1
TESIS
PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SIMALUNGUN DALAM PENGUATAN KARAKTER PESERTA DIDIK MELALUI PEMBELAJARAN IPS DI SD NEGERI 091405 SIPINTUANGIN PADA SEMESTER GANJIL T.P 2023/2024
Oleh
Rosdiana Sinaga 21135419 TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Magister Pendidikan
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS
KONSENTRASI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SIMALUNGUN
PEMATANGSIANTAR TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN
PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SIMALUNGUN DALAM PENGUATAN KARAKTER PESERTA DIDIK MELALUI PEMBELAJARAN IPS DI SD NEGERI 091405 SIPINTUANGIN PADA
SEMESTER GANJIL T.P 2023/2024 Oleh
Rosdiana Sinaga 21135419 PROPOSAL
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Magister Pendidikan
Program Pendidikan Magister Program Studi Pendidikan IPS ini telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tanggal seperti tertera di bawah ini
Pematangsiantar, Oktober 2023
Pembimbing Utama
Dr. Ulung Napitu, M.Si
Pembimbing Pendamping
Dr. Hisarma Saragih, M.Hum
Direktur
Dr. Hisarma Saragih, M.Hum
Ketua Prodi Pendidikan IPS
Dr. Ulung Napitu, M.Si
DAFTAR ISI
TESIS...1
LEMBAR PENGESAHAN...i
DAFTAR ISI...ii
DAFTAR TABEL...vi
BAB I...1
PENDAHULUAN...1
1.1. Latar Belakang...1
1.2. Rumusan Masalah...6
1.3. Tujuan Penelitian...6
1.4. Manfaat penelitian...7
BAB II...9
TINJAUAN PUSTAKA...9
2.1. Penelitian Terdahulu...9
2.2. Kajian Pustaka...18
2.2.1. Kajian Peserta Didik SD (Sekolah Dasar)...18
2.2.2. Kajian tentang Karakter Peserta Didik...22
2.2.3. Tinjauan Penguatan Karakter Peserta Didik...25
2.2.4. Tinjauan Pembelajaran IPS SD...27
2.2.5. Tinjauan Kearifan Lokal Simalungun...34
2.3. Kerangka Pemikiran...38
2.4. Preposisi...41
BAB III...39
METODE PENELITIAN...39
3.1. Desain Penelitian...39
3.2. Informan Penelitian...39
3.3. Instrumen Penelitian...40
3.4. Jenis Data...41
3.5. Analisis Data...41
3.6. Lokasi Penelitian...43
3.7. Waktu Penelitian...43
BAB IV...44
HASIL DAN PEMBAHASAN...44
4.1. Gambaran lokasi penelitian...44
4.1.1. Profil Sekolah...44
4.1.2. Profil Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan...44
4.1.3. Profil Peserta Didik...45
4.2. Pembahasan...45
4.2.1. Strategi Pemanfaatan Kearifan Lokal Simalungun yang Ditempuh oleh Guru pada Pembelajaran Sejarah di SD Negeri 091405 Sipintuangin. 45 4.2.2. Implementasi Kearifan Lokal Simalungun dalam Pembelajaran Sejarah untuk Penguatan Karakter Peserta Didik...64
4.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemanfaatan kearifan lokal Simalungun dalam pembelajaran sejarah untuk penguatan karakter peserta didik...92
BAB V...104
KESIMPULAN DAN SARAN...104
5.1. Kesimpulan...104
5.2. Saran...105
DAFTAR PUSTAKA...106
DAFTAR TABEL
Tabel 1. contoh implementasi langkah pembelajaran CTL...64 Tabel 2. Silabus kelas 6 SD kurikulum 2013 Semester Ganjil...67
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagai sarana terpenting bagi pembentukan bangsa dan karakter, pendidikan harus memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pengembangan diri manusia Indonesia dalam segala dimensinya. Dimensi yang relevan konsisten dengan sifat sifat manusia, yaitu manusia sebagai makhluk individu dilihat dari segi susunan kodrat (makhluk jasmani dan rohani), sifat-sifat kodrati (makhluk individu/pribadi dan makhluk sosial), kedudukan kodrat (makhluk otonom/mandiri dan sekaligus makhluk Tuhan). Perkembangan ketiga aspek tersebut hanya dapat terjadi bila manusia dilatih sejak lahir untuk mengarahkan realisasi potensi alam tersebut. Dengan demikian, pendidikan seharusnya memberikan kontribusi yang nyata dan signifikan untuk mendukung pembangunan karakter seluruh bangsa yang menjadi perhatian besar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perspektif pembangunan pendidikan tidak hanya untuk pengembangan aspek intelektual, tetapi juga untuk pengembangan karakter, moral, sosial dan fisik peserta didik.
Pendidikan karakter berkaitan erat dengan bagian-bagian berikut ini:
pengetahuan moral tradisional, penalaran moral, welas asih dan altruisme, dan kecenderungan moral. Lickona (Cherry, 1995:28) menggambarkan watak moral, termasuk hati nurani, kasih sayang, pengendalian diri, kerendahan hati, perilaku moral, dan kebajikan. Lickona (www.cortland.edu/character/articles) juga mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah upaya untuk mengembangkan
kebajikan sebagai dasar kehidupan yang berguna, bermakna, dan produktif dan sebagai dasar masyarakat yang adil, berbelas kasih, dan maju. Karakter yang baik mengandung tiga komponen utama, yaitu: pengetahuan moral, perasaan moral, tindakan moral. Pengetahuan moral meliputi: kesadaran moral, pengetahuan tentang nilai-nilai moral, perspektif, penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan diri. Perasaan moral termasuk misalnya kesadaran hati nurani, harga diri, empati, cinta kebaikan, pengendalian diri dan kerendahan hati. Tindakan moral meliputi kompetensi, kebajikan, dan sopan santun.
Globalisasi memiliki dampak yang sangat luas terhadap bangsa dan kehidupan. Globalisasi membawa kemajuan teknologi dan informasi yang berkembang sangat pesat. Teknologi saat ini menciptakan gelombang informasi yang mudah, cepat dan murah untuk diakses. Informasi yang berkembang sulit untuk ditahan dan dikendalikan. Oleh karena itu, generasi muda pada usia ini disebut juga sebagai Generasi Z. Generasi Z adalah anak-anak yang lahir dalam generasi internet atau mulai mengalami kecanduan internet.
Generasi yang paham internet dapat mempengaruhi kepribadian mereka.
Gen Z memiliki kelebihan yaitu peka terhadap interaksi global, berpikiran terbuka, cepat memasuki dunia kerja, berwirausaha dan ramah teknologi, tetapi kelemahannya adalah mereka lebih individualistis. Dalam seharinya anak- anak menghabiskan waktu mengakses internet selama tiga sampai lima jam sehari sehingga memengaruhi karakter dan pola hidup mereka (Adam, 2017).
Pendidikan karakter telah lama menjadi perhatian pemerintah. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1(satu) antara lain menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang sedemikian rupa sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan kemampuannya. untuk mempelajari. kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, budi pekerti luhur dan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkannya bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain hukum, banyak juga karakter positif yang telah ditorehkan dalam visi dan misi lembaga pendidikan. Pada umumnya lembaga pendidikan mengembangkan visi yang misinya menjadikan lulusan tidak hanya cerdas tetapi juga berakhlak mulia.
Pendidikan karakter semakin tergerus oleh perkembangan zaman yang semakin maju. Banyak sekolah yang lebih mementingkan kemampuan kognitif peserta didiknya dan cenderung mengesampingkan pengembangan pendidikan karakter yang seharusnya dikembangkan dalam proses pembelajaran (Simamora
& Nugrahanta, 2021), padahal sekolah bisa menjadi salah satu tempat yang penting dalam menanamkan karakter positif kepada peserta didiknya (Kurniawan, 2018). Anak-anak dari berbagai kalangan pasti akan bersekolah dan menghabiskan banyak waktunya untuk berada di sekolah, sehingga apa yang diterima anak-anak dari lingkungan sekolahnya dapat berpengaruh terhadap karakter yang dibentuknya.
Segala sesuatu yang dilakukan guru yang mampu mempengaruhi karakter siswa disebut pendidikan karakter. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan-
kebiasaan yang memungkinkan siswa memahami mana yang benar dan salah serta membiasakan diri dengan kebiasaan baik tersebut (Putri, 2018). Pengenalan karakter ke dalam kegiatan pembelajaran di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara dan strategi yang berbeda pula. Tidak ada pedoman khusus yang mengharuskan guru menggunakan strategi khusus, karena yang terpenting adalah nilai-nilai karakter yang akan diajarkan dipahami dan dipahami dengan baik oleh siswa serta dapat dijadikan pedoman sikap dan perilaku (Zafirah dkk, 2018). Oleh karena itu, guru dapat mengembangkan berbagai cara, strategi, dan pendekatan untuk menyampaikan nilai-nilai karakter dengan baik untuk ditanamkan kepada siswa.
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya diturunkan dari generasi ke generasi melalui mulut ke mulut. Kearifan lokal adalah pengetahuan yang ditemukan oleh komunitas lokal tertentu dengan kumpulan pengalaman melalui eksperimen dan sintesis dengan pemahaman tentang budaya lokal dan kondisi alam. Berdasarkan pengertian kearifan lokal yang telah di paparkan dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntut perilaku manusia dalam kehidupan.
Dalam upaya pembangunan karakter, apabila kurang memperhatikan nilai- nilai kearifan bangsa Indonesia maka akan berakibat pada ketidakpastian jati diri bangsa yang menurut Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2010-2025 (Yunus, 2014) akan terjadi:
1. Disorientasi dan belum dihayati nilai-nilai Pancasilasebagai filosofi dan ideologi bangsa;
2. Keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila;
3. Bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
4. Memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa dan bernegara;
5. Ancaman disintegrasi bangsa; dan 6. Melemahnya kemandirian bangsa.
Kenyataannya, masih banyak sekolah yang hanya menggunakan buku pelajaran (buku paket) dan buku-buku lain yang disediakan oleh pemerintah.
Menurut Unita (2014), proses pembelajaran dengan menggunakan buku teks dan buku perpustakaan saja tidak lengkap karena materi belum tentu sesuai dengan karakter peserta didik dan tidak relevan dengan situasi di mana peserta didik berada. Di Kabupaten Simalungun, khususnya di SD Negeri 091405. Pemanfaatan kearifan lokal Simalungun dalam penguatan karakter peserta didik belum diterapkan dengan maksimal oleh guru karena proses mengajar yang dilakukan di dalam kelas masih terpaku pada buku ajar. Berdasarkan pemaparan di atas penulis tertarik untuk menyusun tesis tentang PEMANFAATAN KEARIFAN LOKAL SIMALUNGUN DALAM PENGUATAN KARAKTER PESERTA DIDIK MELALUI PEMBELAJARAN IPS DI SD NEGERI 091405 SIPINTUANGIN PADA SEMESTER GANJIL T.P 2023/2024
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berkaitan dengan judul tesis yang telah dipilih oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi pemanfaatan kearifan lokal Simalungun yang ditempuh oleh guru pada pembelajaran sejarah di SD Negeri 091405 Sipintuangin?
2. Bagaimana implementasi kearifan lokal Simalungun dalam pembelajaran sejarah untuk penguatan karakter peserta didik?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keberhasilan pemanfaatan kearifan lokal Simalungun dalam pembelajaran sejarah untuk penguatan karakter peserta didik?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipilih oleh penulis, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan strategi pemanfaatan kearifan lokal Simalungun yang ditempuh oleh guru pada pembelajaran IPS di SD Negeri 091405 Sipintuangin,
2. Untuk mengetahui implementasi kearifan lokal Simalungun dalam pembelajaran IPS SD untuk penguatan karakter peserta didik,
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemanfaatan kearifan lokal Simalungun dalam pembelajaran IPS SD untuk penguatan karakter peserta didik.
1.4. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk semua pihak, baik peneliti maupun objek yang diteliti. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dan dimanfaatkan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan pembelajaran IPS melalui pemanfaatan muatan lokal dalam penguatan karakter peserta didik SD
2. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru IPS SD untuk memepermudah pembelajaran melalui pemanfaatan kearifan lokal Simalungun dalam rangka memperkuat karakter peserta didik.
b. Hasil penelitian ini dapat memperkuat kecintaan peserta didik SD untuk menghargai dan menghayati kearifan lokal Simalungun yang berkaitan dengan penguatan karakter.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan, sehingga proses pembelajaran IPS SD yang terkait dengan penguatan karakter peserta didik dapat memanfaatakan secar optimal kearifan lokal Simalungun.
d. Hasil penelitian ini memepermudah kepala sekolah untuk mengembangkan metode-metode pembelajaran baru yang terkait dengan pemanfaatan kearifan lokal Simalungun sebagai salah satu media dan sumber belajar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Bagian ini merupakan uraian secara sistematis mengenai hasil penelitian terdahulu (prior research) tentang persoalan. Penelitian terdahulu yang relevan sama dengan tinjauan pustaka, telaah kepustakaan, kajian pustaka atau istilah lain yang sama maksudnya, pada dasarnya tidak ada penelitian yang sama hanya saja ada keterkaitan dengan yang sebelumnya. Di bawah ini disajikan beberapa kutipan hasil penelitian yang telah lalu yang terkait, diantaranya sebagai berikut:
1. Rukiyati dan L. Andriani Purwastuti (2021), Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Pada Sekolah Dasar Di Bantul Yogyakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan model pendidikan karakter melalui lagu tradisonal Jawa; mendeskripsikan strategi penanaman nilai dalam model pendidikan karakter melalui lagu tradisional Jawa pada taman kanak-kanak di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan tahap implementasi dengan tahapan: (1) pelaksanaan rencana kegiatan harian pembelajaran karakter;
(2) analisis data proses pembelajaran; (3) evaluasi dan revisi rencana kegiatan harian dan praktek pembelajaran; (4) praktek pembelajaran dan menemukan model pendidikan karakter melalui lagu tradisional Jawa di Taman Kanak-Kanak. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa para guru telah dapat menerapkan strategi penanaman nilai untuk pendidikan karakter melalui lagu tradisional Jawa. Lagu tradisional Jawa telah
dinyanyikan dengan gerakan permainan anak didik bersama guru. Nilai- nilai yang terkandung di dalam lagu tradisonal Jawa telah ditanamkan oleh para guru dan dapat dipahami dengan baik oleh peserta didik, yaitu (1) lagu gundul- gundul pacul (baik, rendah hati, tanggung jawab); (2) sluku- sluku bathok (cinta kepada Tuhan, taat ber- ibadah, dermawan, kerjasama;
(3) jaranan (hormat dan sopan santun, tanggung jawab, kedisiplinan, kerjasama); (4) menthog-menthog (baik dan rendah hati, kedamaian, percaya diri); (5) Lir-Ilir (cinta kepada Tuhan, tanggung jawab dan disiplin; (6) Kidang Talun (tata cara makan, berdoa sebelum ma- kan); (7) Padang Bulan (tidak tidur sore-sore, kerja sama) dan (8) Dondong Apa Salak (taat pada orang tua, tidak rewel dan tidak nakal).
2. Ma’sumah, dkk (2022), Permainan Tradisional Daerah Sebagai Sarana Penguatan Karakter Siswa Sekolah Dasar. Pendidikan karakter harus dilakukan sejak dini sebagai landasan awal bagi anak untuk bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma dan nilai yang ada di masyarakat.
Pendidikan karakter bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan, terutama bagi anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Banyak cara yang digunakan untuk menanamkan pendidikan karakter sejak dini, salah satunya dengan menggunakan permainan tradisional. Permainan tradisional merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang mengandung berbagai nilai karakter bangsa yang terhormat. Namun, guru sering merasa kesulitan untuk menggunakan permainan tradisional di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji cara-cara guru dapat
menggunakan permainan tradisional sebagai sarana penguatan karakter khususnya siswa di sekolah dasar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Literature Review. Sumber literatur berupa artikel yang diperoleh dari database Google Scholar pada jurnal di Indonesia tahun 2018-2022. Hasil penelitian ini adalah cara guru dapat menggunakan permainan tradisional dalam memperkuat pendidikan karakter, meliputi 1) integrasi permainan tradisional dalam berbagai pelajaran; 2) integrasi dalam kegiatan ekstrakurikuler; 3) permainan tradisional dimainkan di luar jam belajar; 4) penggunaan permainan tradisional untuk kompetisi di sekolah. Karakter yang berkembang dari permainan tradisional sangat beragam, tergantung dari jenis permainan yang digunakan.
3. Nurmala Sari (2021), Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal Untuk Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar. Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara aktif agar dapat memiliki kemampuan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan karakter merupakan aspek penting dalam mengembangkan ranah afektif, khususnya bagi anak usia Sekolah Dasar. Pendidikan karakter memiliki misi penting dalam menciptakan siswa yang tidak hanya pandai secara kognitif, namun juga berbudi pekerti yang luhur. Guru merupakan tenaga profesional yang memiliki tugas untuk mengajar, mendidik, melatih siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Untuk
menjalankan tugasnya sebagai pendidik , guru tidak hanya mentransfer ilmu saja, melainkan juga mendidik dalam arti lain membentuk karakter siswa menjadi pribadi yang baik. Guru dapat mengembangkan materi berbasis kearifan lokal dengan berbagai kegiatan pembelajaran yang menarik yang diharapkan dapat mengembangkan karakter siswa seperti karakter kerjasama, toleransi dan sikap peduli. Siswa sepatutnya memiliki sifat yang arif dan bijak dalam memandang kearifan lokal yang dimiliki oleh daerahnya., sebagai bagian dari pengembangan pendidikan karakter sebagai bekal dalam hidup masyarakat. Sehingga manfaat kajian ini adalah (1) memberikan ide kreatif bagi guru untuk mengembangkan materi pendidikan karakter bagi siswa sekolah dasar yang berbasis kearifan lokal, (2) memmotivasi guru dan orangtua untuk mengarahkan siswa menjadi pribadi yang cerdas dan berbudaya, dan (3) memotivasi semua pihak untuk melestarikan kekayaan budaya yang ada di daerah setempat.
4. Putri Rachmadyanti (2017), Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Siswa Sekolah Dasar Melalui Kearifan Lokal. Pendidikan Karakter merupakan aspek penting dalam mengembangkan ranah afektif, khususnya bagi anak usia Sekolah Dasar. Muatan pendidikan karakter diterapkan dalam pembelajaran di Sekolah Dasar berdasarkan materi dari standar isi kurikulum. Pendidikan Karakter penting untuk ditanamkan pada anak usia Sekolah Dasar karena untuk membentuk pribadi siswa agar memiliki nilai- nilai luhur bangsa dan dapat menjadi warga negara yang baik. Pendidikan karakter memiliki misi penting dalam menciptakan siswa yang tidak hanya
pandai secara kognitif, namun juga berbudi pekerti yang luhur. Guru dapat mengembangkan materi berbasis kearifan lokal dengan berbagai kegiatan pembelajaran yang menarik yang diharapkan dapat mengembangkan karakter siswa seperti karakter kerja sama, toleransi, dan sikap peduli.
Siswa sepatutnya memiliki sikap yang arif dan bijak dalam memandang kearifan lokal yang dimiliki oleh daerahnya, sebagai bagian dari pengembangan pendidikan karakter sebagai bekal dalam hidup bermasyarakat. Sehingga manfaat kajian ini adalah (1) memberikan ide kreatif bagi guru untuk mengembangkan materi pendidikan karakter bagi siswa selolah dasar yang berbasis keraifan lokal, (2) memotivasi guru dan orang tua untuk mengarahkan siswa menjadi pribadi yang cerdas dan berbudaya, dan (3) memotivasi semua pihak untuk melestarikan kekayaan budaya yang ada di daerah setempat.
5. Alhafizh Mahardika (2017), Penanaman Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah. Penelitian ini berntujuan untuk memaparkan secara komprehensif pentingnya sekolah dalam mengembangkan kearifan lokal yang diinovasi untuk dikemas secara modern dengan tetap mempertahankan nilai-nilai lokalnya untuk menanamkan karakter bangsa pada generasi muda. Metode penulisan artikel menggunakan kepustakaan atau library research. Data yang digunakan dalam artikel ini bersumber dari buku, artikel ilmiah, jurnal, dan media masa online. Kemudian data yang diperoleh dikumpulkan dan diolah menggunakan teknik dokumentasi dan identifikasi wacana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakter
bangsa dapat dilakukan dengan mengadopsi nilai-nilai yang ada di dalam kearifan lokal seperti nilai religi, gotong royong, seni dan sastra, dan keterampilan lokal. Program sekolah berbasiskan pada kearifan lokal dalam pendidikan karakter berbasis budaya dengan program sekolah berbasis berbasis kearifan lokal, budaya sekolah berbasis kearifan lokal, pendidikan karakter bangsa berbasis kearifan lokal diintegrasikan ke dalam mata pelajaran dan program pengembangan diri peserta didik.
Dengan demikian rasa kebangsaan tergantung pada kebijakan yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam menanamkan karakter bangsa kepada peserta didik.
6. Dede Endang Mascita dan Ati Rosmiyati (2018). Pengembangan Bahan Ajar Teks Anekdot Berbasis Kearifan Lokal untuk Peserta didik Kelas X SMA. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis struktur, kebahasaan, dan isi teks anekdot, dan memanfaatkan hasil analisis untuk menyusun modul teks anekdot berbasis kearifan lokal untuk peserta didik kelas X SMA.
Modul pembelajaran teks anekdot adalah bahan ajar yang menyajikan materi, latihan, tugas dan berbagai contoh teks anekdot yang berbasis kearifan lokal Cirebon. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan. Sumber data dalam penelitian ini adalah teks anekdot yang berbasis kearifan lokal Cirebon dengan tema dan karakter yang bervariasi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sepuluh teks anekdot yang berbasis kearifan lokal Cirebon.
Kesepuluh teks itu dianalisis berdasarkan struktur, unsur kebahasaan,
isi/makna tersirat dan kearifan lokal Cirebon yang terdapat didalamnya.
Hasil analisis data menunjukan bahwa kesepuluh teks anekdot tersebut mempunyai struktur yang lengkap yaitu, abstraksi, orientasi, krisis, reaksi dan koda. Kesepuluh teks anekdot tersebut mengandung unsur kebahasaan yang lengkap yaitu adanya kalimat yang menyatakan peristiwa masa lalu, kalimat retoris, penggunan kata kerja aksi, penggunaan kalimat perintah dan penggunaan kalimat seru. Kesepuluh teks anekdot tersebut mengandung isi/makna yang tersirat. Teks anekdot hasil analisis selanjutnya dijadikan materi dalam bahan ajar yang dikembangkan.
7. Emi Ramdani (2018). Metode Pembelajaran Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Penguatan Pendidikan Karakter. Penanaman nilai- nilai karakter di sekolah umumnya dikenal dengan istilah pendidikan karakter, pendidikan moral, ataupendidikan nilai.. Kedudukan Pendidikan karakter di Indonesia sejajar dengan subyek-subyek mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, yang membedakan dengan mata pelajaran lainya adalah bentuk pengajaranya. Pendidikan karakter di Indonesia pada umumnya diintegrasikan dengan mata pelajaran Pembelajaran Sejarah.
Salah satu model pembelajaran Pembelajaran Sejarah yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kontekstual yang berbasis pada nilai-nilai kearifan lokal. Selanjutnya, model pembelajaran kontekstual akan memberikan kemandirian bagi peserta didik untuk mengidentifikasi nilai-nilai karakter yang bersumber pada nilai-nilai hidup di keluarga atau di lingkungan masyarakat. Selain itu model pembelajaran ini menanamkan
nilai-nilai karakter secara langsung melalui pembiasaan dengan ikut serta dalam kegiatan masyarakat, antara lain kegiatan gotong royong ataupun rapat warga yang mampu menumbuhkan karakter toleransi dan kerjasama.
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan wawasan tentang model pembelajaran kontekstual berbasis kearifan lokal. Metode yang digunakan dalam penulisan adalah studi literatur, penulis mencoba mengembangkan model pembelajaran kontekstual yang dikaji dari berbagai referensi yang relevan. Melalui model ini peserta didik diharapkan mampu membuat sebuah produk pembelajaran berupa jurnal harian yang berisi nilai-nilai karakter yang terdapat di lingkungan keluarga atau masyarakat.
8. Nurjanah dan Isnarmi (2020). Pengembangan Modul Pembelajaran Sejarah Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kunto Darussalam. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pembelajaran Pembelajaran Sejarah berbasis kearifan lokal dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi sistem dan dinamika demokrasi pancasila di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kunto Darussalam. Model Penelitian yang adalah Research and Development.
Fokus kajian pada bidang desain modul pembelajaran Pembelajaran Sejarah yang mengkolaborasikan materi sistem dan dinamika demokrasi Pancasila dengan kearifan lokal budaya melayu Riau. Sesuai dengan pendapat Dewey; pembelajaran harus dikontekstualisasikan dan disetel untuk situasi kehidupan nyata. Data penelitian ini dikumpulkan menggunakan tes, angket, observasi dan wawancara dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan nilai rata – rata peserta didik dari 2,1 menjadi 3,1 dengan tingkat ketuntasan seluruhnya 63,3% menjadi 86,7%. Sebesar 94,5%
peserta didik memberikan respon positif terhadap pembelajaran. Dari hasil kajian menyimpulkan bahwa modul pembelajaran berbasis kearifan lokal dapat meningkatkan minat dan hasil belajar peserta didik pada materi sistem dan dinamika demokrasi Pancasila.
9. Moh. Wahyu Kurniawan dan Rose Fitria Luthfiana (2021). Penguatan Nilai-Nilai Pancasila Melalui Budaya Sekolah Berbasis Kearifan Lokal di SMA se-Malang Raya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jenis budaya sekolah berbasis kearifan lokal di SMA Se-Malang Raya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif.
Penelitian ini berlokasi di tiga tempat yakni MAN Kota Batu, SMAN 9 Malang dan MAN 3 Donomulyo. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, studi dokumentasi dan observasi. Teknik analisis data menggunakan teknik Miles dan Huberman yang terdiri dari pengambilan data, reduksi data, analisis data dan kesimpulan. Sedangkan uji keabsahan data yang digunakan yaitu triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) penguatan nilai-nilai Pancasila di SMAN 9 Malang terdapat dalam kegiatan tari tradisional, karawitan, sinau sosial dan bela negara; (b) penguatan nilai-nilai Pancasila di MAN Kota Batu terdapat dalam kegiatan karawitan dan banjani; dan (c) penguatan nilai-
nilai Pancasila di MAN 3 Donomulyo Malang terdapat dalam kegiatan tari tradisional, banjari dan pagar nusa.
Dari beberapa penelitian yang telah disebutkan diatas, sebagaimana telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, dapat dijelaskan bahwa penelitian ini merupakan penlitian lanjutan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Akan tetapi fokus penelitian ini lebih ditekankan pada strategi pemenfaatan kearifan lokal Simalungun dalam pembelajaran IPS Sekolah Dasar untuk penguatan karakter peserta didik, penerapan kearifan lokal Simalungun dalam pembelajran IPS Sekolah Dasar untuk penguatan karakter peserta didik, dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemanfaatan kearifan lokal Simalungun dalam pembelajaran IPS Sekolah Dasar untuk penguatan karakter peserta didik.
2.2. Kajian Pustaka
2.2.1. Kajian Peserta Didik SD (Sekolah Dasar)
Peserta didik sekolah dasar (SD) umumnya berkisar antara 6 atau 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun, mereka berada pada fase operasional konkret (Heruman, 2013). Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Objek konkret tersebut yang dapat ditangkap oleh panca indra.
Piaget dalam Susanto (2015) menyatakan bahwa setiap tahapan perkembangan kognitif pada anak, mempunyai karakteristik berbeda.secara garis besar dikelompokkan menjadi empat tahap, yaitu:
1. Tahap sensori motor (usia 0-2 tahun), pada tahap ini anak belum memasuki usia sekolah;
2. Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun), pada tahap ini kemampuan kognitifnya masih terbatas. Anak masih suka meniru perilaku orang lain (khususnya orang tua dan guru) yang pernah ia lihat dan anak.
3. mulai mampu menggunakan kata-kata yang benar dan mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek secara efektif;
4. Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun), pada tahap ini anak sudah mulai memahami aspek-aspek komulatif materi, mempunyai kemampuan memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang bervariasi tingkatannya, selain itu anak sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa yang konkret;
5. Tahap operasional formal (usia 11-15 tahun), pada tahap ini anak sudah menginjak usia remaja, perkembangan kognitif peserta didik pada tahap ini telah memiliki kemampuan mengkordinasikan dua ragam kemampuan kognitif secara simultan (serentak) maupun berurutan.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik peserta didik sekolah dasar yang umumnya berusia antara 7-12 tahun yaitu mulai memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dengan cara menyelidiki, mencoba, dan bereksperimen mengenai suatu hal yang dianggap menarik bagi dirinya, serta peserta didik sudah mampu memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang bervariasi tingkatannya, selain itu peserta didik sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa yang konkret.
Tujuan pendidikan di sekolah dasar, seperti pada tujuan pendidikan nasional, yang juga telah tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003
adalah seperti pada penjabaran dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dari kutipan Undang-undang tersebut di atas sebagaimana landasannya, maka tujuan pendidikan di sekolah dasar sendiri dapat diuraikan meliputi beberapa hal yaitu, (1). Beriman dan bertaqwa terhadap TuhanNya, (2).
Mengarahkan dan membimbing siswa ke arah situasi yang berpotensi positif, berjiwa besar, kritis,cerdas dan berakhlak mulia, (3). Memiliki rasa cinta tanah air, bangga dan mampu mengisi hal yang bertujuan membangun diri sendiri bangsa dan negara, (4). Membawa siswa sekolah dasar mampu berprestasi ke jenjang selanjutnya.
Inti pokok pendidikan sekolah dasar, berupaya menanamkan keimanan terhadap Tuhan sesuai dengan agama masing-masing yang dianutnya. Dengan harapan tentunya siswa dapat menanamkan sikap yang berakhlak, sopan dan santun antar sesama umat manusia tanpa membedakan ras, suku, dan agama.
Sehingga pada akhirnya siswa dapat menjadi individu yang bertanggung jawab, cakap, berdedikasi tinggi terhadap bangsa dan negaranya. Pengertian pendidikan di sekolah dasar benar-benar mendidik dan menumbuhkembangkan ilmu
pengetahuan pada siswa di sekolah dasar untuk memiliki sikap kebersamaan dalam upaya mencetak generasi muda yang bertanggung jawab.
Anak-anak usia sekolah dasar, memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Mereka senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh karena itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan peserta didik berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.
Menurut Havighurst yang dikutip Desmita (2014) dalam Psikologi Perkembangan Peserta Didik, tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi:
1. Mengusai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik;
2. Membina hidup sehat;
3. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok;
4. Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin;
5. Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat;
6. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif;
7. Mengembangakan kata hati, moral dan nilai-nilai;
8. Mencapai kemandirian pribadi.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik tugas perkembangan anak usia sekolah dasar adalah mampu belajar bergaul dan bekerja secara kelompok sehingga memperoleh sejumlah konsep untuk dapat berfikir secara efektif, menjadikan peserta didik mencapai nilai moral dan kemandirian dalam dirinya.
1.1.2. Kajian tentang Karakter Peserta Didik.
A. Pengertian karakter peserta didik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Karakter adalh nilai-nilai unik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil pola pikir, olah hati, olah rasa dan karsa serta olahraga seseorang atau sekelompok orang (Syamsul Kurniawan: 2013).
Karakter dalam bahasa Inggris: “character” dalam bahasa Indonesia
“karakter”. Berasal dari bahasa Yunani character dan charassain yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus Poerwardarminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Nama dari jumlah seluruh ciri pribadi yang meliputi hal-hal seperti perilaku, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, potensi, nilai-nilai, dan pola-pola pemikiran (Abdul Maid dan Dyan Andayani: 2011).
Secara harfiah, karakter artinya kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Dalam kamus psikologi, karakter adalah kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang yang biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Bamawi dan Arifin: 2012). Karakter adalah nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari (Muchlas Samani dan Haryanto: 2013).
Berikut beberapa pendapat para ahli tentang karakter:
1. Menurut Scerenko, karakter adalah ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis dan kompeksitas mental dari seseorang (Muchlas Samani dan Heriyanto:2013).
2. Menurut Winnie bahwa istilah karakter memiliki dua pengertian. Pertama, ia menunjukkan bagaimana perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan personality. Seseorang baru bisa disebut orang yang berkarakter apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral seseorang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan (Heri Gunawan: 2012).
Pengertian yang sudah dijelaskan di atas, dapat disimpukan bahwa karakter merupakan nilai-nilai universal perilaku manusia yang meliputi seluruh aktivitas kehidupan, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama
manusia maupun dengan lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Karakter peserta didik adalah salah satu variabel dalam desain pembelajaran yang biasanya didefinisikan sebagai latar belakang pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik termasuk aspek-aspek lain yang ada pada diri mereka seperti kemampuan umum, ekspektasi terhadap pembelajaran dan ciri-ciri jasmani serta emosional peserta didik yang memberikan dampak terhadap keefektifan belajar (Ardhana dalam Asri Budiningsih:2017).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemahaman atas karakter peserta didik dimaksudkan untuk mengenali ciri-ciri dari setiap peserta didik yang nantinya akan menghasilkan berbagai data terkait siapa peserta didik dan sebagai informasi penting yang nantinya dijadikan pijakan dalam menentukan berbagai metode yang optimal guna mencapai keberhasilan kegiatan pembelajaran.
B. Ragam karakter peserta didik
Suatu proses pembelajaran akan dapat berlangsung secara efektif atau tidak, sangat ditentukan oleh seberapa tinggi tingkat pemahaman pendidik tentang karakter yang dimiliki peserta didiknya. Pemahaman karakter peserta didik sangat
menentukan hasil belajar yang akan dicapai, aktivitas yang perlu dilakukan, dan assesmen yang tepat bagi peserta didik. Atas dasar ini sebenarnya karakter peserta didik harus menjadi perhatian dan pijakan pendidik dalam melakukan seluruh aktivitas pembelajaran. Karakter peserta didik meliputi: etnik, kultural, status sosial, minat, perkembangan kognitif, kemampuan awal, gaya belajar, motivasi, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan moral dan spiritual, dan perkembangan motorik.
2.2.2. Tinjauan Penguatan Karakter Peserta Didik
Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan nilai-nilai karakter guna membentuk kepribadian peserta didik yang unggul dan berkualitas. Menurut Mulyasa (2012) Pendidikan karakter adalah pengenalan kepada peserta didik nilai-nilai karakter yang meliputi kesadaran, pemahaman, kepedulian dan komitmen yang tinggi terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, lingkungan dan masyarakat serta seluruh bangsa, sehingga menjadi manusia yang sempurna sesuai dengan kode etik. Pendidikan karakter memiliki peran strategis dalam pengembangan kepribadian peserta didik. Pembinaan kepegawaian bertujuan untuk membangun karakter bangsa yang bernilai sehingga berdaya saing dalam skala global.
Pendidikan karakter menekankan pada sikap, cara berpikir dan tanggung jawab, bukan sekedar memperkenalkan aturan dan definisi yang berbeda (Barnawi dan M.Arifin : 2012). Oleh karena itu, pendidikan karakter bukan hanya tentang mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, tetapi kita harus berusaha menanamkan kebiasaan yang baik agar peserta didik dapat bersikap dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai yang membentuk kepribadiannya. Pendidikan karakter yang baik adalah pengetahuan yang baik, perasaan yang baik dan perilaku yang baik sehingga membentuk perwujudan dari perilaku dan sikap peserta didik.
Gerakan penguatan pendidikan karakter tidak hanya didasarkan pada Rencana Aksi Nasional (RAN) pendidikan karakter nasional 2010 tetapi juga merupakan bagian integral dari Nawacita (Kemendikbud, 2017). Oleh karena itu, penguatan kerja pendidikan karakter merupakan kelanjutan dan kelanjutan dari program pendidikan karakter yang telah dilaksanakan sejak tahun 2010. Program yang sedang berjalan ini bahkan lebih dioptimalkan, diperdalam dan diperluas dibandingkan dengan program sebelumnya, yang bertujuan untuk merangsang perubahan pemikiran dan tindakan dalam administrasi sekolah. .
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter Bab 1 Pasal 1 menyatakan bahwa penguatan karakter adalah gerakan pendidikan yang dilakukan oleh satuan pendidikan dan bertujuan untuk memperkuat karakter peserta didik dengan menyelaraskan hati, rasa dan pikiran, menguatkan dan berolahraga. melalui kerjasama antara satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Penguatan pendidikan karakter merupakan upaya yang direncanakan oleh satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik yang berkualitas melalui kerjasama antara keluarga dan masyarakat. Ini tentang menggabungkan empat bagian, yaitu hati, rasa, pikiran dan olahraga. Hati berhubungan dengan perasaan, sikap dan keyakinan. Rasa berkaitan dengan kemauan dan kreativitas. Berpikir mengacu pada pemrosesan informasi yang
kritis, kreatif dan inovatif. Olahraga dikaitkan dengan proses kesiapan, peniruan, manipulasi dan penciptaan aktivitas baru dengan kreativitas. Keempat bagian ini saling berhubungan, sehingga banyak aspek yang harus digabungkan.
Gerakan PPK menempatkan pendidikan karakter sebagai jantung pendidikan nasional, sehingga pendidikan karakter menjadi poros pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah (Kemendikbud:2017). Oleh karena itu, gerakan PPC harus direncanakan, dilaksanakan dan dipimpin dalam kegiatan pendidikan yang memadai di sekolah-sekolah untuk mewujudkan hakikat pendidikan nasional. Penyelenggaraan pendidikan kerakyatan juga harus berada pada jalur yang benar, menjadikan pendidikan karakter seiring dengan pembentukan pengetahuan yang kompeten.
Berdasarkan uraian di atas, merupakan program lanjutan dan berkesinambungan dengan program character building yang dilaksanakan untuk memperkuat karakter peserta didik. Penguatan Karakter adalah kombinasi dari latihan hati, latihan emosional, latihan pikiran dan latihan. Gerakan PPK yang diterapkan pada pelatihan ini tidak hanya menerapkan character building, tetapi juga membentuk pengetahuan yang kompeten untuk melakukan revolusi mental.
2.2.3. Tinjauan Pembelajaran IPS SD
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan terjemahan dari Social Studies.
Bahwa Social Studies merupakan ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan meliputi aspek-aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu geografi dan filsafat yang dalam prakteknya dipilih untuk tujuan pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi.
Bila dianalisis dengan cermat bahwa pengertian social studies mengandung hal- hal sebagai berikut:
1. Social Studies merupakan turunan dari ilmu-ilmu sosial.
2. Disiplin ini dikembangkan untuk memenuhi tujuan pendidikan pada tingkat persekolahan maupun tingkat perguruan tinggi.
3. Aspek-aspek dari masing-masing disiplin ilmu sosial itu perlu diseleksi sesuai dengan tujuan tersebut.
Menurut Ahmadi (1991) IPS merupakan ilmu-ilmu sosial yang dipilih dan disesuaikan bagi penggunaan program pendidikan di sekolah atau bagi kelompok belajar lainnya yang sederajat. Menurut Ali Imran Udin IPS ialah ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah dasar dan menengah. Menurut Abu Ahmadi IPS ialah bidang studi yang merupakan paduan (fusi) dari sejumlah disiplin ilmu sosial.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa materi IPS diambil dari berbagai disiplin ilmu sosial seperti geografi, sejarah, sosiologi, antropologi, psikologi sosial, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, dan ilmu-ilmu sosial lainnya yang dijadikan sebagai bahan baku bagi pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran di sekolah dasar dan menengah.
Barr, dkk (1987), The committee on the sosial of the national education on asociation’s and reorganisation of secondary education in 1916, memberi definisi sebagai berikut: “theose (studies) whose subject matter relates to the organisation and development of human society and to man as member of sosial group”.
Maksudnya, studi sosial ialah mata pelajaran yang menggunakan bahan ilmu-ilmu sosial untuk mempelajari hubungan manusia dalam masyarakat dan manusia sebagai anggota masyarakat. Paul Mathis, dalam bukunya “The Teacher Handbook for Social Studies, mengartikan IPS sebagai: “the study of man in society in the past, present and future. Social studiesemerges as a subject of prime importance for study in school”. Artinya, studi sosial ialah mata pelajaran di sekolah untuk mempelajari manusia dalam masyarakat pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
Ilmu-ilmu sosial merupakan dasar dari IPS. Akan tetapi, tidak semua ilmu- ilmu sosial secara otomatis dapat menjadi bahan atau pokok bahasan dalam IPS.
Tingkat usia, jenjang pendidikan, dan perkembangan pengetahuan siswa sangat menentukan materi-materi ilmu-ilmu sosial mana yang tepat menjadi bahan atau pokok bahasan dalam IPS. Di Indonesia IPS menjadi salah satu mata pelajaran dalam pembaharuan kurikulum SD, Konsep Dasar IPS 7 SMP, SMA sejak 1975 dan masih berlangsung hingga sekarang. IPS sangat penting diajarkan kepada peserta didik, sebab setiap individu ialah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat. Agar setiap individu menjadi warga negara yang baik maka ia perlu mendapatkan pengetahuan yang benar tentang konsep dan kaidah-kaidah sosial, menentukan sikap sesuai dengan pengetahuan tersebut dan memiliki keterampilan untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Disiplin ilmu-ilmu sosial yang dikembangkan dalam social studies di Indonesia meliputi ilmu ekonomi, sejarah, geografi, sosiologi, politik, hukum dan
pendidikan kewarganegaraan. Disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam social studies di Amerika Serikat lebih beragam bila dibandingkan dengan tradisi pengembangan IPS di Indonesia. Disiplin ilmu sosial yang dikembangkan dalam social studies di Amerika Serikat meliputi antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, psikologi, religi dan sosiologi.
Barr (1987) tujuan pendidikan nasional menjadi acuan dalam pengembangan tujuan pendidikan IPS. Tujuan pengajaran IPS, secara umum dikemukakan oleh Fenton adalah mempersiapkan anak didik menjadi warga negara yang baik, mengajar anak didik agar mempunyai kemampuan berpikir dan dapat melanjutkan kebudayaan bangsa. Selanjutnya, Clark dalam bukunya “Social Studies in Secondary School”: A Hand Book, menyatakan bahwa IPS menitikberatkan pada perkembangan individu yang dapat memahami lingkungan sosialnya, manusia dengan segala kegiatannya dan interaksi antarmereka. Peserta didik diharapkan dapat menjadi anggota yang produktif, berpartisipasi dalam masyarakat yang merdeka, mempunyai rasa tanggung jawab, tolong menolong dengan sesamanya, dan dapat mengembangkan nilai-nilai dan ide-ide dari masyarakatnya. Menurut Hartono dan Arnicun Aziz (1990) IPS bertujuan untuk pembentukan pengetahuan dan keterampilan intelektual peserta didik. 10 Konsep Dasar IPS.
IPS sebagai komponen kurikulum sekolah merupakan kesempatan yang baik untuk membina afeksi, kognisi, dan psikomotor pada anak didik untuk menjadi manusia pembangunan Indonesia. Bahan kajian IPS bukanlah hal yang bersifat hafalan belaka, melainkan konsep dan generalisasi yang diambil dari
analisis tentang manusia dan lingkungannya. Pengetahuan yang diperoleh dengan pengertian dan pemahaman akan lebih fungsional. Perolehan pengetahuan dan pemahaman yang telah dimiliki siswa diharapkan dapat mendorong tindakan yang berdasarkan nalar, selanjutnya dapat diterapkan dalam kehidupannya. Nilai dan sikap merupakan hal yang penting dalam ranah afektif, terutama nilai dan sikap terhadap masyarakat dan kemanusiaan. Sebagai contohnya menghargai martabat manusia dan peka terhadap perasaan orang lain, lebih-lebih lagi nilai dan sikap terhadap negara dan bangsa. Tujuan keterampilan yang dapat diraih dalam pengajaran IPS sangatlah luas. Keterampilan-keterampilan yang dikembangkan sudah barang tentu juga meliputi keterampilanketerampilan yang dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan, nilai, dan sikap.
Menurut Bruce Joyce (Cheppy), ada 3 tujuan IPS, yaitu: 1. Humanistic education: diharapkan IPS mampu membentuk anak didik untuk memahami segala pengalamannya serta diharapkan lebih mengerti tentang arti kehidupan ini.
2. Citizenship education: setiap anak didik harus dipersiapkan untuk mampu berpartisipasi secara efektif di dalam dinamika kehidupan masyarakatnya.
masyarakat diliputi segala aktivitas yang menyandarkan setiap warganegara untuk bekerja secara benar dan penuh tanggungjawab demi kemajuannya. 3. Intellectual education: tiap anak didik ingin memperoleh cara dan sarana untuk mengadakan analisis terhadap gagasan-gagasan serta mengadakan pemecahan masalah seperti yang telah dikembangkan oleh ahli-ahli ilmu sosial. Bersamaan dengan pertumbuhan kemampuannya, anak didik seharusnya belajar untuk menjawab
sebanyak mungkin pertanyaan serta menguji data secara kritis dalam berbagai situasi sosial.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS di tingkat sekolah bertujuan mempersiapkan peserta didik sebagai warga negara yang baik. Warga negara yang baik harus menguasai pengetahuan (knowledge), sikap dan nilai (attitudes and values) dan keterampilan (skill) yang membantunya untuk memahami lingkungan sosialnya dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah pribadi dan masalah sosial, mampu mengambil keputusan serta berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Menurut Astawa (2017), IPS dirumuskan berlandaskan pada realitas dan fenomena sosial yang diwujudkan dengan pendekatan interdisipliner dari cabang- cabang Ilmu-ilmu sosial. Tujuan pembelajaran IPS ialah mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan melatih keterampilan untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa diri sendiri maupun masyarakat.
Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan berkenaan dengan wilayah-wilayah. Sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif mengenai nilai-nilai kepercayaan, struktur sosial, aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spritual, teknologi dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam
ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Konsep-konsep tersebut secara intensif digunakan oleh ilmu-ilmu sosial dan studi-studi sosial.
Secara akademik, karakteristik mata pelajaran IPS dapat diformulasikan sebagai berikut: 1. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur- unsur geografi, sejarah, ekonomi,, hukum, politik, kewarganegaraan, sosiologi bahkan juga humaniora, pendidikan dan agama. 2. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS berasal dari struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau tema.
Dari beberapa uraian diatas dapat kita ketahui bahwa pembelajaran IPS adalah suatu sistem pendidikan yang terdiri dari berbagai faktor yang menyusun.
Antara lain peserta didik, pendidik, media belajar, fasilitas belajar dan juga sumber belajar yang bertujuan membuat peserta didik menguasai dan memahami berbagai intregasi berbagai disiplin ilmu social. Seperti ekonomi, sejarah, sosial, geografi dan lain-lain. Selain ilmu sosial juga ilmu humaniora, sains bahkan berbagai isu dan masalah sosial kehidupan Sehingga pembelajaran IPS di SD/MI lebih mengutamakan mendidik peserta didik menjadi seseorang yang mampu menempatkan diri dalam situasi yang membuatnya mampu melakukan konstruksi- konstruksi pemikirannya dalam situasi wajar, alami, dan mampu mengekpresikan
dirinya secara tepat apa yang mereka rasakan dan mampu melaksanakannya sesuai tingkat dan lingkungan dimana peserta didik tersebut berada.
Tujuan yang lebih spesifik bias ditelaan dibawah ini : 1). Mengembangkan konsep-konsep dasar sosiologi geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan melalui pendekatan peadagogis dan psikologis. 2) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.
3) Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. 4) Meningkatkan kemampuan bekerjasama dan kompetensi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional, maupun internasional.
2.2.4. Tinjauan Kearifan Lokal Simalungun
Simalungun kaya akan budaya Kearifan lokal yang dimana kurang diketahui oleh masyarakat lainnya. Hal ini dikarenakan masih kurangnya promosi melalui pengembangan promosi melalui grup atau media. Adapun beberapa contoh kearifan lokal Simalungun yang dapat dimanfaatkan untuk penguatan karakter peserta didik antara lain:
1. Habonaron Do Bona
Meski agama sudah lama masuk ke Sumatera, namun masyarakat Simalungun tidak fanatik dengan agamanya. Mereka hidup dengan filosofi populer "Habonaron Do Bona". Diterjemahkan, filsafat ini berarti bahwa kebenaran adalah dasar/pangkal. Filosofi ini hidup dan dipraktikkan oleh masyarakat Simalungun di mana pun mereka berada, bahkan di luar negeri sekalipun. Secara rinci, "Kebenaran" terbukti dalam (1) Pandangan Benar, (2) Niat Benar, (3) Ucapan Benar, (4) Perbuatan Benar, (5) Kehidupan
Benar, dan (6) Usaha Benar. Pemahaman filosofi “Habonaron Do Bona”
menjadikan peradaban masyarakat Simalungun jauh lebih maju dan mampu bertahan menghadapi tantangan zaman. Orang Simalungun juga cukup tahu tentang diri mereka sendiri sehingga mereka harus bertahan hidup sebagai pendatang, jadi satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan selalu mengutamakan kepentingan bersama dan sikap ini diturunkan dari generasi ke generasi dengan mengevaluasi filosofi
“Habonaro Do Bona”.
2. Sapangambei Manoktok Hitei
Makna dari falsafah sapangambei manoktok hitei yaitu bersama-sama untuk tujuan mulia. Falsafah ini memiliki makna yang universal dan dapat digunakan dimana saja, namun pada jaman sekarang falsafah ini sudah sangat jarang dimaknai sebagaimana mestinya. Bahkan ketika terjadi pesta demokrasi di tengah masyarakat Simalungun falsafah ini lebih cenderung
“diimani” secara negatif. Kerap terjadi “tujuan mulia” yang dimaksud bukan untuk masyarakat Simalungun melainkan untuk kelompok oknum.
Oleh karena itu, falsafah ini perlu diajarkan kembali pemaknaan yang benar,terutama kepada generasi muda melalui pendidikan formal dan non formal. Nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah ini memiliki kesamaan dengan nilai-nilau luhur yang terkandung dalam sila ke-3 Pancasila.
3. Marharoan Bolon
Kearifan lokal marharoan bolon mirip dengan falsafah sapangambei manoktok hitei. Keduanya sama-sama bermakna kebersamaan dan
menandung nilai gotong royong yang terkandung dalam sila ke-3 Pancasila. Gotong royong dalam membangun Indonesia secara umumdan membangun Kabupaten Simalungun secara khusus. Kearifan lokal ini sangat perlu diketahui dan diamalkan peserta didik sebagai generasi penerus bangsa ini.
4. Habonaron
Habonaron berarti kebenaran, kearifan lokal ini menunjukan bagaimana kepercayaan masyarakat Simalungun terhadap sang pencipta di luar Manusia. Hal ini sangat erat hubungannya dengan sila pertama Pancasila yaitu ke-Tuhan-an yang Maha Esa. Masyarakat Simalungun yakin bahwa manusia memiliki ikatan dengan sang pencipta, oleh karena itu perbuatan- perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari haruslah berdasarkan pada kebenaran yang hakiki.
5. Kerapatan
Kearifan lokal ini memiliki makna musyawarah, dilakukan pada tingkat huta atau desa oleh Maujana Nagori yang dianggap sebagai penatua di tengah-tengah desa. Musyawarah dimaksudkan untuk membangun desa demi kepentingan bersama. Nilai yang terkandung dalam kearifan lokal ini sama dengan nilai yang terkandung dalam sila ke-4 Pancasila.
6. Rondang Bintang
Rondang bintang merupakan kearifan lokal berbentuk pesta rakyat yang dilakukan oleh masyarakat Simalungun untuk mensyukuri hasil pertanian maupun berkat lain yang diterima oleh masyarakat dari Tuhan. Pesta ini
juga sebagai wujud kegembiraan masyarakat Simalungun atas berkat dari Tuhan yang mereka terima dalam kehidupan sehari-hari. Rondang bintang memiliki arti terang bulan. Event ini merupakan even tehunan yang dilakukakn pada saat terang bulan.
7. Tolu sahundulan, Lima saodoran
Merupakan kearifan lokal masyarakat Simalungun dalam bentuk sistem kekerabatan. Tolu sahundulan bermakna tiga kedudukan yang memiliki peran masing-masing dan harus saling menghormati satu sama lain.
Sedangkan Lima saodoran berarti kedudukan yang disandang oleh lima manusia. Nilai yang terkandung dalam sistem kekrabatan ini sama dengan nilai yang terkandung dalam sila ke-2 Pancasila.
8. Margalah
Margalah atau Margala merupakan salah satu jenis permainan anak yang dilakukan oleh anak-anak Suku Batak di daerah Kawasan Danau Toba.
Bagi masyarakat Batak, permainan ini juga dikategorikan sebagai salah satu jenis olahraga tradisonal yang hingga kini masih dilestarikan keberadaannya.
Permainan ini mengandalkan kerjasama tim, mengandalkan kecepatan kaki dan pikiran untuk mengatur strategi mengalahkan lawan. Ada sebagian daerah Toba provinsi Sumatera Utara menamakannya Marcabor. Mirip dengan permainan galasin, atau disebut juga galah asin atau gobak sodor di beberapa daerah lain.
Permainan margala menuntut kegesitan setiap para pemainnya. Pasalnya permainan ini apabila tersentuh oleh lawan main maka ia langsung kalah.
Selain itu dituntut pula kekompakan antara pemainnya karena saat permainan dilangsungkan biasanya tidak terjadinya komunikasi.
Permainan ini terdiri dari dua kelompok, setiap kelompok yang menjaga ibarat membaca arah gerak par a lawannya, layaknya orang menghitung strategi dan peluang yang ingin diciptakan, maka seperti itulah hakikat permainan Margala.
Permainan ini bermodalkan dengan menggambar dan menggaris bentuk permainan di atas tanah atau lapangan yang telah tersedia. Bentuknya terdiri dari tiga garis horizontal dan tiga garis vertikal yang membentuk empat kotak, dan kotak itulah yang dijadikan arena permainan.
Cara bermain : pada mulanya tiga orang lawan berkesempatan untuk menjaga di tiga titik terdepan dan ada seseorang lagi yang berkesempatan menjaga di tengah garis vertikal. Dan kemudian yang menjadi pihak lawan akan berusaha memasuki arena yang telah dijaga tadi. Lawan akan berusaha masuk dengan cara jangan sampai badan mereka tersentuh oleh pihak yang menjaga, apabila salah seorang pihak lawan yang masuk badannya tersenggol oleh tim yang menjaganya maka berarti lawan tersebut kalah dan permainan digantikan oleh pihak yang bertugas menjaga. Namun jika lawan lolos maka akan mendapat tambahan nilai dan posisinya akan kembali ke tempat semula untuk memainkan permainan untuk yang kedua
9. Dayok Nabinatur
Seperti Toba, Simalungun juga kaya kuliner. Salah satu yang paling populer adalah kuliner Dayok Nabinatur. Dalam bahasa Simalungun, dayok artinya ayam, sedangkan nabinatur maknanya yang diatur. Jika diterjemahkan, Dayok Nabinatur berarti ayam yang dimasak dan disajikan secara teratur.
Hingga kini, masyarakat Simalungun terus mewariskan kuliner satu ini dari generasi ke generasi. Sehingga, orang-orang Simalungun yang berdiam di perantauan umumnya masih tahu cara menyajikan dayok nabinatur dan paham petuah-petuahnya.
Disebut nabinatur, karena pengerjaannya musti dilakukan dengan cermat, runut, dan teratur sejak proses pemotongan mengikuti alur anatomi ayam, sampai penghidangannya. Saat hendak dihidangkan, daging ayam disusun secara teratur di atas talam dan ditata menyerupai wujud ayam tersebut ketika masih hidup.
Di zaman Kerajaan Simalungun, kuliner satu ini disajikan hanya untuk raja-raja Simalungun dan kaum bangsawan. Kokinya juga harus laki-laki.
Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, makanan ini kini sudah bisa dinikmati oleh rakyat jelata. Dan perempuan pun sudah bisa meraciknya.
Dewasa ini, dayok nabinatur kerap disajikan pada acara-acara adat Simalungun, acara gereja (pembaptisan anak, angkat sidi, memasuki rumah baru), dan acara penting keluarga seperti perayaan ulang tahun,
memberangkatkan anak merantau, atau mendapat pekerjaan, wisuda dan lainnya.
Orang Simalungun percaya, dayok nabinatur menjadi sarana menyampaikan doa berkat. Secara filosofis, orang yang menikmati dayok nabinatur akan menerima berkat dan menemukan keteraturan dalam hidup.
Tak heran ketika menyerahkan dayok nabinatur, orang tua menyertainya dengan doa-doa dan umpasa (petuah) yang berisi petuah-petuah agar si anak hidup teratur di tanah rantau menjunjung kesantunan dan etika.
Makna petuah dari dayok nabinatur amat berharga baik dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Termasuk di dalamnya, petuah untuk memahami posisi serta tanggung jawab baik sebagai bapak, ibu, anak, orangtua, mertua, sahabat, petani, pedagang, buruh, pegawai, atau berbagai profesi.
Orang harus pandai menempatkan dirinya dan menjalan fungsinya seperti unsur-unsur dalam tubuh yang saling bekerja sama, berkoordinasi, dan bersinergi. Tubuh akan bekerja optimal jika setiap unsur bekerja menjadi satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh.
Itu sebabnya, saat proses pemotongan ayam dan memasaknya, tidak boleh bersifat kemaruk. Orang yang memotong ayam dan memasak kuliner dayok nabinatur musti jujur pada dirinya sendiri. Tidak boleh menyembunyikan sepotong daging pun dan diharamkan mencicipinya saat masih dimasak.
Hindari saling menghujat, provokator negatif, saling mencari kelemahan orang lain, saling fitnah, saling curiga, menang sendiri, dan menghalalkan segala cara merupakan petuah dari simbol makanan adat Simalungun Dayok Binatur.
Menyajikan dayok nabinatur diupayakan agar bagian-bagian tubuh ayam yang layak dimakan itu tetap utuh (tidak hilang), karena akan menjadi sarana penyampaian pesan luhur secara simbolik. Dalam masa sekarang ini, pemberian dayok nabinatur mengajarkan generasi kita untuk tidak menjadi provokator, pemecah belah, dan penyebar hoax. Agar hidup teratur, maka saling menghargai, saling membantu, saling mengutamakan menjadi kunci. Inti dari petuah dayok nabinatur adalah hidup yang bermanfaat bagi masyarakat, mau berbagi, sedia menyebarluaskan perbuatan yang baik, dan saling mengasihi dalam kelemahan.
Bahan baku dayok nabinatur biasanya ayam kampung jantan. Ayam itu kemudian diolah dengan dua proses memasak, yakni dipanggang dan digulai. Kenapa ayam jantan? Menurutnya, ayam jantan diyakini sebagai simbol kekuatan, kegagahan, semangat, kerja keras, tahan banting, dan pantang menyerah.
Orang Simalungun layak bersyukur, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menetapkan makanan khas Simalungun, Dayok Nabinatur, sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Ini menegaskan sebuah penghargaan yang setinggi-tingginya atas daya cipta leluhur orang Simalungun.
Dengan diakuinya dayok nabinatur sebagai warisan budaya tak benda, semoga bangsa kita yang berbilang kaum ini semakin bangga atas keragaman budaya, bahasa, seni dan kulinernya. Mewariskan bahasa, budaya, seni dan makanan harus terus digalakkan dari generasi ke generasi agar kekayaan keragaman budaya kita tetap lestari dan menjadi kekuatan menangkal serangan budaya yang destruktif dari luar.
Selain contoh yang telah disebutkan diatas, masih banyak kearifan lokal Simalungun yang dapat dimanfaatkan untuk penguatan karakter peserta didik.
Misalnya kearifan lokal dalam bentuk seni tari atau dalam bahasa Simalungun disebut tor-tor, kearifan lokal berbalas pantun yang berisi pesan-pesan atau yang disebut marumpasa, kearifan lokal dalam bentuk kuliner, dalam bentuk seni musik, dan masih banyak lagi kearifan lokal Simalungun. Penguatan karakter peserta didik dapat dilakukan oleh guru dengan menyesuaikan pada silabus mata pelajaran IPS untuk Sekolah Dasar.
2.3. Kerangka Pemikiran
Kerangka penelitian merupakan gambaran alur penelitian atau pemikiran peneliti. Kerangka pemikiran adalah bentuk strategi konseptual yang mengaitkan antara teori dan berbagai faktor permasalahan yang dianggap penting untuk diselesaikan, sehingga lebih mengacu pada tujuan penelitian tersebut dilakukan (sugiyono: 2014). Menurut McAghie (2001) pengertian kerangka berpikir adalah proses yang mengatur panggung untuk penyajian pertanyaan penelitian tertentu yang mendorong investigasi dilaporkan berdasarkan pernyataan masalah.
Pernyataan masalah dari tesis menyajikan konteks dan masalah yang menyebabkan peneliti melakukan penelitian.
Kerangka berpikir adalah penjelasan sementara mengenai gejala yang menjadi objek atas permasalahan yang diperlukan dalam metode penelitian.
Sehinga kerangka berpikir disusun berdasarkan kriteria utama berupa alur-alur pemikiran yang logis. Sederhananya kerangka berpiir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Kemudian dianalisis secara kritis dan sistematis sehingga menghasilkan formula sintesis antara variabel penelitian.
Salah satu tujuan penyelenggaraan pendidikan ialah untuk membentuk karakter dan watak peserta didik yang berbudi luhur. Oleh karena itu diperlukan pendekatan pendidikan dan mata pelajaran yang membantu untuk membentuk karakter peserta didik menjadi kepribadian lebih baik dan bermoral. Di sekolah guru perlu memberi penanaman nilai-nilai moral dan etika pada setiap mata pelajaran yang akan disampaikan. Ada banyak mata pelajaran yang berkaitan dengan nilai- nilai moral dan etika yang harus ditanamkan pada peserta didik, salah satunya adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Guru mata pelajaran diharapkan dapat memberikan penanaman nilai moral dan etika yang terkandung di dalam kearifan lokal sehingga dapat menguatkan karakter peserta didik.
Pada setiap sekolah diharapkan dapat melakukan pendidikan moral dan harus yakin bahwa nilai- nilai yang seharusnya dapat diajarkan disekolah
memiliki tujuan yang bermanfaat dan secara umum dapat diterima oleh masyarakat yang beragam, dan sekolah seharusnya tidak hanya mengekspos nilai- nilai tersebut kepada peserta didik, tetapi juga harus mampu membimbing mereka untuk dapat mengerti, meresapi, dan melakukan nilai-nilai yang berlaku. Secara sederhana alur penelitian maupun pemikiran peneliti digambarkan sebagai berikut: