Rencana pelaksanaan kegiatan Puskesmas (RPK) disusun lintas program sesuai dengan anggaran yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah kabupaten/kota. Melaksanakan pengumpulan data, penyimpanan, analisis, serta pelaporan dan pendistribusian informasi sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan (D.
Manajemen Sumber Daya Manusia Puskesmas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Indikator penilaian kinerja untuk uraian tugas dasar pegawai ASN dapat menggunakan Employee Performance Objectives (EPOs). Evaluasi kinerja pegawai mengacu pada ketentuan penilaian kinerja pegawai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Manajemen sarana (bangunan), prasarana, peralatan Puskesmas, dan keselamatan dan keamanan lingkungan
Program MFK harus dievaluasi minimal setiap triwulan untuk memastikan Puskesmas telah berupaya menciptakan lingkungan yang aman bagi pengguna, staf, dan masyarakat sesuai dengan rencana. Pemantauan, pengendalian dan evaluasi kinerja dilakukan secara berkala sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan dan hasilnya diumpankan kembali ke seluruh program dan lintas sektor. 3. Puskesmas lainnya (D).
Peran Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan Puskesmas
Penanggung jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM memastikan kemudahan akses bagi sasaran dan masyarakat terhadap pelaksanaan layanan UKM. Kepala Puskesmas bersama Penanggung Jawab UKM, koordinator pelayanan dan pelaksana kegiatan UKM menetapkan kebijakan dan prosedur penilaian kinerja pelayanan UKM.
Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan dan Penunjang (UKPP)
Pengkajian, Rencana Asuhan, dan Pemberian Asuhan dilaksanakan secara paripurna
Profesional kesehatan dan/atau tim kesehatan interprofesional profesional melakukan studi pengguna layanan untuk menentukan diagnosis dan rencana perawatan. Pengguna layanan/keluarga diberikan kesempatan untuk bekerja sama dalam penyusunan rencana perawatan klinis yang akan dilaksanakan. Pengguna layanan/keluarga mendapat pendidikan kesehatan dengan pendekatan komunikatif dan bahasa yang mudah dipahami.
Rencana pemulangan disusun bagi pengguna jasa yang memerlukan rencana pemulangan sesuai dengan hasil penyelidikan awal (D,W). Survei pengguna jasa dilakukan dengan menetapkan diagnosa dan rencana perawatan oleh tenaga profesional dan kompeten sesuai dengan pedoman praktik klinis yang dituangkan dalam rekam medis.
Pelayanan gawat darurat dilaksanakan dengan segera sebagai prioritas pelayanan
Pengguna jasa diprioritaskan berdasarkan keadaan darurat sebagaimana tertuang dalam gagasan pokok sesuai dengan kebijakan, pedoman dan prosedur yang telah ditetapkan. Tata cara pengobatan pengguna layanan gawat darurat disusun berdasarkan pedoman praktik klinis pengobatan pengguna layanan gawat darurat dengan referensi yang dapat dipercaya. Perawatan terhadap pengguna layanan gawat darurat di puskesmas non rumah sakit dilakukan di ruang operasi pengguna layanan gawat darurat.
Penanganan kasus risiko tinggi yang dapat menyebabkan penularan pada staf dan pengguna layanan lainnya harus dipertimbangkan sesuai dengan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi. Pemberian perawatan kepada pengguna layanan darurat dan/atau risiko tinggi dilakukan sesuai dengan rencana, kebijakan, dan prosedur perawatan yang telah ditetapkan (O,W).
Pengguna layanan darurat yang akan dirujuk ke FKRTL terlebih dahulu disaring dan distabilkan sesuai dengan kapasitas Puskesmas dan dipastikan diterima di FKRTL sesuai dengan kebijakan, pedoman dan prosedur yang telah ditetapkan. Kasus risiko tinggi dapat berupa kasus yang mempunyai risiko kematian atau cedera yang tinggi, termasuk keadaan darurat pada ibu hamil/melahirkan, risiko terhadap masyarakat atau lingkungan, dan kasus yang memungkinkan penularan infeksi kepada staf, pengguna layanan, dan masyarakat. Jenis, dosis dan teknik anestesi lokal serta pemantauan status fisiologis pengguna jasa selama pemberian anestesi lokal oleh petugas dan dicatat dalam rekam medis pengguna jasa (D) Kriteria.
Pengguna jasa/keluarga pengguna jasa mendapat penjelasan dari dokter atau dokter gigi yang akan melakukan tindakan, mengenai risiko, manfaat, potensi komplikasi dan alternatif pelayanan sebelum tindakan yang akan dilakukan disetujui atau ditolak. D, HAI, W). Tindakan dilakukan sesuai kebijakan dan prosedur, dan dilakukan pemantauan terus menerus terhadap status fisiologis pengguna jasa selama dan segera setelah tindakan dan dicatat dalam rekam medis dalam bentuk laporan tindakan medis (D,W).
Terapi gizi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pengguna layanan dan ketentuan peraturan perundang-undangan
Di Puskesmas, terapi nutrisi ditawarkan kepada pengguna layanan secara berkala, sesuai dengan rencana pelayanan, berdasarkan hasil penilaian status gizi dan kebutuhan pengguna layanan, sesuai dengan Standar Proses Pelayanan Gizi. (PAGT). dalam Pedoman Pelayanan Gizi Puskesmas. Keluarga pengguna layanan dapat berpartisipasi dalam penyediaan makanan, jika diperlukan dan sesuai dengan penilaian kebutuhan pengguna dan rencana perawatan, dengan sepengetahuan profesional kesehatan yang kompeten. Terapi nutrisi adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada pengguna (klien) berdasarkan pengkajian gizi, meliputi terapi diet, konseling gizi dan pemberian makanan khusus untuk kesembuhan pasien.
Rencana gizi disusun berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan gizi pengguna jasa dalam kaitannya dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pengguna jasa. Pengguna jasa dan/atau keluarga mendapat pelatihan mengenai pantangan makanan pengguna jasa dan keamanan/higiene pangan jika keluarga turut serta mengantarkan makanan kepada pengguna jasa.
Pemulangan dan tindak lanjut pengguna layanan dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
Apabila keluarga pengguna jasa atau klien lain menyediakan makanan kepada pengguna jasa, maka mereka mendapat edukasi mengenai makanan yang dilarang/dikontraindikasikan untuk kebutuhan dan rencana pelayanan, termasuk informasi mengenai interaksi obat dengan makanan. Informasi yang diberikan kepada pengguna layanan/keluarga pada saat pulang atau dirujuk ke fasilitas kesehatan lain diperlukan agar pengguna layanan/keluarga dapat memahami langkah selanjutnya yang harus diambil untuk mencapai hasil layanan yang optimal.
Petugas pendamping pengguna jasa memberikan informasi lengkap (SBAR) tentang kondisi pengguna jasa kepada petugas penerima perpindahan pengguna jasa. Yang dimaksud dengan rujukan tidak langsung adalah suatu proses rujukan yang dilakukan dan proses pelaksanaannya diserahkan kepada pengguna jasa. Salinan CV pengguna jasa diserahkan bersama pengguna jasa kepada fasilitas kesehatan penerima rujukan.
CV memuat kondisi klinis pengguna jasa, prosedur dan pemeriksaan yang dilakukan serta kebutuhan lebih lanjut pengguna jasa. Pengguna jasa yang dirujuk kembali oleh FKRTL akan sesuai dengan umpan balik rujukan dan dicatat dalam rekam medis.
Penyelenggaraan Rekam Medis
Rekam medis diisi oleh setiap dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perseorangan. Apabila pada suatu institusi kesehatan terdapat lebih dari satu dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan, maka rekam medis dibuat secara terpadu. Rekam medis harus segera dicatat secara lengkap dan jelas setelah pemakai jasa menerima pelayanan dan mencantumkan nama, waktu, dan tanda tangan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan secara berurutan menurut waktu pelayanan dan sesuai dengan lulusan. kompetensi.
Bagi pengguna pelayanan 24 jam atau pengobatan selama 1 (satu) hari, isi rekam medisnya ditambah seperti pada pengobatan rawat jalan. Rekam medis diisi secara lengkap oleh dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perseorangan sesuai ketentuan Panduan Pelayanan Rekam Medis (D,O,W).
Penyelenggaraan Pelayanan laboratorium dan kefarmasian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
Keaslian dan keamanan obat yang diberikan harus terjamin. Oleh karena itu, perlu adanya pengendalian rantai pembelian obat. Pemantauan ketat terhadap respons pengguna layanan terhadap obat dosis pertama yang baru diberikan kepada pengguna layanan harus dipantau secara ketat. Pemantauan bertujuan untuk mengidentifikasi respons terapeutik yang diharapkan, reaksi alergi dan interaksi obat yang tidak terduga, untuk mencegah risiko bagi pengguna layanan.
Informasi riwayat pengobatan diperoleh dari pasien, keluarga pasien, daftar obat pasien, obat yang dimiliki pasien, dan rekam medis/grafik pengobatan. Semua obat yang digunakan pasien, baik obat resep maupun nonresep, termasuk obat herbal harus melalui proses rekonsiliasi.
Program Prioritas Nasional (PPN)
- Pencegahan dan Penurunan Stunting
- Penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian neonatus (AKN)
- Peningkatan cakupan dan mutu imunisasi
- Program Penanggulangan Tuberkulosis
- Pengendalian penyakit tidak menular dan faktor risikonya Puskesmas melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular
Pencegahan dan pengurangan stunting dalam bentuk intervensi gizi spesifik dan sensitif dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang dikembangkan bersama lintas program dan lintas sektor sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil, nifas, nifas, dan bayi baru lahir dilaksanakan sesuai dengan standar pedoman yang berlaku. Pelayanan pengantaran dilakukan sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan dan kerangka acuan yang telah ditetapkan.
Upaya promotif dan preventif dilakukan dalam rangka program pengendalian TBC sesuai pedoman yang telah ditetapkan. Program pengendalian penyakit tidak menular dikoordinasikan dan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun bersama lintas program dan sektor sesuai dengan kebijakan, pedoman dan kerangka acuan yang telah ditetapkan.
Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)
Program manajemen risiko berkelanjutan digunakan untuk melakukan identifikasi, analisa dan penatalaksanaan risiko
Sementara itu, risiko-risiko yang belum terjadi dan berpotensi menimbulkan kejadian/insiden didokumentasikan dalam High Risk Process Identification. Identifikasi dan analisis risiko yang terjadi di wilayah KMP, UKM dan UKPP dan dituangkan dalam risk register dilakukan. Identifikasi dan analisis potensi risiko yang belum terjadi pada wilayah KMP, UKM dan UKPP dilakukan pada Proses Identifikasi Risiko Tinggi (D,W).
Penerapan program manajemen risiko yang terdiri dari proses manajemen risiko berupa identifikasi, analisis, pengelolaan risiko dan pemantauan perbaikan untuk menentukan strategi pengurangan dan mitigasi risiko. Program manajemen risiko disusun berdasarkan analisis peristiwa yang telah terjadi dan hasil identifikasi proses risiko tinggi dan menjadi bagian terpadu dalam perencanaan Puskesmas (D,W) 2.
Sasaran Keselamatan Pengguna layanan diterapkan dalam Upaya Keselamatan Pengguna layanan
Pengguna layanan diidentifikasi sebelum prosedur diagnostik, prosedur, pemberian obat, dan pemberian makanan dilakukan, sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. Pelaporan kondisi pengguna jasa baik secara lisan maupun telepon dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan teknik SBAR (Situasi, Latar Belakang, Penilaian, Rekomendasi). Penandaan pada sisi dimana tindakan/prosedur akan dilakukan melibatkan pengguna jasa bila memungkinkan dan dilakukan dengan tanda-tanda yang mudah dikenali dan tidak membingungkan.
Screening terhadap pengguna jasa terhadap risiko jatuh dilakukan sesuai dengan kebijakan dan prosedur serta dilakukan upaya untuk mengurangi risiko jatuh pada pengguna jasa (O,W,S). Penilaian dan tindak lanjut dilakukan untuk mengurangi risiko situasi dan lokasi yang teridentifikasi berisiko jatuhnya pengguna jasa (D, O, W).
Puskesmas menetapkan sistem pelaporan insiden keselamatan pengguna layanan dan pengembangan budaya
Pelaporan dilakukan kepada National Service User Security Committee (NSSC) mengenai kejadian, analisa dan tindak lanjut sesuai jangka waktu yang ditentukan (D). Pendidikan kualitas klinis dan keselamatan pengguna layanan diberikan kepada semua penyedia layanan kesehatan. Pendidikan kebersihan tangan dilakukan kepada tenaga medis, petugas kesehatan, seluruh petugas Puskesmas, pengguna layanan dan keluarga pengguna layanan.
Untuk mengurangi risiko penularan penyakit melalui udara antara lain penggunaan APD, penataan ruang pemeriksaan, penempatan pengguna jasa dan perpindahan pengguna jasa sesuai prinsip PPI. Evaluasi dan tindak lanjut hasil pemantauan dilakukan mengenai pelaksanaan penataan ruang pemeriksaan, penggunaan APD, penempatan pengguna jasa, perpindahan pengguna jasa untuk mencegah penularan infeksi (D.O.W).