• Tidak ada hasil yang ditemukan

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)

N/A
N/A
Konicare

Academic year: 2023

Membagikan " Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) memiliki kebijakan umum yang mengatur tentang Taman Nasional. Kebijakan tersebut tercantum dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Penetapan TNBTS menjadi kawasan pelestarian alam adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjaga ketersediaan sumber daya alam adalah penetapan suatu kawasan yang memiliki fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, yang disebut dengan kawasan pelestarian alam (Keputusan Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Nomor: SK. 47 /IV-21/BT.1/2013).

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) memiliki masyarakat local yang mendiami wilayah tersebut yaitu Masyarakat Tengger. Orang Tengger hidup dalam suasana damai, teratur, tertib, jujur, rajin bekerja, dan selalu gembira. Mereka tidak mengenal judi dan candu. Hal-hal seperti perzinahan, perselingkuhan, pencurian, atau jenis-jenis kejahatan lainnya juga tidak ada dalam masyarakat Tengger. Orang Tengger dikenal sebagai petani tradisional yang tangguh, bertempat tinggal berkelompok-kelompok di bukit-bukit yang tidak jauh dari lahan pertanian mereka. Masyarakat Tengger adalah masyarakat yang mayoritas warganya memiliki latar belakang pekerjaan sebagai petani, meskipun begitu masyarakat Tengger sangat memuja hutan karena menurut kepercayaan mereka hutan adalah warisan kekayaan yang dapat dimanfaatkan sepanjang umur dan harus diwariskan kepada generasi selanjutnya [ CITATION Mey14 \l 14345 ]. Masyarakat Tengger sangat menjaga kelestarian hutan, konsep tersebut juga sejalan dengan manajemen hutan lestari yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai ekonomi, social, dan lingkungan sumber daya hutan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

Kelestarian hutan yang telah dijaga oleh masyarakat Tengger mulai menghadapi masalah, karena keberadaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang baru dibuka dan menjadi tempat pariwisata. Namun, dibalik permasalahan yang mulai dihadapi terdapat peluang berupa sumber pendapatan baru di bidang pariwisata bagi masyarakat Tengger. Akan tetapi dibalik setiap kegiatan wisata yang menawarkan tambahan pendapatan dan janji-janji masa depan ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat Tengger, tersimpan potensi masalah baru, yakni percepatan kerusakan wilayah keramat didaerah Tengger dan berkembangnya isu kerusakan lingkungan yang senantiasa menyertainya. Dilema inilah yang dialami oleh sektor pariwisata Bromo- Tengger. Pada satu sisi, meningkatnya pengunjung berarti meningkatnya pendapatan masyarakat dari sektor wisata. Pada saat yang sama, di sisi lain, kerapnya kunjungan itu, jika tidak dikelola dengan benar, berpotensi merusak obyek wisata, tanah adat, wilayah keramat, ekosistem penting, yang pada gilirannya dapat memusnahkan bukan saja pendapatan ekonomi dari sektor wisata, tetapi juga meruntuhkan bangunan sosial dan identitas masyarakat, karena efek domino dari rusaknya lingkungan dan simbol-simbol religi masyarakat Tengger. Kerugian yang akan dihadapi Masyarakat Tengger bukan saja hilangnya keuntungan ekonomi dari kegiatan wisata,

(2)

tetapi juga runtuhnya identitas Wong Tengger karena musnahnya situs-situs keramat dan wilayah adat mereka (Nugroho & Darwiati, 2016).

Kemudian, diterbitkanlah kebijakan taman nasional berbasis resor: membagi kawasan taman nasional menjadi area-area berluas tertentu yang relatif mudah dikelola (manageable), mencontoh sistem pengelolaan hutan yang diterapkan Perum Perhutani. Di antara para pemangku kepentingan (stakeholders) Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yang akan paling langsung terkena dampak kerusakan kawasan Bromo Tengger Semeru dan yang akan paling parah menderita adalah masyarakat adat Tengger, yang telah berabad-abad menetap di sekitar Taman Nasional, yang wilayah adat mereka berada dalam kawasan Taman Nasional. Merekalah yang mesti-nya berkepentingan paling besar atas lestarinya kawasan Bromo Tengger Semeru, hingga karenanya upaya-upaya pemberdayaan-aktif mereka dalam menjaga kelestarian Kawasan Taman Nasional perlu diprioritaskan (Mujanah, S, Ratnawati, T & Andayani, 2016).

Pemberdayaan aktif itu artinya melibatkan masyarakat adat Tengger dalam perencanaan, pelaksanaan, penerimaan manfaat, juga dalam proses pemantauan (monitoring) dan evaluasi pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Masyarakat Tengger memahami bahwa sumberdaya alam hayati adalah kekayaan yang diwarisi oleh nenek moyang suku Tengger, sehingga pemanfaatan sangat terbatas dan harus diiringi dengan aksi peduli terhadap kelestarian hutan. Masyarakat suku Tengger melakukan interaksi dengan sumberdaya alam di kawasan hutan karena termotivasi oleh sistem turun-temurun yang diwariskan oleh keluarga mereka untuk hidup berdampingan dengan alam dan memanfaatkan hutan secara bijaksana. Aksi nyata yang dilakukan masyarakat Desa Ranu Pani untuk menjaga kelestarian hutan antara lain yaitu dengan turut serta melakukan penanaman, turut patroli kawasan, pembentukan kader konservasi, masyarakat peduli api, masyarakat peduli sampah, pamswakarsa, serta sikap pro masyarakat terkait peraturan mengenai batasan pemanfaatan sumberdaya alam hayati [ CITATION Mey14 \l 14345 ].

Datar Pustaka

Keputusan Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Nomor: SK. 47 /IV-21/

BT.1/2013, Tentang Petunjuk Teknis Standar Operasional Prosedur Pendakian Gunung Semeru di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Nugroho, A. W., & Darwiati, W. (2016). Studi Daerah Rawan Gangguan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Desa Sekitarnya. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 4 (1), 1-12.

Mujanah, S., Ratnawati, T., & Andayani, S. (2016). Strategi Pengembangan Desa Wisata di Kawasan Hinterland Gunung Bromo Jawa Timur. JHP17: Jurnal Hasil Penelitian, 1(01).

Meyliana Astriyantika, H. A. (2014). STUDI KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI PADA MASYARAKAT TENGGER DI RESORT RANU PANI, TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU. Media Konservasi, 1-11.

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat Tengger memiliki pengetahuan dalam mengelola keanekaragaman jenis sumber daya hayati dan lingkungan serta mengembangkan sistem produksi di Pegunungan Bromo, Tengger

Manfaat penggunaan sumberdaya alam hayati dari hutan dirasakan biasa saja oleh masyarakat karena mereka hanya mengambil kayu bakar dari pohon yang telah mati

Kegiatan studi Iiteratur dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kondisi umum kawasan (mencakup letak dan luas, topografi, iklim, tanah dan

Proses tersebut terdiri atas dua elemen, yaitu (a) penetapan tujuan; dan (b) menentukan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Persepsi dari pelaku wisata (pengunjung, penyedia jasa kuda, penyedia jasa Jeep dan pedagang) menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan pada kawasan laut pasir

[r]

Kondisi lingkungan yang asri dengan pekarangan yang ditanami berbagai jenis tanaman khas suku Tengger pada desa- desa di kantung Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru secara langsung berbatasan dengan 72 desa yang terletak di 18 Kecamatan yang termasuk dalam empat wilayah kabupaten