PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Individu laki-laki memiliki tingkat konsumsi rokok yang lebih tinggi dibandingkan konsumsi rokok perempuan (Riskesdas, 2010). Individu yang tinggal di perdesaan memiliki tingkat konsumsi rokok yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang tinggal di perkotaan. Individu laki-laki memiliki tingkat konsumsi rokok yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Berdasarkan status perkawinan, individu yang menikah memiliki konsumsi rokok yang lebih tinggi dibandingkan individu yang belum menikah dan bercerai.
Identifikasi Masalah
Menurut Liem (2010), kandungan nikotin pada rokok dapat membuat seseorang lebih tenang dan menjaga moodnya. Data konsumsi rokok dapat dilihat pada Survei Kehidupan Keluarga atau Indonesia Family Life Survey (IFLS). IFLS merupakan lembaga yang mencari data survei aspek kehidupan keluarga di Indonesia yang terdiri dari karakteristik individu, rumah tangga, pendidikan, kebiasaan merokok, dan pekerjaan.
Alokasi dana untuk konsumsi rokok lebih besar dibandingkan untuk kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
Batasan Masalah
Rumusan Masalah
Apa pengaruh usia, jenis kelamin, status perkawinan, gangguan tidur, pendidikan dan pendapatan terhadap konsumsi rokok pekerja di Indonesia.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan untuk melihat tingginya tingkat konsumsi rokok di kalangan pekerja di Indonesia.
KAJIAN PUSTAKA
Kajian Teori
- Pengertian Konsumsi dan Permintaan
- Konsumsi Rokok
- Peraturan-peraturan tentang Rokok
- Tenaga Kerja
- Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Rokok Tenaga kerja di
Menurut Kotz dan West (2008), beberapa penelitian di Amerika menunjukkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap bahaya merokok dan upaya lain untuk mengurangi konsumsi rokok cukup berhasil, namun jumlah individu yang menjadi perokok aktif masih tinggi. Alasan mengapa konsumsi rokok masih tinggi adalah jika seseorang berada di bawah pengaruh suatu barang, maka individu tersebut akan membutuhkan barang tersebut dalam jumlah yang lebih banyak dalam jangka waktu tertentu. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 1999 tentang Perlindungan Rokok Bagi Kesehatan sebagai salah satu pelaksanaan ketentuan Pasal 44 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2000 tentang Keamanan Rokok Bagi Kesehatan, sebagaimana perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Keamanan Rokok Bagi Kesehatan. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2003 memuat tentang Perlindungan Rokok Bagi Kesehatan, bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, maka Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Perlindungan Rokok Bagi Kesehatan adalah ditetapkan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2000. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Keamanan Bahan Mengandung Bahan Aditif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Peraturan pemerintah ini berisi tentang produk tembakau, sistem penjualan, peraturan periklanan tembakau, informasi kandungan nikotin dan tar dalam tembakau, serta berbagai akibat dan risiko kesehatan dari konsumsi rokok. Pengangguran dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: pengangguran terbuka, yaitu angkatan kerja yang tidak mempunyai pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan. Hal ini dikarenakan risiko yang timbul akibat perilaku merokok, serta kesadaran diri perokok membuat mereka memilih untuk mengurangi konsumsi rokok.
Menurut Riskesdas (2013), individu laki-laki memiliki kecenderungan mengkonsumsi rokok yang lebih tinggi dibandingkan individu perempuan. Ahsan (2002) juga menemukan hal yang sama, laki-laki memiliki tingkat konsumsi rokok yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Menurut Riskesdas (2010), individu yang menikah memiliki kecenderungan mengkonsumsi rokok yang lebih tinggi dibandingkan individu yang belum menikah.
Menurut Sugiharti, Sukartini dan Handriana (2015), semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi pula pengeluaran konsumsi rokok.
Penelitian yang Relevan
Persamaan penelitian yang dilakukan Lilik Sugiharti dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel independen gender, pendapatan dan pendidikan. Perbedaan penelitian Lilik Sugihart dengan penelitian ini adalah variabel dependen yang digunakan, penelitian Lilik Sugihart menggunakan status merokok, sedangkan penelitian ini menggunakan konsumsi rokok. Penelitian yang dilakukan oleh Puput Arisna dan Eddy Gunawan (2016) bertujuan untuk mengetahui pengaruh pajak tembakau dan kawasan tanpa rokok terhadap pengeluaran rokok individu di Aceh dengan menggunakan model regresi linier berganda.
Persamaan penelitian Puput Arisna dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel terikat produksi rokok/konsumsi rokok, dan salah satu variabel bebas sama-sama menggunakan pendapatan. Perbedaan penelitian Puput Arisna dengan penelitian ini adalah variabel bebas yang digunakan adalah jumlah rokok dan pesan bergambar, sedangkan pada penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan, gangguan tidur, dan pendidikan. Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo Adi Nugroho (2017) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status merokok individu di Indonesia dengan menggunakan model regresi probit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan jenis kelamin, usia, berat badan, status perkawinan, status kepala rumah tangga, masa pendidikan, dan etnis berpengaruh terhadap status merokok individu. Di pedesaan, jenis kelamin, berat badan, status kepala rumah tangga, masa pendidikan, dan etnis mempengaruhi status merokok seseorang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Prasetyo Adi Nrugroho adalah variabel independennya menggunakan umur, status perkawinan, dan pendidikan yang sama.
Perbedaannya terletak pada variabel dependen yang digunakan; Penelitian Prasetyo Adi Nugroho menggunakan status merokok, sedangkan penelitian ini menggunakan konsumsi rokok. Penelitian yang dilakukan oleh Haifa Sari, Sofyan Syahnur dan Chenny Seftarita (2017) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi rokok pada rumah tangga miskin di Aceh dengan menggunakan model regresi linier berganda.
Kerangka Berpikir
Hipotesis Penelitian
Desain Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Populasi dan Sampel
Kriteria pengambilan sampel pada penelitian ini adalah pekerja yang berusia 15 tahun ke atas dan berstatus perokok.
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Purposive sampling merupakan suatu metode dimana sampel dipilih karena memenuhi syarat penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini usia responden disesuaikan dengan kuesioner yang terdapat pada IFLS 5 buku K halaman BUKU K – 6 dengan kode AR07 yaitu responden berusia 15 tahun ke atas (responden yang telah mencapai usia kerja). Dalam penelitian ini gender disesuaikan dengan kuesioner pada IFLS 5 yang terdapat pada buku K halaman BUKU K – 7 dengan kode AR09.
Dalam penelitian ini status perkawinan disesuaikan dengan kuesioner yang ada di IFLS 5 buku K halaman BUKU K – 8 bertanda AR13. Pada penelitian ini gangguan tidur diadaptasi dari kuesioner yang terdapat pada IFLS 5 buku 3B halaman BUKU IIIB – 1 dengan kode KP02 dengan keadaan/perasaan yang dialami yaitu saya sulit tidur. Dalam penelitian ini pendidikan yang digunakan disesuaikan dengan kuesioner pada IFLS 5 yang terdapat pada Buku K halaman BUKU K – 9 dengan kode AR17 yang merupakan kelas/jenjang tertinggi yang pernah diikuti oleh anggota rumah tangga.
Dalam penelitian ini, pendapatan yang digunakan disesuaikan dengan kuesioner di IFLS 5 yang terdapat di halaman 3A buku tersebut. BUKU IIIA – 44 dengan kode TK25A1 yaitu besarnya penghasilan bersih gaji/upah sebulan terakhir pada pekerjaan utama, dan juga dengan menggunakan kode TK26AI yang menunjukkan penghasilan bersih yang diperoleh pada status pekerjaan utama sebulan terakhir.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Analisis Data
Uji simultan (uji F) merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel jenis kelamin, umur, status perkawinan, gangguan tidur, pendidikan, dan pendapatan berpengaruh secara bersama-sama terhadap konsumsi rokok pada pekerja di Indonesia. Jika nilai probabilitas tingkat kesalahan hitung F atau p-value kurang dari tingkat signifikansi 5%, maka hipotesis diterima.
Uji parsial (Uji t) merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah setiap variabel jenis kelamin, umur, status perkawinan, gangguan tidur, pendidikan, dan pendapatan berpengaruh terhadap konsumsi rokok pada pekerja di Indonesia. R2 merupakan angka yang menunjukkan persentase variasi variabel terikat yang dijelaskan oleh gabungan variabel bebas. Jika nilai R2 menunjukkan nilai yang kecil, maka kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas.
Namun jika nilai R2 mendekati 1 berarti variabel independen mampu menjelaskan hampir seluruh informasi yang diperlukan untuk memprediksi variabel dependen.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
- Deskripsi Data
- Analisis Data
- Pembahasan
- Keterbatasan Penelitian
Kategori bobot sebaran konsumsi rokok tertinggi pada pekerja laki-laki sebesar 99,34% dan terendah pada pekerja perempuan sebesar 0,66% atau 7%. Kategori bobot sebaran konsumsi rokok tertinggi pada pekerja menikah sebesar 86,44% dan terendah pada pekerja belum menikah sebesar 13,56%. Data tersebut menunjukkan bahwa sebaran konsumsi rokok paling tinggi pada pekerja yang sudah menikah yaitu sebesar 80,14% dan terendah pada pekerja yang belum menikah.
Artinya konsumsi rokok pada pekerja berpendidikan tinggi lebih besar dibandingkan konsumsi rokok pada pekerja berpendidikan rendah. Konsumsi rokok kategori menengah tertinggi terdapat pada pekerja pada kuintil pendapatan 3 sebesar 26,72% dan terendah pada kuintil pendapatan 1 sebesar 22,38%. Konsumsi rokok golongan berat tertinggi terdapat pada kelompok pendapatan pekerja kuintil 4 sebesar 38,89% dan terendah pada kelompok pendapatan kuintil 1 sebesar 16,10%.
Artinya semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin tinggi pula konsumsi rokok pada pekerja di Indonesia. Pengujian pengaruh gangguan tidur terhadap konsumsi rokok menghasilkan tingkat kesalahan yang lebih kecil dari tingkat signifikan. Pekerja laki-laki memiliki tingkat konsumsi rokok yang lebih tinggi dibandingkan pekerja perempuan.
Pekerja yang sudah menikah memiliki tingkat konsumsi rokok yang lebih tinggi dibandingkan pekerja yang belum menikah. Faktor yang mempunyai pengaruh dominan terhadap konsumsi rokok pada kalangan pekerja di Indonesia adalah jenis kelamin, status perkawinan, dan gangguan tidur.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
- Prevalensi Perokok dan Rerata Jumlah Batang Rokok yang Dihisap
- Rata-Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang
- Hasil Statistik Deskriptif
- Persebaran Konsumsi Rokok Berdasarkan Umur (%)
- Persebaran Konsumsi Rokok Berdasarkan Jenis Kelamin (%)
- Persebaran Konsumsi Rokok Berdasarkan Status Perkawinan (%)
- Persebaran Konsumsi Rokok Berdasarkan Gangguan Tidur (%)
- Persebaran Konsumsi Rokok Berdasarkan Pendidikan (%)
- Persebaran Konsumsi Rokok Berdasarkan Pendapatan (%)
- Hasil Regresi Robust
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan memperbanyak kawasan tanpa rokok (SCA), memberikan edukasi tentang bahaya konsumsi rokok, dapat dilakukan melalui kegiatan arisan atau juga melalui seminar di sekolah/tempat kerja. Selain peran pemerintah, kesadaran diri juga diperlukan untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut, hal ini dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan pendukung yang positif di luar kegiatan utama, dengan cara ini intensitas waktu yang dihabiskan untuk merokok dapat dikurangi. Hal ini juga dapat dilakukan dengan mengganti konsumsi rokok dengan produk lain yang lebih aman, seperti permen. 34; Pengaruh Tarif Cukai Tembakau dan Pesan Bergambar Bahaya Rokok Terhadap Konsumsi Rokok di Banda Aceh.
34;Menjelaskan gradien sosial dalam berhenti merokok: bukan pada upaya, tetapi pada keberhasilan". 34;Dampak pendapatan dan harga rokok terhadap tingkat konsumsi rokok pada rumah tangga miskin di Indonesia". Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kawasan Tanpa Rokok.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Kesehatan Rokok. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang perlindungan bahan yang mengandung zat adiktif berupa hasil tembakau bagi kesehatan. 34; Dampak Lemahnya Kebijakan Subsidi Beras dan Bantuan Langsung Tunai Terhadap Belanja Telekomunikasi dan Rokok Rumah Tangga Miskin di Pulau Jawa”.