See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/359500706
Sistem Penyediaan Air Minum
Book · March 2022
CITATION
1
READS
7,534
2 authors, including:
Miswar Tumpu
176PUBLICATIONS 486CITATIONS SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Miswar Tumpu on 29 March 2024.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
SISTEM
AIR MINUM
TOHAR MEDIA
Penerbit
PENYEDIAAN
Tamrin Tamim
Miswar Tumpu
Edisi Pertama
i
SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
Penulis Tamrin Tamim Miswar Tumpu
Editor Sri Gusty
Mansyur
Penerbit
TOHAR MEDIA
ii
Sistem Penyediaan Air Minum
ISBN : 978-623-5603-28-5 Penulis :
Tamrin Tamim, Miswar Tumpu Editor :
Sri Gusty, Mansyur
Desain Sampul dan Tata Letak Ai Siti Khairunisa
Penerbit CV. Tohar Media
Anggota IKAPI No. 022/SSL/2019 Redaksi :
JL. Rappocini Raya Lr 11 No 13 Makassar
JL. Hamzah dg. Tompo. Perumahan Nayla Regency Blok D No.25 Gowa Telp. 0852-9999-3635/0852-4353-7215
Email : [email protected] Website : https://toharmedia.co.id Cetakan Pertama Desember 2021
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik termasuk memfotocopy, merekam atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah)
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dipidana paling lama 5 (lima tahun) dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa terlimpahkan kepada Allah SWT, atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan buku dengan judul
“SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)”sesuai dengan waktu yang sudah direncanakan.
Air merupakan sumber daya alam yang berasal dari Tuhan dan sangat dibutuhkan oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya.
Beberapa kota menghadapi banyak permasalahan, salah satu masalahnya adalah keterbatasan air bersih untuk air minum yang tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk dan perubahan gaya hidup. Untuk mengantisipasi kebutuhan air bersih di berbagai daerah, perlu dikembangkan sistem penyediaan air bersih agar seluruh masyarakat di daerah tersebut dapat terlayani dengan baik dan merata serta dapat terpenuhi untuk beberapa tahun ke depan. Maka perlu adanya buku terkait sistem penyediaan air minum sebagai tambahan referensi untuk mahasiswa terlebih bagi masyarakat.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berupaya hingga buku ini terbit. Penulis berharap kedepannya ada buku terbitan edisi II sebagai kelanjutan pembahasan dalam buku ini sehingga pembahasan tentang sistem penyediaan air bersih lebih bermanfaat bagi orang
iv banyak. Buku ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Jika pembaca menemukan kesalahan apapun, penulis mohon maaf setulusnya. Selalu ada kesempatan untuk memperbaiki setiap kesalahan, karena itu, dukungan berupa kritik & saran akan selalu penulis terima dengan tangan terbuka.
Makassar, 18 November 2021
Tim Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman Depan _i
Halaman Penerbit _ii Kata Pengantar _iii Daftar Isi _v
Bab 1. Kriteria Perencanaan _1 1.1. Unit Air Baku _1
1.2. Parameter Kualitas Air _6 1.3. Unit Transmisi _15
1.4. Unit Produksi _21 1.5. Unit Distribusi _23 1.6. Unit Pelayanan _24 1.7. Kapasistas Sistem _24 1.8. Periode Perencanaan _26 1.9. Perioritas Sasaran Daerah _26 1.10. Tujuan Pelayanan Air Minum _27 1.11. Standar Kebutuhan Air Minum _28 Bab 2. Kebijakan Sistem Penyediaan Air Bersih _35
2.1. Kebijakan Penyediaan Sistem Penyediaan Air Bersih _35
2.2. Isu Strategis Permasalahan Air Minum _38 2.3. Perubahan Paradigma Kebijakan Air Minum _46 Bab 3. Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan
Air Bersih _55
3.1. Strategi 1 , Mengembangkan Kerangka Peraturan _56
3.2. Strategi 2, Meningkatkan Investasi _57
3.3. Strategi 3, Menerapkan Pilihan Pembiayaan _58 3.4. Strategi 4, Menempatkan Kelomok Pengguna _59 3.5. Strategi 5, Meningkatkan Kemampuan
Masyarakat _60
vi 3.6. Strategi 6, Menyusun NSPM (Norma, Standar, Pedoman dan Manual _62
3.7. Strategi 7, Mendorong Konsolidasi _63 3.8. Strategi 8, Mengembangkan Motivasi Masyarakat _64
3.9. Strategi 9, Meningkatkan Pelestarian dan Pengelolaan Lingkungan _65
3.10. Strategi 10, Promosi _66
3.11. Strategi 11, Meningkatkan Kualitas Sarana dan Prasarana _68
3.12. Startegi 12, Meningkatkan Kepedulian Masyarakat _69
3.13. Strategi 13, Menerapkan Upaya Khusus _69 3.14. Strategi 14, Pola Monitoring dan Evaluasi _71 3.15. Strategi 15, Komponen Kegiatan Monitoring dan Evaluasi _71
3.16. Strategi 16, Indikator Kinerja _72
Bab 4. Rencana Pengembangan Kelembagaan Sistem Penyediaan Air Bersih _75
4.1. Lembaga Penyelenggaraan SPAM _75 4.2. Sumber Daya Manusia _86
4.3. Pelatihan _90 Daftar Pustaka _93
vii
SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
Penulis
Tamrin Tamim Miswar Tumpu
viii
“Sistem Penyediaan Air Minum” 1
Bab
1
KRITERIA PERENCANAAN
1.1. Unit Air Baku
Kriteria dan standar pelayanan dari Sistem Penyediaan Air Minum diperlukan dalam perencanaan dan pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum untuk dapat memenuhi tujuan yaitu antara lain:
- Tersedianya air dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang memenuhi persyaratan air minum.
- Tersedianya air setiap waktu atau kesinambungan.
- Tersedianya air dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat atau pemakai.
Gambar 1.1. Bagan Standar pelayanan dari Sistem Penyediaan Air Minum
Unit air baku merupakan sarana pengambilan dan/atau penyedia air baku. Unit air baku terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan pengambilan/penyadapan, alat
2 “Sistem Penyediaan Air Minum”
pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya.
Untuk mengidentifikasi ketersediaan air baku di suatu wilayah bagi kebutuhan air minum diperlukan studi hidrologi dan studi hidrogeologi. Studi tersebut terutama dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai:
a. Jarak dan beda tinggi sumber-sumber air b. Debit optimum (safe yield) sumber
c. Kualitas air dan pemakaian sumber saat ini.
Pada umumnya terdapat sejumlah alternatif sumber yang berbeda. Alternatif sumber terpilih harus dipertimbangkan terhadap aspek ekonomi dan kehandalan sumber. Tingkat kehandalan sumber merupakan suatu faktor yang sulit dinilai secara mata uang, dan penilaian bobotnya tergantung pada besar kecilnya kota atau kawasan yang dilayani. Untuk kota- kota yang lebih kecil bobot penilaiannya lebih besar dari kota besar. Analisis pemilihan alternatif sumber dilakukan terhadap sumber-sumber yang telah teridentifikasi menurut jenis sumber air:
• Mata air
• Sungai, saluran
• Danau
• Air Tanah
• Air Hujan
Dalam melakukan pemilihan alternatif sumber sejumlah faktor perlu dipertimbangkan, seperti:
a. Air sungai umumnya memerlukan pengolahan untuk menghasilkan air minum sehingga sumber air baru dapat diperbandingkan dengan mata air hanya apabila lokasi penyadapan (intake) terletak dengan daerah pelayanan
“Sistem Penyediaan Air Minum” 3 b. Danau atau rawa, pengisiannya (in-flow) umumnya berasal dari satu atau beberapa sungai. Alternatif sumber danau dapat diperbandingkan dengan air permukaan (sungai), apabila volume air danau jauh lebih besar dari aliran sungai-sungai bermuara ke dalamnya, sehingga waktu tempuh yang lama dari aliran sungai ke danau menghasilkan suatu proses penjernihan alami.
c. Mata air sering dijumpai mengandung CO2 agresif yang tinggi, yang mana walaupun tidak banyak berpengaruh pada kesehatan tetapi cukup berpengaruh pada bahan pipa (korosi). Proses untuk menghilangkannya harus dilakukan sedekat mungkin ke lokasi sumber.
d. Sumur dangkal/dalam, kualitas air tanah secara bakteriologi lebih aman daripada air permukaan.
Prosedur pemilihan sumber air baku yang direkomendasikan mengikuti urutan sebagai berikut:
a. Identifikasi, termasuk aspek perizinan;
b. Evaluasi sumber dengan tujuan terhadap sektor-sektor lain yang menggunakan/ memakai sumber;
c. Evaluasi finansial.
Rencana sumber dan alokasi air baku didasarkan pada kebutuhan air suatu daerah/kawasan, dimana besaran alokasi air baku dihitung 110% dari kebutuhan air baku rata-rata.
4 “Sistem Penyediaan Air Minum”
Tabel 1.1. Spesifikasi Material Pekerjaan Unit Air Baku
“Sistem Penyediaan Air Minum” 5 Tabel 1.2. Evaluasi Debit Sumber Air Baku
6 “Sistem Penyediaan Air Minum”
Tabel 1.3. Evaluasi Lokasi Sumber Air Baku
1.2. Parameter Kualitas Air
Dalam usaha pengolahan air baku, banyak sumber air baku yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air. Untuk mengetahui mutu air yang baik untuk air minum, maka mutu air baku tersebut harus sesuai dengan standar kualitas mutu air, apabila ternyata mutu air tersebut telah diperiksa tidak memenuhi standar yang ada, maka unsur-unsur di dalam air tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai air minum, karena jika tidak diolah akan membahayakan kesehatan manusia dan akan mempengaruhi peralatan-peralatan untuk mendistribusikan air.
Unsur-unsur tersebut baik yang bersifat fisik, kimiawi maupun bakteriologis, tidak diperkenankan melebihi standar yang dibuat berdasarkan percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya. Standar-standar (yang dibuat oleh organisasi dan instansi yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat baik internasional maupun nasional) tersebut dibuat berdasarkan atas beberapa pertimbangan, seperti ketahanan tubuh manusia, keadaan lingkungan dan sebagainya. Standar-standar yang banyak dikenal di Indonesia adalah standar WHO dan Departemen Kesehatan RI. Air mengandung senyawa
“Sistem Penyediaan Air Minum” 7 pencemar baik sebatas yang diijinkan maupun sampai pada kadar yang membahayakan. Kebanyakan air sungai mengandung sisa atau limbah dari perumahan, pertanian dan industri. Apakah air tersebut kelihatan jernih atau keruh, setiap air yang akan dikonsumsi sebagai air minum harus dibersihkan dan dimurnikan. Pengolahan air ditujukan untuk memenuhi standar kualitas air minum sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 yang merupakan standar kualitas air minum di Indonesia.
Proses pengolahan air minum tergantung dari kualitas air baku asal air itu diperoleh dari air tanah, air sungai, air danau, air laut, air hujan dan air limbah atau air buangan. Saat ini pada umumnya masih digunakan air baku yang berasal dari air tanah dan air permukaan. Hal ini dikarenakan biaya operasinya relatif murah jika dibandingkan dengan pengolahan air hujan atau air laut. Parameter-parameter fisik seperti kekeruhan, warna, bau dan sebagainya dibatasi atas dasar estetika. Sedang parameter kimia, biologis dan radioaktif dibatasi atas dasar kesehatan manusia. Oleh karena itu Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menetapkan parameter-parameter standar kualitas air minum. Parameter– parameter kualitas air tersebut seperti berikut:
a. Syarat fisik
Dalam hal ini akan diperoleh pengertian yang lebih jauh mengenai unsur-unsur yang terdapat pada syarat fisik kualitas air minum (suhu, warna, bau, rasa dan kekeruhan), khususnya dalam hubungan dengan dicantumkannya unsur tersebut dalam standar kualitas.
1. Suhu.
Suhu air minum sama dengan suhu kamar (berkisar antara
20 – bertujuan untuk mencegah
terjadinya toksitas bahan kimia dalam air dan menghambat
8 “Sistem Penyediaan Air Minum”
pertumbuhan mikroorganisme dan virus dalam air. Atas dasar itulah suhu dijadikan sebagai salah satu standar kualitas air minum yang berguna untuk:
- Menjaga kualitas air minum yang dibutuhkannya oleh masyarakat.
- Menjaga derajat toksitas dan kelarutan bahan-bahan pollutant yang mungkin terdapat dalam air, serendah mungkin.
- Menjaga adanya temperatur air yang sedapat mungkin tidak menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme dan virus dalam air 2. Warna.
Intensitas warna dalam air diukur dengan satuan unit warna standar, yang dihasilkan oleh 1 mg/lt platina cobalt dengan cara membandingkannya. Berdasarkan sifat-sifat penyebabnya, warna dalam air dibagi dalam 2 jenis, yaitu warna sejati dan warna semu. Warna sejati disebabkan oleh koloida-koloida organik atau zat-zat terlarut. Sedang warna semu disebabkan oleh suspensi partikel-partikel penyebab kekeruhan. Air yang berwarna dalam batas tertentu akan mengurangi segi estetika dan tidak dapat diterima oleh masyarakat, sehingga menimbulkan kemungkinan pencarian sumber air lain yang kurang aman. Penetapan standar warna ini diharapkan bahwa semua air minum yang diperuntukkan masyarakat akan dapat langsung diterima oleh masyarakat.
3. Bau dan rasa. Air yang memenuhi standar kesehatan harus terbebas dari bau yang biasanya disebabkan oleh bahan- bahan organik yang membusuk serta karena senyawa kimia seperti phenol. Biasanya bau dan rasa terjadi karena proses dekomposisi bahan organik didalam air. Pengukuran bau
“Sistem Penyediaan Air Minum” 9 biasanya dinyatakan dalam TON (Threshold Odor Number), yaitu jumlah pelarutan suatu sampel dengan air yang bebas bau untuk dideteksi dengan tes bau. Dalam pengolahan air, bau-bau biasanya berasal dari sumber-sumber biologis seperti algae, pembusukan zat-zat organik dan bakteri.
Efek kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh adanya bau dan rasa dalam air ini diantaranya adalah timbulnya kekhawatiran bahwa air yang berbau dan berasa ini masih mengandung bahan-bahan kimia yang bersifat toksis, sehingga hal ini akan mendorong masyarakat untuk mencari sumber lain yang kurang terjamin kesehatannya.
4. Kekeruhan (Turbidity). Air dikatakan keruh jika air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna atau rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan- bahan yang menyebabkan kekeruhan ini antara lain yaitu: tanah liat, lumpur, bahan- bahan organik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnya. Kekeruhan biasanya disebabkan karena butiran- butiran halus yang melayang (koloid). Penyimpangan terhadap standar kualitas kekeruhan akan menyebabkan gangguan estetika dan mengurangi efektifitas desinfeksi air.
5. Jumlah zat padat terlarut. Jumlah zat padat terlarut dapat memberi rasa yang tidak enak pada lidah, rasa mual yang disebabkan karena natrium sulfat, magnesium sulfat dan dapat menimbulkan cardia disease toxemia pada wanita hamil.
b. Syarat Kimia
Zat-zat kimia yang terlarut dalam air minum yang berlebihan selain akan bersifat racun juga dapat merusak material beton, pipa alat-alat rumah tangga dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu
10 “Sistem Penyediaan Air Minum”
adanya pembatasan kandungan zat-zat kimia yang diantaranya yaitu:
1. Derajat keasaman (pH) dan Kesadahan jumlah (Total hardness).
pH adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. Dalam penyediaan air, pH merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman air akan sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilaksanakan, misalnya dalam melakukan koagulasi kimiawi, desinfeksi, pelunakan air dan dalam pencegahan korosi.
Sebagai suatu faktor lingkungan, derajat keasaman merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena pH dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam air.
Sebagian besar mikroba akan tumbuh dengan baik dalam pH 6,0 – 8,0, selain itu pH juga akan menyebabkan perubahan kimiawi dalam air. Apabila pH lebih besar atau lebih kecil dari itu akan menyebabkan terjadinya korosifitas pada pipa-pipa air yang terbuat dari logam.
Kesadahan dalam air sebagian besar adalah berasal dari kontaknya tanah dan pembentukan batuan. Pada umumnya air sadah berasal dari daerah tanah lapis atas (topsoil) tebal dan ada pembentukan batu kapur. Air lunak berasal dari daerah lapisan tanah atas tipis dan tidak terjadi pembentukan batuan kapur. Kesadahan total adalah kesadahan yang disebabkan karena air mengandung kation Ca++ dan Mg++ dalam jumlah yang berlebihan. Air sadah tidak enak diminum selain itu dapat mengurangi efektifitas kerja sabun dan deterjen.
“Sistem Penyediaan Air Minum” 11 2. Zat organik (sebagai KMnO4)
Zat organik yang terdapat dalam air diantaranya berasal dari alam (misalnya minyak nabati, serat-serat minyak, lemak hewan, alkohol sellulose, gula, pati dan sebagainya), dari sintesa (misalnya berbagai persenyawaan dan buah- buahan yang dihasilkan dari proses-proses dalam pabrik), dari fermentasi (misalnya alkohol acetone, glyserol, antibiotik, asama-asam dan sejenisnya yang berasal dari kegiatan mikroorganisme terhadap bahan-bahan organik).
Zat organik dalam air disebabkan karena air buangan dari rumah tangga, pertanian, industri dan pertambangan seperti diterangkan diatas, keberadaannya dalam air dapat diukur dengan angka permanganatnya (KMnO4).
Pengaruh kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh penyimpangan terhadap standar ini adalah timbulnya bau yang tidak sedap dan dapat menyebabkan sakit perut.
3. Gas CO2 agresif
Hasil dari perombakan zat organik oleh bakteri tertentu akan menghasilkan zat mineral yang salah satunya adalah CO2 agresif. Zat ini larut dalam air sehingga dapat mengakibatkan korosif pada pipa-pipa air yang terbuat dari logam. Gas CO2 ini dapat dihilangkan dengan proses aerasi dan pembubuhan CaO atau kedua-duanya.
4. Besi (Fe)
Unsur besi dalam air dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk pembentukan sel darah merah, akan tetapi kelebihan pada unsur ini akan menimbulkan bau dan perubahan warna menjadi kemerah- merahan sehingga air tidak enak diminum, selain itu juga dapat membentuk endapan pada pipa-pipa logam dan bahan cucian.
12 “Sistem Penyediaan Air Minum”
5. Mangan (Mn)
Kandungan unsur mangan dalam air yang menyimpang dapat menimbulkan noda- noda pada benda yang berwarna putih, menyebabkan bau dan rasa pada minuman dan juga dapat menyebabkan kerusakan pada hati.
Keracunan kronis memberi gejala susunan saraf: insomnia, kemudian lemas pada kaki dan otot muka seperti beku sehingga tampak seperti topeng, bila terkapar terus maka bicaranya lambat, monoton, terjadi hyper-refleksi, clonus pada platella dan tumir, dan berjalan seperti penderita parkinsonism.
6. Flourida (F)
Apabila jumlah fluor didalam air kecil (0,6 mg/lt) dapat dipakai sebagai pencegah penyakit gigi yang paling efektif tanpa mengganggu kesehatan. Akan tetapi apabila kadarnya terlalu tinggi (diatas 2 ppm), maka akan mengakibatkan timbulnya fluorisitas pada gigi. Sedangkan bila terlalu rendah (dibawah 1 ppm), dapat menimbulkan pengrusakan gigi pada anak-anak atau dental caries.
7. Tembaga (Cu)
Dalam jumlah kecil, unsur tembaga dibutuhkan oleh tubuh untuk proses metabolisme dan pembentukan sel darah merah, namun dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan rasa yang tidak enak di lidah dan kerusakan pada hati.
8. Arsen (As)
Arsen yang terdapat di dalam air berasal dari persenyawaan-persenyawaan arsen yang banyak digunakan sebagai insektisida (lead arsenate, calcium arsenate). Persenyawaan arsen merupakan salah satu racun
“Sistem Penyediaan Air Minum” 13 sistemik yang paling penting dan dapat berakumulasi dalam tubuh. Arsen dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan dan kemungkinan dapat menyebabkan kanker kulit, hati dan saluran empedu.
9. Timbal (Pb)
Sebagaimana logam berat lainnya Pb dan persenyawaannya adalah racun. Timbal merupakan yang dikenal dengan pemasukan tiap hari melalui makanan, air, udara dan penghirupan asap tembakau. Akibat yang ditimbulkan akan diperkuat dengan terakumulasinya unsur ini dalam tubuh manusia yang akhirnya akan menghambat reaksi-reaksi enzim dalam tubuh. Konsentrasi standar yang diperbolehkan untuk air minum oleh Depkes RI adalah 0,1 mg/lt.
10.Cyanida (Cn)
Konsentrasi yang melebihi standar yang ditetapkan akan menimbulkan gangguan pada metabolisme oksigen, sehingga jaringan tubuh tidak mampu mengubah oksigen, dan juga dapat meracuni hati. Konsentrasi CN dalam air minum sebesar 0,05 mg/lt masih dianggap tidak membahayakan.
11.Air Raksa (Hg)
Kandungan air raksa dalam air yang melebihi standar maksimum dapat meracuni sel- sel tubuh, merusak ginjal, hati dan saraf. Selain itu dapat juga menyebabkan keterbelakangan mental dan serebral palsy pada bayi.
Konsentrasi maksimum yang diperbolehkan oleh Depkes RI yaitu sebesar 0,001 mg/lt.
14 “Sistem Penyediaan Air Minum”
12.Nitrat, nitrit dan amoniak
Air minum yang mengandung nitrat, nitrit dan amoniak menunjukkan bahwa air tersebut tercemar oleh kotoran.
Kelebihan unsur-unsur tersebut akan mengakibatkan terbentuknya methalmoglobine yang dapat menghalangi peredaran oksigen dalam tubuh.
13.Sulfat
Ion-ion sulfat yang terdapat dalam air bersih dapat bersenyawa dengan kalsium, membentuk kalsium sulfat.
Sulfat dalam air bersih umumnya berasal dari buangan- buangan industri.
14.Chlorida
Kadar chlorida lebih besar dari 200 ppm dapat menimbulkan rasa asin jika air tersebut diminum.
Kehadiran zat chlor yang tinggi secara tiba-tiba dalam air menandakan masuknya air kotor (sewage)
c. Syarat Radioaktif
Sinar radioaktif dapat mengakibatkan timbulnya kontaminasi radioaktif pada lingkungan dan dapat mengakibatkan rusaknya sel-sel pada tubuh manusia. Zat-zat radioaktif dapat bersatu dengan pasir atau lumpur dalam kehidupan biologis atau terlarut dalam air. Oleh karena itu keberadaannya dalam air minum perlu dibatasi. Dalam standar kualitas dari Depkes RI telah ditetapkan bahwa kandungan sinar alfa maksimal yaitu 10-9 mc/ml dan kandungan sinar beta maksimal adalah 10-8 mc/ml.
d. Syarat mikrobiologi
Pencemaran lingkungan oleh kontaminan-kontaminan biologi harus dicegah karena dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan masyarakat. Sehingga air minum harus terbebas dari
“Sistem Penyediaan Air Minum” 15 kuman parasit dan bakteri pathogen sama sekali serta bakteri golongan coli sampai melebihi batas-batas yang telah ditentukan yaitu 1 coli atau 100 ml air. Bakteri golongan coli ini berasal dari usus besar (feaces) dan tanah. Bakteri pathogen yang mungkin ada dalam air diantaranya yaitu:
- Bakteri typhsum - Vibrio colerae - Bakteri dysentriae - Entamoeba hystolotica - Bakteri enteritis
1.3. Unit Transmisi
Unit transmisi air baku dan air hasil olahan menggunakan saluran tertutup dengan pipa kecuali air baku boleh dengan saluran terbuka yang terlindungi. Dengan membuat rencana jalur pipa transmisi, dan diplotkan pada peta topografi atau peta citra satelit, maka dapat diperkirakan panjang dan elevasinya. Kemudian berdasarkan debit air baku yang dibutuhkan lalu diperkirakan diameter pipa transmisinya.
Dengan menggunakan rumus Hazen Williams, maka dapat dihitung besaran hidrolis dari jalur pipa yang direncanakan.
Dimana:
Q = Debit Pengaliran (m3/det) S = Slope/Kemiringan Hidrolis
16 “Sistem Penyediaan Air Minum”
Hf = Kehilangan tekanan karena friksi dalam pipa (m).
L = Jarak panjang pipa (m)
V = Kecepatan pengaliran (m/det) A = Luas permukaan pipa (m)2 C = Koefisien kekasaran dalam pipa
Dalam sistem transmisi terdapat aksesoris pipa dan bangunan pelengkap pipa antara lain:
a. Gate Valve. Berfungsi untuk mengontrol aliran dalam pipa.
Gate valve dapat menutup dan membagi aliran ke bagian lainnya dalam pipa distribusi.
b. Air Release Valve (katup angin). Valve ini berfungsi untuk melepaskan udara yang selalu ada dalam aliran ketika ada akumulasi udara atau memasukkan udara ketika tekanan air dalam pipa menjadi negatif. Katup angin dipasang pada tiap bagian dari jalur pipa tertinggi dan mempunyai tekanan lebih rendah dari 1 atm, karena udara cenderung terakumulasi di tempat itu. Air valve seharusnya:
1. Diletakkan pada titik puncak pada jalur pipa.
2. Dipakai dua (Double Type) jika diameter pipa 400mm keatas.
3. Dipasang stop valve antara air valve dan jalur pipa.
4. Posisinya harus lebih tinggi dari tinggi muka air tanah untuk mencegah kemungkinan polusi.
c. Blow off Valve (Katup Pembuangan Lumpur)
Blow off biasanya dipasang pada titik mati atau titik terendah dari jalur pipa dan di tempat-tempat sebelum jembatan untuk mengeluarkan kotoran atau endapan yang terdapat pada jalur pipa. Masuknya kotoran dalam pipa antara lain dapat terjadi pada saat pemasangan pipa,
“Sistem Penyediaan Air Minum” 17 perbaikan pipa atau kotoran yang berasal dari karat pipa.
Jalur pipa setelah blow off dipasang valve.
d. Check Valve
Valve ini dipasang bila pengaliran diinginkan satu arah.
Biasanya chek valve dipasang pada pipa tekanan antara pompa dan gate valve, tujuannya bila pompa mati maka pukulan akibat aliran balik tidak merusak pipa.
e. Bangunan Perlintasan Pipa
Diperlukan bila jalur pipa harus memotong sungai, jalan kereta api dan pipa yang memotong jalan, untuk memberikan keamanan pada pipa.
f. Thrust Block
Dalam perencanaan jaringan pipa distribusi thrust block diperlukan pada pipa yang mengalami beban hidrolik yang tidak seimbang, misalnya pada pergantian diameter, akhir pipa dan belokan. Gaya-gaya ini akan menggeser jaringan pipa dari kedudukan semula, jika hal ini dibiarkan lama- lama dapat merusak pipa pada sambungan- sambungannya.
Oleh karena itu gaya-gaya tersebut harus ditahan dengan cara memasang angker- angker blok (thrust block) pada sambungan pipanya, menjaga agar fitting tidak bergerak, umumnya lebih praktis memasang thrust block setelah saluran ditimbun dengan tanah dan dipadatkan sehingga menjamin mampu menahan galian/gaya hidrolik atau beban lain. Thrust Block hendaknya dipasang pada sisi pant untuk menahan gaya geseran atau menggali sebuah lubang masuk ke dalam dinding parit. Gaya gaya yang dibebankan pada thrust block diantaranya adalah:
18 “Sistem Penyediaan Air Minum”
- Tumpuan Belokan
Selain harus dapat menahan gaya berat pipa dan isinya, juga harus dapat menahan gaya yang berasal dari perubahan aliran fluida yang membelok.
- Tumpuan Sebelum dan Sesudah Katup
Karena aliran zat cair menimbulkan gaya pada katup maka dapat diletakkan pipa dekat katup. Pipa didekat katup harus dapat menahan berat pipa, berat katup, berat fluida dalam pipa dari katup serta gaya F yang ditimbulkan tekanan zat cair.
- Tempat dimana pipa berubah diameter - Tempat dimana pipa berakhir
- Tempat dimana diperkirakan timbul gaya dorong misalkan pada sambungan- sambungan, katup- katup.
g. Meter Tekan
Dipasang pada pompa agar dapat diketahui besarnya tekanan kerja pompa. Kontrol perlu dilakukan untuk
- Menjaga keamanan distribusi
- Menjaga keamanan tekanan kerja pompa dan - Menjaga kontinuitas
h. Meter Air.
Berfungsi untuk mengetahui besarnya jumlah pemakaian air dan juga sebagai alat pendeteksi besarnya kebocoran. Meter air dipasang pada setiap sambungan yang dipasang secara kontinyu
i. Penyeberangan Sungai. Jika menyeberangi suatu sungai ada tiga konstruksi pilihan yaitu:
“Sistem Penyediaan Air Minum” 19 - Pipa diletakkan pada jembatan (pipe supported on abridge) konstruksi ini sering dipergunakan. Jika jembatan umum tersedia untuk mendukung pipa, kondisi ini paling ekonomis dan senang dipakai. Jalur pipa selalu digantung di bawah papan kerangka jembatan atau jarang ditempatkan diatas papan kerangka tersebut.
Jembatan harus cukup kuat untuk menahan beban pipa tersebut. Ketika jembatan eksisting tidak tersedia maka jembatan harus dibangun. Dalam kasus tersebut air valve, thrust block, fleksible joint penting untuk dipasang.
- Jembatan Pipa (Pipa Beam Bridge).
Ketika rentangan jembatan kecil dan panjang pipa dapat merintangi sungai, pipa ini sendiri dapat digunakan sebagai jembatan. Metode ini harus mendapat persetujuan dari kantor pemerintah yang bersangkutan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Pipa steel disarankan untuk jembatan pipa
2. Pipa harus didukung pada struktur bagian atas pinggir sungai
3. Semua belokan pipa disarankan sudutnya lebih kecil dari 45o dan belokan harus dipasang thrust block.
4. Tembok penahan diperlukan pada bagian upstream dan downstream dari jembatan pipa.
5. Tempat jalan kaki harus dibangun sepanjang jembatan pipa untuk pemeriksaan dan perbaikan - Siphon.
Metode ini juga sering dipergunakan secara luas dibandingkan dengan jembatan pipa. Konstruksi
20 “Sistem Penyediaan Air Minum”
siphon tidak begitu sulit. Hal yang perlu diperhatikan dalam konstruksi hampir sama dengan jembatan pipa.
j. Sambungan
Sambungan dan kelengkapan pipa yang sering digunakan untuk penyambungan pipa antara lain:
1. Bell Spigot (Spigot socket)
Spigot dari suatu pipa dimasukkan ke dalam suatu bell (socket) pipa lainnya. Untuk menghindari kebocoran, menahan pipa serta kemungkinan defleksi (sudut sambungan berubah), maka sambungan dilengkapi dengan gasket.
2. Flange Joint
Biasanya dipakai untuk pipa bertekanan tinggi, untuk sambungan yang dekat dengan instalasi pipa. Sebelum kedua flange disatukan dengan mur baut maka diantara flange disisipkan packing untuk mencegah kebocoran.
3. Ball Joint
Digunakan untuk sambungan dari pipa dalam air.
4. Increacer and reducer
Increaser digunakan untuk menyambung pipa dari diameter kecil ke diameter besar (arah aliran dari diameter kecil ke besar). Reducer untuk menyambung dari diameter besar ke diameter kecil.
5. Bend dan Tee
Bend merupakan belokan dengan sudut belokan pipa sebesar 90°, 45o, 22,5°, dan 11,5°, sedangkan Tee untuk menyambung pipa pada percabangan.
6. Tapping Band
“Sistem Penyediaan Air Minum” 21 Dipasang pada pipa yang perlu disadap untuk dialihkan ke tempat lain. Dalam hal ini pipa distribusi dibor dan tapping dipasang dengan baut disekeliling dengan memeriksa agar cincin melingkar penuh pada sekeliling lubang dan tidak menutup lubang tapping. Apabila dimensi penyadapan terlalu besar, maka pipa distribusi dapat dipotong selanjutnya dipasang tee atau perlengkapan yang sesuai.
1.4. Unit Produksi
Unit produksi merupakan prasarana dan sarana yang dapat digunakan untuk mengolah air baku menjadi air minum melalui proses fisik, kimiawi, dan biologi. Unit produksi terdiri dari bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan penampungan air minum. Kriteria Perencanaan untuk Instalasi Pengolahan Air (IPA) dapat dilihat pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4. Kriteria Perencanaan Instalasi Pengolahan Air (IPA)
22 “Sistem Penyediaan Air Minum”
“Sistem Penyediaan Air Minum” 23 Sumber: NSPK Bidang Air Minum
1.5. Unit Distribusi
Unit distribusi terdiri dari sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan Unit distribusi wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan kontinuitas pengaliran.
Kontinuitas pengaliran wajib memberikan jaminan pengaliran 24 jam per hari.
• Pipa distribusi direncanakan untuk pengaliran air pada saat debit jam puncak.
• Tekanan air dalam pipa:
• Tekanan maksimum direncanakan sebesar 75 m kolom air
• Tekanan minimum direncanakan sebesar 10 m kolom air
• Kecepatan pengaliran dalam pipa
• Transmisi 0,6 – 4,0 m/detik
• Distribusi 0,6 – 2,0 m/detik
Koefisien kekasaran pipa
Untuk perhitungan hidrolis baik untuk pipa transmisi maupun distribusi, koefisien kekasaran pipa (koefisien Hazen William) digunakan nilai sebagai berikut:
- pipa PVC baru : 120-140 - pipa baja baru : 100-120
24 “Sistem Penyediaan Air Minum”
1.6. Unit Pelayanan
Unit pelayanan terdiri dari sambungan rumah, hidran umum, dan hidran kebakaran. Untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan hidran umum harus dipasang alat ukur berupa meter air.
1.7. Kapasitas Sistem
Kapasitas sistem dihitung berdasarkan kebutuhan untuk rumah tangga/domestik ditambah dengan kebutuhan untuk non domestik. Kebutuhan rumah tangga dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk, prosentase pelayanan dan besarnya konsumsi kebutuhan.Sedangkan kebutuhan air non domestik dihitung berdasarkan konsumsi kebutuhan air bersih tiap unit dan jumlah unit fasilitas. Disamping hal-hal di atas, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Kebocoran/kehilangan air
Kebocoran atau kehilangan air diperkirakan sebesar 20%
dari kapasitas produksi. Kebocoran tersebut meliputi pemakaian air di instalasi, kehilangan pada unit transmisi, kehilangan pada reservoir dan kebocoran pada jaringan distribusi.
b. Kapasitas pengambilan air baku
Kapasitas pengambilan sumber air baku disesuaikan dengan kapasitas produksi atau debit hari maksimum.
c. Fluktuasi kebutuhan air bersih
Kebutuhan rata-rata meliputi pemakaian domestik dan non domestik, sedangkan pemakaian hari maksimum diperkirakan sebesar 1,15 kali kebutuhan rata-rata dan pemakaian jam puncak diperkirakan sebesar 1,5 kali pemakaian rata-rata.
“Sistem Penyediaan Air Minum” 25 d. Jaringan pipa transmisi
Jaringan pipa transmisi direncanakan untuk dapat mengalirkan air sesuai dengan kapasitas hari maksimum.
e. Kapasitas reservoir distribusi
Kapasitas reservoir distribusi direncanakan untuk dapat menampung sisa kapasitas produksi pada saat pemakaian jam minimum dan mampu menyuplai pada saat pemakaian jam puncak.
Perencanaan penyediaan air baku dilakukan dengan pengembangan sistem penampungan dengan reservoir.
Kapasitas reservoir ditentukan oleh beberapa hal yaitu debit sumber mata air, besarnya kemampuan reservoir yang akan direncanakan untuk menampung kapasitas produksi dari sumber mata air yang dikaitkan dengan besarnya proyeksi kebutuhan air.
V =( 20 % x 86.400 dt/hr x K )/1/1.000 m3/lt Dimana :
V =volume reservoir rencana (m3) K =kebutuhan air hari maksimum
Gambar 1.2 Model Pengembangan SPAM dalam Wilayah Administrasi
26 “Sistem Penyediaan Air Minum”
Gambar 1.3. Pola Pengembangan SPAM dalam Wilayah Administrasi
1.8. Periode Perencanaan
Periode perencanaan antara 15 – 20 tahun dan dievaluasi setiap 5 tahun, sehingga periode perencanaan menjadi 4 tahap atau per lima tahun agar memudahkan adanya evaluasi dan pelaksanaan terhadap rencana induk di lapangan.
1.9. Prioritas Sasaran Daerah Pelayanan
Daerah pelayanan disesuaikan dengan arah pengembangan yang ada dalam RTRW serta memperhatikan daerah potensial, daerah yang tinggi kepadatan penduduknya, daerah strategi (wisata, industri, perkantoran), daerah dengan penduduk berpenghasilan rendah (MBR), daerah rawan air, serta kebijakan pemerintah kabupaten dalam penyediaan air
“Sistem Penyediaan Air Minum” 27 minum.Upayakan daerah yang Bukan Jaringan Perpipaan tak terlindungi dijadikan Bukan Jaringan Perpipaan terlindungi atau diubah menjadi Jaringan Perpipaan.
1.10. Tujuan Pelayanan Air Minum
a. Tersedianya air dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang memenuhi air minum b. Tersedianya air setiap waktu atau kesinambungan c. Tersedianya air dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat atau pemakai
d. Tersedianya pedoman operasi atau pemeliharaan dan operasi
Tabel 1.7. Matriks Kriteria Utama Penyusunan RISPAM Berbagai Klasifikasi
1
28 “Sistem Penyediaan Air Minum”
1.11. Standar Kebutuhan Air Minum
Penyediaan air minum di daerah untuk memenuhi kebutuhan air minum meliputi air bersih penduduk (domestik) dan fasilitas umum, dengan demikian maka diperhitungkan dengan mempertimbangkan faktor yang dapat menunjang atau menyebabkan bertambahnya kebutuhan air minum.
Kebutuhan air minum suatu daerah perkotaan dianalisis berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu:
a. Jumlah penduduk saat perencanaan sampai dengan akhir tahun perencanaan.
b. Target pelayanan yaitu rasio pelayanan air minum yang diperhitungkan berdasarkan jumlah penduduk yang akan mendapatkan pelayanan air minum sesuai dengan anjuran pemerintah.
c. Jenis pelayanan dan satuan kebutuhan air untuk:
- Rumah tangga baik sambungan langsung maupun kran umum
- Fasilitas siosial
- Fasilitas perdagangan - Industri
- Kebutuhan khusus
d. Karakteristik kebutuhan air suatu daerah yang menggambarkan variasi kebutuhan air harian yaitu kebutuhan rata-rata dan kebutuhan puncak.
e. Wilayah Pelayanan
Dari pertimbangan di atas terlihat bahwa kependudukan merupakan faktor penting dalam penentuan kebijakan penyediaan prasarana perkotaan termasuk pembuatan prakiraan kebutuhan air minum. Parameter kependudukan yang harus dicermati meliputi jumlah, kepadatan, laju
“Sistem Penyediaan Air Minum” 29 pertambahan dan sebaran. Jumlah penduduk akan menentukan jumlah kebutuhan air yang harus dipenuhi.
Tingkat kepadatan penduduk memberikan indikasi perlunya sistem perpipaan diterapkan pada daerah yang bersangkutan.
Hal ini mengingat bahwa meningkatnya kepadatan penduduk akan meningkatkan kompleksitas permasalahan termasuk permasalahan air minum. Perencanaan kebutuhan air yang memenuhi syarat tentunya harus dapat digunakan untuk dapat melayani seluruh warga masyarakat dimulai saat perencanaan sampai suatu kurun waktu tertentu. Untuk ini maka informasi tentang laju pertumbuhan penduduk sangat diperlukan dalam perencanaan prasarana air minum. Terakhir keadaan sebaran penduduk perlu pula diketahui menentukan penentuan sistem jaringan yang akan digunakan baik yang menyangkut sistem jaringan maupun dalam sistem distribusinya.
Berkaitan dengan target pelayanan, maka penyediaan prasarana air minum selain untuk memenuhi kebutuhan domestik atau kebutuhan rumah tangga bagi warga masyarakat baik melalui sambungan langsung maupun melalui kran umum, juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air pada berbagai fasilitas perkotaan seperti fasilitas umum, fasilitas bisnis/perdagangan maupun untuk memenuhi kebutuhan industri dan kebutuhan khusus.
Dalam menentukan daerah pelayanan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Mengingat bahwa prasarana penyediaan air minum harus dapat melayani sejak perencanaan hingga suatu kurun waktu tertentu, maka perencanaannya harus mengacu pada skenario perkembangan kota yang telah dibuat. Rencana pengembangan daerah perkotaan dan rencana tata guna tanah yang mana daerah pengembangan tersebut akan termasuk dalam daerah pelayanan.
30 “Sistem Penyediaan Air Minum”
b. Kepadatan penduduk, merupakan faktor penting yang mempengaruhi kebutuhan. Daerah-daerah dimana kepadatan penduduk kecil dibandingkan dengan biaya pemasangan pipa distribusi biasanya tidak dimasukkan ke dalam daerah pelayanan dipandang dari sudut keuangan pengadaan air.
c. Konstruksi jalan-jalan umum, konstruksi atau pelebaran jalan akan mempengaruhi pengembangan komersial, pengembangan daerah perumahan dan bentuk-bentuk lainnya dari pengembangan daerah perkotaan sehingga rencana daerah pelayanan akan dibuat berdasarkan rencana konstruksi jalan- jalan tersebut. Tingkat pemakaian air minum masyarakat disesuaikan dengan kategori penduduk di masing-masing wilayah seperti yang disajikan dalam Tabel 1.8.
Tabel 1.8. Tingkat Pemakaian Air Rumah Tangga Berdasarkan Kategori Kota
Sumber: SK-SNI Air Bersih
“Sistem Penyediaan Air Minum” 31 Tabel 1.9. Tingkat Pemakaian Air Non Rumah Tangga
Indonesia
Sumber: Ditjen Cipta Karya 1997 1.11.1. Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan air untuk rumah tangga/domestik ialah pemakaian air untuk aktivitas di lingkungan rumah tangga. Penyediaan air baku untuk keperluan rumah tangga dihitung berdasarkan:
- Jumlah penduduk
- Prosentase jumlah penduduk yang akan dilayani - Cara pelayanan air
- Konsumsi pemakaian air (lt/org/hari)
Beberapa parameter yang dipakai dalam menentukan tingkat pelayanan air bersih yang akan direncanakan meliputi:
- Konsumsi pemakaian air bersih
Untuk konsumsi pemakaian air bersih domestik perkotaan ditentukan untuk SR sebesar 130 L/or/hr dan HU sebesar 30 L/or/hr. Untuk konsumsi domestik perdesaan ditentukan sebesar 60 L/or/hr.
- Jumlah jiwa per sambungan
32 “Sistem Penyediaan Air Minum”
Jumlah jiwa per sambungan rumah dihitung berdasarkan jumlah rata-rata untuk SR sebesar 4 jiwa/sambungan dan KU sebesar 100 jiwa/sambungan
1.11.2. Kebutuhan Air Non Domestik
Yang dimaksud sebagai kebutuhan air untuk keperluan non domestik ialah pemakaian air di luar pemakaian untuk rumah tangga.Termasuk ke dalam kelompok kebutuhan air untuk keperluan non domestik meliputi niaga, kesehatan, sosial, perkantoran, pendidikan dan peribadatan. Kebutuhan air non domestik dihitung sebesar (20%) dari kebutuhan air domestik.
1.11.3 Kehilangan Air
Kehilangan air dapat diartikan sebagai selisih antara banyaknya air yang disediakan (water supply) dengan air yang dikonsumsi (water consumption). Dalam setiap penyediaan air bersih, sangat sulit sekali untuk menghindari terjadinya kemungkinan kehilangan air dari sistem. Kehilangan air yang terjadi bisa disebabkan oleh faktor teknis maupun non teknis.
Kehilangan air yang bersifat teknis disebabkan oleh kebocoran pipa distribusi atau kerusakan meter air. Sedangkan kehilangan air yang bersifat non teknis misalnya adanya pencurian air dari pipa distribusi air minum.
Untuk itu dalam perencanaan suatu sistem penyediaan air minum, selalu diperhitungkan suatu besaran volume air untuk menghindari kemungkinan terjadinya kehilangan air. Besarnya kehilangan air tersebut diperkirakan sebesar (15-20%) dari kebutuhan air total. Besar kehilangan air ini diperkirakan konstan mulai awal sampai tahun rencana. Hal ini dimaksudkan agar penyediaan air untuk masyarakat konsumen tidak terganggu bila terjadinya kehilangan air baik yang disebabkan oleh faktor teknis maupun non teknis.
Kehilangan air dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu:
“Sistem Penyediaan Air Minum” 33 a. Kehilangan air rencana (unacounted for water)
Kehilangan air rencana memang dialokasikan khusus untuk kelancaran operasi dan pemeliharaan fasilitas, faktor ketidaksempurnaan komponen fasilitas dan hal lain yang direncanakan beban biaya.
b. Kehilangan air insidentil
Penggunaan air yang sifatnya insidentil, misalnya penggunaan air yang tidak dialokasikan khusus, seperti pemadam kebakaran.
c. Kehilangan air secara administratif
Kehilangan air secara administratif dapat disebabkan oleh:
- Kesalahan pencatatan meteran
- Kehilangan air akibat sambungan liar
- Kehilangan akibat kebocoran dan pencurian illegal 1.11.4. Fluktuasi Pemakaian Air
Dalam perencanaan suatu sistem penyediaan air minum, dikenal istilah fluktuasi pemakaian air pada waktu hari maksimum dan fluktuasi pemakaian air pada saat jam puncak.
Yang dimaksud dengan fluktuasi pemakaian air bersih pada saat jam puncak adalah sebagai berikut:
- Selama sehari ada jam-jam tertentu dimana penggunaan air bersih lebih tinggi dari pemakaian per jam rata-rata.
- Pemakaian air pada jam tertinggi inilah yang disebut sebagai pemakaian jam puncak, yang biasa terjadi pada pagi dan sore hari. Sedangkan yang dimaksud dengan fluktuasi pemakaian air bersih pada waktu hari maksimum.
- Selama setahun ada hari-hari tertentu dimana pemakaian air lebih tinggi dari pemakaian air per hari rata-rata, pemakaian inilah yang disebut pemakaian air pada hari
34 “Sistem Penyediaan Air Minum”
maksimum.
Bila tidak ada data yang lengkap, yang menunjukkan beberapa faktor pengali untuk pemakaian air hari maksimum dan jam puncak, maka faktor-faktor tersebut diambil dari Standar Cipta Karya, yaitu:
- Hari maksimum = 1,15 x Kebutuhan rata-rata - Jam puncak = 1,5 x Kebutuhan rata-rata
“Sistem Penyediaan Air Minum” 35
Bab
2
KEBIJAKAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH
2.1. Pendahuluan
Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil. Atas penguasaan sumber daya air oleh negara dimaksud, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air. Penguasaan negara atas sumber daya air tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak-hak yang serupa dengan itu, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengaturan hak atas air diwujudkan melalui penetapan hak guna air, yaitu hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Hak guna air dengan pengertian tersebut bukan merupakan hak pemilikan
36 “Sistem Penyediaan Air Minum”
atas air, tetapi hanya terbatas pada hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan sejumlah (kuota) air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh pemerintah kepada pengguna air, baik untuk yang wajib memperoleh izin maupun yang tidak wajib izin. Hak guna air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kegiatan bukan usaha disebut dengan hak guna pakai air, sedangkan hak guna air untuk memenuhi kebutuhan usaha, baik penggunaan air untuk bahan baku produksi, pemanfaatan potensinya, media usaha, maupun penggunaan air untuk bahan pembantu produksi, disebut dengan hak guna usaha air.
Jumlah alokasi air yang ditetapkan tidak bersifat mutlak dan harus dipenuhi sebagaimana yang tercantum dalam izin, tetapi dapat ditinjau kembali apabila persyaratan atau keadaan yang dijadikan dasar pemberian izin dan kondisi ketersediaan air pada sumber air yang bersangkutan mengalami perubahan yang sangat berarti dibandingkan dengan kondisi ketersediaan air pada saat penetapan alokasi.
Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari- hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi dijamin oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut termasuk hak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan tanahnya.
Pemerintah atau Pemerintah Daerah menjamin alokasi air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut dengan tetap memperhatikan kondisi ketersediaan air yang ada dalam wilayah sungai yang bersangkutan dengan tetap menjaga terpeliharanya ketertiban dan ketentraman.
Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai
“Sistem Penyediaan Air Minum” 37 dan fungsi sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antar sektor, antar wilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air. Di sisi lain, pengelolaan sumber daya air yang lebih bersandar pada nilai ekonomi akan cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber daya air.
Berdasarkan pertimbangan tersebut undang- undang ini lebih memberikan perlindungan terhadap kepentingan kelompok masyarakat ekonomi lemah dengan menerapkan prinsip pengelolaan sumber daya air yang mampu menyelaraskan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi.
Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami keberadaannya bersifat dinamis mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah administrasi.
Keberadaan air mengikuti siklus hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah. Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air dan meningkatnya daya rusak air. Hal tersebut menuntut pengelolaan sumber daya air yang utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis wilayah sungai dalam satu pola pengelolaan sumber daya air tanpa dipengaruhi oleh batas-batas wilayah administrasi yang dilaluinya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, pengaturan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya air oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota didasarkan pada keberadaan wilayah sungai yang bersangkutan, yaitu:
38 “Sistem Penyediaan Air Minum”
a. Wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan/atau wilayah sungai strategis nasional menjadi kewenangan Pemerintah Pusat;
b. Wilayah sungai lintas kabupaten/Kota menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi;
c. Wilayah sungai yang secara utuh berada pada satu wilayah Kabupaten/Kota menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota;
2.2. Isu Strategis Permasalahan Air Minum
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan air minum dalam kerangka MDG pada tahun 2015. Isu isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dengan Dep. Kimpraswil, Dep. Kesehatan dan Bappenas. Selain itu isu-isu strategis yang dihasilkan dalam diskusi Waspola di Bogor pada tanggal 27 Agustus 2003, dijadikan acuan isu isu tersebut dijelaskan dibawah ini.
a. Daya Dukung Lingkungan Semakin Terbebani oleh Pertumbuhan Penduduk dan Urbanisasi.
Pada tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 245,7 juta jiwa, yang semuanya berhak mendapatkan akses air minum. Pada tahun 2015, jumlah penduduk perkotaan menjadi lebih besar dibandingkan dengan perkotaan dengan perbandingan 53%:47%.
Pergeseran ini mengindikasikan semakin meningkatnya kebutuhan akan air minum per kapita, karena konsumsi air masyarakat perkotaan lebih besar daripada masyarakat perdesaan. Pertumbuhan penduduk terutama di perkotaan lebih tinggi daripada pertumbuhan sarana penyediaan air minum yang ada. Sementara itu penduduk di pulau Jawa
“Sistem Penyediaan Air Minum” 39 akan meningkat dengan cepat, sementara ketersediaan airnya sangat terbatas.
Penggundulan hutan telah tidak terkendali sehingga semakin mengganggu ketersediaan air baku. Sedangkan sumber air baku terutama air permukaan mengalami pencemaran yang semakin meningkat akibat domestik, industri dan pertanian. Sehingga ketersediaan air baku semakin tidak bisa dijamin, baik kuantitas dan kualitas. Air baku di sebagian besar wilayah Indonesia sebenarnya tersedia dengan cukup, tetapi terancam keberadaannya akibat pengelolaan yang buruk, baik oleh pencemaran maupun kerusakan alam yang menyebabkan terhambatnya konservasi air. Di sebagian wilayah Indonesia seperti Kalimantan dan sebagian Sumatera air baku sulit diperoleh karena kondisi alamnya sehingga masyarakat harus mengandalkan air hujan atau air permukaan yang tidak sehat. Akibat kerusakan alam, semakin banyak wilayah yang rawan bencana air, kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan.
b. Interpretasi UU no 22 tahun 2004 Tidak Mendorong Pengembangan dan Kerjasama Antar Daerah dalam Penyediaan Air Minum
UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air telah mengamanatkan dibentuknya Dewan Air untuk manajemen air secara terpadu dan Badan Pengatur untuk mengurusi air minum. Tetapi hingga saat ini lembaga lembaga tersebut belum terbentuk. Belum adanya lembaga yang mengatur tata guna air secara terpadu menyebabkan persoalan air di Indonesia ditangani secara sektoral sehingga tidak terarah dan tidak terintegrasi. Dengan otonomi daerah, kewenangan penyediaan air adalah pada Pemerintah Daerah. Tetapi kebanyakan Pemerintah Daerah
40 “Sistem Penyediaan Air Minum”
belum memandang air sebagai persoalan prioritas.
Pemekaran wilayah yang berdampak pada pemekaran PDAM, sehingga terbentuk PDAM berukuran kecil dan cenderung tidak efisien, ditambah lagi permasalahan sumber air baku terletak diluar batas administrasi pengelola PDAM, sehingga menjadi kendala untuk peningkatan pelayanan.
c. Kebijakan yang Memihak Kepada Masyarakat Miskin Masih Belum Berkembang
Pada dasarnya negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan produktif (UU No 7 tahun 2004, pasal 10). Namun pada kenyataannya persentase penduduk miskin masih tinggi, sehingga kemampuan untuk mendapat akses ke sarana penyediaan air minum yang memenuhi syarat masih terbatas. Masyarakat berpenghasilan rendah, ternyata membayar lebih besar untuk memperoleh air daripada masyarakat berpenghasilan tinggi, hal ini menunjukkan ketidak adilan dalam mendapatkan akses pada air minum.
Walaupun sudah terdapat program program air minum dan sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah, namun akses terhadap air minum belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Perlu dukungan kebijakan yang lebih fokus untuk penyediaan sanitasi dan air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
d. PDAM Tidak Dikelola dengan Prinsip Kepengusahaan Air minum perpipaan sebagai sistem pelayanan air minum yang paling ideal hingga saat ini baru dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia. Secara nasional, cakupan air perpipaan baru sekitar 17%, meliputi 32% di perkotaan dan 6,4% di perdesaan. Pada umumnya PDAM
“Sistem Penyediaan Air Minum” 41 secara rata rata nasional mempunyai kinerja yang belum memenuhi harapan. Seperti tingkat pelayanan yang rendah (32%), kehilangan air tinggi (41%), konsumsi air yang rendah (14 m³/bulan/RT). Biaya produksi tergantung dari sumber air baku yang digunakan oleh PDAM. Namun secara umum biaya produksi untuk semua jenis air baku ternyata lebih tinggi daripada tarif. PDAM yang menggunakan mata air sebagai sumber air baku, biaya produksi rata rata Rp. 787/m³, sedangkan tarif rata-rata Rp.
618/m³. PDAM yang menggunakan mata air, sumur dalam dan sungai sekaligus, biaya produksi rata rata Rp. 1.188/m³, dan tarif rata-rata Rp. 1.112/m³. Sedangkan PDAM yang mengandalkan sungai sebagai sumber air baku, biaya produksi rata rata Rp. 1.665/m³, dan tarif rata-rata Rp.
1.175/m³.
PDAM belum mandiri karena campur tangan pemilik (Pemda) dalam manajemen dan keuangan, cukup membebani PDAM. Sumber daya manusia pengelola PDAM umumnya kurang profesional sehingga menimbulkan inefisiensi dalam manajemen. Dari segi keuangan, tarif air saat ini tidak bisa menutup biaya operasi PDAM, sehingga PDAM mengalami defisit kas, dan tidak mampu lagi menyelesaikan kewajibannya. PDAM masih mempunyai hutang jangka panjang yang cukup besar dan tidak terdapat penyelesaian yang memuaskan. Banyak PDAM yang mengabaikan pelayanan dan kepentingan pelanggan, keluhan pelanggan sering tidak ditanggapi dengan baik oleh PDAM, pelanggan merasa tidak berdaya.
Hal ini menandakan kedudukan antara konsumen dan produsen tidak setara. Walaupun di beberapa PDAM sudah terbentuk forum pelanggan/konsumen, namun perannya belum maksimal, belum dianggap mitra kerja PDAM yang potensial. Pengawasan/akuntabilitas terhadap
42 “Sistem Penyediaan Air Minum”
pengelolaan penyedia air minum masih lemah, belum ada sanksi untuk penyelenggara air minum yang tidak memberikan pelayanan sesuai dengan syarat yang ditentukan. Badan pengawas masih lemah/kurang berfungsi.
Berdasarkan uraian diatas, dari 300 lebih PDAM yang ada di Indonesia, sebagian besar mengalami kendala dalam memberikan pelayanan yang baik akibat berbagai persoalan, baik aspek teknis (air baku, unit pengolah dan jaringan distribusi yang sudah tua, tingkat kebocoran, dan lain lain) maupun aspek non teknis (status kelembagaan PDAM, utang, sulitnya menarik investasi swasta, pengelolaan yang tidak berprinsip kepengusahaan, tarif tidak full cost recovery, dan lain lain).
e. Kualitas Air Belum Memenuhi Syarat Air Minum
Kualitas yang diterima pelanggan dari PDAM masih berkualitas air bersih, belum memenuhi syarat kualitas air minum. Padahal didalam peraturan sudah diisyaratkan bahwa yang dimaksud dengan air minum adalah air yang bisa dikonsumsi tanpa dimasak terlebih dahulu.
Masyarakat tidak memahami akan hak haknya untuk memperoleh air yang sesuai dengan persyaratan air minum yang ada, sehingga masyarakat sering menerima saja apa yang diterima dari penyedia air minum. Sedangkan PDAM tidak pernah menginformasikan kualitas air minum yang mereka sediakan kepada masyarakat. Apabila masyarakat bisa memperoleh air dengan kualitas air minum, diperkirakan angka penyakit yang ditularkan atau yang berhubungan dengan air akan bisa berkurang 80%.
“Sistem Penyediaan Air Minum” 43 f. Keterbatasan Pembiayaan Mengakibatkan Rendahnya
Investasi dalam Penyediaan Air Minum
Sampai tahun 1996 masih terdapat investasi yang cukup berarti dalam penyediaan air minum, yang meliputi hibah pemerintah (pusat dan daerah), dan pinjaman dalam dan luar negeri. Sejak itu kemampuan pemerintah semakin terbatas dalam membiayai investasi sarana penyediaan air minum, termasuk pula pinjaman baik dari dalam maupun luar negeri. Investasi dalam bidang air minum sangat tergantung dari pinjaman dari dalam negeri dan terutama dari luar negeri. Sementara sumber sumber keuangan untuk investasi melalui pinjaman semakin terbatas, dan akan semakin terhambat oleh hutang PDAM, apabila tidak terdapat penyelesaian yang memuaskan. Apabila untuk sektor perumahan terdapat pembiayaan yang murah untuk pembangunannya, bahkan di masa yang lalu pernah didanai melalui Kredit Likuiditas Bank Indonesia, sektor air minum yang merupakan hajat hidup orang banyak tidak terdapat sumber dana murah yang bisa diakses oleh PDAM.
Sumber pembiayaan sampai saat ini masih mengandalkan pinjaman dan hibah yang semakin terbatas jumlahnya, dan belum berkembang sumber pendanaan alternatif seperti obligasi. Dilain pihak terdapat Pemerintah Kota/Kabupaten yang mempunyai pendapatan yang tinggi dari PAD atau Bagi Hasil (PPn, PPh, dan PBB), namun kurang mempunyai perhatian terhadap pengembangan sektor air minum.
g. Kelembagaan Pengelolaan Air Minum yang Ada Sudah Tidak Memadai Lagi dengan Perkembangan Saat Ini Fungsi PDAM sampai saat ini operator penyedia air minum dan sekaligus sebagai pengatur kebijakan air minum di daerah. Disamping itu terdapat ambiguitas misi PDAM, karena ketidakjelasan antara misi sosial dan misi komersial.
44 “Sistem Penyediaan Air Minum”
Sementara itu dalam UU No 7 tahun 2004 (SDA) telah mengamanatkan pembentukan badan pengatur yang bertujuan untuk pengembangan sistem penyediaan air minum dan sanitasi, yang sampai saat ini belum terbentuk.
Di dalam UU No 7 tahun 2004 (SDA) diamanatkan bahwa penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum diatur dalam Peraturan Pemerintah, saat ini sedang dalam penyusunan. Dari lebih 300 PDAM yang ada, hanya sebagian kecil (3%) yang mempunyai pelanggan di atas 100.000 sebagian besar (49%) PDAM berukuran kecil dengan pelanggan dibawah 10.000 sehingga skala ekonominya kurang atau tidak menguntungkan.
Kemitraan Pemerintah dan Masyarakat/Swasta Dalam Penyediaan Air Minum Kurang Berkembang Belum terdapat kesamaan persepsi dan kesepakatan tentang keterlibatan swasta dalam penyediaan air minum, di kalangan pemerintah Kota/Kabupaten. Akibatnya pengelola penyediaan air minum dan atau Pemerintah Daerah belum siap dalam bermitra dengan swasta. Belum terdapat aturan yang cukup mantap dan komprehensif bagi kemitraan pemerintah swasta dalam penyediaan air minum. Proses penyediaan izin kepada swasta yang berminat jadi penyedia air minum belum optimal. Sehingga swasta merasa investasi tidak aman dan tidak terjamin pengembaliannya.
Belum terdapat skema pembiayaan yang mendukung keterlibatan swasta dalam penyediaan air minum.
Umumnya swasta mendapat pembiayaan dari bank dengan bunga komersial, sehingga biaya keuangan yang tinggi mengakibatkan tarif yang tinggi dan membebani petanggan. Ketentuan pengaturan tarif air minum yang saat ini berlaku, harus mendapat persetujuan oleh DPRD.
Ketentuan ini mengakibatkan swasta merasa
“Sistem Penyediaan Air Minum” 45 kepentingannya kurang terlindungi. Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan penyediaan air minum masih terbatas. Kelembagaan masyarakat yang terlibat dan berkecimpung dalam penyediaan air minum tidak berkembang.
h. Pemahaman Masyarakat Tentang Air Minum Tidak Mendukung Pengembangan Air Minum
Sebagian besar masyarakat Indonesia, menyediakan air minum secara mandiri, tetapi tidak tersedia cukup informasi tepat guna hal hal yang terkait dengan persoalan air, terutama tentang konservasi dan pentingnya menggunakan air secara bijak. Masyarakat masih menganggap air sebagai benda sosial. Masyarakat pada umumnya tidak memahami prinsip perlindungan sumber air minum tingkat rumah tangga, maupun untuk skala lingkungan. Sedangkan sumber air baku (sungai), difungsikan berbagai macam kegiatan sehari hari, termasuk digunakan untuk mandi, cuci dan pembuangan kotoran/sampah.
Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa air hanya urusan pemerintah atau PDAM saja, sehingga tidak tergerak untuk mengatasi masalah air minum secara bersama. Belum ada kesepahaman dari semua stakeholders termasuk stakeholders di daerah dan masyarakat, tentang tujuan dan target target MDG, khususnya di bidang air minum, serta peran strategis pencapaian target MDG tersebut bagi kemajuan pembangunan air minum di Indonesia. Keterlibatan perempuan sebagai pengguna utama dan pengelola air minum dalam skala rumah tangga, pada setiap tahapan pengembangan penyediaan air minum masih sangat kurang. Ditingkat pemerintah pusat telah cukup banyak NSPM tentang penyediaan air minum masih