• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

20 BAB II

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PUBLIK DALAM MENYERAP EMISI KARBONDIOKSIDA (CO2) DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

2.1 Tinjauan Umum RTH Publik dalam Menyerap Emisi CO2

Pertumbuhan penduduk dan pengguna penambahan kendaraan bermotor dapat mengakibatkan tidak seimbangnya daya penyerapan oleh Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik dalam menyerap CO2 yang dihasilkan dari kendaraan. pengukuran kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik dalam menyerap karbon dioksida dari aktivitas transportasi di Jalan Veteran dan Jalan Hos Cokroaminoto, memerlukan tinjauan pustaka yang dijadikan sebagai acuan dalam merancang prosedur penelitian. Pada bab ini, disajikan berbagai macam teori sebagai dasar perhitungan dalam menghitung emisi yang dihasilkan serta kemampuan serapan karbon yang dapat dilakukan seperti ruang terbuka hijau dan penyerapan karbondioksida oleh pohon, emisi karbon dioksida (CO2), dan klasifikasi kendaraan. Selain itu, penggunan teori bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan.

2.2 Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau merupakan salah satu sarana yang disediakan oleh pemerintah kota untuk kepentingan umum dan harta benda. sebagai kota penghijauan, sebagai daerah penembusan hujan, sebagai sarana interaksi sosial budaya dengan masyarakat perkotaan (Harahap, 2015). Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas, kawasan hutan hijau kota, kawasan rekreasi hijau kota, kawasan olahraga hijau, kawasan hijau pekarangan.

Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur Ruang vegetasinya (Tinambunan, 2006).

RTH sebagai ruang terbuka baik publik maupun privat yang dibangunnya oleh vegetasi, baik langsung atau tidak langsung tersedia untuk pengguna (Rawung, 2015). Definisi yang sama juga tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008, RTH kawasan perkotaan merupakan bagian dari ruang terbuka yang dipenuhi oleh tanaman mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Ada banyak efek kesejahteraan positif dari ruang terbuka hijau publik termasuk mengurangi tekanan darah, peningkatan kesejahteraan mental, penurunan stres, efek positif pada fungsi kognitif termasuk peningkatan perhatian, dan keadaan psikofisiologis (Paul et al., 2020).

(2)

21

Berdasarkan Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, perencanaan tata ruang kota, rencana tata ruang, perencanaan tata ruang, ruang terbuka, minimal 30% dari luas wilayah kota, Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, selain dimuat dalam RTRW kota, RTRD kota, atau RTR kawasan kota strategis, juga dimuat dalam RTR Kawasan Perkotaan yang merupakan rencana terperinci tata ruang wilayah kabupaten.

Berdasarkan ketentuan itu pula minimal 30% dari luas wilayah kota, dengan proporsi ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20% dan ruang terbuka hijau privat 10% (Astaman et al.,2019). Ruang terbuka hijau telah lama diasumsikan mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan penduduk perkotaan sebagai serta meningkatkan kualitas hidup (Khotdee et al., 2012). Kualitas ruang terbuka hijau yang semakin berkurang disertai dengan kualitasnya yang rendah menyebabkan daya dukung ekologis tidak dapat menjaga lingkungan kota (Rusadi et al., 2016).

Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai infrastruktur hijau perkotaan ialah bagian dari ruang–ruang terbuka (open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah kota tersebut. Sedangkan secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH Alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman – taman nasional, maupun RTH non alami atau binaan yang seperti teman, lapangan olahraga, kebun bunga (Direktorat Jenderal Departemen PU, 2006). Ruang terbuka hijau adalah lahan yang belum dibangun atau sebagian besar belum dibangun di wilayah perkotaan yang mempunyai nilai untuk keperluan taman dan rekreasi, konservasi lahan dan sumber daya alam lainnya, atau keperluan sejarah dan keindahan (Purnomohadi & Soedradjat, 2006).

Berdasarkan hasil sintesis di atas dapat disimpulkan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) kawasan perkotaan merupakan bagian dari ruang terbuka yang dipenuhi oleh tanaman mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika, yang merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang difungsikan sebagai kawasan lindung. Dan pada lokasi studi RTH publik masih terlihat kurang dalam menyerap karbondioksida yang dihasilkan dari kendaraan bermotor, sedangkan pada dua ruas jalan tersebut aktivitas kendaraan selalu ramai.

2.2.1 Jenis Ruang Terbuka Hijau Publik A. Taman Kota

Taman kota merupakan kawasan terbuka hijau di kawasan perkotaan, lengkap dengan segala fasilitasnya untuk kebutuhan masyarakat kota sebagai tempat rekreasi yang aktif

(3)

22

secara kolektif. Secara estetika, mengatur taman kota mampu memberikan efek visual dan psikologis yang indah dalam totalitas ruang kota. Selain itu kota juga memiliki peran penting sebagai paru-paru kota, tanah dan udara, serta berbagai habitat flora dan fauna. Penataan taman kota di kawasan tidak asal jadi, tetapi tujuan taman distribusi harus jelas dan strategis. Seperti penempatan lokasi, taman luas, kelengkapan sarana dan prasarana, keamanan dan kenyamanan harus sesuai kebutuhan kota (Sumarauw, 2016).

(a) (b)

Gambar 2.1 Taman Kota Surabaya Sumber: Google Street View, 2022 B. Hutan Kota

Hutan kota adalah komunitas vegetasi yang terdiri dari pohon yang tumbuh di lahan kota dan sekitarnya, alurnya, ditelusuri atau bergerombol (menumpuk), strukturnya menentukan (menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan bagi kehidupan dan melibatkan lingkungan yang sehat, kenyamanan, sejuk dan estetis (Pebriandi et al., 2013).

Hutan memiliki fungsi ekologis yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem. Hal ini terkait dengan kemampuan hutan untuk menyerap karbon dioksida (CO2) dan melepaskan oksigen (O2) dalam proses fotosintesis.

Semakin banyak CO2 yang diserap oleh tanaman dan disimpan dalam bentuk biomassa karbon maka semakin besar pengaruh buruk rumah kaca yang dapat dikendalikan (Pebriandi et al., 2013).

Berdasarkan Permen PU no. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan Struktur Hutan Kota dapat terdiri dari:

- Hutan kota berstrata dua, yaitu hanya memiliki komunitas tumbuh tumbuhan pepohonan dan rumput.

(4)

23

- Hutan kota berstrata banyak, yaitu memiliki komunitas tumbuh tumbuhan selain terdiri dari pepohonan dan rumput, juga terdapat semak dan penutup tanah dengan jarak tanam tidak beraturan.

(a) (b)

Gambar 2.2 Hutan Kota Strata Banyak dan Hutan Kota Strata 2 Sumber: Permen PU no. 05/PRT/M/2008

(b) (b)

Gambar 2.3 Hutan Kota Pekanbaru Sumber: street view, 2022.

C. RTH Jalur Hijau jalan

Berdasarkan Peraturan Menteri No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, menyatakan bahwa jalur hijau jalan pada RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20-30%

dari ruang milik jalan sesuai dengan kelas jalan.

Menurut Permen PU nomor 05/prt/m/2008, fungsi dan kriteria vegetasi RTH jalur jalan dibagi menjadi beberapa fungsi dengan kriteria vegetasi sebagai berikut:

(5)

24 - Vegetasi peneduh:

1. Ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1,5m dari tepi median) 2. Percabangan 2 m di atas tanah

3. Bentuk percabangan batang tidak merunduk 4. Bermassa daun padat

5. Berasal dari perbanyakan biji 6. Ditanam secara berbaris 7. Tidak mudah tumbang

- Vegetasi penyerap polusi udara:

1. Terdiri dari pohon, perdu atau semak 2. Memiliki kegunaan untuk menyerap udara 3. Jarak tanam rapat

4. Bermassa daun padat

- Vegetasi peredam kebisingan:

1. Terdiri dari pohon, perdu atau semak 2. Membentuk massa

3. Bermassa daun rapat 4. Berbagai bentuk tajuk.

- Vegetasi pemecah angin:

1. Tanaman tinggi, perdu atau semak 2. Bermassa daun padat

3. Ditanam berbaris atau membentuk massa 4. Jarak tanam rapat < 3 m.

D. RTH Ruang Pejalan Kaki

Fasilitas pejalan kaki, jalur pejalan kaki khusus, dapat difasilitasi dalam mewujudkan Kota Hijau. Fasilitas pejalan kaki dapat mendukung pengembangan sistem transportasi ramah lingkungan dan mengintegrasikannya dengan RTH. Jalur hijau jalan dan jalur pejalan kaki dapat dikembangkan secara terintegrasi dengan RTH. Fasilitas ini memungkinkan pembicaraan sosial yang aktif dan memberikan peluang untuk

(6)

25

berekreasi. Kenyamanan untuk pejalan kaki terbentuk karena RTH menyeimbangkan suhu, kelembaban, vegetasi, dan emisi kendaraan (Tanan & Suprayoga, 2015).

Berdasarkan hasil sintesis di atas dapat disimpulkan, terdapat beberapa jenis Ruang Terbuka Hijau (RTH) antara lain Taman kota yang secara estetika, mengatur taman kota mampu memberikan efek visual dan psikologis yang indah dalam totalitas ruang kota. Selain itu kota juga memiliki peran penting sebagai paru-paru kota, tanah dan udara, serta berbagai habitat flora dan fauna, hutan kota yang memiliki fungsi ekologis yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem, RTH jalur hijau jalan yang ketersediaan tanaman antara 20-30% dari ruang milik jalan sesuai dengan kelas jalan dan RTH ruang pejalan kaki yang berfungsi menyeimbangkan suhu, kelembaban, vegetasi, dan emisi kendaraan.

Gambar 2.4 RTH Ruang Pejalan Kaki Orchard Road Singapura Sumber: Google Street View, 2022.

2.2.3 Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Permen PU Nomor 05 Tahun 2008, RTH memiliki 2 fungsi, yaitu fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi tambahan yang meliputi fungsi sosial budaya, ekonomi dan estetika. Fungsi ekologis dari RTH diantaranya adalah memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancer, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin. Ruang terbuka hijau skala kecamatan dapat disediakan dalam bentuk ruang terbuka aktif yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kecamatan. Luas taman ini minimal 0,2 m2 per penduduk kecamatan, dengan luas ruang terbuka aktif minimal 24.000 m2 (Permen PU Nomor 05, 2008). Lokasi ruang terbuka hijau aktif berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas ruang terbuka hijau aktif, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada ruang

(7)

26

terbuka hijau aktif ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 50 (lima puluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk RTH aktif dan minimal 100 (seratus) pohon tahunan dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis RTH pasif. Hal ini memberi dampak ekologis yang baik bagi sebuah wilayah perkotaan karena mampu memberi fungsi yang optimal.

Perkembangan dan pertumbuhan kota/perkotaan disertai dengan alih fungsi lahan, yang telah mengalami kerusakan di lingkungan yang dapat menurunkan daya dukung lahan dalam menopang kehidupan masyarakat di kawasan perkotaan, sehingga perlu dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai (Achsan, 2016).

Seiring dengan kemajuan dalam peningkatan aktivitas di kota, maka berdampak pada RTH dalam kebijakan pembangunan pola ruang kota. Seperti koridor jalan di mana diundang-undang no. 38 tahun 2004 tentang jalan menyebutkan ruang milik jalan dan pengawasan jalan (rumija dan ruwasja) ini, pemanfaatannya adalah sebagai ruang hijau.

Ironisnya ruang yang termasuk pada sisi tepian jalan ini merupakan pasar ekonomi yang potensial, sehingga penghijauan semakin tersingkirkan oleh kepentingan yang berorientasi pada keuntungan semata. Peran vegetasi dapat mengurangi tingkat polutan di sekitar jalan dengan pengenceran konsentrasi polutan. Tidak semua jenis tutupan vegetasi khususnya pohon dapat dijadikan penyerap polutan dengan baik. Syarat agar tutupan vegetasi berfungsi dengan benar dilihat dari permukaan daunnya (Patra, 2002).

Menciptakan ruang terbuka hijau koridor jalan yang fungsional dalam memperbaiki iklim mikro, mereduksi bising dan polusi, nyaman serta estetik. Berdasarkan Permen No. 05 tahun 2008 tentang pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan menjadi dasar acuan konsep penataan ruang terbuka hijau sehingga mewujudkan suasana tapak yang indah, asri serta bernilai estetik. Penerapan konsep penataan tapak akan dikembangkan dengan menggabungkan tanaman peneduh, tanaman pengarah, tanaman penahan angin, tanaman pereduksi polutan, dan tanaman estetik dilengkapi dengan fasilitas dan utilitas bagi pengguna (Efendy & Ramayadnya, 2014).

(8)

27

Menurut (Permendagri No.1 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan) tujuan dari pembentukan ruang terbuka hijau adalah sebagai berikut:

a. Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan.

b. Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan.

c. Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman.

Ruang terbuka hijau, memiliki fungsi dan peran khusus pada masing-masing kawasan yang ada pada setiap perencanaan tata ruang kabupaten/kota, yang direncanakan dalam bentuk penataan tumbuhan, tanaman, dan vegetasi, agar dapat berperan dalam mendukung fungsi ekologis, sosial budaya, dan arsitektural, sehingga dapat memberi manfaat optimal bagi ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat, sebagai berikut :

a. Fungsi ekologis: RTH diharapkan dapat memberi kontribusi dalam peningkatan kualitas air tanah, mencegah terjadinya banjir, mengurangi polusi udara, dan pendukung dalam pengaturan iklim mikro

b. Fungsi sosial budaya: RTH diharapkan dapat berperan terciptanya ruang untuk interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai penanda (tetenger/ landmark) kawasan.

c. Fungsi arsitektur/estetika: RTH diharapkan dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kawasan, melalui keberadaan taman, dan jalur hijau

d. Fungsi ekonomi: RTH diharapkan dapat berperan sebagai pengembangan sarana wisata hijau perkotaan, sehingga menarik minat masyarakat/ wisatawan untuk berkunjung ke suatu kawasan, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi.

Berdasarkan hasil sintesis di atas dapat disimpulkan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi tambahan yang meliputi fungsi sosial budaya, ekonomi dan estetika. Fungsi ekologis dari RTH diantaranya adalah memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancer, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angina. Dalam hal ini bertujuan untuk meningkatkan dan mewujudkan kualitas lingkungan perkotaan menjadi lebih seimbang, sehat, indah bersih dan nyaman.

(9)

28 2.3 Penyerapan Karbon Dioksida (CO2) oleh Pohon

Pohon pelindung jalan diartikan sebagai pohon yang ditanam di pinggir jalan guna melindungi pengguna jalan dari terik panas matahari, silau cahaya matahari, menahan terpaan angin kencang dan sebagai pembatas jalan. Selain juga berfungsi sebagai estetika, pohon pelindung jalan juga berperan dapat mengurangi polusi udara khususnya gas karbondioksida (CO2) hasil pembakaran yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai hadirnya substansi di udara dalam konsentrasi yang cukup dan menyebabkan gangguan pada manusia, hewan, tanaman maupun material (Adiastari, 2010).

Secara umum, pencemaran yang diakibatkan oleh emisi CO2 bersumber dari 2 kegiatan yaitu: alam (natural) dan manusia (antropogenik) seperti emisi CO2 yang berasal dari transportasi, sampah dan konsumsi energi listrik rumah tangga. Emisi CO2 yang dihasilkan dari kegiatan manusia konsentrasinya relatif lebih tinggi sehingga mengganggu sistem kesetimbangan di udara dan kesejahteraan manusia (Roshinta, 2016).

Pencemaran udara yang disertai dengan meningkatnya kadar CO2 di udara akan menjadikan lingkungan yang tidak sehat dan dapat menurunkan kesehatan manusia. Salah satu cara mereduksi emisi CO2 tersebut yaitu dengan menggunakan tumbuhan sebagai pereduksi dan menciptakan ruang terbuka hijau di setiap sesuai dengan sebaran emisi yang dihasilkan masing-masing area (Abdullah & Boedisantoso, 2019).

Daya serap karbondioksida sebuah pohon juga ditentukan oleh luas keseluruhan daun, umur daun, dan fase pertumbuhan tanaman. Selain itu, pohon-pohon yang berbunga dan berbuah memiliki kemampuan fotosintesis yang lebih tinggi sehingga mampu menyerap karbondioksida dengan lebih baik. Faktor lainnya yang ikut menentukan daya serap karbondioksida adalah suhu dan sinar matahari, ketersediaan air. Selain memiliki peran yang penting dalam penyerapan karbon. Keberadaan pohon di perkotaan memiliki fungsi sebagai penyejuk, penghasil oksigen, habitat satwa, serta daerah resapan air (Adiastari, 2010).

Perhitungan kemampuan yang dihasilkan serapan vegetasi diukur dengan cara mengalikan dengan daya serap gas CO2 dengan luas tutupan vegetasi. Kemudian setelah didapatkan jumlah daya serapan vegetasi dikurangi dengan emisi yang dihasilkan pada ruas jalan (Nugraheni, 2018).

(10)

29

Daftar tanaman yang mempunyai daya serap karbon dioksida dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Kemampuan Pohon Menyerap Karbon Dioksida

No Nama Lokal Nama Ilmiah Daya Serap CO2

(kg/pohon/tahun)

1 Trembesi*** Samanea saman 28.448,39

2 Daun Kupu-

kupu*** Bauhinia purpurea 11.670,88

3 Pulai*** Alstonia scholaris 11.565,43

4 Glodokan*** Polyalthia longifolia 6.309,24

5 Cassia* Cassia sp 5.295,47

6 Keben*** Barringtonia asiatica 1.446,39

7 Dadap

Merah*** Erythrina cristagalli 1.446,39

8 Pucuk

Merah*** Oleina syzygium 1.363,82

9 Nagasari*** Thevetia peruviana 849,43

10 Sawo

Manila*** Manilkara zapota 849,43

11 Kenanga* Canangium odoratum 756,59

12 Pingku* Dysoxylum excelsum 720,49

13 Beringin*** Ficus benyamina 535,90

14 Mangga*** Mangifera indica 455,48

15 Krey paying* Fellicium decipiens 404,83

16 Cemara

Laut*** Casuarina equisetifolia 394,47

17 Kayu

Bejaran*** Lannea coromandelica 394,47

18 Jambu Biji*** Syzygium malaccense 390,88

19 Matoa* Pornetia pinnata 329,76

20 Mahoni*** Swettiana mahagoni 295,73

21 Palem Putri*** Veitchia merrillii 285,77

22 Saga* Adenanthera pavoniana 221,18

23 Tabebuia

Pink*** Tabebuia rosea 212,13

24 Kembang

Kecrutan*** Spathodea campanulate 211,79

25 Ketapang

Kencana*** Terminalia mantaly 211,79

26 Karet Kebo*** Ficus elastica 192,85

27 Nangka*** Arthocarpus heterophyllus 192,85

28 Kol Banda*** Pisonia alba 192,85

29 Sukun*** Artocarpus altilis 192,85

30 Bungkur* Lagerstroema speciose 160,14

31 Jati*** Tectona grandis 135,27

32 Nangka*** Arthocarpus heterophyllus 126,51

33 Johar* Cassia grandis 116,25

34 Jabon*** Neolamarckia cadamba 87,22

35 Sirsak* Annona muricate 75,29

36 Puspa* Schima wallichii 63,31

(11)

30

No Nama Lokal Nama Ilmiah Daya Serap CO2

(kg/pohon/tahun) 37 Belimbing

Wuluh*** Averrhoa bilimbi 55,49

38 Kacang

Amazon*** Bunchosia armeniaca 55,49

39 Akasia*** Acacia auriculiformis 48,68

40 Flamboyan*** Delonix regia 42,20

41 Sawo kecik* Manilkara kauki 36,19

42 Tanjung*** Mimusops elengi 34,29

43 Bunga merak* Caesalpinia pulcherrima 30,95

44 Sempur* Dilena retusa 24,24

45 Khaya* Khaya anthotheca 21,90

46 Merbau

pantai* Intsia bijuga 19,25

47 Akasia* Acacia mangium 15,19

48 Angsana*** Pterocarpus indicus 11,12

49 Asam kranji* Pithecelobium dulce 8,48

50 Sapu tangan* Maniltoa grandiflora 8,26

51 Kersen*** Muntingia calabura 5,26

52 Dadap

merah*** Erythrina cristagalli 4,55

53 Palem

Phoenix*** Phoenix roebelenii 3,42

54 Palem

Kuning*** Dypsis lutescens 3,42

55 Pandan

Bali*** Dracaena draco 3,42

56 Bambu

Cina*** Bambusa multiplex 3,42

57 Palem

Kenari*** Phoenix Sylvestris 3,42

58 Palem

Bambu*** Chamaedorea seifrizii 3,42

59 Rambutan* Nephelium lappaceum 2,19

60 Asam* Tamarindus indica 1,49

61 Kempas* Coompasia excelsa 0,20

Sumber: *) Dahlan, 2007 dan **) Mangkoedihardjo, 2016

***) berada dalam Dahlan, 2007 dan Mangkoedihardjo, 2016

Kemampuan tanaman dalam menyerap gas karbon dioksida bermacam-macam. Menurut Prasetyo et al. (2002) hutan yang mempunyai berbagai macam tipe tutupan vegetasi memiliki kemampuan atau daya serap terhadap karbon dioksida yang berbeda. Pada lokasi studi ada beberapa pohon yang cocok ditanam seperti seperti jenis pohon memiliki kemampuan menyerap CO2 yang baik, tidak berpotensi merusak struktur bangunan dan bisa tumbuh pada tanah yang didominasi oleh tanah regosol dan mediteran. seperti pohon Mahoni, glodokan tiang, selain itu pohon pulai, angsana dan akasia juga merupakan pohon yang tepat untuk

(12)

31

ditanam pada jalur tanaman tepi jalan (Permen PU 05, 2008). Tipe tutupan vegetasi tersebut berupa pohon, semak belukar, padang rumput, sawah. Daya serap berbagai macam tipe vegetasi terhadap karbon dioksida dapat dilihat pada Tabel.2.2

Tabel 2.2 Kemampuan Tutupan Vegetasi Menyerap Karbon Dioksida No Tutupan Vegetasi Daya Serap CO2

(kg/ha/jam)

Daya Serap CO2

(ton/ha/th)

1. Semak Belukar 12,56 55

2. Padang Rumput 2,74 12

3. Sawah 2,74 12

Sumber: Prasetyo et al, 2016

Berdasarkan Permen PU No. 5 Tahun 2008 kombinasi antara pohon, perdu dan semak sudah ditentukan untuk mengurangi polutan yang dihasilkan oleh emisi gas CO2 seperti pada gambar 12.

Gambar 2.5 Standar Tutupan Vegetasi Berdasarkan Permen PU No.5 2008 Sumber: Permen PU No.5 2008

Tanaman jalan harus diletakkan pada tempat atau daerah yang sesuai dengan rencana dan tetap memperhatikan aspek fungsi, keselarasan, keharmonisan, keindahan dan keselamatan.

Hal-hal utama yang sangat perlu diperhatikan ialah jarak tanaman dengan perkerasan dan jarak antara tanaman di jalur tanam. Peletakan tanaman ini mempunyai berbagai fungsi yang akan selalu akan berkaitan dengan letaknya di jalur tanaman, hal ini memperlihatkan bahwa adanya kaitan titik tanam dengan tepi perkerasan perlu sangat perlu dipertimbangkan. Jarak

(13)

32

titik tanam dengan tepi perkerasan mempertimbangkan pertumbuhan perakaran tanaman agar tidak mengganggu struktur perkerasan dan merusak jalan.

Gambar 2.6 Jarak Titik Tanam Pohon dengan Tepi Perkerasan Sumber: Permen PU No.5 2012

Gambar 2.7 Jarak Titik Tanam Perdu/Semak dengan Tepi Perkerasan Sumber: Permen PU No.5 2012

Jalur Hijau yang ada pada kedua ruas jalan tersebut memerlukan redesain yang mana juga berfungsi sebagai perluasan Ruang Terbuka Hijau Publik. Dengan adanya rekonstruksi pada sepanjang jalur ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang optimal dalam menyerap CO2 kendaraan bermotor.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, P2KH merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah pusat (Kementerian PUPR) bersama dengan pemerintah daerah guna mewujudkan ruang perkotaan yang lebih berkualitas melalui perencanaan yang baik dengan perwujudan 8 atribut kota hijau. Adapun 8 atribut kota hijau tersebut ialah:

(14)

33

a. Green Planning and Design, adalah perencanaan dan perancangan kota yang ramah lingkungan. Green Planning and Design diwujudkan dengan:

- Merencanakan ruang publik hijau dalam wilayah kota.

- Merencanakan RTH dengan mempertahankan karakter alami lokasi terpilih.

- Merencanakan lingkungan yang memiliki fungsi ekologis maupun estetika dengan memilih vegetasi yang dapat menghasilkan lebih banyak O2 dan menyerap CO2.

- Mengurangi peningkatan emisi karbon dengan perencanaan yang memperhatikan material maupun vegetasi lokal.

b. Green Open Space, adalah peningkatan kuantitas dan kualitas RTH sesuai dengan karakteristik kota dengan target penyediaan RTH publik sebesar 30%. Green open space, diwujudkan dengan:

- Perencanaan RTH yang berfungsi sebagai paru-paru kota dan membentuk iklim mikro dengan mengurangi penguapan serta menambah prosentase keteduhan.

- Perencanaan RTH sebagai taman kota, hutan kota dan konservasi cagar alam.

- Perencanaan yang harus bersifat rekreatif maupun edukatif.

- Perencanaan yang harus memenuhi standar desain berlaku untuk menjaga keamanan dan keselamatan pengguna.

- Perencanaan perlu memperhatikan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan di dalam desain.

- Perencanaan harus memperhatikan pemanfaatan lahan sesuai lokasi.

c. Green Waste, adalah usaha untuk melakukan zero waste dengan melaksanakan prinsip 4R yaitu: mengurangi sampah, mengembangkan proses daur ulang, meningkatkan nilai tambah sampah, dan menggunakan kembali. Green waste, diwujudkan dengan

- Merencanakan sistem-sistem persampahan yang menyediakan sarana pembuangan sampah, pemilahan sampah, dan penampungan sementara (komunal/individual).

- Penerapan dalam desain dapat berupa tempat sampah, bank sampah dan tempat pembuangan sampah (TPS).

- Konsep persampahan, pembuangan energi dan pembuangan air.

(15)

34

d. Green Transportation, adalah pengembangan sistem transportasi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan seperti: penyediaan transportasi public, jalur sepeda, dan jalur pejalan kaki.

e. Green Water, adalah efisiensi pemanfaatan sumberdaya air dengan cara pencegahan pencemaran dan pengendalian resiko bencana terkait air. Konsep green water dilakukan dengan merencanakan tata air yang dapat memenuhi kriteria reduce, recycle dan reuse Seperti:

- Menampung air hujan (rainwater harvesting) dalam kolam resapan dan memproses sebagai air siram taman dan kamar mandi.

- Sedapat mungkin menerapkan konsep zero run off yang mengalirkan air hujan dari drainase kedalam resapan.

- Menggunakan sistem sprinkler untuk sistem perawatan tanaman agar efisien penggunaan air.

- Penampungan air hujan dapat berupa embung, bioswale, long soak pond.

f. Green Building, adalah pengesahan perda bangunan gedung untuk mewujudkan bangunan hemat energi yang ramah lingkungan, berupa:

- Murah dalam pemeliharaan jangka panjang.

- Hemat energi secara penggunaan listrik dalam penerapan sistem dan pemilihan materialnya.

- Memilih material yang tidak menyebabkan peningkatan suhu disekitarnya.

- Mengadopsi kemungkinan muatan lokal baik secara desain arsitektural maupun dalam pemilihan material lokal.

g. Green Energy, adalah memanfaatkan energy terbarukan yang diperoleh dari:

- Sinar matahari dengan pembuatan pembuatan solar panel.

- Energi angin dengan pembuatan wind turbin.

- Energi pergerakan arus air dengan pembuatan water turbin.

- Perbedaan ketinggian yang menyebabkan gravitasi untuk pengaliran air.

(16)

35

h. Green Community, adalah pelibatan masyarakat di dalam pembangunan atribut kota hijau.

Green Community, diwujudkan dengan:

- Merencanakan RTH yang bisa mewadahi kegiatan komunitas.

- Perencanaan dan desain harus memberikan manfaat bagi komunitas.

2.4 Emisi Karbon Dioksida (CO2)

Emisi gas termasuk karbon dioksida (CO2) yang berperan peran utama dalam pemanasan global (Ristovski et al., 2005). Perkembangan kegiatan manusia telah meningkatkan jumlah emisi karbon dioksida (CO2) yang diakibatkan oleh banyaknya jumlah bahan bakar yang digunakan secara langsung maupun tidak langsung (Kurdi, 2008). Salah satunya Transportasi. Transportasi adalah pemindahan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain. Kegiatan transportasi terdiri dari 2 (dua) unsur penting yaitu pergerakan (movement) dan perpindahan tempat atas barang / penumpang dengan atau tanpa menggunakan alat angkut ke tempat lain (Hadihardaja, 1997). Ledakan populasi penggunaan transportasi yang kian meledak dan mengakibatkan polusi karena emisi kendaraan. Tanaman pinggir jalan dan vegetasi jalan raya adalah target pertama kendaraan ini untuk menyerap emisi (Muthu et al., 2021).

Alat angkut atau moda transportasi darat saat ini yang banyak diminati masyarakat modern adalah kendaraan bermotor. Transportasi darat merupakan sarana pergerakan vital yang tidak bisa dipisahkan dari aktivitas keseharian. Khususnya di Indonesia, hampir seluruh kota-kota besarnya dikembangkan berdasarkan pola jaringan transportasi darat. Hal ini menimbulkan dilema, disatu sisi sistem transportasi darat sudah menjadi ketergantungan bagi masyarakat, namun disisi lain transportasi darat dapat mengancam kondisi ekologis perkotaan akibat kontribusi emisi yang dihasilkan. Emisi adalah zat, energi, dan komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambien yang memiliki potensi sebagai unsur pencemar (Permen LH No 12 Tahun 2010).

Kendaraan bermotor memerlukan bahan bakar sebagai energi penggeraknya. Sumber utama emisi gas buang berasal dari pembakaran bahan bakar yang tak sempurna dalam ruang bakar, sehingga menghasilkan gas polutan yang keluar melalui saluran knalpot. Menurut IPCC (2006) penggunaan bahan bakar menghasilkan gas utama berupa CO2 dan gas tambahan lainnya berupa CO, CH4, N₂O, HC, SO2, PM10. Transportasi merupakan penyebab bertambahnya CO2 di udara. Menurut Ismiyati et al (2014), kegiatan transportasi kendaraan bermotor menyumbang 50 – 90% polusi udara. Nyatanya, sektor transportasi memang termasuk dalam peringkat ke-4 tertinggi yang menghasilkan gas CO2 di Indonesia.

(17)

36

Sejak tahun 1970-2016, terjadi peningkatan gas CO2 akibat kegiatan transportasi sebesar 95% dari 8,0 MT CO2e menjadi 157 MT CO2e (Dunne, 2019).

CO2 adalah produk akhir proses oksidasi bensin. CO2 itu sendiri bukan komponen yang berbahaya. Namun, jika konsentrasi CO2 tinggi di bumi maka akan mencegah panas permukaan keluar ke angkasa luar, yang memiliki efek meningkatkan suhu bumi. Gas-gas seperti CO2, yang memiliki efek meningkatkan suhu bumi disebut ―gas rumah kaca‖

(Samiaji, 2011).

Menurut (Suhedi, 2005), emisi karbon dioksida adalah pemancaran atau pelepasan gas karbon dioksida (CO2) ke udara. Emisi CO2 biasanya dinyatakan dalam jumlah besar karbon dioksida (CO2). Sumber emisi CO2 sangat beragam, tetapi dapat digolongkan menjadi 4 macam sebagai berikut:

a. Transportasi bergerak (sumber bergerak) antara lain: kendaraan perang, pesawat udara, kereta api, kapal perang.

b. Stationary Combustion (sumber tidak bergerak) antara lain: perumahan, perdagangan daerah, tenaga pemasaran dan industri, termasuk tenaga uap yang digunakan sebagai energi oleh industri.

c. Proses Industri antara lain: proses kimiawi dan penambangan minyak.

d. Pembuangan limbah padat antara lain: buangan rumah tangga dan perdagangan, hasil buangan pertambangan dan pertanian.

Pertumbuhan penduduk yang pesat ini menghasilkan tingkat permintaan untuk transportasi yang menyebabkan peningkatan emisi lalu lintas dan atmosfer polusi melalui proporsi yang tinggi dari mesin yang tidak dirawat dengan baik, sejumlah besar impor kendaraan bekas dan kualitas bahan bakar yang buruk (Doumbia et al., 2021) Seiring dengan kota berperan penting dalam siklus karbon global, menghasilkan CO2 dalam jumlah yang cukup banyak yang melibatkan konsumsi energi, transportasi, dan mengkonversi lahan dari alam (Strohbach et al., 2012). Emisi CO2 yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Kejadian yang terasa saat ini bergesernya siklus musim dan siklus panas bumi (Kurdi, 2008).

Berdasarkan hasil sintesis di atas maka dapat disimpulkan, kegiatan transportasi menghasilkan gas buang utama berupa CO2 yang dapat bertahan paling lama di atmosfer dan dapat memberikan dampak negatif bagi masyarakat sekitar apabila jumlah kendaraan semakin meningkat tiap tahunnya.

(18)

37 2.4.1 Klasifikasi Kendaraan

Fungsi utama dari suatu jalan adalah memberikan pelayanan transportasi sehingga pemakai jalan dapat berkendaraan dengan aman dan nyaman. Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1997), arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melalui titik tertentu per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan per jam atau smp/jam, arus lalu lintas perkotaan tersebut terbagi menjadi empat (4) jenis, yaitu:

a. Kendaraan ringan/Light Vehicle (LV), kendaraan bermotor beroda empat, dengan dua gandar berjarak 2,0 – 3,0 m (termasuk kendaraan penumpang, oplet, mikro bis, angkot, pick-up, dan truk kecil).

b. Kendaraan berat/Heavy Vehicle (HV), Kendaraan bermotor dengan jarak lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih dari empat, (meliputi : bis, truk dua gardar, truk tiga gandar dan truk kombinasi sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

c. Sepeda motor/Motorcycle (MC) Kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda (termasuk sepeda motor, kendaraan roda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

d. Kendaraan tak bermotor/Unmotorised (UM), kendaraan bertenaga manusia atau hewan di atas roda (meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong sesuai sistem klasifikasi Bina Marga).

2.4.2 Klasifikasi Jalan

Menurut UU No. 38 Tahun 2004, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) 1997 adalah buku manual/panduan yang digunakan untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalu lintas di segmen-segmen jalan di Indonesia. Klasifikasi jalan menurut fungsi jalan terdiri atas 3 golongan yaitu (MKJI, 1997) : A. Jalan arteri yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri

perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi, dengan kecepatan paling rendah 60 km/jam.

B. Jalan kolektor yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi, dengan kecepatan paling rendah 40 km/jam.

(19)

38

C. Jalan lokal yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat, dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan kecepatan paling rendah 20 km/jam.

2.5 Sintesa Tinjauan Pustaka

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengukur kecukupan RTH Publik dalam menyerap emisi dari kendaraan bermotor pada Jalan Veteran dan HOS Cokroaminoto, Kecamatan Pare Kediri. Untuk merumuskan strategi tersebut, maka perlu adanya pembahasan lebih dalam mengenai identifikasi karakteristik RTH Publik yang ada di kawasan tersebut serta menganalisis kecukupan RTH publik dalam menyerap emisi yang dihasilkan dari kendaraan yang melalui jalan tersebut seperti truk, mobil pick up, mobil pribadi, bus, minibus, dan sepeda motor yang melewati jalan tersebut. Dalam penelitian ini, juga dilakukan pembahasan dari teori dan studi terdahulu terkait penerapan dan penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan. Berdasarkan hasil tinjauan pustaka terhadap teori-teori tersebut maka diperoleh indikator dan variabel yang dapat digunakan dalam penelitian ini. Berikut ialah indikator dan variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini:

(20)

39

Tabel 2.3 Sintesa Pustaka No Tinjauan

Pustaka

Indikator Variabel Parameter Sumber dan Tahun

1. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau

a. Jenis Ruang Terbuka Hijau Publik

a. RTH Tepi Jalan b. RTH di Pulau Jalan

- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M, 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan Tahun 2008 - Sumarauw,

2016

- Pebriandi et al, 2013

- Tanan &

Suprayoga, 2015

- Achsan, 2016 - Adiastari, 2010 - Prasetyo et al,

2002 b. Fungsi Ruang

Terbuka Hijau

a. Penyerap Polusi Udara b. Peneduh

c. Peredam Kebisingan d. Pemecah Angin e. Pembatas Pandang

Vegetasi pada Ruang Terbuka Hijau

a. Jenis Tamanan Contoh:

- Akasia, Angsana - Kiara Payung, Tanjung - Mahoni

b. Fungsi Tanaman - Menyerap Polusi Udara - Peneduh, Peredam Kebisingan - Pemecah Angin

RTH koridor jalan a. Jenis RTH yang sesuai untuk

- Mahoni - Pulai

(21)

40 No Tinjauan

Pustaka

Indikator Variabel Parameter Sumber dan Tahun

lokasi studi - Angsana - Akasia - Pucuk Merah - Glodokan Tiang b. Daya serap RTH

(kg/pohon/tahun)

- 295,73 - 11,565 - 11,12 - 46,68 - 1.363 - 6.309

Dahlan (2007) dan Mangkoedihardjo

(2016) c. Fungsi RTH - Menyerap Polusi Udara

- Peredam Kebisingan - Peneduh

- Pemecah Angin

- Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor 5/PRT/M, 2008 Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan Tahun 2008

- Patra, 2002 - Achsan , 2016 - Efendy &

(22)

41 No Tinjauan

Pustaka

Indikator Variabel Parameter Sumber dan Tahun

Ramayadnya, 2014

2. Emisi Kendaraan Bermotor

Klasifikasi Kendaraan Bermotor

a. Jenis kendaraan Ringan

- Kendaraan Penumpang - Mikro Bis

- Pick Up - Truk Kecil

Direktorat Jenderal Bina Marga (1997) b. Jenis kendaraan

Berat

- Bis

- Truk Dua Gardar - Truk Tiga Gardar c. Sepeda Motor - Sepeda Motor

d. Kendaraan tak Bermotor

- Sepeda - Becak Klasifikasi jalan (jalan

provinsi dan

kabupaten)

a. Jalan Arteri - Angkutan Utama - Perjalanan Jarak Jauh - Kecepatan Tinggi

- kecepatan paling rendah 60

km/jam Direktorat Jenderal

Bina Marga (1997) b. Jalan Kolektor - Angkutan Pengumpul

- Perjalanan Jarak Sedang - Kecepatan Sedang

(23)

42 No Tinjauan

Pustaka

Indikator Variabel Parameter Sumber dan Tahun

- kecepatan paling rendah 40 km/jam

c. Jalan Lokal - Melayani Angkutan Setempat

- Perjalanan Jarak Dekat - Kecepatan Rendah

- kecepatan paling rendah 20 km/jam

Sumber: Hasil Kajian, 2022

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data terbaru Dinas Koperasi yang di update pada tahun 2022, yang mana disana dicantumkan data jumlah UMKM di Kabupaten Tabalong sebanyak 49.245 Usaha Mikro

Perencanaan strategis yang dimiliki oleh setiap sekolah memiliki peran yang sangat penting untuk memberi arah dan tujuan demi pencapaian visi dan misi sekolah.. Sebuah perencanaan