk.

b. Cakupan

Banyak perusahaan asuransi menawarkan layanan selain asuransi. Hal ini dapat mencakup layanan pengendalian kerugian dan bantuan dalam perencanaan keberlangsungan bisnis. Kemampuan perusahaan asuransi di bidang ini mungkin menjadi faktor penting dalam menentukan perusahaan asuransi mana yang akan dipilih.

c. Kapasitas

Untuk organisasi yang sangat besar dengan aset yang besar, satu perusahaan asuransi mungkin tidak bersedia menawarkan perlindungan hingga nilai penuh dari aset tersebut. Saat membeli asuransi, organisasi perlu memikirkan kapasitas yang bersedia ditawarkan oleh perusahaan asuransi sehubungan dengan nilai aset atau eksposur yang perlu diasuransikan.

d. Kemampuan

Isu yang semakin penting bagi pembeli asuransi adalah keamanan finansial, status dan kemampuan perusahaan asuransi. Sifat model bisnis yang dioperasikan oleh perusahaan asuransi berarti bahwa mereka menerima premi pada awal kebijakan, namun `tidak harus membayar klaim sampai beberapa waktu, seringkali cukup lama, setelah kejadian atau kerugian. Hal ini menghasilkan posisi arus kas positif bagi perusahaan asuransi dan peluang terkait untuk memperoleh pendapatan investasi.

Namun, diversifikasi perusahaan asuransi ke dalam aktivitas keuangan yang berisiko tinggi telah mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi beberapa perusahaan dan penurunan status keuangan mereka. Selain itu, rendahnya suku bunga dan buruknya kinerja pasar saham telah mengakibatkan berkurangnya pendapatan investasi. Oleh karena itu, pembeli asuransi perlu memberikan perhatian yang lebih besar terhadap status keuangan atau peringkat kredit yang diberikan kepada masing-masing

(14)

perusahaan asuransi ketika mengambil keputusan tentang perusahaan mana yang akan digunakan.

(15)

e. Klaim

Mengenai klaim asuransi dan pentingnya klaim asuransi dalam kaitannya dengan asuransi. Terlepas dari persyaratan undang-undang dan klien, satu-satunya alasan organisasi membeli asuransi adalah untuk menutupi peningkatan biaya operasi, memulihkan biaya perbaikan kerusakan dan memulihkan bisnis setelah kerugian.

Sehubungan dengan asuransi pihak ketiga, pihak ketiga yang dirugikanlah yang akan mengajukan klaim asuransi. Penanganan klaim asuransi dapat dilakukan secara detail dan forensik. Terkadang penanganan klaim melibatkan prosedur hukum rumit yang melibatkan insinyur spesialis dan akuntan. Klaim kerusakan properti mungkin lebih mudah untuk diukur, namun klaim yang terkait dengan unsur gangguan bisnis dari kerugian bisa sangat sulit untuk diukur dan disetujui.

f. Kepatuhan.

Peningkatan kekhawatiran mengenai masalah kepatuhan sehubungan dengan kebijakan asuransi. Sebagian besar negara telah menerapkan pajak premi asuransi dan pajak ini harus dibayar secara nasional jika suatu organisasi mempunyai aset di beberapa negara. Terkadang, kewajiban membayar pajak mungkin berlaku di tingkat kota atau regional, dan pembayarannya disalurkan ke kantor pajak. Masalah kepatuhan juga meluas ke pembuatan kontrak asuransi sebelum masa kebijakan dimulai. Penerbitan kebijakan asuransi yang tepat waktu sering disebut sebagai 'kepastian kontrak'.kekhawatiran kepatuhan terkait apakah suatu kebijakan disetujui atau ditolak di setiap negara tempat organisasi beroperasi. Hal ini kadang-kadang dapat membentuk pembatasan terhadap operasional perusahaan asuransi yang terikat.

Negara-negara tertentu mungkin tidak menerima keabsahan kebijakan asuransi yang dibuat oleh perusahaan asuransi, termasuk perusahaan asuransi penawanan.

2.1.6 Captive Insurance Companies

Captive Insurance Companies atau Perusahaan Asuransi Penawan adalah perusahaan asuransi yang dimiliki oleh suatu organisasi yang tidak terlibat dalam asuransi. Tujuan dari perusahaan asuransi penawan adalah untuk menyediakan kapasitas asuransi bagi organisasi dengan menggunakan sumber daya keuangan internalnya untuk mendanai jenis antisipasi kerugian atau klaim asuransi tertentu.

Organisasi yang memiliki perusahaan asuransi penawanan sering disebut sebagai induk dari penawanan, atau sekadar organisasi induk.

Perusahaan asuransi penawan lebih umum beroperasi sebagai reasuransi, memberikan perlindungan asuransi kepada perusahaan induk asuransi yang ditunjuk oleh organisasi. Kesepakatan ini memberikan perusahaan asuransi organisasi, sering disebut sebagai perusahaan asuransi terdepan, sarana untuk menerima penggantian biaya untuk jenis klaim tertentu hingga batas keuangan atau tingkat retensi risiko yang disepakati dengan perusahaan asuransi yang terikat.

Perusahaan asuransi utama atau terdepan kemudian akan bertanggung jawab atas pembayaran sebagian kerugian yang lebih besar yang melebihi batas perusahaan

(16)

asuransi penawan. Perusahaan asuransi terdepan akan bertanggung jawab atas pembayaran semua kerugian setelah total kumulatif tawanan dilanggar. Untuk kelas asuransi menurut undang-undang, perusahaan asuransi utama atau terdepan akan bertanggung jawab atas pembayaran total klaim.

Perusahaan asuransi terdepan kemudian akan meminta kembali uang tersebut dari perusahaan asuransi penawan sejauh perusahaan asuransi penawan bertanggung jawab. Hal ini dapat menimbulkan risiko kredit bagi perusahaan asuransi (fronting), meskipun hal ini biasanya diatasi dengan tidak melakukan pembayaran apa pun oleh perusahaan asuransi (fronting) hingga menerima dana dari perusahaan asuransi penawan.

Struktur keuangan tipikal untuk program asuransi yang kompleks diilustrasikan pada Gambar 17.1. Organisasi akan menerima kekurangan atau kelebihan pada kelas asuransi yang berbeda, dan hal ini mungkin bervariasi menurut kelas asuransi. Perusahaan asuransi penawan kemudian menerima tingkat kerugian berikutnya hingga batas yang disepakati untuk setiap kerugian individu dan juga hingga batas kerugian total atau kumulatif yang telah disepakati selama periode tertentu.

Struktur keuangan tipikal untuk program asuransi yang kompleks diilustrasikan pada Gambar 17.1

(17)

Beberapa perusahaan asuransi penawan menerima bisnis dari pihak ketiga serta menyediakan asuransi untuk perusahaan induk. Contoh umum dari perusahaan asuransi penawan yang menyediakan asuransi pihak ketiga adalah layanan asuransi perpanjangan garansi yang ditawarkan oleh pengecer barang-barang listrik. Contoh lainnya adalah agen perjalanan mungkin menyiapkan tawanan untuk memberikan asuransi pembatalan perjalanan kepada pelanggan. Pelanggan akan membeli kebijakan yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi ternama, namun pendanaan asuransinya akan diberikan oleh pelanggan melalui reasuransi dari fronting insurer.

Dengan menetapkan skema ini, agen perjalanan akan mendapatkan penghasilan tambahan dan keuntungan dari pelanggannya.

Keunggulan perusahaan asuransi captive (penawan) adalah sebagai berikut:

a. Penghematan dapat dicapai dalam biaya asuransi keseluruhan karena premi yang lebih rendah sering ditetapkan oleh perusahaan asuransi tanggungan.

b. Perusahaan asuransi tawanan dapat memperoleh akses ke pasar reasuransi, di mana tingkat premi dan kapasitas risiko dapat menguntungkan.

c. Dengan terkena pada biaya klaim asuransi, kesadaran risiko yang lebih besar dan kepedulian yang lebih besar terhadap pengendalian kerugian dapat dicapai.

(18)

d. Perusahaan asuransi penawan dapat menawarkan jaminan asuransi yang lebih besar daripada yang tersedia di pasar komersial.

e. Beberapa manfaat pajak mungkin tersedia dari memiliki perusahaan asuransi penawan, meskipun ini telah berkurang dalam beberapa waktu terakhir.

Kerugian dari perusahaan asuransi captive (penawan) adalah sebagai berikut:

a. Captive (penawan) akan terkena klaim asuransi yang seharusnya telah dibayarkan oleh pasar asuransi komersial.

b. Organisasi induk harus mengalokasikan modal untuk memastikan solvabilitas yang memadai dari perusahaan asuransi milik sendiri.

c. Ketika kerugian besar dibayarkan oleh perusahaan captive, kerugian tersebut dikonsolidasikan ke dalam neraca induk dan akhirnya organisasi membayar kerugian tersebut.

d. Captive (penawan) menulis bisnis di wilayah lain mungkin akan melakukannya pada dasar yang tidak diakui dan ini dapat menciptakan kesulitan kepatuhan.

e. Biaya administrasi, waktu dan tenaga yang signifikan dapat dilibatkan dalam pengelolaan manajemen captive (penawan) oleh anggota kantor pusat

2.2 Business Continuity

2.2.1 Business Continuity Management

BCP adalah cara organisasi bersiap menghadapi kejadian di masa depan yang dapat membahayakan keberadaannya. Kisaran insiden yang harus dicakup akan mencakup segala hal mulai dari peristiwa lokal seperti kebakaran hingga gangguan regional seperti gempa bumi atau insiden keamanan nasional dan meluas hingga peristiwa internasional seperti terorisme dan pandemi.

British Standard BS 31100:2011 mendefinisikan BCP sebagai: [Suatu] proses manajemen holistik yang mengidentifikasi potensi ancaman terhadap suatu organisasi dan dampaknya terhadap operasi bisnis yang mungkin ditimbulkan oleh ancaman tersebut, jika disadari, dan yang memberikan kerangka kerja untuk membangun ketahanan organisasi dengan kemampuan untuk memberikan respons yang efektif untuk menjaga kepentingan organisasi. pemangku kepentingan utamanya, reputasi, merek, dan aktivitas penciptaan nilai.

Jika terjadi insiden serius seperti hilangnya akses ke lokasi atau kegagalan sebagian besar organisasi, penting untuk memiliki rencana pemulihan bencana yang terdefinisi dengan baik, terdokumentasi, dan teruji. Rencana tersebut tidak hanya berfokus pada pemulihan akses terhadap sistem dan data TI, namun juga umumnya mencakup penyediaan tempat alternatif (jika diperlukan) dan fasilitas lainnya, serta menetapkan rencana komunikasi dengan karyawan dan pemangku kepentingan lainnya seperti pemasok, pelanggan. dan media pada saat krisis.

(19)

Rencana keberlangsungan bisnis dibangun berdasarkan hal ini dengan menetapkan rencana jangka panjang untuk pemulihan 'bisnis seperti biasa' segera setelah terjadinya bencana. Rencana kelangsungan bisnis merupakan bagian penting dalam mengurangi dampak insiden bahaya. Rencana tersebut harus mencakup pengaturan untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan selama insiden tersebut dan memuat biaya pemulihannya.

Rencana pemulihan bencana adalah komponen khusus BCP. Jika sistem komputer gagal beroperasi dengan benar atau data menjadi rusak, organisasi memerlukan prosedur darurat untuk memastikan bahwa data dapat dipulihkan dan/atau memastikan bahwa organisasi tersebut tetap eksis. Mungkin juga terdapat kebutuhan yang lebih luas akan rencana khusus untuk mengelola krisis apa pun yang mungkin diakibatkan oleh bencana operasional. Perbedaan utama antara rencana pemulihan bencana dan manajemen krisis adalah bahwa rencana pemulihan bencana terutama akan berkaitan dengan tindakan untuk memulihkan infrastruktur organisasi dan rencana krisis juga akan berkaitan dengan pemangku kepentingan eksternal dan tindakan untuk mengelola reaksi dan tindakan pemangku kepentingan terkait.

Bagi perusahaan percetakan, sistem TI merupakan hal mendasar dalam operasional perusahaan, karena sistem komputer memproses pesanan, menjadwalkan pencetakan, dan mengelola faktur. Untuk perusahaan seperti itu, mungkin tepat untuk mengatur agar fasilitas komputer darurat bergerak tersedia jika terjadi kegagalan TI yang besar. Jika keputusan ini diambil, kontrak harus dibuat dengan perusahaan luar untuk komputer duplikat yang akan dikirimkan dalam trailer ke lokasi perusahaan.

Komputer duplikat kemudian akan dihubungkan dan pengoperasiannya akan dikontrol dari komputer duplikat di trailer. Keberhasilan skema ini akan bergantung pada ketersediaan informasi dari disk cadangan yang harus dihasilkan setidaknya sekali sehari dan mungkin beberapa kali sehari.

Terdapat banyak diskusi mengenai sifat kelangsungan bisnis dan pemulihan bencana dalam kaitannya dengan jenis pengendalian yang diwakilinya. HM Treasury di Inggris menganggap pengendalian ini bersifat korektif, sedangkan Pemerintah Skotlandia menganggapnya bersifat direktif. Dalam hal pengendalian kerugian, rencana pemulihan bencana dapat dilihat sebagai pengendalian pembatasan kerusakan, sedangkan pengendalian kelangsungan bisnis lebih berkaitan dengan pengendalian biaya. Diskusi mengenai apakah pemulihan bencana dan BCP harus dianggap sebagai jenis pengendalian mungkin tidak penting secara mendasar. Persoalan pentingnya adalah pemulihan bencana dan rencana kesinambungan bisnis berkaitan dengan keadaan di mana peristiwa tersebut terjadi atau telah terjadi. Dalam hal ini, DRP dan BCP dapat dianggap sebagai respons terhadap kapan peristiwa tersebut terjadi dan tidak memperhitungkan seberapa besar kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut.

Contohnya dalam kehidupan pribadi adalah penggunaan sabuk pengaman di dalam mobil. Penumpang di dalam mobil mengenakan sabuk pengaman ketika terjadi

(20)

kecelakaan di jalan raya. Di banyak negara, penggunaan sabuk pengaman merupakan hal yang wajib dan penumpang tidak diwajibkan untuk melakukan evaluasi mengenai seberapa besar kemungkinan mereka terlibat dalam kecelakaan lalu lintas ketika memutuskan apakah akan mengenakan sabuk pengaman untuk perjalanan tersebut.

Banyak organisasi kini berpandangan bahwa BCP harus dipandang memiliki tiga komponen. Respons pertama terhadap setiap peristiwa besar adalah dengan mengaktifkan rencana manajemen krisis untuk memastikan respons yang tepat terhadap krisis dan, khususnya memastikan bahwa para pemangku kepentingan menyadari situasi tersebut. Hal ini memerlukan komunikasi yang efektif dengan seluruh pemangku kepentingan, sehingga kerusakan reputasi akibat insiden tersebut dapat diminimalkan.Kedua, organisasi kemudian akan berupaya untuk pulih dari kejadian tersebut dengan menerapkan rencana pemulihan bencana. Namun, seiring dengan penerapan rencana pemulihan bencana, organisasi masih perlu mempertimbangkan pengelolaan krisis yang sedang berlangsung. Organisasi harus memastikan bahwa implementasi rencana pemulihan bencana dipandang sebagai tahap kedua, namun terkadang tumpang tindih, dalam merespons insiden tersebut.

Faktanya, dalam keadaan tertentu, rencana pemulihan bencana hanya dapat dilaksanakan setelah krisis yang ada telah dapat diatasi. Ketika penerapan pengaturan manajemen krisis telah berjalan dengan baik, dan rencana pemulihan bencana telah diaktifkan, organisasi akan dapat mengalihkan perhatiannya pada isu operasional ketiga yang lebih luas, yaitu kelangsungan bisnis.

2.2.2 Business Continuity Standars

British Standards Institute menerbitkan standar manajemen kesinambungan bisnis (BCM). Ini adalah BS 25999 Bagian 1 (2006) 'Kode Praktik - Manajemen kelangsungan bisnis' dan diikuti oleh BS 25999 Bagian 2 (2007) 'Manajemen kelangsungan bisnis. Spesifikasi'. Kini telah digantikan oleh standar yang diterima secara internasional ISO 22301 (2012) 'Keamanan Masyarakat – Sistem Manajemen Kontinuitas Bisnis - Persyaratan'. ISO 22301 mirip dengan BS25999 dan ditulis dalam struktur standar untuk standar manajemen.

ISO 22301 mengidentifikasi siklus hidup BCP yang memiliki lima komponen berikut terkait dengan Sistem Manajemen Kontinuitas Bisnis (BCMS):

a. mengidentifikasi faktor-faktor risiko penting yang telah mempengaruhi organisasi;

b. memahami kebutuhan dan kewajiban organisasi;

c. membangun, menerapkan dan memelihara BCMS

d. mengukur kemampuan keseluruhan untuk mengelola insiden yang mengganggu;

e. menjamin kesesuaian dengan kebijakan kelangsungan usaha yang ditetapkan.

(21)

Tabel 18.1 memberikan daftar aktivitas utama yang terlibat dalam BCP.

Tabel 18.1 memberikan daftar aktivitas utama yang terlibat dalam BCP. Memiliki rencana kesinambungan bisnis dianggap penting oleh sebagian besar organisasi besar. Memang benar, banyak pemerintah mengambil peran aktif dalam mendorong dunia usaha (terutama usaha kecil) untuk mengembangkan dan melaksanakan rencana kesinambungan usaha yang memadai.

Perubahan utama yang diperkenalkan oleh ISO 22301 dibandingkan dengan BS 25999 adalah bahwa ISO 22301 adalah standar pertama yang ditulis menggunakan struktur tingkat tinggi baru, yang umum untuk semua standar sistem manajemen baru.

Hal ini akan menciptakan integrasi mudah ketika menerapkan lebih dari satu sistem manajemen. Ungkapan 'tindakan preventif' telah diganti dengan 'tindakan untuk mengatasi risiko dan peluang'. ISO 22301 memberikan penekanan lebih besar pada penetapan tujuan, pemantauan kinerja dan metrik menyelaraskan kelangsungan bisnis dengan pemikiran strategis manajemen eksekutif.

(22)

Gambar 18.2 memberikan model BCP yang konsisten dengan ISO 22301

Prinsip-prinsip utama yang sesuai untuk keberhasilan BCP adalah bahwa rencana tersebut harus:

a. luas

b. hemat biaya c. Praktis d. efektif;

e. terawat f. Dipraktikkan.

BCP harus mencakup seluruh operasi dan lokasi organisasi untuk memastikan bahwa rencana tersebut dapat memfasilitasi dimulainya kembali operasi bisnis normal secara menyeluruh. Penting juga bahwa rencana tersebut hemat biaya dan proporsional dengan eksposur risiko. BCP harus praktis dan mudah dipahami oleh staf dan pihak lain yang terlibat dalam pelaksanaan rencana. Secara keseluruhan, BCP harus efektif karena dapat mengenali urgensi komponen atau fungsi bisnis tertentu dan mengidentifikasi

(23)

tanggung jawab untuk memastikan dimulainya kembali pekerjaan normal secara tepat waktu. Untuk menjamin bahwa BCP akan efektif, maka BCP perlu diuji, dipelihara dan dipraktikkan. Semua anggota staf harus memahami tujuan pengoperasian rencana tersebut dan pelatihan perlu diberikan. Pembelajaran yang didapat selama pengujian dan praktik rencana kesinambungan bisnis harus dimasukkan ke dalam rencana sehingga menjadi lebih efektif. Perlunya latihan ditekankan pada Gambar 18.2 dan Tabel 18.1.

2.2.3 Succesfull Business Continuity

Tahap pertama dalam keberhasilan BCP, DRP, dan manajemen krisis adalah memperoleh pemahaman menyeluruh tentang organisasi dan interaksinya, baik internal maupun eksternal. Bagian dari memperoleh pemahaman ini adalah dengan mengidentifikasi tujuan organisasi dan ketergantungan utamanya. Penting untuk memahami fungsi-fungsi penting dalam organisasi dan mengidentifikasi sumber daya utama.

Penentuan strategi BCP memerlukan identifikasi risiko terhadap bisnis dan keputusan tentang seberapa besar kemungkinan risiko tersebut terwujud. Penting juga untuk memahami dampak risiko terhadap bisnis. Penilaian ini kemudian harus digunakan untuk memprioritaskan penanganan risiko dan untuk menyepakati kemungkinan dan dampak terjadinya risiko. Mengembangkan dan menerapkan BCP dan pengendalian yang tepat untuk setiap risiko yang teridentifikasi akan memerlukan keputusan mengenai respons risiko yang tepat. Kisaran respons risiko yang tersedia telah dibahas sebagai 4T manajemen risiko bahaya. Sehubungan dengan masing-

(24)

masing risiko utama, keputusan harus diambil apakah akan menoleransi, menangani, mengalihkan atau menghentikan risiko tersebut.

Saat mengembangkan BCP, kegiatan-kegiatan penting harus diidentifikasi, bersama dengan peran dan tanggung jawab utama. Hal ini dapat dihasilkan dalam bentuk instruksi dan daftar periksa yang jelas. Penting untuk melaksanakan, memelihara dan meninjau BCP dengan membuat program untuk menguji rencana, meninjau dan mengubahnya jika diperlukan, dan melatih staf untuk meningkatkan pemahaman tentang rencana tersebut. BCP dan DRP harus ditinjau setidaknya setiap tahun, dan juga setelah pengujian rencana. Selain itu, jika terjadi insiden, pembelajaran yang diperoleh harus dimasukkan ke dalam rencana.

2.2.4 Business Impact Analysis(BIA)

BIA akan mengidentifikasi sifat penting dari setiap fungsi bisnis dengan menilai dampak gangguan terhadap aktivitas tersebut. Informasi ini diperlukan untuk mengidentifikasi strategi kesinambungan yang tepat untuk setiap fungsi. BIA serupa dengan penilaian risiko yang dilakukan sebagai bagian dari proses manajemen risiko secara keseluruhan. Oleh karena itu, penilaian risiko dan BIA saling terkait dan dapat dilakukan bersama-sama. Penilaian risiko akan membantu dalam mengidentifikasi risiko-risiko yang mungkin mengancam pencapaian tujuan kelangsungan usaha sedangkan, penekanan BIA adalah identifikasi kepentingan relatif dan kekritisan masing-masing fungsi, bukan mengidentifikasi peristiwa yang dapat melemahkan fungsi tersebut. Oleh karena itu, penilaian risiko dan BIA saling terkait dan dapat dilakukan bersama-sama. Penilaian risiko akan membantu dalam mengidentifikasi risiko-risiko yang mungkin mengancam pencapaian tujuan kelangsungan usaha. Bagi sebuah perusahaan televisi, kontinuitas siaran yang melebihi 99,9 persen kemungkinan besar menjadi target dan bahkan mungkin menjadi persyaratan yang diberlakukan oleh otoritas pemberi izin. Penilaian risiko dan BIA memerlukan pendekatan terstruktur dan sistematis

Analisis dampak bisnis memiliki tiga tujuan yang jelas, sebagai berikut:

a. Identifikasi aktivitas yang sangat penting dan waktu pemulihan yang diperlukan jika terjadi gangguan. Aktivitas identifikasi ini akan menetapkan jangka waktu di mana fungsi-fungsi penting harus dilanjutkan setelah kejadian yang mengganggu.

b. Tetapkan potensi dampak dan kebutuhan sumber daya untuk pemulihan dalam skala waktu yang disepakati. Persyaratan bisnis untuk pemulihan fungsi kritis harus ditetapkan.

c. Tentukan apakah dampak yang mungkin terjadi sesuai dengan selera risiko organisasi sebagai dasar strategi kelangsungan bisnis. Persyaratan teknis untuk pemulihan fungsi kritis juga perlu ditetapkan.

2.2.5 Business Continuity and ERM

(25)

Pendekatan BCP adalah untuk melihat kelangsungan operasi di seluruh organisasi. Memastikan kesinambungan jelas merupakan bagian dari pendekatan ERM. Oleh karena itu, BCP harus dianggap sebagai bagian dari ERM, namun bukan keseluruhan aktivitas ERM. Namun demikian, terdapat kesamaan yang kuat dalam pendekatan dan kelangsungan bisnis serta kegiatan pemulihan bencana harus dilakukan dalam konteks inisiatif ERM yang lebih luas, jika diperlukan. Kedua pendekatan tersebut berupaya mencapai kesinambungan proses bisnis inti yang efektif dan efisien.

Dasar ERM adalah harapan pemangku kepentingan dan proses inti organisasi yang mewujudkan harapan tersebut merupakan fokus dari proses penilaian risiko.

Tujuan ERM adalah untuk memastikan bahwa proses inti tetap terpelihara. Kelanjutan proses bisnis inti juga menjadi dasar BCP. Perbedaan penekanannya adalah ERM berupaya mengidentifikasi risiko yang dapat berdampak pada efektivitas dan efisiensi proses inti. Sedangkan,BCP berupaya mengidentifikasi fungsi bisnis penting yang perlu dipertahankan untuk mencapai kelanjutan bisnis. Pendekatannya saling melengkapi dan ada banyak kesamaan antara BCP dan gaya ERM ini.

Perencanaan skenario merupakan komponen penting dalam kelangsungan bisnis dan memiliki implikasi yang lebih luas terhadap keberhasilan penerapan manajemen risiko perusahaan. Bagi lembaga keuangan, perencanaan skenario mencakup evaluasi modal neraca yang akan dibutuhkan oleh lembaga keuangan jika terjadi kesulitan serupa dengan krisis keuangan global tahun 2007/08. Perencanaan skenario seperti ini untuk lembaga keuangan biasanya disebut sebagai 'stress test' dan sering kali merupakan persyaratan khusus dari regulator perbankan. Perencanaan skenario perlu mempertimbangkan konteks eksternal dan internal organisasi, serta analisis dampak bisnis. Selain itu, terdapat hubungan yang kuat antara perencanaan skenario dan manajemen krisis. Perencanaan pemulihan bencana dan perencanaan kelangsungan bisnis dapat memperhitungkan kejadian-kejadian yang dapat diperkirakan, namun lebih sulit untuk memperkirakan setiap krisis yang mungkin timbul. Oleh karena itu, aspek yang berguna dari perencanaan skenario adalah mengantisipasi keadaan yang sangat tidak terduga dan kemudian menantang manajemen senior untuk mengembangkan respons yang berhasil.

2.2.6 Civil Emergencies

Di banyak negara, terdapat kewajiban yang dibebankan pada pemerintah daerah untuk menjamin kelangsungan usaha lokal jika terjadi keadaan darurat sipil yang besar. Keadaan darurat dapat dipicu oleh bencana alam seperti banjir atau gempa bumi. Alternatif lain, dapat disebabkan oleh terorisme, kerusuhan sipil, atau epidemi atau pandemi. Banyak otoritas sipil menerbitkan panduan bagi dunia usaha untuk membantu mereka dalam menjalankan BCP. Contohnya, pemerintah Indonesia menyediakan informasi berharga di situs webnya. Selain itu, beberapa asosiasi perdagangan dan asosiasi usaha mikro kecil dan menegah menawarkan panduan praktis mengenai BCP, termasuk tindakan yang tepat dalam keadaan darurat sipil.

(26)

Sebagian besar otoritas lokal memiliki tanggung jawab hukum untuk menanggapi keadaan darurat sipil. Pabrik dan gudang mungkin memiliki peralatan dan fasilitas yang berguna jika terjadi keadaan darurat sipil. Demikian pula, toko ritel akan memiliki makanan dan barang- barang lain yang mungkin diperlukan untuk didistribusikan sebagai persediaan darurat. Produk yang mungkin berguna dalam keadaan darurat sipil meliputi makanan, air kemasan, pakaian dan selimut. Selain itu, sekolah dan bangunan sipil lainnya mungkin diperlukan sebagai akomodasi jika terjadi keadaan darurat sipil, seperti banjir besar yang semakin sering terjadi di beberapa daerah di indonesia. Mendorong organisasi untuk membuat skema atau aturan guna menjamin keberlangsungan bisnis akan menguntungkan otoritas lokal yang bertanggung jawab atas keadaan darurat sipil, karena akan ada lebih sedikit masalah dan permasalahan yang harus mereka pertimbangkan pada saat keadaan darurat.

2.3 Studi Kasus Manajemen Resiko Pada PT.KAI Tbk.

2.3.1 Profil Perusahaan

Industri transportasi perkeretaapian dimulai pada tahun 1864 ketika Namlooze Venootschap Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij membangun jalan kereta api dari Semarang ke Surakarta, Jawa Tengah. Setelah itu, tiga perusahaan lainnya ikut membangun jalur-jalur kereta api, baik di Jawa, maupun di luar Jawa. Ketiga perusahaan tersebut adalah Staatsspoorwegen (SS), Verenigde Spoorwegbedrif, dan Deli Spoorwegen Maatscappij. Setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agutus 1945, beberapa hari kemudian dilakukan pengambilalihan stasiun dan kantor kereta api yang dikuasai Jepang. Puncaknya adalah pengambil alihan Kantor Pusat Kereta Api Bandung tanggal 28 September 1945, pada tanggal ini juga didirikan Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI). Tanggal berdirinya DKARI kemudian ditetapkan sebagai Hari Kereta Api.

Pada tanggal 25 Mei 1963, Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1963 untuk membentuk Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Selanjutnya, pada 15 September 1997, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1971, PNKA diubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Dengan status sebagai Perusahaan Negara dan Perusahaan Jawatan, saat itu Perusahaan beroperasi melayani masyarakat dengan dana subsidi dari Pemerintah.

Pengelolaan perkeretaapian kembali memulai babak baru ketika PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 1990. Sebagai perusahaan umum, Perumka memberikan pelayanan kepada masyarakat sekaligus meraih keuntungan dari produk dan jasa yang disediakan. Untuk jasa layanan penumpang, Perumka menawarkan tiga kelas layanan, yaitu kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi.

(27)

Pada tanggal 31 Juli 1995, Perumka meluncurkan layanan kereta api penumpang kelas eksekutif dengan merek Kereta Api Argo Bromo JS-950 dan dikembangkan menjadi Kereta Api (KA) Argo Bromo Anggrek yang dioperasikan sejak tanggal 24 September 1997. Pengoperasian KA Argo Bromo Anggrek mengawali pengembangan KA merek Argo lainnya, seperti KA Argo Lawu, KA Argo Mulia, dan KA Argo Parahyangan.

Untuk mendorong Perumka menjadi perusahaan bisnis jasa, pada tanggal 3 Februari 1998 Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1998 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Dengan demikian, namanya berubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Kereta Api, disingkat PT Kereta Api (Persero) atau PT KA. Dengan status barunya, Perusahaan beroperasi sebagai lembaga bisnis yang berorientasi laba. Untuk tetap menjalankan sebagian misinya sebagai organisasi pelayanan publik, Pemerintah menyediakan dana Public Service Obligation (PSO).

Berdasarkan surat persetujuan Menteri Hukum dan HAM RI No. AHU- AH.01- 16788 tanggal 5 Oktober 2009, Direksi PT Kereta Api (Persero) mengeluarkan Instruksi Direksi No. 16/OT.203/ KA-2010 mengenai perubahan nama PT Kereta Api (Persero) menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI terhitung tanggal 11 Mei 2010.

2.3.2 Indentifikasi Masalah

Dalam identifikasi masalah manajemen risiko ini, akan dibahas secara mendalam dan komprehensif berbagai risiko yang dihadapi PT KAI Tbk, serta tantangan dan masalah dalam mengelola risiko-risiko tersebut secara efektif.

Pembahasan akan mencakup risiko operasional, risiko keuangan, risiko keselamatan, risiko lingkungan, risiko hukum dan kepatuhan, risiko reputasi, risiko sumber daya manusia, risiko teknologi informasi,dan risiko pasar.

1. Risiko Operasional

Risiko operasional merupakan salah satu risiko utama yang dihadapi oleh PT KAI Tbk dalam menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Beberapa masalah terkait risiko operasional yang perlu diidentifikasi adalah sebagai berikut:

- Risiko Gangguan Operasional

PT KAI Tbk seringkali menghadapi risiko gangguan operasional yang dapat menghambat kelancaran perjalanan kereta api. Gangguan operasional dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti cuaca buruk, bencana alam, kerusakan infrastruktur, kecelakaan, atau masalah teknis pada armada kereta. Masalah utama yang dihadapi PT KAI Tbk dalam mengelola risiko gangguan operasional adalah kurangnya sistem

(28)

pemantauan dan peringatan dini yang efektif, serta kurangnya kesiapan dalam merespons gangguan secara cepat dan efisien. Selain itu, kurangnya perawatan dan pemeliharaan infrastruktur dan armada kereta secara rutin juga dapat meningkatkan risiko gangguan operasional.

- Risiko Ketersediaan Armada Kereta

Armada kereta yang memadai dan terawat dengan baik merupakan faktor kunci dalam menjamin kelancaran operasional PT KAI Tbk. Namun, perusahaan seringkali menghadapi masalah terkait ketersediaan armada kereta yang terbatas atau armada kereta yang sudah tua dan perlu diganti. Keterbatasan armada kereta dapat menyebabkan terjadinya penumpukan penumpang di stasiun-stasiun tertentu dan menurunkan kualitas layanan. Selain itu, armada kereta yang sudah tua dapat meningkatkan risiko kecelakaan dan gangguan operasional.

- Risiko Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang kompeten dan terlatih dengan baik merupakan faktor penting dalam menjamin kelancaran operasional PT KAI Tbk. Namun, perusahaan seringkali menghadapi masalah terkait kurangnya keterampilan dan kompetensi karyawan, terutama dalam aspek-aspek teknis seperti pengoperasian dan pemeliharaan armada kereta serta infrastruktur. Selain itu, PT KAI Tbk juga menghadapi risiko terkait ketersediaan dan retensi karyawan yang berkualitas.

Tingkat turnover karyawan yang tinggi dapat mengganggu kelangsungan operasional dan memerlukan investasi yang besar untuk perekrutan dan pelatihan karyawan baru.

2. Risiko Keuangan

Risiko keuangan merupakan risiko yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan dan kinerja finansial PT KAI Tbk. Beberapa masalah terkait risiko keuangan yang perlu diidentifikasi adalah sebagai berikut:

- Risiko Pendanaan

Untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan operasional, PT KAI Tbk membutuhkan investasi yang besar dalam infrastruktur, armada kereta, dan fasilitas pendukung lainnya. Namun, perusahaan seringkali menghadapi risiko terkait ketersediaan pendanaan yang memadai.

- Risiko Fluktuasi Harga

Sebagai perusahaan yang beroperasi di bidang transportasi, PT KAI Tbk sangat rentan terhadap fluktuasi harga bahan bakar dan bahan baku lainnya yang digunakan dalam operasional. Kenaikan harga bahan bakar dan bahan baku dapat membebani biaya operasional perusahaan dan menurunkan profitabilitas.

- Risiko Arus Kas

Risiko arus kas merupakan risiko yang terkait dengan ketidakpastian arus kas masuk dan arus kas keluar perusahaan. Masalah utama yang dihadapi PT KAI Tbk dalam mengelola risiko arus kas adalah fluktuasi permintaan jasa angkutan kereta api yang dapat mempengaruhi pendapatan perusahaan.

(29)

- Risiko Kredit

Risiko kredit terkait dengan kemungkinan gagal bayar dari pihak-pihak yang memiliki kewajiban kepada PT KAI Tbk, seperti pelanggan atau mitra usaha. Masalah utama yang dihadapi perusahaan dalam mengelola risiko kredit adalah kurangnya analisis risiko kredit yang memadai dan pengelolaan piutang yang kurang efektif.

- Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas terkait dengan kemampuan PT KAI Tbk dalam memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek. Masalah utama yang dihadapi perusahaan dalam mengelola risiko likuiditas adalah pengelolaan arus kas yang kurang efisien dan ketergantungan yang tinggi pada pendanaan eksternal.

3. Risiko Keselamatan

Keselamatan penumpang dan karyawan merupakan aspek krusial dalam industri transportasi kereta api. Risiko keselamatan yang tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan kerugian jiwa, kerusakan aset, serta dampak negatif terhadap reputasi dan kinerja keuangan perusahaan. Beberapa masalah terkait risiko keselamatan yang perlu diidentifikasi adalah sebagai berikut:

- Risiko Kecelakaan Kereta Api

Kecelakaan kereta api merupakan salah satu risiko keselamatan utama yang dihadapi oleh PT KAI Tbk. Kecelakaan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kesalahan manusia, kegagalan teknis, kondisi infrastruktur yang buruk, atau faktor eksternal seperti cuaca buruk atau bencana alam.

- Risiko Keamanan

Selain risiko kecelakaan, PT KAI Tbk juga menghadapi risiko keamanan yang terkait dengan tindakan kriminal seperti pencurian, perampokan, atau tindakan terorisme di dalam kereta atau di stasiun kereta api.

- Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Risiko kesehatan dan keselamatan kerja juga merupakan aspek penting yang harus dikelola dengan baik oleh PT KAI Tbk. Karyawan yang terlibat dalam kegiatan operasional, seperti masinis, teknisi, dan petugas lapangan, terpapar risiko kecelakaan kerja, paparan bahaya kimia atau radiasi, serta risiko kesehatan lainnya.

4. Risiko Lingkungan

Sebagai perusahaan yang beroperasi di bidang transportasi, PT KAI Tbk juga menghadapi risiko lingkungan yang terkait dengan dampak operasional perusahaan terhadap lingkungan hidup. Beberapa masalah terkait risiko lingkungan yang perlu diidentifikasi adalah sebagai berikut:

- Risiko Pencemaran Lingkungan

(30)

Operasional PT KAI Tbk, terutama yang melibatkan penggunaan bahan bakar fosil, dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca, polusi udara, dan limbah yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.

- Risiko Kerusakan Lingkungan

Kegiatan operasional PT KAI Tbk juga dapat berdampak pada kerusakan lingkungan, seperti penggundulan hutan, erosi tanah, atau gangguan habitat satwa liar di sekitar jalur rel kereta api.

- Risiko Perubahan Iklim

Perubahan iklim dan peningkatan frekuensi bencana alam seperti banjir, tanah longsor, atau kekeringan dapat mempengaruhi kelangsungan operasional PT KAI Tbk dan merusak infrastruktur perkeretaapian.

5. Risiko Hukum dan Kepatuhan

Sebagai perusahaan BUMN yang beroperasi di bidang transportasi, PT KAI Tbk harus mematuhi berbagai peraturan dan regulasi yang berlaku, baik di tingkat nasional maupun internasional. Beberapa masalah terkait risiko hukum dan kepatuhan yang perlu diidentifikasi adalah sebagai berikut:

- Risiko Pelanggaran Peraturan

PT KAI Tbk dapat menghadapi risiko pelanggaran peraturan dan regulasi yang berlaku, seperti peraturan keselamatan, peraturan lingkungan, atau peraturan terkait ketenagakerjaan dan perpajakan.

- Risiko Sengketa Hukum

PT KAI Tbk juga dapat menghadapi risiko sengketa hukum, baik dengan pihak eksternal seperti masyarakat atau pemasok, maupun dengan pihak internal seperti karyawan atau mitra usaha.

- Risiko Terkait Aspek Legalitas

Dalam menjalankan kegiatan operasional, PT KAI Tbk juga harus memastikan legalitas aspek-aspek tertentu, seperti perizinan, sertifikasi, atau kepemilikan lahan untuk pembangunan infrastruktur perkeretaapian.

6. Risiko Reputasi

Reputasi perusahaan merupakan aset yang sangat berharga bagi PT KAI Tbk.

Risiko reputasi yang tidak dikelola dengan baik dapat mempengaruhi kepercayaan dan loyalitas pelanggan, serta menghambat upaya perusahaan dalam menarik investasi dan kemitraan strategis. Beberapa masalah terkait risiko reputasi yang perlu diidentifikasi adalah sebagai berikut:

- Risiko Pemberitaan Negatif

Pemberitaan negatif di media massa atau media sosial terkait kinerja, insiden, atau permasalahan yang dialami PT KAI Tbk dapat berdampak pada citra dan reputasi perusahaan.

(31)

- Risiko Kepuasan Pelanggan

Rendahnya kualitas layanan, keterlambatan jadwal kereta, atau insiden yang merugikan pelanggan dapat menyebabkan ketidakpuasan pelanggan dan merusak reputasi PT KAI Tbk.

- Risiko Pengelolaan Hubungan Eksternal

Hubungan yang kurang baik dengan pemangku kepentingan eksternal, seperti pemerintah, masyarakat, atau mitra usaha, dapat menimbulkan konflik dan mempengaruhi reputasi perusahaan.

7. Risiko Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan aset penting bagi PT KAI Tbk dalam mendukung kegiatan operasional dan pencapaian tujuan perusahaan. Beberapa masalah terkait risiko sumber daya manusia yang perlu diidentifikasi adalah sebagai berikut:

- Risiko Ketersediaan Tenaga Kerja Terampil

PT KAI Tbk menghadapi risiko terkait ketersediaan tenaga kerja yang terampil dan kompeten, terutama untuk posisi-posisi teknis seperti masinis, teknisi, dan petugas lapangan.

- Risiko Retensi Karyawan

Tingkat turnover karyawan yang tinggi dapat menyebabkan hilangnya keahlian dan pengalaman, serta meningkatkan biaya perekrutan dan pelatihan karyawan baru.

- Risiko Budaya Organisasi dan Iklim Kerja

Budaya organisasi yang kurang kondusif dan iklim kerja yang tidak nyaman dapat mempengaruhi produktivitas karyawan dan menyebabkan ketidakpuasan kerja.

8. Risiko Teknologi Informasi

Dalam era digital saat ini, teknologi informasi memegang peranan penting dalam mendukung kegiatan operasional PT KAI Tbk. Beberapa masalah terkait risiko teknologi informasi yang perlu diidentifikasi adalah sebagai berikut:

- Risiko Kegagalan Sistem

Kegagalan sistem teknologi informasi, seperti sistem pemesanan tiket, sistem pengendalian operasional, atau sistem komunikasi, dapat mengganggu kelancaran operasional PT KAI Tbk.

- Risiko Keamanan Siber

Ancaman keamanan siber seperti serangan malware, peretasan, atau pencurian data dapat mengancam keamanan dan integritas data serta sistem informasi PT KAI Tbk.

- Risiko Ketinggalan Teknologi

(32)

Ketidakmampuan PT KAI Tbk dalam mengadopsi dan memanfaatkan teknologi terbaru dapat menyebabkan perusahaan tertinggal dari pesaing dan kehilangan daya saing.

9. Risiko Pasar

PT KAI Tbk beroperasi dalam lingkungan pasar yang dinamis dan kompetitif.

Beberapa masalah terkait risiko pasar yang perlu diidentifikasi adalah sebagai berikut:

- Risiko Persaingan

Persaingan yang ketat dengan moda transportasi lain seperti bus, pesawat terbang, atau kendaraan pribadi dapat mempengaruhi pangsa pasar dan pendapatan PT KAI Tbk.

- Risiko Perubahan Permintaan

Perubahan pola permintaan jasa angkutan kereta api akibat faktor-faktor seperti perubahan ekonomi, demografi, atau preferensi konsumen dapat berdampak pada pendapatan dan kinerja perusahaan.

- Risiko Regulasi Pasar

Perubahan regulasi atau kebijakan pemerintah terkait industri transportasi dapat mempengaruhi lingkungan operasional dan daya saing PT KAI Tbk.

2.3.3 Alternatif Penyelesaian Masalah a) Penetapan Konteks

Tahap penetapan konteks bertujuan untuk menjabarkan hubungan yang komprehensif terhadap seluruh faktor yang mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Output dari tahap ini adalah berupa pernyataan singkat tujuan organisasi dan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan, tujuan dan ruang lingkup manajemen risiko, dan seperangkat elemen kunci sebagai parameter dasar identifikasi risiko pada tahap berikutnya.

Berikut adalah kondisi eksternal dari industri perkeretaapian Indonesia yang dapat berdampak pada pencapaian tujuan dan dilihat dari sudut pandang PT KAI

PT KAI

Industri perkeretaapian merupakan industri yang sensitif terhadap kondisi perekonomian.

Perubahan ekonomi global maupun nasional berdampak langsung terhadap kinerja operasional maupun keuangan, baik disebabkan oleh perlambatan laju ekonomi global dan pelemahan rupiah.

(33)

Untuk menjamin seluruh risiko yang signifikan dapat diidentifikasi, sangat penting untuk memahami tujuan organisasi atau kegiatan yang akan menjadi objek manajemen risiko. Tujuan merupakan kunci dari penetapan konteks. Kriteria keberhasilan organisasi adalah dasar pengukuran pencapaian tujuan, dan biasa digunakan untuk mengidentifikasi dampak atau akibat dari risiko yang menghalangi pencapaian tujuan tersebut. Langkah pertama dari penetapan konteks adalah menjabarkan tujuan organisasi dan kondisi eksternal dan internal organisasi. Langkah kedua adalah mengidentifikasi ruang lingkup kegiatan manajemen risiko, pertanyaan dan perhatian utama organisasi, dan hubungannya dengan strategi organisasi dan tujuan bisnis. Risiko prioritas adalah ketika organisasi gagal mencapai tujuan strategis mereka, atau dirasa telah mengecewakan para pemangku kepentingan.

Konteks nasional industri perkeretaapian Indonesia dapat ditinjau dari visi dan misi perusahaan yang berperan. Hal-hal yang menghambat pencapaian visi dan misi tersebut menjadi risiko strategis karena terkait langsung dengan manajemen strategi yang ditetapkan perusahaan.

Visi dan Misi PT KAI

Visi Menjadi penyedia jasa perkeretaapian terbaik yang berfokus pada pelayanan pelanggan dan memenuhi harapan pemangku kepentingan.

Ekonomi nasional pada tahun 2013 tumbuh 5,6%.

Persaingan dengan moda transportasi lain semakin ketat.

Perkembangan teknologi informasi sebagai penunjang jasa perkeretaapian.

Prospek angkutan barang di masa depan.

Stagnasi pertumbuhan angkutan penumpang dengan pangsa pasar 80%.

Status PT KAI yang telah berubah sebagai perusahaan jasa yang memungkinkan untuk meningkatkan laba melalui jasa perkeretaapian maupun non perkeretaapian.

Citra PT KAI sebagai transportasi andalan yang mulai melakukan berbagai terobosan.

Tuntutan masyarakat terhadap transportasi yang aman dan nyaman.

Perkembangan industrialisasi otomotif yang semakin pesat mengakibatkan kemacetan jalan, polusi dan menghabiskan energi, membuat masyarakat mulai melirik alternatif kereta api sebagai salah satu sarana transportasi masal yang murah, aman dan bebas macet.

Kondisi pasar jasa transportasi yang cenderung berubah, baik dari sisi permintaan maupun suplai dari kompetitor.

Gangguan dan kerusakan pada rel, peralatan persinyalan dan listrik aliran atas, yang disebabkan oleh kendala teknis maupun gangguan pihak luar.

Keterbatasan kapasitas Depo/Balai Yasa untuk pemeliharaan dan perawatan kereta api.

Keterbatasan suplai suku cadang.

Mobilitas penduduk yang tinggi.

(34)

Misi

Menyelenggarakan bisnis perkeretaapian dan bisnis usaha penunjangnya melalui praktik bisnis dan model organisasi terbaik untuk memberikan nilai tambah yang tinggi bagi pemangku kepentingan dan kelestarian lingkungan berdasarkan empat pilar

utama: Keselamatan, Ketepatan Waktu, Pelayanan, dan Kenyamanan.

Dari pernyataan misi tersebut terlihat bahwa strategi generik PT KAI berdasarkan Porter adalah strategi diferensiasi. Diferensiasi adalah strategi dengan tujuan membuat produk yang menyediakan jasa yang dianggap unik di seluruh industri transportasi dan ditujukan kepada konsumen yang sensitif dengan perubahan harga. Perusahaan yang dapat mencapai dan mempertahankan diferensiasi mengharuskan perusahaan memilih atribut untuk mendiferensiasikan diri secara berbeda dengan atribut pesaingnya. Strategi diferensiasi yang berhasil memungkinkan perusahaan menetapkan harga lebih tinggi untuk produknya yang memperoleh loyalitas pelanggan karena konsumen sangat terikat dengan fitur-fitur produk/jasa yang terdiferensiasi. Fitur tersebut mencakup pelayanan prima, kinerja produk/jasa, atau kemudahan akses dan penggunaan.

Perhatian utama PT KAI dari penjabaran misinya adalah menjadi penyedia jasa perkeretaapian yang profesional dengan mengupayakan best practice dalam pelayanan yang berfokus pada customer oriented dan mengedepankan nilai-nilai utama berupa keselamatan, ketepatan waktu, pelayanan, dan kenyamanan melalui penyelanggaraan bisnis perkeretaapian dan bisnis usaha penunjangnya. Konteks tersebut juga dilihat dari status PT KAI sebagai BUMN dengan 100% kepemilikan saham pemerintah Republik Indonesia dengan kewajibannya di bidang Public Service Obligation.

Parameter yang digunakan PT KAI untuk mengukur tingkat keberhasilan berbagai program layanan yang telah diupayakan adalah dengan melakukan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan. Oleh karena itu terlihat jelas bahwa PT KAI menghadapi risiko yang berkaitan langsung dengan penyediaan layanannya yaitu risiko operasional.

b) Identifikasi Resiko

Tujuan dari identifikasi risiko adalah mengembangkan daftar yang komprehensif terkait sumber penyebab risiko dan kejadian yang mungkin berdampak pada pencapaian tujuan-tujuan yang telah diidentifikasi pada saat penetapan konteks.

Hasil identifikasi risiko disajikan dalam Risk Register metode Risk Breakdown Structure (RBS) yang difokuskan pada risiko operasional untuk PT KAI terkait pelayanan.

Tabel Identifikasi Resiko Operasional dan Penyebab Resiko PT.KAI Tbk Identifikasi Risiko Operasional PT KAI

Referensi

Dokumen terkait

Ber- dasarkan hal tersebut PT Jasa Marga (Persero) Tbk membagi risiko operasional yang berkaitan dengan jalan tol menjadi tiga bagian, yang terdiri dari risiko

ANALISIS PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG), MANAJEMEN RISIKO DAN PENGARUHNYA TERHADAP LABA..

Manajemen Risiko dan Asuransi membahas mengenai Ruang Lingkup Manajemen Risiko dan Asuransi, Pengertian Risiko, Manajemen Risiko, Fungsi Manajemen Risiko,

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa manajemen perubahan PT KAI Daop VI Yogyakarta dalam meningkatkan kualitas pelayanan jasa kereta

MAKALAH MANAJEMEN STRATEGI MAKALAH MANAJEMEN STRATEGI.. (Studi Kasus PT. Biofarindo) (Studi

Jurnal Manajemen Risiko 165 SISTEM DAN PROSES MANAJEMEN BERBASIS MANAJEMEN RISIKO SUMBER DAYA MANUSIA PADA PT PERDANA GAPURAPRIMA Yusi Kusuma, [email protected] Universitas

Makalah ini membahas studi kasus manajemen perubahan di PT. Aqua dalam menghadapi Era Society

Dokumen ini membahas tentang manajemen risiko di Puskesmas