• Tidak ada hasil yang ditemukan

sistem pengupahan buruh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "sistem pengupahan buruh"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

i

SISTEM PENGUPAHAN BURUH

DI PERUSAHAAN DAERAH PERKEBUNAN (PDP) KAHYANGAN JEMBER CABANG PANTI

PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

SKRIPSI

diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H)

Fakultas Syariah

Progam Studi Hukum Ekonomi Syariah

Oleh:

ROSTIA AGUNG HIDAYAH NIM : S20152028

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

FAKULTAS SYARIAH

JULI 2022

(2)

ii

SISTEM PENGUPAHAN BURUH

DI PERUSAHAAN DAERAH PERKEBUNAN (PDP) KAHYANGAN JEMBER CABANG PANTI

PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

SKRIPSI

diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H)

Fakultas Syariah

Progam Studi Hukum Ekonomi Syariah

Oleh:

ROSTIA AGUNG HIDAYAH NIM : S20152028

Disetujui Pembimbing

Dr. Muhammad Faisol, S.S., M.Ag NIP. 19770609 200801 1 012

(3)

iii

(4)

iv MOTTO

ٌن ِم ْؤ ُم َي ُو َو ى ثْن ٰ ُ ا ْو َ

ا ٍر َ

كَذ ْن ِ م اًح ِلا َص َ

ل ِم َع ْنَم ْم ُو َر ْج َ

ا ْم ُىَّنَي ِز ْجَنَلَو ًًۚثَتِ ي َط ًةيٰي َح ٗهَّنَيِي ْحُن َ ل ف َ

َ ن ْي ُ

ل َم ْعَي اْيُنا َ

ك ا َم ِن َس ْحَاِة

79

Artinya:“Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan” (Q.S An-Nahl, 16:97) ( https://quran.kemenag.go.id/surah/16 )1

1 Qur’an Kemenag, 16:97 diakses pada 20 April 2022 https://quran.kemenag.go.id/surah/16

(5)

v

PERSEMBAHAN

Puji syukur Alhamdulillah atas kehendak Allah SWT, karya sederhana ini dapat terselesaikan dengan penuh perjuangan melawan rasa malas dan pengorbanan untuk meraih semangat. Tulus dari hati karya ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tua saya, Ibu Mistia dan Bapak Abd. Rosid, terimakasih atas dzikir dan do’a yang selalu mengiringi langkahku selama menuntut ilmu, dukungan moral serta curahan kasih sayang yang telah diberikan tanpa henti dan tanpa pamrih sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir perkuliahan ini.

2. Mbak kandung saya Ficha Rostia Febrianingtias dan adik kandung saya Moch.

Rostia Agil Darul Imaroh, terimakasih karena selalu memberikan semangat dan do’a yang selalu mengiringi langkahku selama menuntut ilmu dan curahan kasih sayang yang telah diberikan.

3. Istri saya Umi Nur Khabibah, terimakasih atas do’a, curahan kasih sayang yang diberikan dan semangatnya dalam sama-sama menyelesaikan tugas akhir perkuliahan ini.

4. Terimakasih kepada Delta Klinik Skripsi yang telah membantu editing tata letak skripsi.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

ِمْي ِح َّرلا ِن ٰمْح َّرلا ِ هللّٰا ِم ْسِب

Segala puji bagi Allah yang Maha pengasih dan Maha Penyayang, dengan Rahmat dan Hidayah-Nya, perencanaan, pelaksanaan, dan penyelesaian skripsi, sebagai salah satu syarat meneyelesaikan program sarjana, dapat terselesaikan dengan lancar.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah mendoakan, mendukung, dan membantu menyelesaikannya. Maka dengan tulus, peneliti menghaturkan salam ta’dzim dan terima kasih yang dalam kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., MM selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah menerima peneliti sebagai mahasiswa Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Noor Harisudin, M.Fil.I. selaku Dekan Fakultas Syariah yang telah gigih mengarahkan dan memberikan dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

3. Ibu Busriyanti, M.Ag selaku Ketua Jurusan Hukum Islam yang telah memberikan dan mengarahkan serta dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

4. Bapak Dr. H. Ahmad Junaidi, S.Pd., M.Ag selaku Koordinator Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah yang telah mengarahkan dan memberikan dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini.

5. Bapak Dr. Muhammad Faisol, S.S., M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah mengajar dan mendidik penulis dari awal studi hingga akhir selama peneliti menyelesaikan studi.

(7)

vii

6. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hasan KH. Muzammil Hasbah, terimakasih atas ilmu yang diberikan selama menuntut ilmu di lingkungan pondok.

7. Pendiri komunitas Sedulur Pati Ahmad Khoiri, S.H.I., M.H.I., terimakasih atas semangat dan dukungannya serta pengalamannya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir perkuliahan.

8. Pimpinan Perusaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti atasa izinnya melakukan penelitian, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir perkuliahan.

9. Kepada semua teman-teman senasib seperjuangan yang peneliti cinta sayangi yang sudah mendoakan, membantu dan memotivasi saya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar.

Terima kasih untuk semuanya, semoga budi baik dan pengorbanan mereka diterima di sisi-Nya dan dibalas dengan balasan yang lebih baik.

Kami menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, jadi kami mengucapkan mohon maaf atas kesalahan yang kami lakukan, kami juga mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat baik bagi peneliti pribadi dan para pembaca. Jazâkumullah Ahsanal Jazâ', Âmîn.

Jember, 08 Juni 2022 Peneliti

Rostia Agung Hidayah NIM : S20152028

(8)

viii ABSTRAK

Rostia Agung Hidayah, 2020: Sistem Pengupahan Buruh Di Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti Perspektif Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Dan Hukum Ekonomi Syariah.

Kata kunci : Buruh, Sistem Pengupahan, Cipta Kerja

Banyak fakta di lapangan bahwa, terdapat pengusaha atau pemilik usaha yang tidak menghiraukan hak-hak pekerja atau buruh, mulai dari kontrak kerja perlindungan kesejahteraan dan keselamatan kerja, pengupahan dan jaminan sosialnya. Hal tersebut dianggap lumrah oleh masyarakat umum. Dari hasil observasi awal dengan masyarakat sekitar, peneliti mendapatkan informasi bahwa Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti yaitu tipe perusahaan yang tergolong memiliki banyak karyawan atau buruh dari semua jenis baik pria maupun wanita. Namun, menurut para pekerja perusahaan ini tidak menerapkan bagian yang harusnya menjadi hak dalam hubungan kerja mulai dari kontrak kerja, pemenuhan dan perlindungan atas Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), pengupahan dan jaminan sosial terhadap tenaga kerja.

Fokus penelitian dalam skripsi ini ialah: 1) Bagaimana sistem pengupahan buruh di Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti Perspektif Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja? 2) Bagaimana sistem pengupahan buruh di Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti Perspektif Hukum Ekonomi Syariah?

Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian studi lapangan. Penelitian ini menggunakan data data primer dan data sekunder. Perolehan data merupakan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Perolehan data sekunder berasal dari dokumentasi. Pengujian keabsahan data memakai triangulasi data. Selanjutnya, analisis informasi menggunakan model Miles, Huberman dan Saldana yaitu mereduksi data yang ada, disajikan, dan diverifikasi sebagai simpulan serta rumusan masalah dalam tinjauan penelitian ini dapat terjawab.

Penelitian ini sampai pada simpulan bahwa 1) Sistem pengupahan buruh di PDP Kahyangan Jember Cabang Panti perspektif Undang -Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yakni pemberian upah menggunakan metode jangka waktu berdasarkan lama kerja 2) Sistem pengupahan buruh di PDP Kahyangan Jember Cabang Panti perspektif Hukum Ekonomi Syariah menerapkan sistem pengupahan Ajr al mitzl karena tidak disebutkan di awal kontrak atau akad di awal terkait kesepakatan nominal upah. Pekerja hanya diberikan penjelasan gaji akan meningkat atau menurun sesuai kondisi tahun dan sesuai dengan tupoksi kerja yang telah dikerjakan.

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Definisi Istilah ... 7

F. Sistematika Pembahasan ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Penelitian Terdahulu ... 11

B. Kajian Teori ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 40

B. Lokasi Penelitian ... 41

(10)

x

C. Subyek Penelitian ... 41

D. Teknik Pengumpulan Data ... 42

E. Analisis Data ... 44

F. Keabsahan Data ... 44

G. Tahap-Tahap Penelitian ... 45

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ... 47

A. Gambaran Obyek Penelitian ... 47

B. Penyajian Data dan Analisis ... 51

C. Pembahasan Temuan ... 58

BAB V PENUTUP ... 69

A. Simpulan ... 69

B. Saran-Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN

1. Matriks Penelitian 2. Surat Ijin Penelitian 3. Surat Selesai Penelitian 4. Dokumentasi

5. Pernyataan Keaslian Tulisan 6. Biodata Penulis

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan dan Persamaan Penelitian Terdahulu ... 17 Tabel 4.1 HGU PDP Kahyangan ... 49 Tabel 4.2 Perbandingan Upah (Hukum Ekonomi Islam dengan

Undang-Undang Cipta Kerja) ... 67

(12)

1

1

BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian

Pangan merupakan kebutuhan yang tidak dapat lepas sebagai kebutuhan utama umat manusia, sandang (pakaian), dan juga papan (tempat tinggal) untuk kelangsungan hidupnya. Guna pemenuhan semua yang dibutuhkan oleh manusia maka kerja atau membuat usaha sendiri adalah jalan keluarnya. Karena jika pangan tidak terpenuhi maka manusia dapat berpotensi mati, bahkan manusia dapat hidup tersiksa jika tanpa sandang dan papan. Pada saat hendak bekerja, seluruh individu pekerja atau buruh akan melakukan perjanjian di awal bersama dengan pemilik usaha (majikan). Di dalam perjanjian tersebut akan diatur mulai dari kesepakatan terkait aturan dalam bekerja hingga berkaitan dengan nominal upah atau gaji yang akan diterima.

Pada konteks lain, pemilik perusahaan berkewajiban memastikan jaminan atas hak-hak pekerja, seperti upah, jaminan kesehatan dan fasilitas lainnya cocok dengan perjanjian para pihak serta aturan yang berlaku.

Quraish Sihab pada karya buku yang berjudul “Tafsir Al-Misbah”

menjelaskan bahwa, jika melakukan pekerjaan dengan niat utama adalah Allah swt, dengan niat beramal saleh atas kebermanfaatan secara pribadi bahkan manusia sekitar, maka akan mendapat pahala dan timbal balik untuk hal itu.

Pahala dan timbal balik tersebut dapat berupa upah atau gaji. Terdapat dua

(13)

aspek dalam konsep pemberian upah pada Islam, yakni dunia dan akhirat.

Secara jelas sudah termaktub pada ayat Al-Qur’an di bawah ini:2

ُعْي ِضُن اَل اَّنِا ِج ٰحِل هصلا اي ُ

ل ِم َعَو اْيُنَمٰا َنْي ِذ َّ

لا َّ

ن ِا ًۚا ً

ل َم َع َن َس ْح َ

ا ْن َم َر ْج َ ا

Artinya: “Sungguh, mereka yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan yang baik itu”

Pada sistem pengupahan tersebut hendaknya salah satu pihak itu adil atau tidak merugikan pekerja atau pemilik usaha. Kemudian bentuk dari aspek keadilan atau tidak ada pihak yang dirugikan memiliki banyak macam mulai dari keadilan pada aspek waktu kerja, porsi kerja, upah atau gaji, dan dalam bentuk kesejahteraan lain. Dengan menerapkan konsep keadilan ini semua pihak (pekerja dan pengusaha) diharapkan untuk memahaminya.3

Secara normatif bahwa, setiap tenaga kerja mendapat kesempatan yang sama dan setara dengan tidak diperlakukan berbeda atau diskriminasi dalam mendapat kesempatan kerja.4 Landasan ini sesuai dengan apa yang telah termaktub pada pasal 27 ayat (2) jo. pasal 28D ayat (2) UUD NRI 1945 yang menegaskan bahwa, pada tiap individu memiliki hak dasar untuk mendapat kerja dan kehidupan yang layak bagi setiap bangsa Indonesia.

Berdasarkan landasan tersebut, maka dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat setidaknya faktor memerhatikan tenaga kerja. Baik sejak pembinaan, pengarahan hingga perlindungan terhadap tenaga kerja, dengan

2 Al-Kahfi, 18:30.

3Ahmad Wardi Muschlih, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2015), 233.

4 Pasal 5 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(14)

3

tujuan demi menciptakan dan mewujudkan kesejahteraan melalui proses pembangunan.

Untuk mencapai perlindungan terhadap pekerja atau buruh perlu beberapa tahapan perencanaan dan penerapan secara seimbang, terpadu dan komprehensif. Jaminan atas hak-hak pekerja atau butuh merupakan bentuk dari perlindungan tenaga kerja serta mendapatkan peluang dan persamaan perlakuan yang bertujuan merealisasikan kesejahteraan pekerja atau buruh, namun juga secara bersama-sama fokus dalam pengembangan usaha.5 Selain itu, tenaga kerja perlu ada perlindungan hukum demi jaminan hak fundamental kepada tenaga kerja perusahaaan. Perkembangan kepentingan serta kemajuan usaha tetap menjadi fokus sembari menyejahterakan tenaga kerja dan keluarga.

Banyak fakta di lapangan bahwa, terdapat pengusaha atau pemilik usaha yang tidak menghiraukan hak-hak pekerja atau buruh, mulai dari kontrak kerja perlindungan kesejahteraan dan keselamatan kerja, pengupahan dan jaminan sosialnya. Hal tersebut dianggap lumrah oleh masyarakat umum.

Dari hasil observasi awal dengan masyarakat sekitar, peneliti mendapatkan informasi bahwa Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti yaitu tipe perusahaan yang tergolong memiliki banyak karyawan atau buruh dari semua jenis baik pria maupun wanita. Namun, menurut para pekerja perusahaan ini tidak menerapkan bagian yang harusnya menjadi hak dalam hubungan kerja mulai dari kontrak kerja, pemenuhan dan

5Abdul R Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus, edisi 6 (Jakarta: Prenamedia Group, 2016), 290.

(15)

perlindungan atas Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), pengupahan dan jaminan sosial terhadap tenaga kerja.

Ketentuan pasal 88 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja menjelaskan terkait aturan pengupahan bahwa pekerja berhak mendapat penghasilan yang layak dalam pemenuhan kehidupan yang layak, juga pada ayat (3) UU a quo menjelaskan tentang kebijakan pemerintah tentang pengupahan seperti upah minimum, upah kerja lembur, dan lainnya. Tingkat kesadaran hukum menjadi salah satu faktor pemahaman karyawan terhadap hak-hak yang harusnya diperoleh begitupun dengan pemilik usaha atas peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Rasa tidak yakin atas undang-undang ketenagakerjaan terhadap perlindungan atau hak-hak buruh yang dilanggar untuk dapat dipulihkan.

Selain itu, daya tawar (skill) pekerja menjadi faktor utama dalam problematika antara pekerja dan pemilik usaha yang menyebabkan tingginya angka pengangguran. Bahkan terkadang pekerjaan yang dipilih pekerja tersebut tidak didasarkan karena skill dan kemampuan. Namun, dengan faktor tidak ada opsi lain terhadap bidang pekerjaan yang sesuai skill dan kemampuan. Tidak selarasnya antara jumlah pencari pekerja dan ketersediaan lapangan kerja, sehingga memaksa pekerja kurang memperhatikan gaji yang diberikan oleh pihak pemilik usaha.

Melihat fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk lebih mendalami untuk melakukan penelitian berkaitan dengan masalah “Sistem Pengupahan

(16)

5

Buruh Di Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti Perspektif Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Dan Hukum Ekonomi Syariah”

B. Fokus Penelitian

Dengan dasar latar belakang tersebut, fokus penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sistem pengupahan buruh di Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti Perspektif Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja?

2. Bagaimana sistem pengupahan buruh di Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti Perspektif Hukum Ekonomi Syariah?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan sistem pengupahan buruh di Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti Perspektif Undang- undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

2. Untuk mendeskripsikan sistem pengupahan buruh di Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti Perspektif Hukum Ekonomi Syariah.

D. Manfaat Penelitian

Harapan dari adanya penelitian ini dapat memberikan memberikan sumbangsingsih dan kontribusi yang tegas dan jelas bagi para pembaca serta berdampak positif dalam teoritis ataupun secara praktis:

(17)

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dicita-citakan dapat sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang berfokus pada sistem pengupahan dan Hukum Ekonomi Syariah. Disamping itu, dapat mengetahui bagaimana penerapan Undang-Undang tersebut.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Perusahaan

Secara praktis hasil penelitian ini dicita-citakan dapat dijadikan sebagai saran atau masukan kepada Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan perlindungan hukum buruh dalam pengupahan serta menjadi pengetahuan atas pandangan hukum ekonomi syariah dalam merespon isu tersebut kepada pembaca dan peneliti terkhusus kepada perusahaan agar tetap memerhatikan perlindungan terhadap buruh.

b. Bagi UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember

Hasil penelitian ini dicitacitakan dapat meluaskan ilmu berkenaan dengan perlindungan hukum buruh dalam pengupahan khususnya mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah dan juga sebagai khazanah bagi perpustakaan UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

(18)

7

c. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian tersebut dicita-citakan dapat menjadi acuan atau landasan, sumber informasi dan bahan referensi penelitian selanjutnya.

E. Definisi Istilah

Rumusan defininisi istilah memuat tentang pengertian-pengertian penting yang menjadi titik fokus kajian pada tema penelitan. Bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman tentang pemaknaan istilah seperti yang dimaksud oleh peneliti.6

1. Pekerja atau Buruh

Pekerja atau pekerja adalah individu yang memberikan jasanya (bekerja) untuk individu/perusahaan lain dengan mendapatkan gaji/upah7, baik berbentuk uang tunai atau dalam wujud yang berbeda, kepada pengusaha atau juragan.

2. Upah

Upah yaitu hak seorang pekerja atau buruh untuk didapat sebagai penghargaan dari pengusaha/juragan kepada pekerja atau buruh dan merupakan komponen yang secara konsisten saling terkait untuk membingkai totalitas. Upah tersebut dapat berbentuk secara uang tunai atau bentuk lain.8

6 Tim Penyusun, Pedoman Karya Tulis Ilmiah, (Jember: IAIN Jember Press, 2017) 45.

7Grace Vina, “Perlindungan Pekerja/Buruh Dalam Hal Pemberian Upah Oleh Perusahaan Yang Terkena Putusan Pailit”, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, diakses 23 Pebruari 2021, http://e-journal.uajy.ac.id/10676/1/JurnalHK11050.pdf.

8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2011, 132.

(19)

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, definisi Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.

Ditetapkannya Undang-undang Cipta Kerja mengisyaratkan adanya politik hukum dari eksekutif untuk diteruskan melalui proses legislasi. Dalam waktu ini pemerintah sedang melakukan aktivitas untuk menetapkan pola atau cara membentuk hukum dan merevisi hukum melalui proses legislasi, sehingga tercipta suatu legal policy yang fungsinya sebagai hukum yang nantinya diberlakukan agar terciptanya lapangan kerja. Hal ini berarti bahwa politik hukum dari Undang-undang Cipta Kerja ialah menyepakati penerapan omnibus law dalam pembentukan hukum dan perumusan hukum guna terciptanya iklim investasi yang ramah dan mudah agar terciptanya lapangan kerja.9

4. Hukum Ekonomi Syariah

Hukum ekonomi syariah ialah hukum-hukum yang berkaitan dengan tata cara berhubungan antar sesama manusia baik hubungan tersebut bersifat kebendaan maupun dalam bentuk perjanjian perikatan.

Hukum ekonomi syariah adalah hubungan interpersonal antar sesama

9 Suwandi Arham, “Omnibus Law Dalam Perspektif Hukum Indonesia” Petitum, Vol. 7, No 1, (2019): 117.

(20)

9

manusia bukan hubungan vertikal manusia dengan tuhannya (ibadah mahdoh).10 Jadi hukum ekonomi syariah yang digunakan ialah pandangan para madzhab berdasarkan fiqih muamalah yang ada.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini akan memberikan gambaran secara global tentang isi setiap bab, yaitu:

Bab satu adalah pendahuluan yang merupakan bagian dasar dalam penelitian meliputi konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah dan sistematika pembahasan.

Bab dua adalah kajian pustaka yaitu penelitian terdahulu dan kajian teori yang berhubungan dengan penelitian. Penelitian terdahulu yang dicantumkan berupa penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya.

Kajian teori memuat pandangan tentang penelitian terdahulu perlindungan hukum terhadap buruh dalam pengupahan secara perspektif Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan Hukum Ekonomi Syariah.

Bab tiga adalah metode penelitian yang memuat obyek penelitian yang berisi pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, metode pengumpulan data, analisis data, keabsahan data dan tahap-tahap penelitian.

Bab empat adalah penyajian data dan analisis data yang memuat gambaran obyek penelitian, penyajian data dan analisis data dan pembahasan temuan.

10 Rachmat Syafe’i, Fiqih Mumalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 14.

(21)

Bab lima adalah penutup yang berisi simpulan dan saran-saran.

(22)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu

Seperti dijelaskan di latar belakang, untuk membantu analisis yang diteliti secara lengkap dan tepat, maka peneliti kemudian berusaha untuk melakukan audit pustaka atas penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan sehingga dapat digunakan sebagai komparasi bahan.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Mustafa Husein (2019) dengan judul “Strategi Pengupahan Tenaga Kerja Studi Kasus Mia Cafe”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur penetapan upah buruh di Perusahaan Kafe Mia dilakukan dengan kerangka pengaturan kerja yang tertulis. Upah dibayarkan secara konsisten melingkupi upah pokok, intensif, dan biaya klinis kecelakaan kerja. Setiap pekerja diberikan honorarium/upah yang sama, satu-satunya perbedaan adalah gaji pekerja yang tekun dan bersungguh-sungguh dalam bekerja. Secara praktis, perusahaan Mia Cafe sesuai dengan standar pasal 88 Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja serta standar ijarah bil 'amal atau bagian dari pengaturan gaji dalam prinsip ekonomi Islam, khususnya sesuai dengan gaji terendah yang diizinkan oleh undang- undang untuk wilayah tersebut kota Medan yaitu Rp 2.303.403,- kategori karyawan langsung, sedangkan upah yang lebih banyak adalah untuk karyawan tidak langsung dari aturan upah Kabupaten/Kota terendah yang diperbolehkan undang-undang.

(23)

Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah secara praktik gaji/upah yang diberikan kepada karyawan memiliki perbedan, dibedakan dengan karyawan tetap dan tidak tetap. Karyawan tetap mendapatkan gaji lebih besar daripada karyawan tidak tetap. Karyawan tetap di perusahaan daerah perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti mendapat gaji Rp 80.000,- sampai Rp 90.000,- perhari sedangkan karyawan tidak tetap hanya mendapat gaji/upah Rp 50.000,- perhari.

Adapun perbedaan dengan penelitian ini adalah cara pemberian upah di MIA Cafe sudah berkesesuaian sebagaimana pada pasal 88 Undang- undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja serta dengan prinsip ijarah bil „amal atau aspek-aspek penetapan gaji dalam standar ekonomi islam. Sedangkan di perusahaan daerah perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti belum sesuai dengan ketentuan pasal 88 UU Ketegakerjaan sebab gaji/upah belum sesuai dan tunjangan BPJS dibekukan karena keadaan pandemi Covid-19.11

2. Penelitian yang dilakukan oleh Najmi Ismail dan Moch. Zainuddin (2018) dengan judul, “Hukum dan Fenomena Ketenagakerjaan”. Dilihat dari fenomena yang ada banyak sekali pekerja yang tidak mengenyam pendidikan dengan sempurna. Hasilnya adalah keterbatasan pengetahuan secara masif berdampak pada banyaknya kekurangan yang didapat akibat dari tingkat pendidikan yang rendah. Pendidikan yang rendah berakibat pada tidak terpenuhinya hak-hak yang harusnya didapat dan telah diatur

11 Ahmad Mustafa Husein, Strategi Pengupahan Tenaga Kerja; Studi Kasus Usaha Mia Café (Skripsi; Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan), 67.

(24)

13

menjadi tidak didapat. Contoh, cuti hamil, kerja lembur, jam istirahat dan lain sebagainya. Pemilik perusahaan harusnya wajib memenuhi sarana pengaman di tempat kerja untuk melindungi dari berbagai penyakit atau resiko. Seperti dalam sebuah riwayat “Sesungguhnya diri anda memiliki hak, tubuh anda memiliki hak, dan mata anda memiliki hak”.

Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah pemilik perusahaan tidak menerapkan Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja karena pekerja atau karyawannya tidak mempunyai pengetahuan terkait itu artinya adalah pemilik perusahaan memanfaatkan pengetahuan karyawan yang rendah sehingga mereka tidak melakukan sosialisasi kepada karyawan dan karyawan pun menganggap hal ini tidak ada masalah. Sedangkan perbedaannya adalah hasil penelitian yang dilakukan Najmi Ismail dan Moch. Zainuddin tidak menyediakan sarana pengaman di tempat kerjanya untuk melindungi dari berbagai penyakit atau resiko.12 3. Penelitian yang dilakukan oleh Titin Rusmiati (2018) dengan judul,

“Implementasi sistem pengupahan pada perjanjian kerja di BMT AN- NAFI’ Batanghari Lampung Timur”. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa, nominal upah batas bawah di BMT An-Nafi’ tidak sesuai dengan UMP propinsi Lampung pada Tahun 2017 yaitu sebesar Rp 1.908.447,50 setiap bulan. Sistem upah di BMT An-Nafi’ memerhatikan capaian, tingkat kedudukan, serta lama bekerja. Untuk karyawan tetap mendapat upah minimal sebesar Rp 1.300.000,- untuk menetapkan sebagai status

12 Najmi Ismail dan Moch Zainuddin, Hukum dan Fenomena Ketenagakerjaan, (Jurnal Pekerjaan Sosial Vol 1 No. 3, 2018), 180.

(25)

karyawan dengam memerhatikan kinerja pada masa pelatihan. Karyawan akan mendapat komisi jika produk terjual sesuai target, pemberian nominal komisi disesuai pada prosedur dan jabatan karyawan.

Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah sistem pengupahan di BMT An-Nafi’ dan di perusahaan daerah perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti tidak sesuai pada UU Ketengakerjaan, sedangkan perbedaan pada penelitian ini adalah penetapan status karyawan BMT An- Nafi’ dinilai dari kinerjanya selama masa training. Sedangkan di Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti ditentukan oleh karyawan tetap atau karyawan tidak tetap dan karyawan atau pekerja di Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti tidak tetap gajinya lebih sedikit daripada karyawan tetap.13 4. Penelitian yang dilakukan oleh Kadek Ary Setyawati, I Made Sarjana, I

Made Dedy Priyanto (2017) yang berjudul, “Implementasi Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait Tenaga Kerja Perempuan pada City Hotel di Denpasar (Studi pada Hotel Santosa dan Hotel Wisata Indah)”. Hasil penelitian ini secara umum City Hotel telah mengimplementasikan Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang- undang Cipta Kerja kepada para karyawannya. Namun, secara perjanjian kerja khususnya untuk tenaga kerja perempuan tidak seluruhnya regulasi yang mengatur hak peremuan yang secara khusus yaitu seperti cuti haid dan cuti keguguran terakomodir dalam perjanjian. City Hotel

13 Titin Rusmiati, Impelementasi sistem pengupahan pada perjanjian kerja di BMT AN- NAFI Batanghari Lampung Timur, (Skripsi; IAIN Metro Lampung,2018), 55-56.

(26)

15

bertanggungjawab jika tidak mentaati ketentuan dalam Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja atau pihak City Hotel jika terbukti melanggar terhadap hak terhadap tenaga kerja perempuan akan mendapat sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja serta juga mendapat penjatuhan sanksi oleh Badan Pengawasan Ketenagakerjaan, selain itu juga diberikan sanksi perdata, sanksi ganti rugi dan sanksi administrasi.

Adapun persamaan dari penelitian ini adalah secara umum perusahaan city hotel dan Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti telah menerapkan UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan kepada para karyawannya. Namun ada pula perbedaan dari penelitian ini yaitu secara sistem kerja. City hotel tidak menerapkan beberapa aturan terkait dengan karyawan perempuan, meniadakan cuti hamil dan cuti keguguran, sedangkan di perusahaan daerah perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang juga membekukan tunjangan bpjs dikarenakan pandemic covid-1914.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Rohimah (2017) dengan judul “Analisis sistem upah dan implikasinya terhadap kesejahteraan tenaga kerja dalam perspektif ekonomi islam (Studi pada pabrik Tahu Bandung Desa Sumber Rejo Kecamatan Kemiling)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, secara general dalam penelitian ini pada aktivitas bisnisnya telah berpadanan

14 Kadek Ary Setyawati, I Made Sarjana, I Made Dedy Priyanto, Implementasi Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait Tenaga Kerja Perempuan pada City Hotel di Denpasar; Studi pada Hotel Santosa dan Hotel Wisata Indah (Jurnal; Universitas Udayana), 11-12.

(27)

dengan karakteristik dan prinsip umum tentang pengupahan. UMKM ini konstan sesuai dengan prosedur upah yakni memakai prosedur berdasar pada hasil produksi, perkembangan UMKM ini terlihat dari setiap tahun bertambah karyawannya. Indeks kesejahteraan para pekerja di Pabrik Tahu Desa Sumber Rejo Kecamatan Kemiling secara general perspektif ekonomi islam sudah cukup baik. Pengupahan dalam Pabrik Tahu tersebut sudah sesuai dengan UMK Bandar Lampung tahu 2017 serta kompensasi lain hingga Tunjangan Hari Raya (THR), bonus, upah lembur, jaminan, izin cuti hari besar dan tidak menghalangi dalam beribadah. Sehingga secara umum sudah baik sesuai dengan regulasi yang ada khususnya Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja . Sistem ekonomi islam sebagai salah satu bagian dari syariat islam bertujuan membuat nyata tujuan umum setiap individu yaitu untuk orientasi dunia dan akhirat dengan harapan kehidupan yang mapan.

Adapun persamaan dari penelitian ini adalah secara umum sistem kerja telah menerapkan ketentuan Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja. Hanya saja terdapat perbedaaan pada penelitian milik Rohimah, selain mendapatkan upah atau gaji, karyawan juga mendapatkan fasilitas lainnya mulai dari Tunjangan Hari Raya (THR), bonus, upah lembur serta jaminan bahkan pemberian cuti pada saat hari besar sedangkan di perusahaan daerah perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti tidak memberikan fasilitas itu bahkan

(28)

17

ketika pandemic covid19 mulai menyerang, tunjangan kesehatan di non aktifkan dan gaji dikurangi. 15

Tabel 2.1

Perbedaan dan Persamaan Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Persamaan Perbedaan

1. Ahmad Mustafa Husein

“Strategi Pengupahan Tenaga Kerja Studi Kasus Mia Cafe”.

Persamaan dari penelitian ini adalah meneliti terkait hak atas upah terhadap buruh atau pekerja

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Mustafa Husein meneliti tentang strategi pengupahan terhadap tenaga kerja yang bekerja di MIA Café.

Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis lebih menekankan pada

perlindungan terhadap hak pengupahan terhadap buruh.

2. Najmi Ismail dan Moch.

Zainuddin

“Hukum dan Fenomena

Ketenagakerjaan”

Persamaan dari penelitian ini yaitu meneliti terkait

pemenuhan hak terhadap buruh sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Penelitian yang dilakukan oleh Najmi Ismail dan Moch. Zainudin meneliti secara umum terkait dengan isu-isu hukum

ketenagakerjaan.

Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis lebih spesifik terhadap satu locus penelitian sebagai objek

15 Rohimah, Analisis sistem upah dan implikasinya terhadap kesejahteraan tenaga kerja dalam perspektif ekonomi islam (Studi pada pabrik Tahu Bandung Desa Sumber Rejo Kecamatan Kemiling, (Skripsi; Universitas Islam Negeri Raden Intan; Lampung), 87-88.

(29)

No Nama Judul Persamaan Perbedaan yaitu PTPN Parahyangan di Jember tentang perlindungan hak terhadap

pengupahan buruh.

3. Titin Rusmiati

“Implementasi sistem

pengupahan pada perjanjian kerja di BMT AN- NAFI’

Batanghari Lampung Timur”

Persamaan dari penelitian ini yaitu meneliti terkait hak upah terhadap buruh yang bekerja di perusahaan tersebut.

Penelitian yang dilakukan Titin Rusmiati berbicara terhadap sistem upah yang didapat buruh saat bekerja di BMT AN- NAFI’ Batanghari Lampung Timur.

Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis lebih menekankan terhadap

perlindungan hak atas upah yang harus didapat oleh buruh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Kadek Ary Setyawati, I Made Sarjana, I Made Dedy Priyanto

“Implementasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait Tenaga Kerja Perempuan pada City Hotel di Denpasar (Studi pada Hotel Santosa dan Hotel Wisata Indah)”

Adapun

persamaan dari penelitian ini adalah secara umum

perusahaan city hotel dan Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Kahyangan Jember Cabang Panti telah menerapkan UU No.13 Tahun 2003

perbedaan dari penelitian ini yaitu secara sistem kerja. City hotel tidak menerapkan beberapa aturan terkait dengan karyawan perempuan, meniadakan cuti hamil dan cuti keguguran, sedangkan di perusahaan daerah perkebunan

(30)

19

No Nama Judul Persamaan Perbedaan

tentang

ketenagakerjaan kepada para karyawannya.

(PDP) Kahyangan Jember Cabang juga membekukan tunjangan bpjs dikarenakan pandemic covid- 19

5. Rohimah “Analisis sistem upah dan

implikasinya terhadap kesejahteraan tenaga kerja dalam perspektif ekonomi islam (Studi pada pabrik Tahu Bandung Desa Sumber Rejo Kecamatan Kemiling)”

Persamaan dari penelitian ini yaitu meneliti terkait hak buruh atas upah yang didapat dan perpektif yang memiliki kesamaan melalui

ekonomi islam

Penelitian yang dilakukan Rohimah berfokus pada sistem upah terhadap buruh serta melihat dampak kesejahteraan para buruh yang ditinjau dari perspektif ekonomi islam dengan objek yang berbeda.

Sedangkan penelitian penulis lebih menekankan terhadap

perlindungan hak upah terhadap buruh dan tidak pada ranah sistem pengupahan.

B. Kajian Teori

1. Pekerja atau Buruh

a. Pengertian Pekerja atau Buruh

Definisi terkait pekerja atau buruh bisa dijumpai pada ketentuan umum angka 3 Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja yang menyebutkan bahwa “Setiap orang

(31)

yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”16. Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja memberikan definisi yang berbeda antara pengusaha, pemberi kerja dan perusahaan. Dalam pasal 1 angka 4 Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja mengartikan pemberi kerja yakni “Orang perseorangan, pengusaha, pemberi kerja, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain”.

Terdapat pengertian pengusaha secara legal, yaitu:17

1) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan bukan milik pribadi;

2) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan milik pribadi;

3) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pekerja atau buruh merupakan individu yang melakukan aktivitas pekerjaannya bagi individu lain dan mendapatkan honorarium bekerja18. Selain itu, definisi dalam ketentuan pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja yang

16 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

17 Pasal 1 angka 5 Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja

18https://kbbi.web.id/buruh, diakses 26 Pebruari 2021.

(32)

21

berbunyi “setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”19.

Buruh atau pekerja berarti setiap orang yang sedang/memiliki kerja satu perusahaan, pekerja diharuskan sesuai dengan arahan dalam bekerja dan pedoman regulasi dalam perusahaan untuk bertanggungjawab bagi iklim perusahaan dan selanjutnya atas hasil kerjanya akan mendapatkan honorarium dan hak lain sesuai kontrak.

Hal ini tergantung pada adanya hubungan yang berfungsi antara pekerja dan pelaku bisnis.20

Saat menjalankan hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha diharapkan untuk harmonis agar memperoleh peningkatan capaian produktivitas serta kemakmuran pekerja. Daripada itu, pemilik usaha atau pengusaha ketika bersikap kepada pekerja supaya;

1) Para pekerja dianggap sebagai rekan yang membantu pengusaha dalam mensukseskan visi misi perusahaan;

2) Memberikan honorarium yang layak berupa penghasilan yang layak serta jaminan sosial tertentu supaya lebih produktif bagi para pekerja (berdaya guna);

3) Menjaga hubungan yang baik kepada para pekerja.

19Ketentuan Umum No. 6 Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja

20 Grace Vina, “Perlindungan Pekerja/Buruh Dalam Hal Pemberian Upah Oleh Perusahaan Yang Terkena Putusan Pailit”, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, diakses 23 Pebruari 2021,http://e-journal.uajy.ac.id/10676/1/JurnalHK11050.pdf.

(33)

b. Hak dan Kewajiban Buruh

Pekerja atau buruh kaitannya pada hak yang dasarnya memiliki beberapa hak, yaitu:

1) Hak atas pekerjaan

Pekerjaan merupakan hak fundamental yang diatur dalam konstitusi dan menjadi salah satu kategori hak asasi manusia sebagaimana pengertianktub pada pasal 27 ayat 2 UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara yang berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”.

2) Hak atas upah yang adil

Upah yang adil merupakan hak yang harusnya diperoleh setiap buruh ketika mengadakan suatu perjanjian kerja sehingga mengikat kepada dirinya pada perusahaan (pengusaha) serta pekerja memiliki hak untuk menuntut berdasarkan norma-norma yang sah yang diatur pada pasal 88 Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja .

3) Hak untuk berserikat dan berkumpul

Agar bisa melakukan perjuangan atas keperluan dan hak sebagai buruh/pekerja, dia diharus dianggap dan dijamin atas hak dalam berhubungan serta berserikat untuk perjuangan pada kesetaraan hak yang wajib diterima dan diperoleh. Hal ini tergantung pada Pasal 104 Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja dengan menyatakan yaitu “setiap

(34)

23

pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh”.

4) Hak atas perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dalam ketentuan pasal 86 ayat (1) huruf (a) Undang- undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja mengatakan yaitu “Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja”.

Dalam melaksanakan kewajiban pekerja diharuskan mendapat jaminan atas kesehatan serta pula keamanan saat melaksanakan pekerjaan yang dijalani. Terlebih pada perusahaan yang konsentrasi pada bidang kegiatan usaha dengan risiko tinggi.

5) Hak untuk perlakuan yang sama

Pada ketentuan pasal 6 Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja menyatakan bahwa “setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha”. Dapat dipahami bahwa, adanya larangan praktik diskriminasi kepada sesama pekerja/buruh dalam satu perusahaan. Terkhusus kepada pekerja/buruh yang mengalami kekurangan (disabilitas) atau bahkan dibedakan oleh corak warna kulit, jenis kelamin, suku, ras, dan agama baik yang diperlakukan tidak sama dalam sikap, jabatan, gaji dan hal lain.

(35)

6) Hak untuk memperoleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Jaminan tersebut ada pada pasal 99 Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja yang mengatakan bahwa “setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak memperoleh jaminan sosial dan tenaga kerja”.

7) Hak atas kebebasan suara hati

Buruh/pekerja tidak diperbolehkan untuk dipaksa dalam melaksanakan agenda kerja atau kegiatan tertentu di luar tugas dan kontrak pekerjaan terlebih dianggap buruk, terlepas dari apakah itu dapat diterima seperti yang ditunjukkan oleh perusahaan tempat dia bekerja.

Komitmen tenaga buruh/pekerja antara lain melaksanakan pekerjaan sesuai dengan petunjuk pengusaha atau atasan, selain itu buruh/pekerja wajib menjaga kerahasiaan dan selanjutnya tergantung pada pasal 167 Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja yang menyatakan bahwa

“buruh/pekerja wajib bekerja sampai batas waktu yang ditentukaan oleh perusahaan” serta pada pasal 168 Undang- undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja mengatakan bahwa “buruh/pekerja harus bekerja, tidak boleh bolos kerja selama 5 hari berturut-turut tanpa penjelasan yang jelas dan tersusun“.

(36)

25

8) Upah

Ketentuan pada pasal 1 ayat 30 Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja mengatakan bahwa “upah merupakan hak pekerja atau karyawan yang diterima baik berbentuk nominal uang sebagai honorarium dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang diberikan haknya sebagaimana pengertianktub dalam perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, juga mendapat tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau dilakukan”.21

Kemudian pada ketentuan pasal 1 poin b PP Nomor 5 Tahun 2003 turut memberikan penjelasan berkenaan dengan upah, yang mengatakan bahwa:

“Upah memiliki hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam format uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan ditetapkan dan dibayarkan berdasarkan pendapat suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan tunjangan bagi pekerja dan keluarganya”22.

Dalam ketentuan Islam upah merupakan imbalan (gaji) yang diperoleh individu (pekerja) dari keuntungan pekerjaan yang selesai dilakukannya secara tepat dan akurat sebagai penghargaan terhadp hasil kerja yang adil dan layar serta sebagai

21 Republik Indonesia, Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

22 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2003 tentang UMR.

(37)

balasan di akhirat berbentuk pahala23. Upah harus dikelola secara wajar dan sungguh-sungguh sehingga semua individu yang tertarik tidak merasa terdholimi dan dirugikan dengan membayar pekerja mereka dengan tawaran yang tepat dan sesuai dengan porsi pekerjaan mereka. Namun, fenomena saat ini adalah bahwa sering terjadi pengkhianatan dalam pengaturan upah kepada buruh. Pekerjaan yang dilakukan buruh tidak setimpal dengan upah yang didapat, sehingga kerugian akan dialami oleh buruh.

Demikian membuat permasalahan dalam penetapan upah buruh menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan buruh.

Pada umumnya upah adalah pendapatan yang menjadi bagian vital dalam kehidupan pekerja untuk mencukupi keperluan keluarganya, sehingga sudah sepatutnya jika pekerja:

a) Mendapat sejumlah penghasilan yang cukup dipertimbangkan untuk dapat sebagai penjamin kebutuhan hidup yang pokok beserta keluarga buruh;

b) Merasakan terpenuhinya kelayakan gaji pada perusahaan yang berbeda dengan menyelesaikan pekerjaan yang sama di suatu tempat perusahaan yang berbeda.

Upah sendiri memiliki beberapa jenis yang dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian, yaitu:

23 Armansyah Waliam, “Upah Berkeadilan Ditinjau Dari Perspektif Islam”, BISNIS Vol.

5, No. 2, (Desember, 2017), 268.

(38)

27

a) Menurut perspektif nilai, upah diklasifikasikan menjadi dua yaitu, upah nominal dan upah riil. Upah nominal merupakan upah dalam bentuk kalkulasi uang, kemudian upah riil merupakan produk yang dapat dibeli dengan tolok ukur uang tunai tersebut. Upah riil merupakan terpenting bagi buruh, adanya upah jenis ini mereka diharuskan untuk cukup mendapat kebutuhan barang dalam memenuhi kebutuhan hidup bersama dengan keluarga mereka. Peningkatan upah nominal bukan menjadi prioritas bagi pekerja, namun besaran upah juga harus diikuti oleh kenaikan biaya kebutuhan hidup dalam arti kata yang luas. Berkurangnya biaya kebutuhan hidup karena, misalnya, peningkatan penciptaan produk- produk, akan menjadi peningkatan jumlah upah kepada buruh meskipun penerimaan terhadap jumlah nominal uang tunai pada usaha memiliki kesamaan dengan sebelumnya.

Sebaliknya, peningkatan biaya kebutuhan hidup secara konsisten menyiratkan penurunan upah bagi buruh.

Sedangkan, peningkatan biaya kebutuhan hidup secara konsisten menyiratkan pengurangan terhadap upah buruh.

b) Menurut perspektif bentuk, upah diklasifikasikan menjadi dalam bentuk uang tunai dan produk dagangan. Terkait uang tunai, ketentuan dalam KUHPerdata untuk pembayaran wajib dilaksanakan dengan bentuk mata uang yang legal di

(39)

Indonesia, yakni Rupiah. Upah sebagai uang tunai dapat ditetapkan dalam bentuk uang asing, namun pembayaran wajib dilaksanakan dalam bentuk mata uang Indonesia.

Dengan demikian, perhitungan diselesaikan dengan nilai (skala konversi) waktu dan tempat transaksi dilaksanakan.

Kemudian upah bentuk barang dagangan dapat berupa makanan, pengobatan, perawatan, transportasi, perumahan, tunjangan, dan lain-lain.

c) Dalam metode untuk penetapan upah, seetidaknya terdapat klasifikasi sistem upah, antara lain:

1) Sistem upah jangka waktu

Perspektif metode pengupahan ini ditetapkan upah yang ditentukan oleh rentang waktu buruh ketika pekerjaan selesai. Pemberian kompensasi secara berkelanjutan didasarkan pada waktu. Untuk pekerjaan harian diberikan upah perhari, selama satu minggu diberikan upah perminggu, untuk waktu satu bulan diberikan upah perbulan, dan lainnya.

2) Sistem upah potongan

Kerangka upah potongan ini secara teratur dipakai guna menggantikan pengertian upah jangka waktu, dilaksanakan ketika pekerjaan yang dilaksanakan tidak baik/tidak sesuai. Penetapan upah ini tergantung pada hasil

(40)

29

kerja yang dapat diperkirakan dengan perkiraan tertentu, contoh jumlah, ukuran tertentu, semua luas dari apa yang dilakukan, tidak semua perusahaan dapat menerapkan kerangka pembayaran ini.

3) Metode upah pemufakatan,

Kerangka upah jenis ini secara mendasar merupakan upah potongan, yakni upah atas efek hasil pekerjaan sesuai dengan perjanjian, contoh dalam pembangunan jalan, pekerjaan memuat, membongkar dan memindahkan barang, dan lainnya, namun upah tersebut tidak diserahkan terhadap buruh, namun terhadap perkumpulan buruh yang menyelesaikan pekerjaan bersama.

4) Kerangka skala-upah berubah,

Terdapat implikasi dari upah dan harga hasil transaksi perusahaan pada kerangka skala upah berubah.

Skema pengupahan ini bisa diselesaikan dari perusahaan dengan harga barang dagangan secara universal atau biaya pasar bergantung harga di internasional. Dinamisasi upah sesuai dengan tingkatan harga pada biaya transaksi produk perusahaan.

(41)

5) Upah yang bervariasi

Seperti yang ditunjukkan oleh naik turunnya biaya rata-rata biaya penghidupan, disebut upah indeks.

Dinamisasi terhadap upah ini tidak mempengaruhi terhadap upah dari segi nilai riil.

6) Kerangka pembagian profit.

Sekalipun upah yang diperoleh buruh pada jangka waktu khusus, pada akhir tahun anggaran, jika kebetulan perusahaan telah memperoleh keuntungan yang cukup besar, sebagian dari keuntungan tersebut diberikan kepada para pekerja.

Adapun mekanisme upah yakni sebagai berikut;

1) Upah menurut prestasi kerja

Upah menurut prestasi kerja, jenis ini menekankan pada prestasi kerja buruh, tingginya prestasi berimplikasi pada besarnya upah yang diterima buruh. Dalam hal ini besar upah tergantung dengan kuantitas pencapaian yang diraih dalam rentang waktu kerja.

2) Upah menurut lama kerja

Metode tersebut dikenal dengan sistem upah waktu.

Penentuan banyaknya upah dari seberapa lama buruh kerja di perusahaan tersebut. Metode perhitungannya dapat menggunakan hitungan jam, minggu, bulan atau tahun.

(42)

31

3) Upah menurut senioritas

Upah jenis ini disebut berdasar pada lamanya kerja atau sistem senior dalam karyawan yang bersangkutan pada suatu perusahaan.

4) Upah menurut kebutuhan

Upah sesuai kebutuhan yang berdasarkan dengan klasifikasi kebutuhan hidup yang baik oleh para pekerja. Tolok ukur kewajaran upah dapat didasarkan pada pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari secara bauk dan tidak berlebih serta tidak kurang.24

Metode pengupahan seperti yang digambarkan di atas menunjukkan bahwa pengaturan terhadap pemenuhan upah harus berdasar pada gagasan keadilan dari dalam dan luar.

Keadilan dari dalam mengacu pada proporsionalitas pembayaran upah yang mengacu pada prestasi dan pangkat.

Sedangkan keadilan dari luar mengacu pada keperluan pekerja dan keluarga, yang ditunjukkan pada pendapatan nominal upah.

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Hadirnya Undang-Undang Cipta Kerja dengan metode Omnibus Law sebagai sebuah regulasi untuk menyelesaikan salah satu permasalahan besar terkait perekonomian di Indonesia yang buruk serta

24 Burhanuddin Yusuf, Manajemen Sumber Daya Manusia di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta; Grafindo Persada, 2016),251.

(43)

perkembangan ekonomi yang mengalami perlambatan dengan hanya menempati angka di kisaran 5% yang mana hal ini dianggap tidak cukup untuk menghindari ancaman MIT (Middle Income Trap). Untuk menyelesaikan permasalahan ini pemerintah membuat kebijakan baru yang dinilai dapat mendorong investasi dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan status pekerjaan. Adanya regulasi yang tumpang tindih serta ketidakharmonisan pada regulasi antara pusat dan daerah menjadi sebuah faktor terhambatnya investasi. Oleh karena itu, pemerintah membahas dan menetapkan UU Cipta Kerja yang mana undang-undang ini merupakan sebuah produk hukum yang dinilai mampu meningkatkan investasi Indonesia secara global sehingga akan membuka lapangan pekerjaan yang otomatis dapat menaikkan pertumbuhan ekonomi dan mesejahterakan masyarakat.25

Dalam Undang-undang cipta kerja upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.26 Dalam pasal ketenagakerjaan yang berfokus pada ketentuan

25 Nur Alfiyani, “Perbandingan Regulasi Ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Cipta Kerja” Jurnal Hukum dan Kemasyarakatan, Vol. 14 No. 2, (Desember 2020): 123.

26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

(44)

33

mengenai pengupahan menjadi sorotan permasalahan yang muncul khususnya bagi para pekerja/buruh, dalam ketentuan pengupahan pada pasal 88 Undang-undang Ketenagakerjaan jo Undang-undang Cipta Kerja telah mengatur 11 macam kebijakan yang diantaranya: upah minimum, upah kerja lembur, upah tidak masuk kerja karena berhalangan, upah tidak masuk kerja katena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya, upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, bentuk dan cara pembayaran upah, denda dan potongan upah, hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, struktur dan skala upah, upah untuk pembayaran pesangon, dan upah untuk perhitungan atau pembayaran hal dan kewajiban lainnya. Sementara, dalam UU Cipta Kerja ketentuan pengupahan hanya mengatur 7 macam kebijakan.27

3. Hukum Ekonomi Syariah

Upah atau gaji adalah bayaran yang harus diberikan kepada perkerja oleh majikan atas pekerjaan atau usaha yang dilakukannya dalam kegiatan produksiatau jasa28. Upah dalam Bahasa Arab adalah al-ujrah.29 Dalam sudut bahasa al-ajru berarti iwad (penganti), dari sebab al-sawab (pahala) dinail al-ajru atau al-ujrah (upah).30 Sebagai imbalan atas kerja yang diberikan atau imbalan atas manafaat dalam pekerjaan.

27 Alfiyani, “Perbandingan Regulasi Ketenagakerjaan, 124.

28 Muhammad Sulaiman dan Aizuddinur Zakaria, Jejak Bisnis Rasul, (Jakarta: Cet. 1, PT Mizan Publika, 2010), hlm. 309.

29 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 9.

30Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 29.

(45)

Upah bisa diartikan sebagai suatu pendapatan yang didapatkan oleh tenaga kerja, yang mana didalamnya dapat dilihat sebagai jumlah uang yang didapatkan pekerja dalam jangka waktu tertentu misalnya sebulan, mingu ataupun hari yang mana mengacu pada upah minimal tenaga kerja. upah yang diberikan pada buruh tergantung dari beberearapa faktor seperti jumlah nominal uang, daya beli dan lain sebagainya, yang bisa dikatakan terdiri kebutuhan hidup yang sebetulnya diterima oleh pekerja dari hasil kerjanya sehingga besar kecilnya upah sebanding dengan hasil kerjanya.

Upah secara garis besarnya dapat dikategorikan atas:

a. Memberikan upah atas diambilnya manfaat dari barang yang berkaitan dengan sandang dan papan dan lain sebagainya.

b. Memebrikan upah atas dasar kerja seseirang baik berupa pelayan yang pertama merujuk pada kegiatan sema menyewa dan yang kedua merujuk pada tenaga kerja.31

Berkaitan dengan ijarah dalam tenaga manusia dalam hal ini fiqh mengatur ujrah (upah) sebagai berikut:

a. Harus diketahui upahnya dalam bentuk harta yang mana sudah dinyatakan secara jelas. Karena agar tidak menimbulkan unsur jihalah (Ketidakjelasan) hal itu sudah menjadi ketetapan ulama’. Namun ulama’ Malikiyah menetapkan ijarah ini dalam konteks satuan upah upah yang tersebut bisa diketahui bedasarkan kebiasaan dan adat.

31Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islam iy wa Adillatuhu, juz IV, hlm. 3811.

(46)

35

b. Upah harus menyesuaikan Obyek masing-masing, menyerupakan suatu pekerjaan seperti kegiatan sewa menywa rumah pelayanan jasa menurut Hanafi tidak sah secara hukum karena dapat menghantarkan pada praktek riba.

Dalam menyelamatkan masing-masing pihak islam menawarkan penyeelesaian yang baik. Upah harus ditetapkan dengan cara yang baik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Keduabelah pihak harus mendapatkan haknya sehingga islam menawarkan suatu penyelesaian agar kepentingan yang diinginkan kedua belah pihak terselamatkan.32

“...Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”(Q.S. Al- Baqarah : 279)33

Ayat tersebut menjelasjak terkait perjanjian (tentang upah) kedua belah pihak dituntut untuk saling jujjur dan adil dalam urusan itu.

Sehingga hal ini tidka menimbuklan tindakan Aniyah kepada orang lain dan tidak menghilangkan kepentingan sendiri.

Kebutuhan dari setiap pekerja adalah mendapat upah dengan wajar dengan artian tidak dirugikan, yaitu adalah batas minimum dari biaya hidup. Penentuan upah ini tidak bisa ditetapkan atas dasar perkiraan batas taraf hidup yang terendah atuu batas tertentu tertinggi. Bukan pekerjaan mudah memang dalampenetapan upah pekerja yang adil dan sesuai dengan hukum syariah. Mawardi dalam Al-Ahkam al-Sulthaniyah

32 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid II, hlm. 363.

33 Imam Ghozali Maskur, Al-Munawwar: Al-Qur‟an Tajwid Warna Transliterasi Per Ayat Terjemah Per Ayat (Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2015), 47.

(47)

berpendapat, dasrpenetapan upah ialah harus cukup atrinya upah ini harus bisa memenhui keburuthan minimal pekerja.34

Adapun macam-macam upah dalam perspektif Islam yaitu dibagi menajdi dua bagian:

a. Upah yang sepadan (Ujrah Al-Misli) yaitu upah yang sepadan dengan kerjanya serta dengan jenis pekerjaannya, sesuai dengan jumlah nilai yang disebutkan dan disepakati oleh kedua belah pihak yaitu pemberi kerja dan penerima kerja pada saat terjadi pembelian jasa, maka dengan itu untuk menentukan tarif upah atas kedua belah pihak yang melakukan transaksi pembelian jasa tetapi belum menentukan upah yang disepakati maka mereka harus menentukan upah yang wajar sesuai dengan pekerjaanya atau upah yang dalam situasi normal biasa diberlakukan dan sepadan dengan tingkat jenis pekerjaan tersebut.

Tujuan ditentukannya tarif upah yang sepadan adalah untuk menjaga kepentingan kedua belah pihak.

b. Upah yang disebut (Ujrah Al-Musamma) syaratnya ketika disebutkan harus disertai adanya kerelaan (diterima) kedua belah pihak yang sedang melakukan transaksi terhadap upah tersebut. Dengan demikian, pihak musta’jir tidak boleh dipaksa untuk membayar lebih besar dari apa yang telah disebutkan, sebagaimana pihak mu’jir juga tidak boleh dipaksa untuk mendapatkan lebih kecil dari apa yang yang telah disebutkan, melainkan upah tersebut merupakan upah

34Rustam Effendi, Produks5. i Dalam Islam, Magistra Insani Pres, Yogayakarta, hlm. 55

(48)

37

yang wajib mengikuti ketentuan syarak. Apabila upah tersebut disebutkan pada saat melakukan transaksi, maka upah tersebut pada saat itu merupakan upah yang disebutkan (Ujrah Al-Musamma).

Apabila belum disebutkan, ataupun terjadi perselisihan terhadap upah yang telah di sebutkan, maka upahnya bisa diberlakukan upah yang sepadan.35

4. Akad yang dipakai secara syariah

Pada dasarnya akad ijrah sama dengan bentuk akad sewa menyewah. Akad ijarah atau upah ini tidak berbeda jauh dengan akan muamalah yang lainnya seperti gadai, jual beli dan lain sebagainya yang memiliki hukum dasar mubah atau boleh kecuali ada hukum ain yang melarangnya.36

Beberapa pendapat ulama seperti Abu Bakar al-Ahshamm, Ismail in’Aliyah, Hasan Basri, dan lainnya melarang akad ijarah dengan alasan akad tersebut sama dengan akad bai‟al ma‟dum yang dilarang. Alasan akad tersebut dilarang karena manfaat yang dijadikan objek tidak bisa dihadirkan ketika akad berlangsung.37

Dalam fiqh rukun ijarah adalah pihak penyewa (musta’jir), yang menyewakan (mu‟jir), akad ijab dan qowul sigah), mengetahui manfaat dari barang dan upah. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah menyebutkan bahwa rukun ijarah adalah:

35 Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam (Surabaya: Risalah Gusti, 2009), 103.

36 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 277.

37 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h.155.

(49)

a. Penyewa

b. Yang menyewajan

c. Benda yang menjadi akad Ijarah d. Akad.

Fatwa DSN MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000 memiliki ketetapan berkaiatan dengan rukun ijarah yang terdiri dari :38

1) Sigrah dalam ijarah adalah yang berakad (berkontrak) baik secara verbal atau dalam bentuk lain.

2) Pihak-pihak yang berakad terdiri atas pemberi sewa atau pemberi jasa dan menyewa atau pengguna jasa.

Objek akad ijarah yaitu :

1) Manfaat barang an sewa; atau 2) Manfaat jasa dan upah.

Dalam melakukan akad ada beberapa Syarat ini berkaitan dengan pihak yang melaksanakan akad yaitu:

1) Berakal. Tidak boleh bertransaksi dengan orang yang gila makan di anggap tidak sah. Didalam akad ini tidak ada syarat mumayyiz.

2) Menurut Hanafiyah dalam syara baligh tidakalah menjadi keharusan. Apabila anak kecil ang sudah mumayyis melakukan transaksi maka hukunya adalah sah. Menurut Malikiyah, mumayyiz adalah salah satu syarat dalam berjalannya akan jual beli

38 Imam Mustofa, Ibid, h.105.

(50)

39

dan ijaeah. Sementara baligh adalah syarat bagi berlakunya akibat hukum ijarah (syuruth al-nafadz).

Sementara itu kalangan Hanafiyah dan Hanbaliyah menjelaskan bahwa syarat bagi para pihak yang melakukan akad adalah baligh dan berakal. Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwah syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan akad ijarah adalah berakal dan baligh. Hal ini berlaku pada orang yang menerima maupun orang yang memberi dalam akad ijarah ini.

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan dan Persamaan Penelitian Terdahulu ........................   17  Tabel 4.1 HGU PDP Kahyangan ...............................................................

Referensi

Dokumen terkait