• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Lingkup Korupsi

N/A
N/A
FARID RAFIFTITO

Academic year: 2025

Membagikan "Ruang Lingkup Korupsi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

FINANSIAL LITERACY: MENGANALISIS KONSEP DASAR WIRAUSAHA DAN KEWIRAUSAHAAN

BERBASIS KIMIA

Mata Kuliah: Chempreneurship

Dosen Pengampu: M. Agus Prayitno, M. Pd

Disusun oleh:

Tsaniatul Farikha (23080360005) Farid Rafiftito (23080360015) Rahma Aulia Ihwana Putri (23080360012) Sri Rahayuningsih (230803600 Ayu Mutiara Anggraini (23080360014) Najla Naflah Azahra (230803600

PROGAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2023/2024

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ruang Lingkup Korupsi”.

Korupsi, sebagai fenomena yang merajalela di berbagai aspek kehidupan, telah menjadi perhatian utama dalam agenda reformasi global. Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang ruang lingkup korupsi, meliputi definisi, jenis-jenis, faktor penyebab, dan dampaknya yang luas.

Dengan memahami secara komprehensif ruang lingkup korupsi, diharapkan pembaca dapat memperoleh wawasan yang lebih baik dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan mengatasi masalah korupsi.

Melalui pembahasan yang disajikan dalam makalah ini, penulis berharap dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi. Dengan demikian, diharapkan makalah ini tidak hanya menjadi bahan bacaan yang informatif, tetapi juga menjadi landasan bagi tindakan nyata dalam memerangi korupsi secara efektif.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan ilham dalam penulisan makalah ini. Kami juga berterima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Semarang, 22 Februari 2024

Penulis

II

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...II DAFTAR ISI...III

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...2

C. Tujuan... 2

BAB II PEMBAHASAN...3

A. Definisi Tindak Pidana Korupsi...3

B. Jenis-jenis Tindak Pidana Korupsi...4

C. Fenomena-Fenomena yang Mempengaruhi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia... 6

D. Ruang Lingkup Korupsi...9

BAB III PENUTUP...12

A. Kesimpulan... 12

B. Saran...12

DAFTAR PUSTAKA...14

III

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi merupakan suatu ungkapan atau istilah yang sudah tidak asing di telinga kita. Di tengah-tengah era emas politik dan kekuasaan ini, di mana orang yang tidak memiliki kekuasaan akan ditindas dan diabaikan. Faktor tersebut membuat kegiatan tindak pidana korupsi menjadi semakin meningkat, masyarakat sering kali menyalah gunakan kuasanya untuk melakukan korupsi ataupun korupsi sendiri digunakan untuk mendapat jabatan yang lebih tinggi dan sebagainya.

Korupsi ini sendiri seperti sebuah penyakit yang sudah mengakar di masyarakat kita. Tidak hanya terjadi di pemerintahan atau politikus tingkat atas, bahkan di lingkup masyarakat sendiri dapat terjadi bahkan di lingkup pendidikan sehari-hari. Salah satu contohnya seperti pungutan liar pada sekolah tingkat atas atau bahkan tingkat menengah dan juga dasar dan banyak contoh lainnya.

Oleh karena itu pendidikan tentang anti korupsi sangat dibutuhkan untuk mencegah para penerus bangsa untuk melakukan tindak pidana korupsi. Serta membekali para penerus bangsa dengan wawasan seberapa tidak sehatnya korupsi dalam lingkup negara atau bahkan sosial kita. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk dapat meliterasi serta menjadi sumber untuk bahan ajar ataupun pelajaran guna memahami korupsi dan ruang lingkupnya guna mencegah kegiatan korupsi menjadi lebih massive.

IV

(5)

B. Rumusan Masalah

Berikut beberapa poin dari rumusan masalah dari topik yang akan kita bahas yaitu sebagai berikut:

1. Apa yang harus dimengerti dari tindak pidana korupsi?

2. Apa saja jenis-jenis tindak pidana korupsi?

3. Apa fenomena yang membuat kegiatan tindak pidana korupsi menjadi massive?

4. Dimana saja ruang lingkup tindak pidana korupsi terjadi, dan bagaimana dapat mengidentifikasinya?

C. Tujuan

Setiap apa yang menjadi sebuah masalah pasti ada tujuan di balik pemecahan suatu masalah tersebut. Tentunya guna kegiatan tersebut dilakukan selain untuk menemukan solusi yang ada serta dapat menambah wawasan untuk mencegah masalah-masalah selanjutnya terjadi, dan tujuan dari pemecahan masalah dapat menjadi sebuah tuntunan untuk memecahkan masalah tersebut.

Berikut tujuan dari pembahasan Ruang Lingkup Korupsi pada pembuatan makalah ini, di antaranya sebagai berikut:

1. Pembaca dapat memahami definisi perihal tindak pidana korupsi.

2. Pembaca bisa membedakan korupsi dari jenis-jenisnya.

3. Pembaca dapat mempelajari apa yang sebenarnya terjadi pada kegiatan tindak pidana korupsi di lingkungan masyarakat.

4. Pembaca dapat mengidentifikasi ruang lingkup yang mendukung suatu tindak pidana korupsi, serta dapat mengetahui langkah-langkah untuk mencegahnya.

V

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Tindak Pidana Korupsi

Definisi umum yang dimiliki masyarakat terhadap istilah

"korupsi" adalah tentang penggelapan dana publik yang diperoleh secara tidak sah atau ilegal1. Asal usul kata "korupsi" berasal dari bahasa Latin, yaitu "corruptio," yang mengacu pada kerusakan atau kebobrokan. Beberapa juga berpendapat bahwa istilah "korupsi"

berasal dari "corrupteia" dalam bahasa Latin yang berarti suap atau rayuan, sehingga "corrupto" dalam bahasa Latin mengacu pada pelaku suap atau rayuan. Suap mengacu pada pemberian kepada seseorang agar orang tersebut melakukan sesuatu demi keuntungan pemberi, sementara rayuan merujuk pada tindakan menarik agar seseorang melakukan pelanggaran2.

Muhammad Ali dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia memberikan pengertian korupsi sebagai berikut3:

1. Korup (busuk; suka menerima uang suap/uang sogok; memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya).

2. Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya).

3. Koruptor (orang yang korupsi).

Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum,

"curruptie" diartikan sebagai korupsi, yakni tindakan tidak jujur yang melibatkan pelanggaran hukum yang merugikan keuangan negara4. Korupsi memiliki dampak besar terhadap kemajuan dan kemakmuran

1Leden Marpaung. 1992. Tindak Pidana Korupsi Masalah dan Pemecahannya. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 149

2 Yudi Kristiana. 2006. Independensi Kejaksaan dalam Penyidikan Korupsi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hal. 9

3 Muhammad Ali. 2004. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modren. Jakarta: Pustaka Amani Ardianto Elvinaro. Hal.135

4 R. Subekti dan Tjitrosoedibio. 2005. Kamus Hukum. Jakarta: Pradinya Paramita. Hal. 275

VI

(7)

bangsa Indonesia. Apabila tidak ditangani dengan serius, korupsi akan menyebar luas dan menjadi perilaku yang umum dalam kehidupan masyarakat. Hal ini akan menjadi tantangan utama bagi pemerintah dalam upaya membangun Indonesia yang lebih sejahtera

dan berintegritas.

B. Jenis-jenis Tindak Pidana Korupsi

Menurut Alatas, korupsi dapat diklasifikasikan ke dalam tujuh jenis yang berbeda, yakni5:

1. Korupsi transaktif, merujuk pada kesepakatan saling memberi dan menerima antara pemberi dan penerima, demi keuntungan keduanya.

2. Korupsi memeras, mengacu pada pemaksaan terhadap pemberi untuk memberi suap guna menghindari kerugian atau ancaman yang mengancam dirinya, kepentingannya, atau nilai-nilai yang dihargainya.

3. Korupsi investif, adalah pemberian barang atau jasa tanpa adanya hubungan langsung dengan keuntungan tertentu, selain dari manfaat yang diasumsikan akan didapat di masa depan.

4. Korupsi perkerabatan, melibatkan penunjukan tidak sah atas teman atau kerabat untuk menduduki posisi dalam pemerintahan, atau tindakan memberikan perlakuan istimewa yang melanggar norma dan aturan yang berlaku.

5. Korupsi defensif, terjadi ketika seseorang menjadi korban pemerasan dalam konteks korupsi, di mana suap diberikan untuk mempertahankan diri.

6. Korupsi otogenik, adalah tindakan korupsi yang dilakukan oleh individu secara mandiri.

7. Korupsi dukungan, terjadi ketika suatu tindakan korupsi dilakukan untuk memperkuat praktik korupsi yang sudah ada sebelumnya.

5 Alatas. 1987. Korupsi, Sifat, Sebab, dan Fungsi, Jakarta: LPIS

VII

(8)

Korupsi, dalam konteks proses terjadinya perilaku korupsi, dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk sebagai berikut6:

1. Graft, merujuk pada korupsi yang terjadi secara internal di dalam suatu organisasi. Korupsi ini timbul karena posisi dan jabatan yang dimiliki di dalam kantor tersebut, sehingga bawahan tidak mampu menolak permintaan dari atasan karena kewenangannya.

2. Bribery (penyuapan), adalah bentuk korupsi yang melibatkan pihak eksternal di luar organisasi. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan mempengaruhi objektivitas dalam pengambilan keputusan atau untuk membuat keputusan yang menguntungkan bagi pemberi suap, penyuap, atau pihak yang memberikan sogokan.

3. Nepotisme, merupakan tindakan korupsi yang ditandai dengan kecenderungan pengambilan keputusan yang tidak didasarkan pada pertimbangan objektif dan rasional, melainkan lebih didasarkan pada pertimbangan "nepotisme" dan hubungan kekerabatan.

Ketika mempertimbangkan sifat korupsi, terdapat dua klasifikasi7: 1. Korupsi individualis, merujuk pada penyimpangan yang dilakukan oleh

satu atau beberapa individu di dalam suatu organisasi atau kelompok. Hal ini sering kali berkembang dengan adanya mekanisme di mana perilaku koruptif muncul, kemudian hilang, dan jika terungkap, pelakunya bisa menghadapi hukuman berupa penyalahgunaan, pengucilan, kecaman, bahkan berakhirnya karir mereka.

2. Korupsi sistemik, adalah bentuk korupsi yang dilakukan oleh sebagian besar atau mayoritas individu di dalam suatu organisasi atau kelompok, melibatkan banyak orang.

6 Muhammad Shoim. 2009. Laporan Penelitian Individual (Pengaruh Pelayanan Publik Terhadap

Tingkat Korupsi pada Lembaga Peradilan di Kota Semarang). Semarang: Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang. Hal. 17

7 Muhammad Shoim. 2009. Laporan Penelitian Individual (Pengaruh Pelayanan Publik Terhadap Tingkat Korupsi pada Lembaga Peradilan di Kota Semarang). Semarang: Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang. Hal. 19-20

VIII

(9)

C. Fenomena-Fenomena yang Mempengaruhi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

Korupsi di Indonesia dapat diibaratkan sebagai warisan gelap yang terus berlangsung tanpa pesan terakhir. Kenyataannya, korupsi terus berlangsung meskipun melanggar hukum dalam setiap era yang berubah.

Hampir semua aspek kehidupan terpengaruh oleh korupsi. Ada dua indikasi penyebab korupsi, yaitu faktor internal yang berasal dari individu itu sendiri, dan faktor eksternal yang merupakan akibat dari tekanan dari luar.

Aspek internal meliputi dimensi moral, seperti kelemahan dalam keyakinan, kejujuran, rasa malu, perilaku, dan sikap, contohnya pola hidup yang konsumtif, serta dimensi sosial seperti tekanan dari keluarga yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan korup. Sementara itu, aspek eksternal dapat ditemukan dalam dimensi ekonomi, seperti ketidakcukupan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan, dimensi politik seperti ketidakstabilan politik, kepentingan politis, dan upaya mencapai serta mempertahankan kekuasaan, dimensi manajemen dan organisasi yaitu kurangnya akuntabilitas dan transparansi, dimensi hukum terlihat dalam kelemahan perundang-undangan dan penegakan hukum yang lemah, serta dimensi sosial berupa lingkungan atau masyarakat yang kurang mendukung sikap anti korupsi. Penyebab korupsi di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Faktor politik atau yang terkait dengan penguasaan kekuasaan, sesuai dengan konsep yang disampaikan oleh Lord Acton bahwa "kekuasaan cenderung memunculkan korupsi, dan kekuasaan mutlak menghasilkan korupsi mutlak".

2. Faktor yuridis atau yang terkait dengan sistem hukum, seperti lemahnya sanksi pidana yang terkait dengan pelanggaran korupsi dalam peraturan perundang-undangan.

IX

(10)

3. Faktor budaya, yang meliputi pandangan feodal yang menghasilkan konflik loyalitas antara tanggung jawab terhadap keluarga dan negara, yang terkait dengan karakteristik mental dan moral individu8.

Selain faktor-faktor diatas, berikut ini ada beberapa faktor lain penyebab terjadinya korupsi di Indonesia, yaitu :

a. Faktor perilaku individu

Jika melihat dari persepsi pelaku korupsi, mengingat fakta bahwa para koruptor melakukan tindakan korupsi berasal dari dalam keinginannya dirinya sendiri serta melakukannya pada kesadaran secara penuh. Seseorang terbujuk untuk melakukan korupsi, antara lain karena ketamakan manusia, gaya hidup konsumtif, kurangnya agama, moralitas yang lemah dalam menangani godaan korupsi, dan ketiadaan moral sebagai pejabat.9

b. Faktor keluarga

Tekanan dari keluarga, terutama dari pasangan hidup, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masalah korupsi.

Meskipun seharusnya keluarga berperan sebagai benteng pelindung dari perilaku korupsi, dalam beberapa kasus, keluarga justru menjadi akar penyebabnya. Dalam konteks ini, keluarga turut bertanggung jawab atas tindakan korupsi yang dilakukan oleh pasangan mereka. Oleh karena itu, peran keluarga dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Jika keluarga menjadi pendorong utama dari tindakan korupsi, maka peran keluarga tersebut dianggap negatif, namun jika keluarga berperan sebagai pelindung dari perilaku korupsi, maka peran keluarga dianggap positif, sehingga menjadikan keluarga sebagai elemen kunci dalam upaya pencegahan korupsi.

c. Faktor pendidikan

8 Marwan Mas. 2014. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Cetakan Pertama. Bogor: Ghalia

Indonesia. Hal.11.

9 Moh Yamin. 2016. Pendidikan Anti Korupsi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal. 46

X

(11)

Korupsi merupakan tindakan kriminal yang dilakukan oleh individu-individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi atau dianggap cerdas. Pejabat pemerintahan yang terperangkap dalam kasus korupsi seringkali memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi, yang seharusnya seharusnya mencegah mereka melakukan tindakan korupsi.

Namun, seperti yang diungkapkan oleh Kats dan Hans, peran akademisi dalam mencegah korupsi masih merupakan paradoks. Para pelaku korupsi seringkali memiliki kecerdasan dan persiapan yang matang sebelum melaksanakan tindakan mereka, sehingga mampu memanipulasi hukum untuk menghindari pengungkapan kejahatan mereka. Meskipun tujuan pembelajaran pada umumnya adalah untuk meningkatkan martabat manusia, rendahnya fokus pada pembelajaran moral justru dapat menghasilkan individu yang hanya memprioritaskan keuntungan pribadi dan mengabaikan kepentingan bangsa. Oleh karena itu, pembelajaran moral yang ditanamkan sejak dini sangat penting untuk meningkatkan moralitas generasi bangsa10.

d. Faktor politik

Praktik korupsi di Indonesia dilakukan di semua bidang, tetapi yang paling umum adalah korupsi di bidang politik dan pemerintahan. Menurut Daniel S. Lev, politik tidak berjalan sesuai dengan aturan hukum, tetapi terjadi sesuai dengan pengaruh uang, keluarga, status sosial, dan kekuatan militer. Pendapat ini menunjukkan korelasi antara faktor-faktor yang tidak berfungsi dari aturan hukum, permainan politik, dan tekanan dari kelompok korupsi yang dominan11. Bahkan, di banyak negara beberapa hasil korupsi digunakan untuk membiayai kegiatan partai politik.12

Praktik politik kotor tentu menghasilkan banyak masalah baru bagi kegagalan memberantas korupsi. Karena politik yang kotor ini

10 Moh Yamin. 2016. Pendidikan Anti Korupsi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal. 61

11 Iza Rumesten, Korelasi Perilaku Korupsi Kepala Daerah dengan Pilkada Langsung, Jurnal Dinamika Hukum, Volume 14, Number 2, May 2014, Hal. 353

12 Vito Tanzi, Corruption around The Word Causes Conseques Scope & Cures, a Working Paper of International Monetary Fund, May 1998, Hal. 560

XI

(12)

adalah penyebab tindak korupsi baik yang rendah, sedang maupun besar.

Tentu saja, bagaimana hal itu akan melahirkan negara yang beradab, sementara praktik politik yang kotor telah menyebar di mana-mana, baik di atas maupun di bawah telah memberikan kontribusi buruk bagi bangsa-bangsa.

D. Ruang Lingkup Korupsi

Ruang lingkup korupsi mencakup berbagai tindakan yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi untuk keuntungan pribadi atau kelompok, dengan merugikan kepentingan publik. Korupsi dapat terjadi di berbagai sektor, termasuk pemerintahan, bisnis, pendidikan, kesehatan, kepolisian, dan sektor lainnya.

Beberapa contoh tindakan korupsi meliputi suap, pemerasan, nepotisme, penyuapan, penggelapan dana publik, penyalahgunaan wewenang, dan penggelapan aset negara. Korupsi juga dapat terjadi dalam bentuk lain, seperti pencucian uang, penyalahgunaan kekuasaan politik, dan manipulasi tender atau kontrak.

Dampak korupsi sangat merugikan masyarakat dan negara. Korupsi dapat menghambat pembangunan ekonomi, mengurangi akses terhadap layanan publik yang adil, merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah, dan menciptakan ketidakadilan sosial. Oleh karena itu, pencegahan dan penindakan korupsi menjadi penting dalam membangun masyarakat yang adil, transparan, dan berkeadilan.

Banyak negara dan organisasi internasional telah mengadopsi undang- undang dan kebijakan untuk melawan korupsi, serta membangun lembaga dan mekanisme untuk memerangi korupsi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia atau United Nations Convention against Corruption (UNCAC). Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pemerintahan dan sektor lainnya, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi.

Penanganan korupsi melibatkan berbagai langkah dan strategi untuk mencegah, mendeteksi, menyelidiki, dan menghukum pelaku korupsi.

XII

(13)

Berikut adalah beberapa langkah yang umum dilakukan dalam penanganan korupsi:

1. Pembentukan lembaga anti-korupsi: Negara-negara biasanya membentuk lembaga khusus, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk mengatasi korupsi. Lembaga ini bertugas menyelidiki, menuntut, dan mengadili kasus korupsi secara independen.

2. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas: Pemerintah harus mendorong transparansi dalam pengelolaan keuangan publik, proses pengadaan barang dan jasa, serta kebijakan publik. Mekanisme akuntabilitas yang kuat, seperti audit independen dan pelaporan keuangan yang transparan, juga harus diterapkan.

3. Penguatan hukum anti-korupsi: Negara harus memiliki undang-undang yang kuat dan efektif untuk melawan korupsi. Undang-undang ini harus mencakup definisi yang jelas tentang korupsi, sanksi yang tegas, dan perlindungan bagi para whistleblower atau pengungkap kasus korupsi.

4. Pendidikan dan kesadaran masyarakat: Pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi sangat penting. Program pendidikan anti-korupsi harus diperkenalkan di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya. Kampanye publik juga harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif korupsi.

5. Kerjasama internasional: Korupsi sering kali melibatkan transaksi lintas negara. Oleh karena itu, kerjasama internasional dalam penanganan korupsi sangat penting. Negara-negara harus bekerja sama dalam pertukaran informasi, ekstradisi pelaku korupsi, dan pemulihan aset yang diperoleh secara korup.

6. Perlindungan whistleblower: Whistleblower atau pengungkap kasus korupsi harus dilindungi agar merasa aman dalam melaporkan tindakan korupsi. Mekanisme perlindungan dan insentif harus diberikan kepada mereka yang melaporkan kasus korupsi.

7. Pengawasan dan audit: Mekanisme pengawasan dan audit yang kuat harus diterapkan untuk mencegah dan mendeteksi korupsi. Pengawasan

XIII

(14)

internal dan eksternal harus dilakukan secara teratur untuk memastikan integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik.

8. Penegakan hukum yang tegas: Pelaku korupsi harus diadili dan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Proses hukum harus adil, transparan, dan bebas dari intervensi politik atau kepentingan pribadi.

Penting untuk dicatat bahwa penanganan korupsi adalah upaya yang berkelanjutan dan membutuhkan komitmen yang kuat dari pemerintah, lembaga anti-korupsi, dan masyarakat secara keseluruhan.

XIV

(15)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Sehingga kesimpulan yang bisa didapat ialah, sebuah tindak pidana korupsi dapat terjadi dimanapun dan kapanpun. Tanpa memandang bulu, korupsi dapat dilakukan baik yang muda atau tua, baik yang tidak berkuasa maupun yang memiliki kuasa, baik ditingkat lingkungan masyarakat atau bahkan lingkup pemerintah atau negara.

Karena pada dasarnya tindak pidana korupsi merupakan suatu tindakan penyalah gunaan kepercayaan yang sudah diamanahkan oleh orang lain sebelumnya, serta berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari kesempatan tersebut dan menimbulkan kerugian yang signifikan pada pihak pemberi amanah tanpa diketahui pihak tersebut guna menambahkan keuntungan yang didapat lebih besar dari hak yang sebelumnya sudah disepakati.

B. Saran

Setelah membaca serta riset dari beberapa pustaka guna menyusun tulisan ini. Penulis menyarankan untuk kita selalu belajar dan mencari informasi, sebab literasi merupakan yang paling utama. Karena dari literasi baik suatu pustaka atau berita dengan baik dan benar kita dapat mendapat insight serta memahami konteks dan ilmu yang dibutuhkan untuk menghadapi suatu masalah yang perlu kita hadapi. Pada tulisan ini ternyata didapat data bahwa tindak pidana korupsi kerap terjadi bukan hanya ditingkat politik saja seperti yang berita-berita siarkan, bahkan korupsi sudah mengakar di lingkungan sekitar masyarakat, yang dimana anak tingkat pelajar pun dapat melakukan korupsi. Hal ini menandakan bukan pihak yang berada di sektor pemerintahan saja yang perlu dibenahi, melainkan berbagai elemen masyarakat perlu ikut memperbaiki kebiasaan hidup dan bersosialisasi baik ditingkat keluarga,

XV

(16)

sekolah, maupun masyarakat dengan menerapkan sikap berdasarkan prinsip dasar negara kita yaitu pancasila serta asas kejujuran dalam setiap tindakan yang kita lakukan.

D.

XVI

(17)

DAFTAR PUSTAKA

XVII

Referensi

Dokumen terkait

Dari pembahasan tentang Definisi dan ruang lingkup Manajemen dan Manajemen Pendidikan, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa Manajemen Pendidikan adalah Proses perencanaan,

TUJUAN Penulisan makalah ini bertujuan agar dapat mengetahui ruang lingkup industri kuliner di Kalimantan Timur C.. MANFAAT Dapat mengetahui ruang lingkup industri kuliner di

Dokumen ini membahas tentang ruang lingkup administrasi proyek, bao gồm định nghĩa, tầm quan trọng và các yếu tố liên

Dokumen ini membahas tentang latar belakang, hakikat, kompetensi, ruang lingkup, landasan, dan objek Pendidikan

Makalah ini membahas tentang korupsi sebagai tugas mata kuliah Anti

Dokumen ini membahas tentang ruang lingkup dan konseptualisasi sosiologi komunikasi, termasuk berbagai jenis komunikasi dalam masyarakat dan tingkatan masyarakat yang lebih luas menggunakan media

Dokumen ini membahas tentang mutasi dalam Biologi, termasuk definisi, jenis, penyebab, dan dampaknya bagi

Dokumen membahas pengertian, sejarah, tujuan, dan ruang lingkup epidemiologi sebagai ilmu yang mempelajari penyakit pada