Di tahun 2019, Bulettin Geologi Tata Lingkungan atau disingkat BGTL, hadir kembali pada Volume 29 Nomor 1. Menghadirkan beberapa artikel yang berkaitan langsung dengan peristiwa bencana geologi yang berlangsung di tutup tahun 2018, hingga awal tahun 2019.
Tsunami yang terjadi di bulan Desember 2018, merupakan fenomena geologi yang menarik, akibat longsoran tubuh Gunung Anakkrakatau. Dalam artikel Pacaletusan 2018, Gunungapi di Selat Sunda, Deni Sugandi mengetengahkan kondisi terkini Gunung Anakkrakatau. Disajikan dalam reportase visual, kujungan awal tahun 2019 yang memperlihatkan kondisi eksisting Gunung Anakkrakatau.
Di artikel Lava Bantal di antara Granit dan Metasedimen, Igan S. Sutawidjaja, Oman Abdurahmand an Meggy Rhomadona berkolaborasi mengupas munculnya Basal Siantu dari dasar laut, yang berasosiasi pergerakan lempeng benua. Strukturnya tersingkap dengan baik, di Sijuk. Belitung.
Adapun tulisan yang menurunkan tema geowisata dengan judul Geowisata Pulau Kisar, oleh Ai Yuningsih & Godwin Latuputty yang mengupas potensi wisata minat khusus kebumian di Nusa Tenggara Timur. Begitu pula dengan tuisan Wisata Bumi yang disusun oleh mahasiswa Geografi Rendy Rizky.
Mengetengahkan peran wisata kebumian, peluang dan peran serta pelakunya.
Melalui artikel Keunikan Keragaman Geologi Pulau Bangka, Oki Oktariadi selaku Pemimpin Redaksi, menurunkan tulisan mengenai pengembangan geowisata di Pulau Bangka. Pulau penghasil timah terbesar di dunia, dengan umur Yura-Kapur. Dikenal dengan sabuk granit (granite belt), menjadi ciri khusus pengembangan geopark yang unggul. Seperti tulisan T Bachtiar, mengetengahkan petualangan geowista di Pulau Sumba, denga judul artikel Kemegahan Bentang Alam Bumi Sumba.
Artikel berkaitan dengan sejarah pelaku geologi, dikupas oleh Atep Kurnia mengenai sepak terjang Charles Edgar Stehn. Resensi buku yang ditulis oleh Atep, adalah Demi Pasigala Tangguh Bencana, di Palu Sulawesi.
Sebagai penutup, diketengahkan juga tulisan hasil penelitian di Pulau Bacan oleh Deny Setiady dan Evi Sujono. Kemudian Supartoyo dari PVMBG, menguraikan sebaran sesar Cimandiri yang terbentang dari Teluk Palabuharatu ke timur selatan Kota Sukabumi, hingga daerah Sukalarang.
Oki Oktariadi
Editorial
Daftar Isi
14 LAVA BANTAL SIANTU Igan S. Sutawidjaja, Oman Abdurahman, Meggy Rhomadona 20 GEOWISATA PULAU KISAR
Ai Yuningsih & Godwin Latuputty
30 WISATA BUMI Rendy Rizky
34 SESAR CIMANDIRI Supartoyo
40 BUMI SUMBA T Bachtiar 48 PULAU BANGKA
Oki Oktariadi
60 PULAU BACAN Deny Setiady dan Evi Sujono
66 TANGGUH BENCANA Atep Kurnia
68 GUNUNGAPI DI SELAT SUNDA
Deni Sugandi
Foto sampul depan: Deni Sugandi
Teluk di Pulau Rinca, Nusa Tenggara
Barat.
Sesar Cimandiri di lihat dari lembah Waluran, Sukabumi
selatan. Foto: Deni Sugandi
Sebaran sesar Cimandiri cukup panjang yang membentang mulai dari Teluk Palabuhanratu ke timur ke selatan
Kota Sukabumi hingga daerah Sukalarang. Pada daerah sepanjang sesar Cimandiri tersebut banyak dijumpai permukiman warga, sehingga apabila terjadi gempabumi yang bersumber dari sesar Cimandiri maka tentunya akan berpotensi mengakibatkan terjadinya bencana. Tulisan ini akan menguraikan tentang keberadaan sesar Cimandiri berdasarkan kenampakan data citra satelit, morfologi, struktur penyerta (subsidiary structure), potensi bahaya gempabumi bersumber dari Sesar Cimandiri dan upaya mitigasi
gempabumi.
Mengenal Lebih Dekat
SESAR
CIMANDIRI
Oleh: Dr. Supartoyo
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu provinsi di Jawa Barat dan merupakan daerah rawan gempabumi di Indonesia.
Daerah Sukabumi sering terlanda gempabumi, dan beberapa kejadian diantaranya bersifat gempabumi merusak (destructive earthquake).
Berdasarkan catatan dari Supartoyo dkk (2014), daerah Sukabumi paling tidak telah mengalami 17 kejadian gempabumi merusak yang bersumber dari zona subduksi berlokasi di Samudera Hindia yang berjarak sekitar 250 km dari pantai selatan Sukabumi, dan juga sesar aktif (active fault) yang berlokasi di darat. Sesar aktif yang telah diidentifikasi sebagai sumber gempabumi di daerah ini adalah sesar Cimandiri, sesar Walat dan beberapa sesar aktif lainnya.
Cimandiri telah dikenal oleh para ahli kebumian dan masyarakat di Jawa Barat dibandingkan sesar aktif lainnya. Berdasarkan studi literatur yang penulis lakukan, penamaan Sesar Cimandiri untuk pertama kali dikemukakan oleh Martodjojo dengan lokasi tipe di lembah Cimandiri pada bagian timur (Martodjojo, 1984). Beberapa kejadian gempabumi merusak di daerah Sukabumi tersebut bersumber dari pergerakan sesar Cimandiri.
Sebaran sesar Cimandiri cukup panjang yang membentang mulai dari Teluk Palabuhanratu ke timur ke selatan Kota Sukabumi hingga daerah Sukalarang. Pada daerah sepanjang sesar Cimandiri tersebut banyak dijumpai permukiman warga, sehingga apabila terjadi gempabumi yang bersumber dari
akan berpotensi mengakibatkan terjadinya bencana. Tulisan ini akan menguraikan tentang keberadaan sesar Cimandiri berdasarkan kenampakan data citra satelit, morfologi, struktur penyerta (subsidiary structure), potensi bahaya gempabumi bersumber dari Sesar Cimandiri dan upaya mitigasi gempabumi.
Kenampakan Sesar Cimandiri Keberadaan sesar Cimandiri terlihat dari data citra, foto udara, peta topografi, dan pengamatan secara langsung di lapangan.
Berdasarkan data citra dan juga peta topografi terlihat adanya kelurusan sepanjang lembah Cimandiri. Kelurusan tersebut berarah barat – timur pada bagian barat hingga bagian tengah lembah Cimandiri, sedangkan pada bagian timur berarah barat
Zona Sesar Cimandiri di daerah penelitian. Garis hitam
merupakan Sesar Cimandiri, sedangkan garis merah
merupakan sesar – sesar lainnya.
Kelurusan sepanjang lembah Cimandiri dengan pola tersebut bukanlah suatu kebetulan, tetapi berkaitan dengan pembentukan sesar Cimandiri. Data foto udara memperlihatkan adanya pergeseran sungai (off set) pada bagian barat dan timur yang mengindikasikan pergerakan horizontal pada sesar Cimandiri.
Berdasarkan pengamatan lapangan terlihat morfologi khas yang terbentuk akibat proses pensesaran yang dikenal sebagai morfotektonik, yaitu morfologi yang terbentuk dominan oleh aktivitas tektonik dalam hal ini pensesaran. Morfologi tersebut berupa perbukitan linier, jejak perbukitan faset segitiga (triangular facet), depresi sepanjang lembah Cimandiri terutama pada bagian barat yang dikenal sebagai sagpond, dan pergeseran sungai. Depresi pada bagian barat merupakan dataran banjir sungai Cimandiri dan juga persawahan yang subur.
Pengamatan lapangan
memperlihatkan adanya struktur penyerta pada batuan berumur Tersier dan Kuarter yang
memperlihatkan keberadaan sesar Cimandiri. Pada batuan berumur Tersier yaitu pada Formasi Jampang yang tersusun oleh lava dan breksi gunungapi terlihat adanya jejak gores garis, cermin sesar, seretan sesar, kekar gerus (shear fracture), dan kekar tarik (gash fracture) sepanjang lembah Cimandiri. Disamping itu juga ditemukan mata air dan juga mata air panas. Mata air panas terdapat di Desa Mekar Asih dan Cikundul.
Mata air panas di Desa Cikundul
gores – garis, kekar gerus dan kekar tarik. Namun jejak pada batuan lava Kuarter yang ada di Desa Citarik, kini sudah sulit untuk ditemukan karena adanya kegiatan penambangan.
Sesar Cimandiri bukan merupakan suatu sesar tunggal, tetapi terdapat beberapa sesar lain dalam dimensi lebih kecil di sekitar sesar utama. Sesar – sesar dalam dimensi yang lebih kecil yang terdapat di sekitar sesar utama membentuk zona sesar Cimandiri.
Sesar Cimandiri terbagi menjadi 3 bagian utama yang disebut segmen, dan masing - masing segmen merupakan sebagai sumber gempabumi tersendiri.
Dalam konsep tektonik aktif (active tectonic) sangat jarang suatu kejadian gempabumi dapat menggerakkan seluruh panjang sesar, yang terjadi adalah bahwa kejadian gempabumi akan menggerakkan sebagian dari sesar – sesar tersebut, atau dengan kata lain menggerakkan segmen dari suatu sesar utama. Sesar Cimandiri terbagi menjadi 3 segmen dari barat ke timur yaitu : segmen Cibuntu berarah barat timur dengan panjang maksimum 17,2 km, segmen Padabeunghar berarah barat daya – timur laut dengan panjang 12,78 km, dan segmen Baros berarah barat daya – timur laut dan panjang 16,36 km.
Perbedaan Kinematika Sesar Cimandiri
dan juga tingkatan aktivitasnya, hal ini tentu saja merupakan topik menarik untuk bahan diskusi dan kajian. Beberapa peneliti yang telah melakukan penelitian dan menyimpulkan kinematika sesar Cimandiri antara lain Martodjojo (1984), Noeradi dkk. (1991), Kertapati (2006), Soehaimi dkk.
(2004 dan 2007), Hall dkk. (2007), Abidin dkk. (2008), Clements dkk.
(2009), Meilano dkk. (2010), dan Rino (2012), Supartoyo (2014), Marliyani (2016).
Martodjojo (1984) mengemukakan bahwa sebaran Sesar Cimandiri merupakan sesar normal dan terletak sepanjang lembah Cimandiri bagian timur. Blok bagian utara relatif bergerak turun terhadap blok bagian selatan Sungai Cimandiri. Noeradi dkk.
(1991) melakukan identifikasi sebaran pemetaan Sesar Cimandiri menggunakan metode pemetaan geologi dan pengukuran struktur penyerta, serta menyimpulkan bahwa sesar Cimandiri merupakan sesar mendatar mengiri dan sebarannya mulai dari Teluk Palabuhanratu hingga Cianjur.
Kertapati (2006) menyatakan bahwa sesar Cimandiri berarah timur laut – barat daya dan merupakan sesar normal dengan komponen geser atau mendatar.
Sesar Cimandiri tergolong sebagai sesar aktif dan merupakan zona sumber gempabumi di Jawa Barat.
Hall dkk. (2007) dan Clements dkk. (2009) menyimpulkan bahwa Sesar Cimandiri merupakan sesar naik, berdasarkan kenampakan munculnya Formasi Cikalong pada lembah utara Cimandiri dan Formasi Jampang yang
Cimandiri bukan merupakan sesar aktif (inactive fault).
Disamping peneliti – peneliti tersebut di atas, terdapat juga penelitian aktivitas Sesar Cimandiri berdasarkan metode GPS geodetik yang diukur secara menerus pada kurun waktu tertentu (Abidin dkk., 2008;
Meilano dkk., 2010; dan Rino, 2012).
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa sesar Cimandiri tergolong sebagai sesar aktif dengan kecepatan pergeseran horizontal berkisar antara 0,5 – 1,7 cm/ tahun. Meilano dkk, 2010 menyimpulkan kecepatan pergeseran horizontal berkisar 4 mm/ tahun, sedangkan Rino (2012) menyimpulkan kecepatan pergeseran horizontal berkisar 9 mm/ tahun. Ketiga peneliti tersebut menyimpulkan bahwa pergerakan sesar Cimandiri adalah mendatar mengiri.
Marliyani (2006) menyatakan bahwa sesar Cimandiri merupakan oblik dominan sesar naik dengan komponen mendatar mengiri. Hasil penelitian penulis menggunakan data citra satelit, foto udara dan pemetaan secara langsung di lapangan memperlihatkan bahwa sesar cimandiri merupakan sesar mendatar mengiri. Pada zona sesar Cimandiri terdapat sesar naik, yaitu pada bagian barat dan timur.
Potensi Bencana Gempabumi Bersumber Sesar Cimandiri Berdasarkan data panjang sesar dari masing – masing segmen yang dianalisis menggunakan metode Well dan Coppersmith (1994), maka dapat diperkirakan besarnya magnitudo maksimum untuk masing – masing segmen, yaitu segmen Cibuntu dengan
6,5 Mw (moment magnitude), segmen Padabeunghar dengan magnitudo maksimum sebesar 6,4 Mw, dan segmen Baros dengan magnitudo maksimum sebesar 6,5 Mw. Apabila terjadi gempabumi yang bersumber pada masing – masing segmen dengan magnitudo berkisar antara 6,4 Mw hingga 6,5 Mw tentu akan memberikan dampak besar terutama pada daerah – daerah yang terletak dekat lokasi pusat gempabumi dengan nilai percepatan gempabumi berkisar 0,5 g (gravitasi).
Beberapa contoh kejadian gempabumi di Indonesia berusmber dari pergerakan sesar aktif di darat dengan magnitudo berkisar antara 6 Mw hingga 6,4 Mw telah memberikan bencana yang cukup signifikan, antara lain kejadian gempabumi Bantul Yogyakarta tahun 2006, gempabumi Solok Sumatera Barat tahun 2007, gempabumi Pidie Jaya tahun 2016 dan gempabumi Lombok tahun 2018. Disamping itu pada daerah lembah Cimandiri terutama pada bagian barat akan berpotensi terjadinya bahaya ikutan yaitu gerakan tanah.
Beberapa desa yang terletak di lembah Cimandiri bagian barat yaitu Desa Cidadap, Mekar Asih dan Cibuntu berbatasan langsung dengan perbukitan terjal pada bagian selatannya. Perbukitan tersebut tersusun oleh batuan rombakan gunungapi Tersier terdiri-dari lava dan breksi gunungapi yang sebagian telah mengalami pelapukan. Apabila terlanda gempabumi dengan magnitudo 6,5 Mw tentu akan berpotensi terjadinya gerakan tanah.
Pentingnya Upaya Mitigasi Gempabumi
Sesar Cimandiri tergolong sebagai
pergerakannya memotong endapan Kuarter. Hal ini didukung dengan kejadian gempabumi tanggal 10 Februari 1982, dimana lokasi pusat gempabumi terletak di darat pada koordinat 106,9º BT - 7,0º LS dengan magnitudo 5,5 Skala Richter (SR) dan kedalaman 25 km.
Kejadian gempabumi tersebut mengakibatkan bencana yaitu 4 orang luka-luka, puluhan bangunan mengalami kerusakan, terjadi gerakan tanah yang dipicu oleh gempabumi, dan retakan tanah di daerah Sukabumi.
Kejadian gempabumi tersebut telah memberikan pelajaran bahwa pentingnya upaya mitigasi gempabumi di daerah Sukabumi.
Namun demikian menurut penulis upaya mitigasi gempabumi masih belum maksimal dilakukan di Sukabumi, khususnya di sepanjang lembah Cimandiri. Belum terdapat petunjuk tentang jalur dan tempat evakuasi gempabumi, masyarakat belum terlatih dengan baik bila terjadi gempabumi. Disamping itu kegiatan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan aparat setempat seperti sosialisasi, simulasi dan wajib latih masih jarang dilakukan di wilayah Sukabumi, terutama di sepanjang lembah Cimandiri yang merupakan lokasi zona Sesar Cimandiri.
Oleh karena daerah lembah Cimandiri merupakan daerah rawan bencana gempabumi, maka diperlukan upaya mitigasi gempabumi secara menerus di wilayah ini yang bertujuan untuk meminimalkan risiko yang ditimbulkan apabila terjadi
gempabumi dan tsunami di kemudian hari.
Upaya mitigasi gempabumi pada prinsipnya adalah dengan mencegah agar bahaya gempabumi seperti goncangan gempabumi, pensesaran permukaan (surface rupture), retakan tanah, amblesan tanah, pelulukan atau likuifaksi (liquefaction), dan gerakan tanah atau longsoran yang dipicu gempabumi, tidak mengakibatkan terjadinya bencana dan jatuhnya korban jiwa.
Disamping itu juga dengan melakukan serangkaian usaha untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi
melakukan pembangunan fisik, seperti membangun bangunan tahan gempabumi, membangun tempat dan jalur evakuasi, membangun jembatan tahan gempabumi, dan lain-lain.
Upaya mitigasi non fisik atau non struktural dilakukan dengan penyadaran dan peningkatan kemampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana gempabumi. Upaya lainnya adalah memasukkan materi kebencanaan geologi untuk semua tingkatan pendidikan di daerah Sukabumi.
Dengan upaya mitigasi ini diharapkan risiko dari kejadian gempabumi yang mungkin akan terulang di kemudian hari dapat diminimalkan.
mampu memperkirakan dengan tepat kapan, dimana, dan berapa kekuatan gempabumi yang akan terjadi. Oleh karena itu, upaya terbaik yang dapat dilakukan adalah melalui mitigasi.
Kejadian gempabumi merusak di daerah Sukabumi memberikan pelajaran kepada masyarakat Sukabumi dan kita semua yang bermukim dan beraktivitas di kawasan rawan bencana gempabumi untuk selalu melakukan upaya mitigasi, baik secara fisik maupun non fisik.
Kedua upaya mitigasi ini harus dilakukan secara bersamaan.
Hanya dengan upaya mitigasi dampak dari kejadian gempabumi