SKRIPSI
ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR: 4/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG AKAD MURABAHAH DALAM
PENERAPAN HAK MILIK
(Studi Pada Bank Muamalat KCP Parepare)
OLEH
ANDI ASRUNI NIM: 17.2300.106
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE
2021
ii
OLEH
ANDI ASRUNI NIM: 17.2300.106
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E) pada Program Studi Perbankan Syariah
Institut Agama Islam Negeri Parepare
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE
2021
iii
Penerapan Hak Milik (Studi pada Bank Muamalat KCP Parepare)
Nama Mahasiswa : Andi Asruni Nomor Induk Mahasiswa : 17.2300.106 Program Studi : Perbankan Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Dasar Penetapan Pembimbing : Surat Penetapan Pembimbing Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam B. 1569/In.39.8/PP.00.9/9/2020
Disetujui oleh:
Pembimbing Utama : Dr. Zainal Said, M.H.
NIP : 19761118 200501 1 002
Pembimbing Pendamping : Dr. Damirah, S.E., M.M.
NIP : 19760604 200604 2 001
Mengetahui:
Dekan,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Dr. Muhammad Kamal Zubair, M.Ag.
NIP. 19730129 200501 1 004
iv
MUI/IV/2000 tentang Akad Murabahah dalam Penerapan Hak Milik (Studi pada Bank Muamalat KCP Parepare)
Nama Mahasiswa : Andi Asruni Nomor Induk Mahasiswa : 17.2300.106 Program Studi : Perbankan Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Dasar Penetapan Pembimbing : Surat Penetapan Pembimbing Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam B. 1569/In.39.8/PP.00.9/9/2020 Tanggal Kelulusan :
Disahkan oleh Komisi Penguji
Dr. Zainal Said, M.H. (Ketua) (………...)
Dr. Damirah, S.E., M.M. (Anggota) (………...)
Dr. Muhammad Kamal Zubair, M.Ag. (Anggota) (………)
Abdul Hamid, S.E,. M.M. (Anggota) (………)
Mengetahui:
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Dr. Muhammad Kamal Zubair, M.Ag.
NIP 19730129 200501 1 004
v
Dalam penulisan sikripsi ini, banyak kendala dan hambatan yang dialami, tetapi Alhamdulillah berkat upaya dan optimisme yang didorong oleh kerja keras yang tidak kenal lelah, serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Namun, tetap diharapkan kritik dan saran yang konstruktif kepada semua pihak demi kesempurnaan sikripsi ini.
Ucapan terima kasih yang tulus kepada kedua orang tua tercinta, Almarhum Ibunda saya Andi Husni dan Ayahanda Muh. Ilyas, kedua orang tua yang telah membesarkan, mengasuh, dan mendidik dengan penuh kasih sayang, begitu pula saudara-saudaraku Andi Ajrah dan Andi Ahmad Adrian yang telah memberikan semangat dan senantiasa mendoakan, ucapan terima kasih juga pada seluruh keluarga yang ada di Sidarp yang telah memberikan bantuan dan motivasi selama kuliah sampai pada saat ini.
Pada kesempatan ini tidak lupa juga peneliti menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Sultra Rustan, M.S.i. sebagai Rektor IAIN Parepare yang telah bekerja keras mengelola pendidikan di IAIN Parepare
2. Bapak Dr. Muhammad Kamal Zubair, M.Ag. sebagai “Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam” atas pengabdiannya dalam menciptakan suasana pendidikan yang positif bagi mahasiswa.
3. Bapak Dr. Zainal Said , M.H selaku dosen Pembimbing Utama atas kritikan dan sarannya dalam mengerjakan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Damirah, S.E., M.M selaku dosen Pembimbing Pendamping sekaligus sebagai Penasehat Akademik khusus untuk penulis atas arahannya sehingga dapat menyelesaikan studi dengan baik.
5. Bapak dan ibu dosen program studi Perbankan Syariah yang telah meluangkan waktu mereka dalam mendidik penulis selama studi di IAIN Parepare.
6. Bapak dan Ibu Dosen yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengajari dan membagi ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan di IAIN Parepare.
7. Bapak dan Ibu Staf dan Admin Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam yang telah banyak membantu mulai dari proses menjadi mahasiswa sampai berbagai pengurusan untuk berkas penyelesaian studi.
vi
10. Para Staf dan Karyawan Bank Muamalat KCP Parepare yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.
11. Teman-teman mahasiswa program studi Perbankan Syariah, teman seperjuanagan selama KPM dan PPL dan segenap kerabat yang tidak sempat disebutkan satu persatu yang telah memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari masi banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan ini. Kritik dan saran dalam perbaikan penulisan ini sangat diharapkan dan akan diterima sebagai bagian untuk perbaikan kedepannya sehingga menjadi penelitian yang lebih baik. Terakhir peneliti berharap semoga hasil penelitian ini kiranya dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengatahuan. Akhirnya kepada Allah swt.
jualah kami memohon rahmat dan hidayah-Nya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara. Amin.
Parepare, 25 Rabi’ul Awal 1443 H Penulis,
Andi Asruni NIM. 17.2300.106
vii
Nim : 17.2300.106
Tempat/Tgl.Lahir : Latali/20 Mei 1999 Program Studi : Perbankan Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Judul :Analisis Fatwa DSN-MUI Nomor: 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang Akad Murabahah dalam Penerapan Hak Milik (Studi pada Bank Muamalat KCP Parepare)
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain secara sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Parepare, 14 September 2021 Penyusun,
Andi Asruni NIM. 17.2300.106
viii
Parepare) (dibimbing oleh Zainal Said dan Damirah).
Bank Muamalat KCP Parepare merupakan salah satu bank syariah yang kegiatan operasionalnya menerapkan sistem pembiayaan murabahah.
Mengenai murabahah sendiri telah diatur jelas dalam fatwa DSN MUI No :04/DSN- MUI/2000, tentang murabahah yang menyatakan bahwa “bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri dan pembelian ini harus sah dan bebas dari riba”. Sedangkan dalam praktiknya bank selaku penjual memberikan kebebasan terhadap pihak nasabah untuk mencari sendiri barang atau kendaraan yang diinginkan.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini diketahui bahwa penerapan hak milik dalam akad murabahah di Bank Muamalat KCP Parepare dimana objek murabahah tersebut secara sah telah menjadi milik bank muamalat barulah kemudian diadakan akad murabahah dengan pihak nasabah. Sehingga terjadilah pemindahan kepemilikan objek murabahah yang sebelumnya milik bank kemudian menjadi milik nasabah. Hal ini tentunya telah sesuai sebagaimana fatwa No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah. Penerapan hak milik di Bank Muamalat KCP Parepare ini dapat dikatakan sebagai Al-Milk at-tam (kepemilikan yang sempurna) karena setelah pelaksanaan akad dan penandatangan kontrak maka objek pembiayaan murabahah tersebut telah menjadi milik nasabah secara sah artinya terjadi pemindahan kepemilikan sehingga seluruh hak dan pemanfaatan yang terkait dengan objek akad tersebut sepenuhnya menjadi kuasa pihak nasabah.
Kata kunci: Analisis, Fatwa DSN-MUI, Hak Milik, Murabahah
ix
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN KOMISIS PENGUJI ... iv
KATA PENGANTAR ... v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Kegunaan Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Relevan ... 11
B. Tinjauan Teori ... 14
C. Kerangka Konseptual ... 31
D. Kerangka Pikir ... 35
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 36
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36
x
F. Uji Keabsahan Data ... 39 G. Teknik Analisis Data ... 41 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Akad Murabaha di Bank Muamalat KCP Parepare .... 43 B. Penerapan Hak Milik dalam Akad Murabahah di Bank Muamalat
KCP Parepare ... 51 C. Analasis Fatwa DSN-MUI Nomor: 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Akad Murabahah dalam Penerapan Hak Milik di Bank Muamalat KCP Parepare ... 58 BAB V PENUTUP
A. Simpulan ... 67 B. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA ... I LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
xii
2. Pedoman Wawancara X
3. Transkrip Wawancara XII
4. Surat Keterangan Wawancara XXI
5. Surat Observasi Awal XXVIII
6. Surat Izin Penelitian XXIX
7. Surat Izin Meneliti DPMPTSP XXX
8. Surat Keterangan Selesai Meneliti XXXI
9. Dokumentasi XXXII
10. Biodata Penulis XXXIII
1 BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang MasalahPerhatian umat Islam terhadap ekonomi Islam yang pada dasawarsa terakhir ini semakin tumbuh berkembang adalah salah satunya karena sistem ekonomi konvensional dengan bank-bank berdasarkan bunga ternyata tidak dapat memenuhi harapan. Bank-bank konvensional sebagaimana telah menyebar di seluruh negara- negara Islam telah menjadi bahan perdebatan di antara para cendikiawan muslim, khususnya mengenai hukum bunga apakah termasuk riba atau tidak.1 Pada perkembangannya, lembaga-lembaga Islam internasional maupun nasional telah memutuskan sejak tahun 1965 bahwa bunga bank atau sejenisnya adalah sama dengan riba dan haram secara syariah.2
Langkah awal maka dimulailah eksperimen pendirian bank Islam seperti yang terjadi di Pakistan dan Malaysia pada pertengahan 1940-an Rintisan bank syariah lainnya adalah Mit Ghamr Local Saving Bank pada tahun 1963 di Mesir, dimana setelah itu perkembangan bank-bank Islam mulai meningkat tajam, diantaranya adalah Bank Sosial Nasser (1971), Bank Pembangunan Islam (1975), Bank Islam Dubai (1975), Bank Islam Faisal Mesir (1977), dan Bank Islam Internasional
1Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga: Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 26.
2Sunarto Zulkifli, Panduan Transaksi Bank Syariah (Jakarta: Zikrul Hakil, 2003), h.5.
investasi dan pembangunan. Sekitar 24 bank Islam telah didirikan hampir di seluruh negara muslim antara tahun 1981-1985.3
Kelahiran bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992 sebagai bank pertama di Indonesia yang berlandaskan pada prinsip syariah dalam kegiatan transaksinya.
Tumbuh kembang bank syariah semakin marak manakala diterbitkannya UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang memungkinkan perbankan menjalankan dual banking sistem atau bank konvensional dapat mendirikan divisi syariah. Undang-Undang Lembaga keuangan syariah sekarang ini telah dikenal secara luas di Indonesia. Di antara lembaga keuangan syariah itu antara lain adalah LKS, asuransi syariah, bank syariah dll.4
Perbankan syariah pada saat itu belum mendapat perhatian yang optimal dari pemerintah, hal ini terlihat pada Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan Syariah yang belum menjelaskan adanya landasan hukum operasional perbankan syariah. Namun, setelah adanya undang-undang baru yaitu Undang- Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka bank syariah telah memiliki landasan hukum yang lebih kuat serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan oleh bank syariah. Melihat perkembangan perbankan syariah yang sangat progresif dan signifikan, maka perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah mengalami fase peningkatan yang begitu tajam setelah diberlakukannya undang-undang yang mengatur tentang perbankan yakni Undang-Undang No.10
3Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Bunga: Studi Kritis Larangan Riba Dan Interpretasi Kontemporer, h. 25.
4Zaim Saidi, Tidak Syar’inya Bank Syariah Di Indonesia Dan Jalan Keluarnya Menuju Muamalat (Yogyakarta: Delokomotif, 2010), h. 31.
Tahun 1998 yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Perkembangan perbankan syariah yang begitu cepat telah memacu produk layanan dan jasa agar dapat melayani keperluan masyarakat.5
Kehadiran perbankan syariah di Indonesia tentunya menjadi hal yang patut diapresiasi karena melihat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, dengan kehadiran berbagai ragam produk di perbankan syariah tersebut diharap dapat mengakomodir kepentingan masyarakat (nasabah) yang menghendaki sistem perbankan yang menggunakan prinsip-prinsip syariah. Karena sejauh ini masyarakat Indonesia sudah mulai tertarik dengan kegiatan perbankan, finansial, komersial, ataupun investasi yang sesuai dengan kaidah syariah.
Perbankan syariah menawarkan keunggulan serta karakteristik tertentu dibandingkan perbankan konvensional. Unsur moralitas menjadi faktor penting dalam seluruh kegiatan bank syariah, Hal ini bisa mendorong terciptanya etika usaha dan integritas pemilik dan pengurus yang tinggi.6 Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber daya insani yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki pengalaman akademis maupun praktis dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan memengaruhi produktivitas dan profesionalisme perbankan syariah.
Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni menghasilkan sumber insani yang mampu mengamalkan ekonomi syariah, karena
5Cecep Maskanul Hakim, Belajar Mudah Ekonomi Islam Catatan Kritis Terhadap Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia (Banten : Shuhuf Media Insani, 2011), h. 71.
6Adiwarman A.Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2008), h.130.
sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan bila tidak didukung oleh sumber daya insani yang baik pula.7
Kehidupan masyarakat yang hidup serba berkecukupan muncul kekhawatiran akan timbulnya pengikisan akidah. Pengikisan akidah ini bukan hanya dipengaruhi dari aspek syiar Islam tetapi juga dipengaruhi oleh lemahnya ekonomi masyarakat.
Maka keberadaan perbankan syariah diharapkan mampu mengatasi masalah ini lewat penentuan kebutuhan kebutuhan ekonomi masyarakat.8 Dilain pihak, beberapa masyarakat harus menghadapi lintah darat atau rentenir. Maraknya rentenir di tengah-tengah masyarakat mengakibatkan masyarakat semakin terjerumus pada masalah ekonomi yang tidak menentu. Besar pengaruh rentenir terhadap unsur-unsur yang cukup akomodatif dalam menyelesaikan masalah yang masyarakat hadapi, oleh karena itu perbankan syariah diharapkan mampu berperan lebih aktif dalam memperbaiki kondisi ini.
Produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: (1) Pembiayaan dengan prinsip jual-beli, (2) Pembiayaan dengan prinsip sewa, (3) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, (4) Pembiayaan dengan akad pelengkap. Murabahah (Fatwa DSN No.04/DSN- MUI/IV/2000) merupakan pembiayaan dengan prinsip jual-beli. Menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Murabahah (al-bai bi tsaman ajil) adalah transaksi jual beli barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak.9
7Adiwarman A.Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, h.27.
8Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta:
Ekonisia, 2013), h.108.
9Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 46.
Dari sekian produk yang dikembangkan oleh Bank Syariah, Murabahah masih mendominasi pembiayaan yang ditawarkan perbankan syariah. Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.10
Jumlah pembiayaan dengan skema murabahah di berbagai lembaga keuangan syariah terus menunjukkan peningkatan pada tiap tahunnya, dan merupakan indikator pembiayaan yang terbesar dibandingkan sumber pembiayaan lainnya seperti musyarakah, mudharabah, piutang salam, piutang istishna dan pembiayaan lainnya.
Dominasi pembiayaan Murabahah menunjukkan bahwa pembiayaan tersebut mempunyai banyak keuntungan bagi bank syariah. Pertama kepastian pembeli, dimana bank syariah tidak akan membelikan suatu barang kecuali sudah ada pembelinya. Kedua, kepastian keuntungan, dimana bank syariah dapat memastikan keuntungan atas suatu barang yang dijualnya. Ketiga, pembiayaan murabahah lebih mudah diaplikasikan pada saat sekarang ini.11
Murabahah pada awalnya merupakan konsep jual beli yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pembiayaan. Namun demikian, bentuk jual beli ini kemudian digunakan oleh lembaga keuangan syariah terutama perbankan syariah dengan menambah beberapa konsep lain sehingga menjadi bentuk pembiayaan. Akan tetapi validitas transaksi seperti ini tergantung beberapa syarat yang benar-benar harus diperhatikan agar transaksi tersebut diterima secara syariah.
10Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, h. 113.
11Lukmanul Hakim dan Amelia Anwar, ‘Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syariah Dalam Perspektif Hukum Di Indonesia’, Al-Urban: Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam, 1.2 (2017), h.214.
Pembiayaan murabahah telah diatur dalam Fatwa DSN/ No.04/DSN- MUI/IV/2000. Dalam fatwa tersebut ketentuan umum mengenai murabahah yang terdapat dalam bank syari‟ah. Bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsung kan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syari‟ah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.12
Praktik pembiayaan murabahah agar sesuai dengan syari‟at Islam di dasarkan pada Q.S. An-Nisa: 4/ 29.
ْنَع ًة َراَجِت َن ْوُكَت ْنَا ٰٓ َّلَِا ِلِطاَبْلاِب ْمُكَنْيَب ْمُكَلا َوْمَا ا ْٰٓوُلُكْأَت َلَ ا ْوُنَمٰا َنْيِذَّلا اَهُّيَآٰٰي ا ْٰٓوُلُتْقَت َلَ َو ۗ ْمُكْنِ م ٍضا َرَت
اًمْي ِح َر ْمُكِب َناَك َ هاللّٰ َّنِا ۗ ْمُكَسُفْنَا (
٢٩ )
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.13
Ibnu Katsir menafsiran ayat ini yakni Allah Swt. melarang hamba-hamba- Nya yang mukmin memakan harta secara bathil dan cara-cara mencari keuntungan yang tidak sah dan melanggar syariat seperti riba, perjudian dan yang serupa dengan itu dari macam-macam tipu daya yang tampak seakan-akan sesuai dengan hukum syariat, tetapi Allah mengetahui bahwa apa yang dilakukan yaitu hanya suatu tipu
12Alfiathan Adi Pratama, “Tinjauan Akad Pembiayaan Murabahah Terhadap Produk Oto Ib Hasanah (Studi Di Bank Bni Syariah Cilegon)” (Sikripsi Sarjana; Jurusan Hukum Ekonomi Syariah:
Banten, 2020), h.4-5.
13Quran.kemenag. https://quran.kemenag.go.id/sura/4/29 (8 April 2021).
muslihat dari si pelaku untuk menghindari ketentuan hukum yang telah digariskan oleh syariat Allah.14
Bank syariah yang kegiatan operasionalnya menerapkan sistem murabahah adalah bank Muamalat KCP Parepare. Ada pun produknya berupa KPR Muamalat iB, merupakan produk pembiayaan yang akan membantu anda untuk memiliki rumah (readystock/bekas), apartemen, ruko, kios, maupun pengalihan take over KPR dari bank lain, pembiayaan rumah indent, pembangunan dan renovasi. Produk kedua yaitu Auto Muamalat yang merupakan produk pembiayaan yang akan membantu nasabah untuk memiliki kendaraan bermotor. Dengan dikeluarkannya fatwa DSN-MUI NOMOR 4/DSN-MUI/IV/2000 yang mana dilatarbelakangi oleh banyaknya masyarakat yang memerlukan bantuan penyaluran dana dari bank berdasarkan prinsip jual beli, hal ini tentunya menjadi solusi dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahtraan hidupnya.
Fenomena menarik kemudian muncul dalam permasalahan pembiayaan Murabahah di perbankan syariah, dimana terdapat banyak bank syariah yang melakukan transaksi Murabahah dengan menyerahkan uang kepada nasabah (bukan barang). Sedangkan dalam fatwa DSN-MUI NOMOR 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang murbahah pada poin ke-4 mengatakan bahwa “bank membeli barang yang diperlukan oleh pihak nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba” namun, dalam prakteknya bank selaku penjual memberikan kebebasan kepada nasabah untuk mencari sendiri barang atau kendaraan yang diinginkan, hal inilah
14Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, Cet I (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2004), h.36.
yang menjadi satu alasan sehingga kerap kali masyarakat menganggap bank syariah tidak ada bedanya dengan bank konvesional.
Hal tersebut juga terbukti ketika nasabah datang ke bank syariah, hal pertama yang disodorkan kepada nasabah adalah brosur yang berisi limit pembiayaan atau pokok pembiayaan berserta ketentuan-ketentuan atas angsuran yang akan dilakukan.
Brosur ini tentunya bukan berisikan tentang barang-barang atau kendaraan yang diinginkan nasabah melainkan jumlah bayar angsuran beserta ketentuan-kententuan lainnya. Sampai disini dapat disimpulkan bahwa objek utamanya adalah uang bukan barang atau sejenisnya. Sedangkan dalam fatwa DSN-MUI tentang murabahah sangan jelas telah diataur terkait hal tersebut.
Akad murabahah merupakan akad dengan prinsip jual beli sehingga syarat- syaratnya juga harus sesuai dengan jual beli dalam hukum Islam. Akad jual beli dalam Islam dapat diartikan sebagai memindahkan milik (hak milik) dengan ganti (mendapat bayaran) yang dapat diberikan (sah menurut hukum) dan salah satu rukun dan syarat jual beli adalah adanya syarat yang mewajibkan benda harus berada di tangan penjual.15 Dalam hukum Islam hak milik diartikan sebagai syar’i (hubungan hukum) antara orang dengan satu benda yang menimbulkan akibat hukum dan bagi orang itu berwenang serta berhak untuk menggunakan benda tersebut dan bagi yang lain tertutup kewenangan itu. Dalam akad pembiayaan murabahah hak milik bank atas barang didapat dari perikatan/kontrak yang menyebabkan terjadinya pemindahan hak milik (jual beli).16
15Shobirin, ‘Jual Beli Dalam Pandangan Islam’, Bisnis: Bisnis dan Manajeman Islam, 3.2 (2015), h.254.
16Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Kepraktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2001 ), h.101.
Kedudukan status kepemilikan barang maupun kendaraan dalam pembiayaan atas dasar murabahah menjadi penting karena pada dasarnya akad murabahah merupakan akad dengan prinsip jual beli, bank dapat membeli langsung kebutuhan musytari (pembeli/nasabah) dari toko/supplier atau dapat melalui sistem pesanan (murabahah dengan pesanan). Dalam tindakan hak milik apabila bank syariah tidak memiliki barang yang akan dijual ke nasabah maka tidak akan terjadi pemindahan hak milik, sehingga tidak dapat digolongkan dalam akad pembiayaan murabahah karena akad pembiayaan murabahah adalah akad yang berdasar pada prinsip jual beli ada unsur pemindahan kepemilikan didalamnya.17
Penulis menggunakan tinjauan fatwa DSN-MUI dikarenakan fatwa sendiri dibuat juga sebelumnya telah meninjau dari persfektif hukum Islam dan kaidah Islam yang ada sehingga terbentuklah fatwa, yang mana fatwa tersebut dijadikan pedoman perbankan syariah dalam menjalakan opreasionalnya. Diangkat dari penjelasan di atas, maka penulis tertarik meneliti masalah mengenai praktik murabahah di perbankan syriah. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti “Analis Fatwa DSN- MUI Nomor 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang Akad Murabahah dalam Penerapan Hak Milik (Studi Pada Bank Muamalat KCP Parepare).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan akad Murabahah di Bank Muamalat KCP Parepare?
17Ani Yunita, ‘Problematika Status Kepemilikan Obyek Akad Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah Di Indonesia’, Hukum Ekonomi Islam, 1.2 (2017), h.36.
2. Bagaimana penerapan hak milik dalam akad Murabahah di Bank Muamalat KCP Parepare sudah berdasarkan pada Fatwa DSN-MUI Nomor 4/DSN- MUI/IV/2000?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan akad Murabahah di Bank Muamalat KCP Parepare.
2. Untuk menganalisis apakah penerapan hak milik dalam akad Murabahah di Bank Muamalat KCP Parepare sudah berdasarkan pada Fatwa DSN-MUI Nomor 4/DSN-MUI/IV/2000.
D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber referensi teoretis untuk penelitian sejenis di masa mendatang sehingga dapat menghasilkan penelitian yang lebih konkrit dan mendalam dengan teori yang terdapat di dalam penelitian ini.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi peneliti, diharapkan mampu menjadi acuan untuk penerapan ilmu perbankan syariah kedepannya.
b. Bagi pembaca, semoga hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat dan sekaligus memberikan sumbangsi bagi ilmu pengetahuan.
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Relevan
Penyusunan penelitian ini merupakan penelitian yang telah ada sebelumnya, namun tetap memiliki fokus penelitian dan objek penelitian yang menjadi pembeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, begitupun dengan metode penelitian yang dilakukan. Artinya, bahwa penelitian yang mengungkapkan tema yang diangkat oleh penulis sekarang bukanlah penelitian awal. Berikut beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya:
Penelitian pertama, yang dilakukan oleh Harnia yang berjudul “Analisis Penerapan Sistem Murabahah Pada pembiayaan Hunian Syariah Muamalat (Studi pada Bank Muamalat Makassar)”. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis dengan mengangkat data yang ada dilapangan. Dan hasil dari penelitian ini Penerapan Sistem Murabahah dalam Pembiayaan Hunian Syariah sudah berdasarkan pada ketentuan syariat Islam. Uang muka yang di ambil dari nasabah pada Pembiayaan Hunian Syariah ini pun, dibolehkan menurut para ulama fiqih. Pengambilan uang muka ini merupakan tanda jadi, keseriusan nasabah untuk melakukan pembelian dan sebagai bentuk kehati-hatian bank Muamalat untuk meminimalisir risiko yang mungkin timbul.18
18Harnia, “Analisis Penerapan Sistem Murabahah Pada Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat (Studi Pada Bank Muamalat Makassar )” (Skripsi Sarjana; Jurusan Ekonomi Islam:
Makassar, 2012).
Penelitian kedua, yang dilakukan oleh Wirda Yuli Firdaus yang berjudul
“Analisa Pembiayaan Murabahah Kepemilikan Mobil Pada Pt. Bank Bni Syariah Kantor Cabang Medan”. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan atau pada objek penelitian dengan pendekatan kualitatif di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Medan. Hasil dari pembahasan skripsi ini menunjukkan bahwa Pelaksanaan yang ditetapkan oleh PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Medan dalam kegiatan penyaluran pembiayaan kepada nasabah memiliki pelaksanaan yang berbeda dengan Fatwa DSN MUI, ini terlihat dari pelaksanaan akad wakalah. Dimana seharusnya dalam Fatwa DSN MUI harus menyelesaikan akad wakalah terlebih dahulu baru selanjutnya pihak bank melakukan akad murabahah. Akan tetapi di PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Medan tidak akad terjadi secara bersamaan. Hal ini bisa menyebabkan cacat janji yang dilakukan oleh nasabah kepada bank.19
Penelitian ketiga dilakukan oleh Alfiathan Adi Pratama yang berjudul
“Tinjauan Akad Pembiayaan Murabahah Terhadap Produk Oto Ib Hasanah (Studi di Bank BNI Syariah Cilegon)”. Penelitian ini merupakan penelitian didasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penelitian dan observasi (field research) dan Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini lebih bersifat deskriptif karena bermaksud untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai konsep akad pembiayaan murabahah dalam produk Oto IB Hasanah di BNI Syariah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pelaksanaan mekanisme akad pembiayaan murabahah terhadap produk Oto IB Hasanah pada bank BNI Syariah di Cilegon ada 3 tahap yaitu pertama tahap penelitian permohonan pembiayaan (pemeriksaan berkas
19Wirda Yuli Firdaus, “Analisa Pembiayaan Murabahah Kepemilikan Mobil Pada Pt. Bank Bni Syariah Kantor Cabang Medan” (Skripsi Sarjana; Program Studi DIII Perbankan Syariah: Medan, 2017).
permohonan pembiayaan), kedua tahap perjanjian pembiayaan (penandatanganan perjanjian), dan ketiga tahap realisasi pembiayaan (pencairan dana pembiayaan).20
Ketiga penelitian yang diuraikan penulis di atas, dapat dilihat letak perbedaan dan persamaanya dengan penelitian yang dilakukan penulis sekarang. persamaanya adalah sama–sama membahas tentang akad murabahah. Perbedaannya adalah pada titik fokus penelitian, Fokus penelitian terdahulu yang pertama hanya membahas terkait tentang pembiayaan murabahah kepemilikan kendaraan. Penelitian kedua, hanya berfokus pada bagamaina tinjauan terhadapa akad murbahah pada salah satu produk yg ada di bank BNI Syariah. Dan penelitian yang ketiga focus membahas penerapan akad murabahah dalam pembiayaan hunian.
Persamaan penelitian yang sekarang ini dengan penelitian-penelitian diatas adalah ketiga penelitian di atas juga menggunakan metode penelitian penelitian lapangan (field research) yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis dengan mengangkat data yang ada dilapangan. Perbedaan dengan penelitian sekarang ini yaitu penelitian ini adalah lokasi penelitian serta fokus penelitiannya dimana penelitian ini berfokus pada bagaimana analisis penerapan hak milik dalam akad murabahah di Bank Muamalat Kota Parepare apakah sudah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI Nomor: 4/DSN-MUI/IV/2000.
20Alfiathan Adi Pratama, “Tinjauan Akad Pembiayaan Murabahah Terhadap Produk Oto Ib Hasanah (Studi di Bank BNI Syariah Cilegon)” (Sikripsi Sarjana: Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, 2020).
B. Tinjauan Teori
Untuk mendukung penyusunan dalam penulisan proposal ini, penulis menggunakan teori-teori pendukung dari berbagai sumber. Adapun tinjaun teori yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:
1. Teori Analisis
Menurut kamus Bahasa Indonesia pengertian analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (perbuatan) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dimana penguraian suatu pokok atau berbagai bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti secara keseluruhan.21
Kata analisis diadaptasi dari bahasa Inggris “analysis” yang secara etimologis berasal dari bahasa Yunani kuno “ἀνάλυσις” (dibaca Analusis). Kata Analusis terdiri dari dua suku kata, yaitu “ana” yang artinya kembali, dan “luein” yang artinya melepas atau mengurai. Bila digabungkan maka kata tersebut memiliki arti menguraikan kembali. Menurut asal katanya tersebut, analisis adalah proses memecah topik atau substansi yang kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik.22
Soejadi menyatakan bahwa analisis sebagai rangkaian kegiatan pemikiran yang logis, rasional, sistematis dan objektif dengan menerapkan metodologi atau teknik ilmu pengetahuan, untuk melakukan pengkajian, penelaahan, penguraian, perincian, pemecahan terhadap suatu objek atau sasaran sebagai salah satu kebulatan komponen yang utuh kedalam sub komponen–sub komponen yang lebih kecil.
21Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 32.
22Dinul Fitrah Mubaraq, Analisis Teks Media Sebuah Pengantar Riset Jurnalistik (Parepare:
IAIN Parepare Nusantara Press, 2020), h. 47.
The Liang Gie menyatakan bahwa analisis sebagai berikut: Analisis adalah segenap rangkaian perubahan pikiran yang menelaah sesuatu secara mendalam terutama mempelajari bagian-bagian dari suatu kebulatan untuk mengetahui ciri- ciri masing–masing bagian, hubungannya satu sama lain dan peranannya dalam keseluruhan yang bulat itu. Di bidang Administrasi analisis yang dilakukan itu tergolong dalam pengertian logical analysis (analisis dengan pikiran menurut logika) untuk dibedakan dengan analisis dalam ilmu alam atau kimia (physycal atau chemical analysis).
Selanjutnya menyatakan bahwa analisis sebagai berkut : Analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen, sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam suatu keseluruhan. Dari pengertian di atas, maka analisis menyangkut beberapa unsur pokok antara lain sebagai berikut:
a. Analisis merupakan suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang didasari pikiran yang logis mengenai suatu hal yang ingin diketahui.
b. Mempelajari bagian pembagian secara rinci dan cermat sehingga apa yang ingin diketahui menjadi gambaran yang utuh dan jelas.
c. Ada tujuan yang ingin dicapai yaitu pemahaman yang tepat terhadap sebuah objek kajian.
Jadi secara umum, pengertian analisis adalah aktivitas yang terdiri dari serangkaian kegiatan seperti; mengurai, membedakan, dan memilah sesuatu untuk dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu dan kemudian dicari kaitannya lalu ditafsirkan maknanya.
2. Konsep Penerapan
Menurut kamus Bahasa Indonesia pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan.23 Pengertian Penerapan Menurut J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, penerapan adalah hal, cara atau hasil. Adapun Lukman Ali menyatakan bahwa penerapan adalah mempraktikkan, memasangkan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Adapun unsur-unsur penerapan meliputi:
a. Adanya program yang dilaksanakan.
b. Adanya kelompok target, yaitu masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut.
c. Adanya pelaksanaan, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan maupun pengawasan dari proses penerapan tersebut.
3. Konsep Hak Milik a. Pengertian Hak Milik
Istilah milik berasal dari bahasa Arab yaitu Milk. Dalam Al-Munjid dikemukakan bahwa kata-kata yang bersamaan artinya adalah milk (yang berakar dari kata kerja malaka) adalah malkan, milkan, malakatan, mamlakatan, mamlikatan, dan mamlukatan. Milik dalam lughah (arti bahasa) dapat diartikan memiliki sesuatu dan sanggup bertindak secara bebas terhadapnya. Menurut istilah, milik dapat didefinisikan, “Suatu ikhtisas yang menghalangi yang lain, menurut syariat, yang
23Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 1598.
membenarkan pemilik ikhtisas itu bertindak terhadap barang miliknya sekehendaknya, kecuali ada penghalang.24
Definisi di atas maksudnya adalah sesuatu yang mecengah orang yang bukan pemilik suatu barang atau mempergunakan/memanfaatkan dan bertindak tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pemiliknya. Sebaliknya, pengertian penghalang adalah suatu ketentuan ketentuan yang mencengah pemilik untuk bertindak terhadap harta miliknya.25
b. Sifat Hak Milik
Pemilikan pribadi dalam pandangan Islam tidaklah bersifat mutlak/absolute (bebas tanpa kendali dan batas). Sebab di dalam berbagai ketentuan hukum dijumpai beberapa batasan dan kendali yang tidak boleh dikesampingkan oleh seorang muslim dalam pengelolaan dan pemanfaatan harta benda miliknya. Untuk itu, dapat disebutkan prinip-prinsip dasarnya sebagai berikut:26
1) Pada hakikatnya individu hanyalah wakil masyarakat
Prinsip ini menekankan, sesungguhnya individu/pribadi hanya merupakan wakil masyarakat yang diserahi amanah. Amanah untuk mengurus dan memegang harta benda. Pemilikan atas harta tersebut hanya bersifat sebagai “uang belanja”.
Dalam hal ini, ia mempunyai sifat hak pemilikan yang lebih besar dibandingkan anggota masyarakat lainnya. Sesunguhnya, keseluruhan harta benda tersebut secara umum adalah hak milik masyarakat. Masyakat diserahkan tugas oleh Allah Swt.
24Suhrawardi dkk, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafik, 2014), h.6.
25Suhrawardi dkk, Hukum Ekonomi Islam, h.6.
26Suhrawardi dkk, Hukum Ekonomi Islam, h.7.
untuk mengurus harta tersebut. Pemilik mutlak dari harta benda tersebut adalah Allah Swt.27
Akhirnya, dapat dinyatakan pemilikan pribadi atas suatu harta benda didalam pandangan Islam sebenarnya bersifat “pemilikan hak pembelanjaan dan pemanfaatan” belaka. Dengan demikian, apapun bentuk kepemilikan pribadi (yang diperoleh berdasarkan usaha-usaha untuk tidak menyimpang dari syariat Islam) akan didapati hak masyarakat. Dalam istilah sehari-hari bahwa hak (pemilikan) pribadi mempunyai dimensi fungsi social.
2) Harta benda tidak boleh hanya berada ditangan pribadi (sekelompok) anggota masyarakat
Prinsip ini dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan dan kestabillan dalam masyarakat. Sekiranya harta benda itu hanya berada ditangan pribadi (monopoli kelompok) tertentu, anugerah Allah Swt. tersebut hanya berada ditangan seglintir orang. Ketidakbolehan penumpukan harta ini didasarkan ketentuan supaya harta itu jangan hanya beredar dimasa orang-orang kaya saja diantara kamu. Dalam konteks kekinian, hal tersebut dapat diambil ilustrasi bahwa sikap oligopoli, monopoli, kartel dan yang sejanisnya dengannya merupakan sikap mental pengingkaran nurani kemanusiaan dan jelas-jelas menyimpang dari ajaran Islam.28
c. Rukun Hak
Para ulama fikih mengemukakan bahwa rukun hak itu dibagi menjadi dua, yaitu pemilik hak (orang yang berhak) dan objek hak, baik sesuatu yang bersifat
27Ascary, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012) , h.72.
28Suhrawardika K.Lubid dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 15.
materi maupun utang. Yang menjadi pemilik hak, dalam pandangan syariat Islam adalah Allah Swt. baik yang menyangkut hak-hak keagamaan, hak-hak pribadi, atau hak-hak secara hukum, seperti perserikatan, yayasan yang didalam istilah fikih disebut dengan Asy-syakhshiyyah al-I’tibariyayyah. Seorang manusia, menurut ketetapan syara’, telah dimiliki hak-hak pribadi sejak ia masih janin dan hak-hak pribadi yang diberikan Allah Swt. ini akan habis dengan wafatnya pemilik hak.29 4. Konsep Murabahah
a. Pengetian Murabahah
Murabahah berasal dari kata bahasa Arab al -ribh (keuntungan), secara bahasa memiliki arti saling memberi keuntungan.30 Berdasarkan pengertian tersebut maka murabrahah berarti saling memberi keuntungan antara pihak ba’i dan musytari atas dasar kesepakatan kedua belah pihak. Murabahah adalah penjualan dengan harga pembelian barang berikut untung yang diketahui.31 Dalam pengertian lain murarahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.32
Menurut Fatwa DSN No. 4/DSN-MUI/IV/2000 “Bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki fasilitas Murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya
29Suhrawardika K.Lubid dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, h. 14.
30Atang Abdul Hakim, Fiqh Perbankan Syariah (Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 225.
31Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah (Bandung: Al-Ma’arif, 1988), h. 82
32 Adiwarman A.Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan , h. 113.
kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.33 Menurut PSAK 102 (paragraf 5) adalah menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut kepada pembeli.34
Heri Sudarsono menyatakan bahwa murabahah adalah jual beli pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati antara pihak bank dan nasabah.
Dalam murabahah, penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu. Pada perjanjian murabahah, bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok, dan kemudian menjualnyan kepada nasabahnya dengan harga yang ditambahkan keuntungan atau di mark-up. Dengan kata lain, penjualan barang kepada nasabah dilakukan atas dasar cost plus profit (penjualan ditambah keuntungan).35 Sedangkan Muhamad Syafi’i Antonio menyatakan bahwa murabahah adalah jual-beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati disini penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.36
33Andri Soemitro, Hukum Ekonomi Syariah dan Fiqh Muamalah di Lembaga Keuangan dan Bisnis Kontemporer (Jakarta Timur: Prenadamedia Group, 2019), h. 83.
34Muhammad Yusuf, ‘Analisis Penerapana Pembiayaan Murabahah Berdasarkan Pesanan dan Tanpa Pesanana Serta Kesesuaian Dengan PSAK 102’, Binus Business Review, 14. 1, (2013), h.19.
35Dhody Ananta, Rivandi Widjaatmadja dan Cucu Solihah, Akad Pembiayaan Murabahah di Bank Syariah dalam Bentuk Akta Otentik (Malang: Intelegnsia Media, 2019) , h. 95.
36Muhamad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik , h.101.
Veithzal Riva’i dan Andria Permata menyatakan bahwa murabahah adalah akad jual-beli atas suatu barang dengan harga yang disepakati antara penjual dan pembeli, setelah sebelumnya penjual menyebutkan dengan sebenarnya harga perolehan atas barang tersebut dan besarnya keuntungan yang diperolehnya.37
Menurut fiqih adalah akad jual beli atas barang yang yang diperjualbelikan, termasuk harga pembelian barang kepada pembeli kemudian ia mensyaratkan atasnya laba/keuntungan dalam jumlah tertentu.38 Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk lumpsum atau presentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran bisa dilakukan secara spot (tunai) atau bisa bisa dilakukan dikemudian hari yang disepakati bersama.39
Pengertian tentang Murabahah di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa Murabahah adalah suatu akad jual beli barang dengan menyebutkan harga pokok, dan di tambah keuntungan yang tentunya telah disepakati antara pihak bank nasabah, beserta cara pembayaran. Murabahah yang digunakan oleh bank syariah hendaknya mengambil dua hal penting yang harus diberitahukan kepada nasabah, yaitu pertama, harga beli barang dan biaya yang lainnya kedua, kesepakatan atas keuntungan.
b. Dasar Hukum
Murabahah merupakan transaksi jual beli yang dibolehkan oleh syariat, mayoritas ulama, dari kalangan para sahabat, tabi’in dan para imam mazhab, juga
37Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016).
h. 66.
38Prihantono, ‘Akad Murabahah Dan Permasalahannya Dalam Penerapan Di Lemabaga Keuangan Syariah’, Al-Maslahah 14.2, (2018), h. 220.
39Abdul Nasser Hasibuan, Rahmad Annam, dan Nofinawati, Audit bank Syariah (Jakarta:
Kencana, 2020), h. 110.
membolehkan jual beli jenis ini. Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama manusia mempunyai landasan hukum yang sangat kuat dalam Islam. Dalil- dalil yang membolehkan jual beli murabahah adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an memang tidak pernah secara rinci menyinggung masalah murabahah, namun demikian, dalil diperbolehkannya jual beli murabahah dapat dipahami dari keumuman dalil diperbolehkannnya jual beli. Murabahah jelas-jelas bagian dari jual beli, dan jual beli secara umum diperbolehkan berdasarkan ayat-ayat jual beli:
a) Q.S Al-Baqarah: 1/275.
وَب ِ رلٱ َم َّرَح َو َعۡيَبۡلٱُهَّللٱ َّلَحَأ َو
ٰٰ
Terjemahan:
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.40
b) Q.S Al-Nisa: 4/ 29.
َت نَع ًة َر َٰجِت َنوُكَت نَأ ٰٓ َّلَِإ ِلِطَٰبۡلٱِب مُكَنۡيَب مُكَل َٰو ۡمَأ ْا ٰٓوُلُكۡأَت َلَ ْاوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَهُّيَأٰٰٓـَي ْا ٰٓوُلُتۡقَت َلَ َو ۡمُكنِ م ضا َر
ا ٗمي ِح َر ۡمُكِب َناَك َ َّللَّٱ َّنِإ ۡمُكَسُفنَأ
Terjemahan:
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu.41
Berdasarkan ayat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jual beli murabahah diperbolehkan karena berlakunya ayat secara umum. Allah berfirman: “Allah telah menghalalakan jual beli dan mengharamkan riba”. Allah tidak berfirman “ Allah
40Quran.kemenag. https://quran.kemenag.go.id/sura/4/29 (8 April 2021).
41Quran.kemenag. https://quran.kemenag.go.id/sura/4/29 (8 April 2021).
telah meghalalkan jual beli salam, khiyar, Murabahah”. Namun berfirman secara umum yaitu menghalalkan jual beli. Kemudian ketika mengharamkan, Allah secara khusus menyebut riba. Hal ini menujukkan bahwa jual beli yang dihalalkan jauh lebih banyak daripada jual beli yang diharamkan.42
2. Al-Sunnah
Hadis riwayat oleh Ibnu Majah sebagai berikut:
نهيف ثلاث:لق ملسو هيلع الله ئلص يبنلا ْنَا ُهْنَع ُللهَا َي ِض َر َبْيَهُس ْنَع ٰ قملاو ئلا غعيبلا:هكربلا ا
ضر ﺔ لخو ﻂ ال ب رب لا ريعش ل تيبل ل عيبل
Al-Hadis:
Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”. (H.R. Ibnu majah dengan sanad dhaif).
Hadis di atas tergolong hadis yang sanadnya lemah, walau demikian dapat diambil faedah, dimana nabi mengutarakan adanya suatu keberkahan dalam 3 hal, salah satunya adalah menjual dengan tempo pembayaran, yang dimaksud dengan tempo pembayaran adalah model pembayaran yang dilakukan secara angsur dan sama dengan murabahah karena didalamnya unsur saling berbaik hati, saling mempermudah urusan dan memberikan pertolongan kepada yang berhutang dengan cara penundaan pembayaran.
42Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2016), h.
69.
3. Landasan Ijma’
Transaksi jual beli yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan syariat, sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat, bermanfaat bagi orang orang yang memiliki pengalaman terhadap kebutuhan dan barang barang, juga bagi orang yang tidak memiliki pengalaman dalam masalah jual beli.
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain.
Namun demikian, bantuan atau barang milik orang yang dibutuhkannya itu harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai dengan kesepakatan antara penjual dengan pembeli atau dengan alat tukar menukar yaitu dengan uang ataupun yang lainnya.43 Hampir dapat dipastikan bahwa tidak seorang ahli fikih pun yang menentang dibenarkannya praktik jual beli. Hanya saja mereka berselisih dalam hal hal tertentu, termasuk syarat-syarat jual beli, sifat jual beli itu sendiri dan lain-lain yang berkenaan dengan jual beli. Hal ini tentu dapat dimaklumi, karena bukan hanya dalam masalah jual beli saja mereka berbeda pendapat, bahkan hampir dalam semua permasalahan hukum Islam perbedaan pendapat tersebut selalu ada.
c. Syarat dan Rukun Murabahah
Menurut para jumhur ulama, sebetulnya syarat dan rukun yang terdapat pada bai’ Murabahah itu sama dengan syarat dan rukun yang terdapat pada jual beli, dan hal ini identik dengan rukun syarat dan rukun yang harus ada dalam akad.44 Syarat dari jual beli Murabahah yaitu:
43Shobirin. ‘Jual Beli Dalam Pandangan Islam’, Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam 3, no. 2, 2015), h. 244.
44Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.111.
1) Mengucapkan ijab Kabul. Dalam mengucapkan ijab (penawaran) dan kabul (permintaan) haruslah didasari dengan kesepakatan. Karena perjanjian lahir dari adanya kata sepakat. Syarat dari mengucapkan ijab kabul ini ialah:45
a) Harus jelas dan disebutkan secara spesifik dengan siapa akad tersebut dilakukan.
b) Antara ijab dan kabul harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang disepakati.
c) Tidak membatasi waktu, misal saya jual kepada anda untuk jangka waktu 12 bulan setalah itu jadi milik saya kembali.
2) Adanya para pihak yang berakad Para pihak yang berakad terdiri dari pihak penjual dan pembeli. Di mana para pihak ini harus memenuhi syarat dari jual beli yaitu:46
a) Cakap hukum, di mana pihak yang melakukan transaksi jual beli haruslah cakap menurut hukum, yaitu telah berusia 21 tahun atau telah menikah walaupun belum berusia 21 tahun.
b) Sukarela (ridha), para pihak yang melakukan transaksi jual beli haruslah atas kehendaknya sendiri atau bukan karena paksaan dari siapapun.
3) Objek yang di perjualbelikan Benda-Benda yang dapat dijadikan objek jual beli haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:47
45Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syariah (Yogyakarta;UII Press, 2012), h. 59-60.
46Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan Syariah (Yogyakarta;UII Press, 2012), h. 61.
47Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Yogyakarta;
Citra Media, 2006), h. 34-36.
a) Bersih barangnya, di mana barang yang dijual harus bersih atau tidak mengandung unsur najis dan barang-barang yang nyata diharamkan oleh agama.
b) Dapat dimanfaatkan, yaitu barang yang diperjualbelikan harus memiliki manfaat sehingga pihak yang membeli merasa tidak dirugikan.
c) Milik orang yang melakukan akad, yaitu barang yang dijual haruslah milik sendiri atau milik dari pihak penjual.
d) Mampu menyerahkannya, yaitu barang sudah harus ada dan diketahui wujud dan jumlahnya pada saat perjanjian jual beli tersebut diadakan, atau sudah ada sesuai dengan waktu penyerahan yang telah dijanjikan (dalam jual beli dengan sistem pemesanan).
e) Mengetahui, yaitu barang yang menjadi objek jual beli harus secara jelas diketahui spesifikasinya, jumlahnya, timbangannya, dan kualitasnya.
f) Barang yang diakadkan ada di tangan, yaitu perjanjian yang menjadi objek perjanjian jual beli harus benar-benar berada dibawah kekuasaan pihak penjual
Syarat dan rukun pembiayaan murabahah menurut Veithzal Riva’i dan Andria Permata Veithzal rukun dan syarat adalah:
1) Syarat pembiayaan Murabahah.
a) Syarat yang berakad (ba’i dan musytari) cakap hukum dan tidak dalam keadaan terpaksa.
b) Barang yang diperjualbelikan (mabi’) tidak termasuk barang yang haram dan jenis maupun jumlahnya harus jelas.
c) Harga barang (tsaman) harus dinyatakan secara transparan (harga pokok dan
komponen keuntungan) dan cara pembayarannya disebutkan dengan jelas.
d) Pernyataan serah terima (ijab qabul) harus jelas dengan menyebutkan secara spesifik pihak-pihak yang berakad.
2) Rukun pembiayaan Murabahah.
(a) Ba’i (penjual).
(b) Musytari (pembeli).
(c) Mabi’ (barang yang diperjual-belikan).
(d) Tsaman (harga barang).
(e) Ijab qabul (pernyataan serah terima)48
5. Fatwa DSN-MUI Nomor 4/DSN-MUI/IV/2000
Menurut Yusuf Qardhawi fatwa secara syara’ adalah menerangkan hukum syara’ dalam suatu persoalan sebagai jawaban dari pertanyaan dari seseorang maupun kolektif yang identitasnya jelas maupun tidak. Dari segi kekuatan hukum, fatwa sebagai jawaban hukum (legal opinion) tidaklah bersifat mengikat, dimana seseorang yang meminta fatwa (mustafti) baik secara perseorangan maupun lembaga atau masyarakat luas tidak harus mengikuti isi atau hukum yang diberikan kepadanya.49 Fatwa DSN-MUI Nomor 4 Tahun 2000 menjelaskan tentang murabahah. Adapun Dewan Syariah Nasional-MUI mengeluarkan fatwa ini atas dasar beberapa pertimbangan, diantaranya adalah:
48Zulfiayanda, Tinjauan Hukum Pembiayaan Murabahah dalam Perbankan Syariah (Banyumas: Pena Persada Redaksi, 2020), h. 45.
49Suad Qurrotul Aini, “Analisis Hukum Islam dan Fatwa DSN MUI No. 43 tahun 2004 terhadap denda keterlambatan pelunasan produk pembiayaan Arrum Haji di Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya”, (Skripsi Sarjana; Fakutas Syariah dan Hukum: Surabaya, 2019), h.40.
a. Bahwa masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran dana dari bank berdasarkan pada prinsip jual beli.
b. Bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan, bank syariah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
c. Bahwa oleh karena itu, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang Murabahah untuk dijadikan pedoman oleh bank syariah.50
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dalam fatwa 43 tahun 2004 tentang ta’widh(Ganti Rugi) memutuskan beberapa point yaitu diantaranya:51
Pertama, Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah:
1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
50Fatwa DSN MUI No. 4/DSN-MUI/VII/2000 tentang Murabahah.
51Fatwa DSN MUI No. 4/DSN-MUI/VII/2000 tentang Murabahah.
6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Kedua, Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:
1) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7) Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:
a. Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.
b. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut;
dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Ketiga, Jaminan dalam Murabahah:
1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
Keempat, Utang dalam Murabahah:
1) Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.
2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
3) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.
Kelima, Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:
1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya.
2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam, Bangkrut dalam Murabahah: Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
C. Tinjauan Konseptual
Agar tidak terjadi kesalapahaman dalam memberikan pengertian ataupun makna maka penulis memberikan penjelasan dari beberapa kata yang dianggap perlu agar mudah dipahami, yaitu sebagai berikut:
1. Analisis
Analisis adalah aktivitas yang terdiri dari serangkaian kegiatan seperti;
mengurai, membedakan, dan memilah sesuatu untuk dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu dan kemudian dicari kaitannya lalu ditafsirkan maknanya.
2. Fatwa
Secara etimologis, fatwa berarti, petuah, nasehat dan jawaban atas pertanyaan yang berkaitan dengan hukum. Dalam terminologi ushul fikih, fatwa dimaknai sebagai pendapat yang dikemukakan seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang diajukan oleh peminta fatwa dalam suatu kasus yang sifatnya tidak mengingat.52 Dengan kata lain, fatwa adalah pendapat hukum yang tidak mengikat yang dikeluarkan untuk menanggapi persoalan hukum.
3. Penerapan
Pengertian Penerapan Menurut J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, penerapan adalah hal, cara atau hasil. Adapun menurut Lukman Ali, penerapan adalah mempraktekkan, memasangkan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
4. Hak milik
Pengertian hak milik menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata didefinisikan sebagai hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan tersebut dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umun yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak menggangu hak-hak orang lain, kesemuanya dengan tidak mengurangi kemungkinan
52R. Cecep Lukman Yasin, Atas Nama Tuhan Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritati, (Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta, 2004 ), h.542.