• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Living Hadis

N/A
N/A
Reyhan Mantau

Academic year: 2024

Membagikan " Studi Living Hadis"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI DIKILI DALAM PRESPEKTIF HADIS DI GORONTALO

(Studi Living Hadis)

Nassar Said Subetan

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo Jurusan Ilmu Hadis Fakultas Ushuludin dan Dakwah

Email: [email protected] Abstract

Tradisi, atau adat, adalah perbuatan yang dilakukan berulang kali dengan cara yang sama dan biasanya tidak disadari. Kebiasaan yang diulang-ulang ini dianggap bermanfaat bagi sekelompok orang, karena itu terus dilakukan. "Tradisi"

berasal dari kata latin "Tradere", yang berarti menyebarkan barang dari satu tangan ke tangan lain untuk dilestarikan. Tradisi adalah jenis kebiasaan yang berasal dari peristiwa masa lalu. Setiap tradisi dibuat untuk alasan tertentu, seperti untuk kepentingan budaya atau politik di masa lalu. Gorontalo memiliki tradisi dikili yang dilaksanakan pada setiap peringatan hari besar Islam tepatnya pada perayaan maulid Nabi saw. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian ini menjelaskan tentang masyarakat Gorontalo memahami tradisi diikili sebagai Du'a daa, yang berarti do'a besar besaran.

Kata Kunci: Tradisi, Dikili, Hadis.

Abstract

Traditions, or customs, are actions that are done repeatedly in the same way and are usually not realized. This repeated habit is considered beneficial for a group of people, because it continues to be done. "Tradition" comes from the Latin word

"Tradere", which means passing goods from one hand to another for preservation.

Tradition is a type of habit that originates from past events. Each tradition is created for a specific reason, such as for cultural or political interests in the past.

Gorontalo has a tradition of dikili which is carried out on every Islamic holiday, specifically during the celebration of the Prophet's birthday. This type of research is qualitative research using a descriptive approach. The results of this research explain that the Gorontalo people understand the tradition of diikili as Du'a daa, which means prayer for magnanimity.

Keywords: Tradition, Dikili, Hadith.

(2)

A. PENDAHULUAN

Berbicara tentang sejarah maulid nabi, maka kita akan diantarkan kepada perkataan paman nabi sendiri, yaitu Abbas bin Abdul Muthalib. Dimana ketika sang nabi dilahirkan, beliau (Abbas) menyaksikan kejadian yang begitu aneh, diantaranya yaitu runtuhnya patung-patung yang disembah oleh kaum kafir. Maka ketika sang nabi mulai tumbuh dewasa, Abbas bin Abdul Muthalib meminta izin kepada Rasulullah saw., untuk menceritakan peristiwa dan keutaman dilahirkan sang nabi.

Abbas berkata:

Sesungguhnya aku (Abbas) ingin memuji engkau wahai Rasulullah, maka Rasulullah saw., berkata : katakanlah, semoga Allah swt., menjaga mulutmu. Maka berkatalah Abbas bin Abdul Muthalib : Wahai Rasulullah, engkau telah harum sebelum diciptakan di bumi, dan ketika engkau berada dalam tulang rusuk Adam, ketika ia dan Hawa menempelkan dedaunan surga ke tubuh mereka.Engkau harum ketika Adam turun ke bumi engkau berada dalam tulang rusuknya, ketika engkau bukan seorang manusia, bukan gumpalan daging dan bukan gumpalan darah.

Bahkan engkau harum ketika berupa setetes air di punggungnya nabi Nuh 'alaihissalam ketika naik perahu. Sementara berhala Nasr dan orang-orang kafir pemujanya ditenggelamkan dalam banjir bandang. Engkau harum ketika dipindah dari tulang rusuk laki-laki ke rahim wanita, ketika generasi berlalu diganti oleh generasi berikutnya. Engkau harum ketika berada pada tulang rusuk nabi Ibrahim sang kekasih Allah, ketika ia dilemparkan ke sekumpulan api, sehingga tidak mungkin ia terbakar. Sampai kemuliaanmu yang tinggi yang menjadi saksi akan keutamaanmu membuat dari suku yang tinggi dan di bawahnya terdapat lapisan gunung-gunung. Ketika engkau dilahirkan, bumi menjadi bersinar dan cakrawala menjadi terang berkat cahayamu. Maka kami menerobos dalam sinar cahaya dan jalan-jalan petunjuk itu.”1

Demikianlah Abbas bin Abdul Muthalib membacakan maulid dihadapan nabi Muhammad saw.,sehingga dengan untaian tersebut, para ulama sepakat

1 Muhammad bin Abdul Baqi, Syarah al-Zarqani ala’ al-Mawahib al-Laduniyyah (Cet., 1;

Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1417 H), Juz : 4, h. 103.

Lihat juga : Mu’jam al-Thabrani, Juz : 4, h. 213.

(3)

bahwa yang pertama kali merayakan dan mengekspresikan hari kelahiran baginda nabi adalah pamannya sendiri. Hal ini juga telah disampaikan oleh seorang Muhaddis abad ke- 21 yaitu Prof. Dr. Abuya Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas al-Maliki al-Hasani dalam kitabnya bernama “Mafahim Yajibu an- Tusahhah”. Beliau (Abuya Sayyid Muhamad) menjelaskan bahwa yang pertama kali merayakan perayaan maulid bukanlah dari kalangan Dinasti Fatimiyah maupun Dinasti Abbasyiah. Mereka yang mengatakan bahwa perayaan maulid berasal dari dua dinasti tersebut adalah golongan yang tidak sepakat dengan perayaan maulid, karena mereka mengklaim bahwa kedua dinasti tersebut merupakan aliran syiah. Terlepas dari kedua dinasti tersebut, Sayyid Muhammad meluruskan dalam kitabnya bahwa yang pertama kali merayakan maulid adalah pamannya Rasulullah saw., oleh karena itu, kitab yang beliau tulis tersebut diberi nama “Mafahim Yajibu an-Tusahhah” yang berarti “pemahaman-pemahaman yang harus diluruskan”.

Beliau (Sayyid Muhammad al-Maliki) mengatakan bahwa yang pertama kali merayakan perayaan maulid adalah nabi sendiri. Dikatakan :

ملسو هيلع ا ىلص يبنلا وهو دلوملا بحاص وه دلوملاب نيلتخملا لوأ نا

Artinya:

“Sesungghunya yang pertama kali merayakan maulid adalah yang punya maulid, dialah nabi Muhammad saw”.2

Rasulullah saw., adalah orang yang pertama kali merayakan maulid dengan cara beliau sendiri, yaitu berpuasa dihari beliau dilahirkan (hari senin).

Banyak cara ketika kita ingin merayakan perayaan maulid, seperti berpuasa dihari senin, membaca kitab-kitab yang berkaitan dengan pribadi nabi, mengadakan majelis dzikir dan ta’lim, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu adalah bentuk ungkapan dan gambaran dalam merayakan perayaan maulid.

Hati yang selalu dibuka untuk senantiasa mencintai nabi saw., maka hati tersebut akan menjadi hati yang paling beruntung dan bahagia dunia akhirat.

2 Muhammad bin Alwi al-Maliki, Haula al-Ihtifal bi Dzikri al-Maulid al-Nabawi al-Syarif (Cet., 1; Beirut : al-Maktabah al-Assriyyah, 1431 H), h. 16.

(4)

Terbentuknya rasa cinta disetiap hati seseorang bukan terjadi begitu saja tanpa adanya usaha dan mengetahui siapa sosok gerangan yang dicintai. Tentu hal ini tidak semudah seperti yang dipikirkan oleh sebagian orang, melainkan rhal tersebut mesti dilakukan dengan adanya berbagai macam usaha seperti, berusaha mengenali seluk belu orang yang dicintai, berusaha untuk mengikuti kepada orang yang dicintai, dan tentunya selalu menjadikan orang yang dicintai sebagai idola dalam setiap saat. Dengan adanya usaha-usaha seperti ini, dapat menumbuhkan bibit dan benih cinta kepada orang yang kita cintai, khususnya Rasulullah saw.

Jika kita ingin mencitai nabi saw., maka mulailah dengan mengikuti sunnah-sunnah beliau, sebab cinta tanpa pengikutan bagaikan jasad yang berjalan tanpa ruh. Setelah kita mengikuti sunnah-sunnah beliau, maka tahapan selanjutnya adalah dengan menaati seluruh perintah dan aturan yang ditetapkan oleh beliau, sebab cinta tanpa menaati bagaikan ruh yang berjalan tanpa jasad. Oleh karena itu, kita sebagai umatnya nabi saw., harus sadar dan bangun dari lamanya kenyenyakan tidurnya kita selama ini, bahwa mencintai nabi wajib tanpa syarat, tanpa nanti dan tanpa tapi.

عيِطُم ُبِحُي ْنَمِل َبِحُمْلا َنإ ُهَتْعَطَل ًاقِداَص َكُبُح َناك ْوَل ُ

Artinya:

“jika cintamu kepada seseorang adalah cinta yang benar (sejati), maka pasti kamu akan menaati orang yang kamu cintai”.

B. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini bersifat kualitatif, menggunakan pendekatan historis yang terfokus pada sejarah kelahiran nabi yang dirampung dalam syair-syair Gorontalo.

pendekatan ini bertujuan untuk mengkaji lebih mendalam terkait tradisi dikili.

C. PEMBAHASAN Pengertian Tradisi

(5)

Tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan dari generasi ke generasi yang dapat membantu pertumbuhan pribadi anggota masyarakat, seperti membimbing anak menuju kedewasaan. Tradisi memiliki peran penting dalam membimbing pergaulan bersama di masyarakat. W.S. Rendra mengatakan bahwa tanpa tradisi, pergaulan bersama akan menjadi kacau dan hidup manusia akan menjadi biadab.

Namun, nilai tradisi sebagai pembimbing akan hilang jika menjadi absolut. Itu akan menjadi penghalang kemajuan dan bukan lagi sebagai pembimbing. Oleh karena itu, tradisi yang diterima perlu direnungkan kembali dan disesuaikan dengan zamannya.3

Pelestarian budaya dikili di provinsi Gorontalo dianggap penting karena pemahaman dan pengamalan budaya lokal semakin luntur di tengah maraknya budaya weternisasi yang disebabkan oleh era globalisasi. Adapun jumlah orang yang melakukan dikili yang tidak seimbang dengan regenerasi budaya menunjukkan masalah pelestarian budaya.4 Kebudayaan secara realitas merupakan unsur gabungan yang terdapat dalam kehidupan bermasyarakat dengan harapan, dipelihara dan dikembangkan sebagai wujud keluhuran budi pekerti suatu daerah termasuk tradisi lisan di dalamnya.5

Tradisi lisan dikenal berbeda pada setiap daerah, khususnya di Gorontalo.

Gorontalo umumnya dikenal dengan hampir setiap kebiasaan individual amat menghargai tradisi turun temurun, sebagaimana yang telah dipertahankan oleh orang-orang yang terdahulu, diantaranya tradisi dikili yang ditandai dengan ritual maulidan. Ungkapan-ungkapan yang terkandung dalam tradisi maulidan merupakan landasan dalam mengambil sikap bagi generasi selanjutnya dalam berbagai aspek kehidupan.6

3 Thomas, Abdul Wahab, and Muhammad Akram Mursalim. "Konservasi Tradisi Dikili pada Masyarakat Gorontalo." Medialog: Jurnal Ilmu Komunikasi, (2023) h. 103-111.

4 Mashudi, Imam. “ Model Husemas dalam mempertahankan tradisi dikili”, E-Proceedings. Vol.

1. No. 1. 2020.

5 Erwin Jusuf Thalib, “Dikili sebagai Ekspresi Islam Nusantara dalam Budaya Islam Lokal Gorontalo”, Jurnal Al Ulum, Vol. 16, No.1, 2016, h.105.

6 Ellyana Hinta, Simbol Verbal dan Non Verbal dalam Tradisi Maulidan sebagai Konteks Tradisi Lisan di Gorontalo, 2012, h.145.

(6)

Tradisi dikili masih sering dijumpai pada masyarakat setempat, hal ini berarti tradisi ini masih tergolong kental. Untuk itu, diharapkan penerus generasi zaman ini tidak terputus begitu saja dan dapat menjaga kelestarian tradisi dikili.

Pengertian Dikili

Makna dikili jika dilihat dari segi fungsi dapat dipetakkan dalam beberapa pengertian, terbagi atas; zikir maulid yang diperingati setiap hari maulid, zikir berarak yang digunakan saat mengarak pengantin dan tamu penghormatan, zikir rebana yang pelaksanaannya menggunakan alat rebana ketika menuju tempat upacra. Dalam pengertian lain dari segi bentuk terbagi atas; zikir laba, zikir barzanji, sebagaimana yang dijelaskan di bawah ini.

a. Zikir laba adalah zikir yang bahasanya terambil dari gabungan antara bahasa Arab dan bahasa Melayu. Di dalamnya terdapat pengkhususan unsur seni sehingga bermakna zikir yang benar.

b. Zikir barjanji merupakan perkemahan dalam berjanji Arab Melayu berdasarkan terjemah sewajarnya. Bentuknya berupa puisi bebas yang terambil dari qasidah mengguakan irama tuggal.

c. Zikir nabi Allah, bentuk ini lebih baik dan sempurna kata-katanya.

Ungkapan-ungkapan yang digunakan tersusun dari baris- baris yang panjang yang mengandung arti yang banyak.

Isi zikir merupakan sarana untuk menyampaikan pengajaran agama dan sebagai ungkapan-ungkapan singkat beberapa kisah dan cerita di dalamnya terkesan lebih puitis dan indah. Zikir yang dilantunkan biasa dilakukan pada malam hari, sehingga semua masjid di daerah Gorontalo akan terdengar cukup nyaring di telinga. Kemampuan seperti ini dipandang sakral sehingga tradiksi dikili menjadi khas budaya yang dihormati. Kandungan yang dimaksud pada zikir adalah sebagai upaya pengajaran yang baik kepada masyarakat.7

7 Moh karmin baruad, ”Tradisi Sastra Dikili dalam Pelaksanaan Upacara Adat Maulidan di Gorontalo”, Jurnal harakah,Vol. 16, No.1, (2014), h. 6.

(7)

Fungsi Dikili

Tradisi disebut sebagai satra kebudayaan Gorontalo karena bahasanya bercampur dengan bahasa Arab. Adapula istilah modikili dikenal sebagai tradisi yang identik dengan peringatan kelahiran nabi Muhammad yang dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama. Meski di daerah lain juga memiliki tradisi yang serupa tetapi di Gorontalo ada khas yang unik untuk melaksanakannya dengan harapan untuk mendapatkan syafaat dan membangun kesadaran terhadap masyarakat terhadap perjalanan nabi Muhammad saw.

Perayaan maulid nabi semarak dengan berbagai macam kegiatan muli dari menghias kue (tolangga) yang memiliki makna simbolik. Naskah dikili berfungsi sebagai media untuk mengabadikan sebuah ide, perasaan, dan pengetahuan, sehingga pembaca dapat memahami teks tersebut sewaktu dibutuhkan. Fungsi lain dari naskah dikili adalah sebagai sesuatu yang dapat dijadikan warisan dan dapat perjual belikan sebagai keuntungan terhadap pemiliknya.

Tahap Pelaksanaan Dikili 1. Mopo’ata (pemberitahuan)

Kegiatan ini terdiri dari pemberitahuan kepada pemerintah setempat mengenai pelaksanaan perayaan kelahiran nabi yang penyampaiannya oleh dua orng pegawai syarah dan dilakukan secara hukum adat.

2. Moloduo (undangan)

Kegiatan ini terdiri dari undangan kepada tiga serangkaian adat (pemerintah petuah keagamaan, dan pemimpin keamanan), oleh pemangku adat.

3. Lenggota lo Pohutu (pelaksanaan acara)

Kegiatan ini dilaksanakan sesuai tahapan-tahapan adat yang terdiri dari (a) molo’opu, berupa penjemputan khalifah di rumah kediaman oleh pegawai syarah dan diikuti oleh para pelaksana adat. (b) Mopobulio atau mengatur tempat duduk sesuai ketertiban. Kegiatan ini dilaksanakan sesudah pemimpin dan tamu

(8)

undangan tiba di masjid. (c) Mopodungga lo yilumo, menyuguhkan minuman ringan yang dilaksanakan oleh pemangku adat sesuai ketertiban. (d) Mopoluduo lo u yilumo, mempersilahkan pemimpin dan tamu undangan untuk minum. (e) Mopotouli lo u yiluma, menjememput kembali peralatan sajian minuman sesudah acara selesai. (f) Mopoma’lumu, memaklumkan kepada para pemimpin bahwa acara peringatan kelahiran nabi didahului dengan moha’ulu (tahlilan). (g) Moha ulu, mengikuti runtutan acara: momuata bohu (menjemput bara api), mopoloduo lo bohu (mempersilahkan acara) bahwa tahlilan akan dimulai, mohaulu dan ditutup dengan doa oleh pegaway syarah.

Simbol Pelaksanaan dalam Tradisi Dikili

Masyarakat berbondong-bondong menuju masjid pada pagi hari dengan membawa Waalima Tolangga untuk diberikan kepada para pembaca riwayat atau ta mo dikili, pembesar negeri, dan jamaah yang hadir.

Tolangga itu sendiri adalah tempat yang terbuat dari kayu dengan berbagai bentuk, tetapi yang paling umum adalah kubah mesjid yang digunakan untuk menyimpan berbagai jenis kue tradisional seperti tutulu, apang cowe, paria, dan lain-lain.

Perilaku umat Islam dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Islam sebagai cara hidup. Misalnya, nuansa modikili menunjukkan bagaimana standar keindahan dengan latar belakang Islam jelas. Nilai budaya dalam zikir (modikili) dapat dilihat melalui syair iringan, zikir yang dilantunkan dengan baik dan indah didengar, dan penataan masjid dari awal pelaksanaan hingga akhir, di mana masyarakat memberikan hidangan Waalima kepada ulama, imam, atau orang lain yang ikut berzikir. Ini adalah contoh kreativitas dalam bentuk koreografi yang dipengaruhi oleh budaya Islam.

Norma-norma keindahan Islam merupakan penerjemahan simbolis dari iman dan pemahaman tentang Tuhan yang tercermin dalam zikir.

Jenis seni seperti modikili berasal dari prinsip-prinsip ajaran Islam yang mendominasi masyarakat Islam. Demikian halnya, selama pertumbuhan dan

(9)

perkembangannya, nilai-nilai ajaran Islam menjadi landasan untuk seni Islam.

Karena itu, kekuatan nilai tersebut tidak hanya menjiwai dan mewarnai karya seninya, tetapi juga membentuknya. Seni modikili selalu ada dan dibutuhkan dalam segala aspek kehidupan karena merupakan salah satu ekspresi budaya manusia. Jadi, masalah yang ada di dalamnya terkait dengan nilai budaya masyarakat yang menghasilkannya. Humani adalah makhluk berbudaya yang memiliki potensi untuk berkembang sesuai dengan lingkungan budayanya.8

Pandangan Hadis dalam Menyikapi Tradisi Dikili

Dalam Islam menyikapi adat atau tradisi dikili harus dilakukan dengan hati-hati dan berdasarkan prinsip-prinsip syariat. Prinsip utama adalah bahwa adat tersebut tidak boleh bertentangan dengan ajaran Islam. Namun untuk memahami lebih dalam, kita juga harus merujuk pada hadis dan pandangan ulama tentang sikap terhadap tradisi dan adat istiadat.

1. Hadis tentang Ijma’ dan Urf

َبوُلُق َد َجَوَف َمَلَسَو ِهْيَلَع ُا ىَلَص ٍدَم َحُم ِبْلَق َدْعَب ِداَبِعْلا ِبوُلُق يِف َرَظَن َل َجَو َزَع َ َا َنِإ

َنوُمِلْسُمْلا ىَأَر اَمَف ،ِهِنيِد ىَلَع َنوُلِتاَقُي ،ُهَءاَرَزُو ْمُهَلَعَجَف ،ِداَبِعْلا ِبوُلُق َرْيَخ ِهِباَحْصَأ

َدْنِع َوُهَف اًئّيَس َنوُمِلْسُمْلا ىَأَر اَمَو ، ٌنَسَح ِ َا َدْنِع َوُهَف ،اًنَسَح

ٌئّيَس ِ َا

Artinya:

“Sesungguhnya Allah melihat hati hamba-hamba-Nya setelah nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam maka Allah menjumpai hati para sahabat merupakan hati yang terbaik lalu dijadikanlah mereka sebagai pendamping nabi-Nya yang berperang di atas agama-Nya. Maka Apa yang dipandang oleh kaum muslimin sebagai kebaikan maka di sisi Allah sebagai sebuah kebaikan. Dan apa yang dipandang oleh kaum muslimin sebagai kejelekan maka ia di sisi Allah adalah sebagai sebuah kejelekan”. (HR.

Ahmad).9

Penjelasan: Hadis ini sering dijadikan landasan oleh ulama untuk menerima adat atau tradisi yang tidak bertentangan dengan syariat. Artinya, selama adat

8 Eka Fransiska Lalu, Maria Heny Prantiknjo, Titiek Mulianti, “Tradisi Dikili Pada Masyarakat Desa Bulota Kecamatan Telaga Jaya Kabupaten Gorontalo”, Jurnal Holistik, Vol. 15, No.

3 (2022): h. 11.

9 Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Cet., 1; Beirut: Mu’assasah al-Risalah, 1416 H/1995 M), Juz: 6, h. 84.

(10)

tersebut dipandang baik oleh umat Muslim dan tidak melanggar prinsip-prinsip Islam, maka adat tersebut dapat diterima.

2. Asas Adat yang Tidak Bertentangan dengan Syariat

Tradisi yang berlaku di masyarakat harus dievaluasi apakah mengandung unsur syirik, bid'ah yang sesat, atau hal-hal yang diharamkan dalam Islam. Jika tidak ada unsur tersebut, maka tradisi tersebut dapat diterima.

1. Pandangan Ulama a. Ibnu Taimiyyah

Menyatakan bahwa adat atau tradisi yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam boleh dilakukan. Beliau menekankan pentingnya adat selama tidak ada dalil yang secara jelas melarangnya.

b. Imam Malik dan Al-Maslahah Al-Mursalah

Imam Malik menggunakan prinsip al-Maslahah al-Mursalah, yang artinya menerima manfaat umum yang tidak diatur secara eksplisit dalam syariat tetapi mendukung tujuan syariat. Jika suatu adat membawa manfaat dan tidak melanggar syariat, maka adat tersebut bisa diterima.

c. Imam Syafi’I Menerima tradisi lokal selama tidak bertentangan dengan hukum Islam. Tradisi tersebut bisa diterima sebagai bagian dari fiqh lokal yang sesuai dengan adat masyarakat setempat selama tidak bertentangan dengan syariat.

Pada dasarnya tradisi dikili adalah merayakan maulid nabi saw, yaitu peringatan hari kelahiran nabi Muhammad saw, merayakan maulid adalah salah satu cara bagi umat Islam untuk mengekspresikan cinta dan penghormatan mereka kepada nabi Muhammad saw. Kelahiran beliau membawa rahmat dan petunjuk bagi seluruh umat manusia dan dengan memperingati kelahiran nabi, umat Islam berusaha mengikuti jejak beliau dan mempraktikkan ajaran-ajaran beliau dalam kehidupan sehari-hari.

(11)

Sebagaimana hadis nabi Muhammad saw berikut:

ا لوسر نأ هنع ا يضر يراضنلا ةداتق يبأ نع : لاقف ؟نينثلا موص نع لئس

يلع لزنأ هيفو تدلو هيف

Artinya:

Dari abu Qatadah al-Ansoriy beliau berkata: nabi pernah ditanya tentang puasa hari senin maka beliau bersabda: hari itu (senin) adalah hari saya dilahirkan dan hari diutusnya saya sebagai seorang rasul. (Hr. Muslim, No. 1162).10

D. PENUTUP

Zikir adalah salah satu cara atau pendekatan untuk mendekati Allah swt.

Ini dapat dilakukan secara individual atau bersama-sama. Istilah ini dalam bahasa Gorontalo disebut sebagai dikili. Berbeda dengan budaya lain, kegiatan modikili (berzikir) dianggap sebagai suatu tradisi yang telah dilakukan oleh masyarakat selama ratusan tahun dan selalu dikaitkan dengan peringatan kelahiran (maulud) nabi Muhammad. di Gorontalo, tradisi ini lebih menonjol daripada di daerah lain karena dilakukan dengan cara yang berbeda dengan upacara adat. Setiap orang harus melakukannya dengan harapan mendapatkan syafaat nabi Muhammad saw.

Perlu diketahui dengan membaca atau mendengarkan dikili, anda akan dapat mengetahui dan menikmati hasil seni budaya yang dibuat oleh orang Gorontalo pada masa lalu. Menurut kandungan teksnya, dikili memiliki tujuan utama untuk membesarkan asma Allah sebagai bagian dari ibadah dan mengagungkan nabi Muhammad. Muhammad adalah nabi dan pesuruh yang dipilih Allah swt. untuk memimpin manusia ke jalan yang benar. Fungsi untuk mengagungkan nabi Muhammad saw sangat menonjol dalam dikili ini, seperti halnya kesempurnaan perilaku seorang manusia. Ini dilakukan untuk meningkatkan cinta umat Islam kepada nabi Muhammad saw.

Sebab menurut adat Gorontalo, dikili dilakukan dengan cara tertentu yang sudah ditetapkan secara adat, di mana semua sudah diatur dan hanya perlu

10Abi Husain Muslim Al-Naisaburi, Sahih Muslim (Cet., I: Saudi Arabia: Dar Al-Mugni, 1419 H/1998 M), h. 41.

(12)

dilakukan. Aadati ma dili-dilito bolo mopo'aito, aadati ma hunti-huntinga bolo mopodembingo, dan aadati ma hutu-hutu bolo mopohutu adalah semboyan yang digunakan oleh orang Gorontalo untuk mengatur peradatan mereka. Ini berarti bahwa kebiasaan telah diterima, kebiasaan telah disambungkan, kebiasaan telah digunting, kebiasaan telah ditempelkan, dan kebiasaan telah ditetapkan.

Penyediaan walimah, kue berhias, menandai peringatan hari maulid.

Walimah adalah simbol kebahagiaan yang ditunjukkan melalui karya seni dan semangat kerja yang tinggi. Masyarakat menganggap menyediakan walimah sebagai cara untuk menunjukkan rasa syukur atas karunia yang diberikan kepada mereka, dan setiap orang yang mengaku muslim diwajibkan untuk melakukannya.

Dengan demikian, penyelenggaraan maulid Nabi dengan penyediaan walimah yang melimpah tidak membuat masyarakat miskin; sebaliknya, masyarakat semakin ramai setiap tahun dan terus merayakannya dengan semangat.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Baqi, Muhammad bin Abdul. Syarah al-Zarqani ala’ al-Mawahib al-Laduniyyah Cet., 1; Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1417 H, Juz : 4, h. 103. Lihat juga : Mu’jam al-Thabrani, Juz : 4.

Baruad, Moh karmin. ”Tradisi Sastra Dikili dalam Pelaksanaan Upacara Adat Maulidan di Gorontalo”, Jurnal harakah,Vol. 16, No.1, 2014.

Hinta, Ellyana. Simbol Verbal dan Non Verbal dalam Tradisi Maulidan sebagai Konteks Tradisi Lisan di Gorontalo, 2012.

Hanbal, Ahmad bin. Musnad Ahmad bin Hanbal, Cet., 1; Beirut: Mu’assasah al- Risalah, 1416 H/1995 M, Juz: 6.

Lalu, Eka Fransiska, Maria Heny Prantiknjo dan Titiek Mulianti. Tradisi Dikili Pada Masyarakat Desa Bulota Kecamatan Telaga Jaya Kabupaten Gorontalo”, Jurnal Holistik, Vol. 15, No. 3 2022.

Al-Maliki, Muhammad bin Alwi. Haula al-Ihtifal bi Dzikri al-Maulid al-Nabawi al-

Syarif Cet., 1; Beirut : al-Maktabah al-Assriyyah, 1431 H.

Mashudi, Imam. “ Model Husemas dalam mempertahankan tradisi dikili”, E- Proceedings. Vol. 1. No. 1. 2020.

Al-Naisaburi, Abi Husain Muslim Sahih Muslim Cet., I: Saudi Arabia: Dar Al- Mugni, 1419 H/1998 M.

Thomas, Abdul Wahab dan Muhammad Akram Mursalim. "Konservasi Tradisi Dikili pada Masyarakat Gorontalo." Medialog: Jurnal Ilmu Komunikasi, 2023.

.

Thalib, Erwin Jusuf “Dikili sebagai Ekspresi Islam Nusantara dalam Budaya Islam

Lokal Gorontalo”, Jurnal Al Ulum, Vol. 16, No.1, 2016.

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hadis garib bagian dari hadis ahad, para ulama hadis bersepakat bahwa hadis ahad yang berkualitas sahih dapat dijadikan sebagai hujjah dalam ajaran

1. Adanya warisan dari nenek moyang tentang kepercayaan yang sakral terhadap penggunaan magic, adanya tersebut diwariskan secara turun- temurun kepada anak-cucunya, karena

Pada masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, tradisi batumbang apam tidak hanya sekedar tradisi yang diwariskan secara turun temurun, tetapi kini menjadi juga

Tradisi tiban dalam perspektif dakwah adalah tradisi yang sudah turun – temurun hadir dalam kehidupan masyarkat desa Bauh Gunung Sari, dalam tradisi ini berhubungan

Pulau Jawa yang meyoritas penduduknya beragama Islam mempunyai tradisi-tradisi yang berbeda setiap daerah meskipun masih berkaitan dengan agama Islam. Karena

Ia akan memfokuskan pada masalah perkembangan living hadis di Indonesia, pentingnya menggeser studi hadis dari teks ke masyarakat, arah studi living hadis dari tradisi

a) Tradisi, masyarakat Suku Samin menganggap pasuwitan adalah tradisi yang sudah turun-temurun yang diwariskan oleh para pendahulunya dan mereka meyakini hal itu

Folklor merupakan bagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun, di antara kolektif apa saja, secara tradisional dalam versi