Asosiasi: Asosiasi Perkebunan, Asosiasi Pengusaha Hutan dan Serikat Pekerja akan memainkan peran penting dalam mendorong perusahaan untuk berpartisipasi dalam program ini. Selain keterlibatan di sektor kehutanan dan perkebunan, masyarakat lokal/adat menjadi pihak yang melaksanakan Komponen 4 ERPD. Sektor swasta perlu meningkatkan kapasitas untuk membangun hubungan dengan masyarakat lokal/adat dan pemerintah daerah, serta untuk mengurangi risiko.
Selain mengarah pada pengurangan emisi yang signifikan, diharapkan komponen ini akan memberikan manfaat penting non-karbon bagi pemangku kepentingan lokal, termasuk bisnis, masyarakat, dan masyarakat adat.;. Di dalam kawasan Hutan, fokusnya adalah penguatan KPH, yang meliputi seluruh hutan produksi dan hutan lindung. Untuk meningkatkan pengelolaan hutan di luar kawasan hutan negara, terutama yang masih berupa hutan alam dan gambut dalam pola tata ruang perkebunan, program akan memperkuat perangkat daerah sektor perkebunan.
Kegiatan tersebut dirancang untuk menyediakan mata pencaharian di daerah yang rentan, termasuk kawasan hutan alam, rawa gambut, hutan bakau, dan kawasan lindung. Selain itu, dengan mempromosikan kegiatan perhutanan sosial di dalam kawasan hutan negara, komponen tersebut mendukung akses yang lebih baik ke kawasan hutan bagi masyarakat lokal/adat dan berkontribusi pada pengelolaan hutan dan lahan yang lebih baik. Degradasi dan deforestasi hutan dan keanekaragaman hayati dapat meningkat karena ketidakpastian pengelolaan selama periode perumusan mekanisme penyelesaian konflik (status quo).
Tidak ada pengelolaan di dalam kawasan moratorium yang memberi ruang bagi kemungkinan kegiatan ilegal.
KERANGKA KEBIJAKAN DAN KELEMBAGAAN
Analisis menggunakan alokasi lahan multi guna untuk memastikan bahwa tujuan ekonomi dan ekologi diakomodasi dalam perencanaan tata ruang.
GAP/COMPATIBILITY ANALYSIS
Pendekatan multi-sektoral untuk mengatasi aspek konflik ekonomi, sosial, hukum, sosial, budaya dan lingkungan.
ANALISIS KESESUAIAN ANTARA SAFEGUARDS YANG ADA (TERMASUK PERATURAN INDONESI YANG RELEVAN) DAN KEBIJAKAN SAFEGUARD BANK DUNIA
Penilaian lingkungan dan sosial dilakukan melalui proses KLHS dan AMDAL sesuai dengan Peraturan KLHK No. P3,5 Rencana pengelolaan dan pemantauan yang dikembangkan melalui proses AMDAL umumnya mendukung persyaratan Bank, namun sumber dana untuk pelaksanaan ESMP tidak tercakup dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup. Memperkuat KLHS dan Izin Lingkungan dengan menyediakan Kode Praktik Lingkungan (ECOP) khusus untuk kegiatan ER seperti agroforestri, akuakultur, dan templat untuk ESMP.
Menyusun ESMF yang menyediakan Mekanisme Umpan Balik dan Penanganan Keluhan (FGRM) untuk mengelola dan menyelesaikan keluhan terkait kinerja kegiatan. P5, 6 P6, 7 P4, 5, 7 Undang-undang dan peraturan tentang perlindungan hutan, spesies terancam punah di tingkat nasional dan provinsi. Mendorong keterlibatan pemegang konsesi (kehutanan, perkebunan dan pertambangan) untuk menerapkan prinsip nilai konservasi tinggi.
Pemerintah daerah harus memperkenalkan langkah-langkah untuk melindungi sumber daya alam abiotik (misalnya penetapan geopark, karst, dan sumber daya budaya fisik). ESMF akan membahas langkah-langkah untuk memperkuat proses penyaringan untuk habitat alami, habitat kritis, dan sumber daya budaya. Peningkatan kapasitas dalam menilai dampak terhadap keanekaragaman hayati, terutama untuk habitat alami dan habitat kritis.
P2, 3 P1, 3, 4 P1, 2, 4 ERP dapat mencakup penggambaran kawasan dengan nilai konservasi tinggi (HCV). Kawasan ini mungkin dilindungi oleh konsesi kehutanan dan/atau perkebunan. Perlindungan seperti itu bisa. Kerangka Perencanaan Pembatasan Akses (ARPF), Kerangka Perencanaan Pemukiman Kembali (RPF) dan Kerangka Proses (PF) harus dikembangkan untuk mengidentifikasi orang-orang yang terkena dampak program dan memastikannya. Lahan di dalam kawasan hutan (misalnya akses ke lahan pertanian atau akses ke kawasan budaya) Saat ini tidak ada mekanisme khusus untuk mengatasi pemindahan masyarakat yang bergantung pada hutan dan pembatasan akses ke cagar alam dan/atau kawasan lindung lainnya.
Selain itu, isu-isu khusus tentang pembatasan akses di kalangan masyarakat adat perlu ditangani dalam IPPF.
PENILAIAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DAN SOSIAL
Meningkatkan Tata Kelola Hutan dan Lahan
- Memperkuat rezim perizinan
- Penyelesaian Sengketa
- Dukungan untuk pengakuan
- Memperkuat perencanaan tata
- Memperkuat kapasitas
- Memperkuat pemerintah
- Dukungan untuk petani kecil
- Implementasi kebijakan HCV
- Mata pencaharian
- Kemitraan konservasi
- Kehutanan sosial
- Koordinasi dan manajemen
- Pemantauan dan evaluasi
Degradasi dan deforestasi hutan dan keanekaragaman hayati meningkat karena ketidakpastian tata kelola selama periode persiapan mekanisme status quo. Percepatan pengakuan hak ulayat dan kepemilikan tanah di kawasan hutan, sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur No. Peningkatan kapasitas KPH untuk mendukung dan melaksanakan program perhutanan sosial, mengawasi, memfasilitasi dan memantau pelaksanaan kegiatan pencegahan dan pengendalian kebakaran yang dilakukan oleh konsesi dan masyarakat lokal;
KPH mengawasi konsesi hutan dan perkebunan kayu di tingkat kabupaten agar sesuai dengan kebijakan RIL dan HCV; Mencapai konservasi 640.000 ha hutan alam dan 50.000 ha lahan gambut dalam konsesi perkebunan pada tahun 2030, sejalan dengan komitmen pemerintah daerah dengan menandatangani deklarasi tentang hal tersebut. Peta untuk identifikasi dan inventarisasi kawasan HCV pada tanaman perkebunan yang ada dan konsesi lain yang belum memiliki izin perkebunan.
Masyarakat yang tinggal di sekitar dan di dalam konsesi kelapa sawit memiliki potensi untuk melihat kawasan tersebut. Memfasilitasi kemitraan antara perusahaan perkebunan besar dan masyarakat lokal dalam pengelolaan kebakaran hutan dan lahan; Perkebunan menerapkan kebijakan untuk melindungi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HCV) yang tersisa di dalam konsesi mereka.
Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk merespon kebakaran hutan dan mengurangi insiden kebakaran di kawasan hutan lindung. Pelatihan masyarakat di empat kawasan konservasi (perlindungan hutan dan pemanfaatan kawasan sekitar kawasan konservasi secara lestari, tambak/tambak lestari). Mengembangkan dan melaksanakan program peningkatan kesadaran untuk mengikutsertakan para pendatang baru di kawasan tersebut (pemukim perkotaan dan non-perkotaan) serta masyarakat setempat untuk mendukung perlindungan kawasan hutan.
Meningkatkan izin perhutanan sosial mempromosikan kehutanan berkelanjutan dan memberikan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat lokal.
IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN USULAN REKOMENDASI
PERTIMBANGAN UTAMA LINGKUNGAN DAN SOSIAL
ANALISIS KEBIJAKAN
KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN STRATEGI KETERLIBATAN
Pelatihan masyarakat/peningkatan kapasitas untuk petani kecil dan sektor swasta dan lembaga pemerintah tentang pertanian tanaman berkelanjutan dan ESMF; Pelatihan masyarakat/peningkatan kapasitas terkait akses pembiayaan dan program pertanian berkelanjutan (khususnya teknologi pasca panen untuk nilai tambah); Peningkatan kapasitas untuk sektor publik dan swasta terkait dengan penyelesaian sengketa dan penanganan pengaduan, serta program pengelolaan dan pemantauan lingkungan dan sosial (ESMF dan ESMP).
Implementasi dan penguatan kerangka pengaman yang ada, termasuk ESMF untuk pemangku kepentingan terkait (terutama sektor swasta dan lembaga pemerintah). Memperkuat FGRM untuk tingkat proyek dan kaitannya dengan FGRM nasional (di bawah KLHK, Ditjen PSKL).
PROSES KONSULTASI PROGRAM PENURUNAN EMISI