• Tidak ada hasil yang ditemukan

TI 01 213060037 Nazwa Zhafranzy

N/A
N/A
nazwa zhafranzy

Academic year: 2024

Membagikan "TI 01 213060037 Nazwa Zhafranzy"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

RESUME MATERI PENGURANGAN RISIKO BENCANA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mitigasi Bencana

Disusun Oleh :

Nazwa Zhafranzy 213060037

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

2024

Mata Kuliah : Mitigasi Bencana Tanggal Penyerahan : 19 Oktober 2024 Dosen Pengampu : Gerry Andrika

(2)

PENGERTIAN KONSEP – KONSEP

Istilah kontemporer yaitu penekanan berlebihan pada bencana dan bantuan kemanusiaan, seperti pengurangan bencana dan manajemen risiko bencana. Tujuan pemahaman umum tentang berbagai istilah dasar pengurangan risiko bencana untuk memastikan pendekatan yang standar oleh semua pemangku kepentingan, juga bertujuan untuk memberikan perspektif tentang istilah-istilah terpenting yang digunakan dalam bidang pengurangan risiko bencana. United Nations Internasional Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) telah menerima definisi dari istilah-istilah secara universal untuk menjadi valid dan kompilasi menurut terminologi pada tahun 2009. UNISDR dibuat pada bulan Desember 1999 dan merupakan bagian dari sekretariat PBB dengan tujuan memastikan implementasi dari Strategi Internasional untuk Pengurangan Risiko Bencana.

1. Bencana

Definisi bencana menurut (UNISDR, 2009) ialah bencana merupakan gangguan serius pada fungsi suatu komunitas atau masyarakat yang melibatkan kerugian dan dampak yang luas terhadap manusia, materi atau lingkungan melebihi kemampuan komunitas terdampak dalam mengatasi hal tersebut menggunakan hanya sumber daya mereka sendiri.

Beberapa aspek dari definisi ini perlu penekanan, yang pertama yaitu penekanan dari definisi “gangguan yang serius”, diharapkan bahwa suatu peristiwa bencana akan menjadi sesuatu yang secara signifikan mengubah “normal”. Kedua, perbedaan yang ditempatkan oleh definisi peristiwa abnormal dan peristiwa yang dapat kita klasifikasikan sebagai bencana. Jika peristiwa "melebihi kemampuan" komunitas yang terdampak untuk menangani konsekuensinya menggunakan semua sumber daya mereka, maka peristiwa tersebut dapat diklasifikasikan sebagai "bencana". Terakhir, perhatian pada konsep

“komunitas”. Pengertian komunitas adalah kumpulan orang yang memiliki minat dan nilai- nilai bersama. Meskipun beragam secara budaya, mobilitas, atau tidak stabil, anggota komunitas berkomunikasi satu sama lain atau atas nama satu sama lain untuk mencapai hasil yang saling menguntungkan.

UNISDR juga menunjukkan “Bencana seringkali digambarkan sebagai hasil dari kombinasi: paparan terhadap bahaya; kondisi kerentanan yang ada; dan kapasitas atau langkah-langkah yang tidak mencukupi untuk mengurangi atau mengatasi konsekuensi negatif potensialnya. Dampak bencana dapat mencakup hilangnya nyawa, cedera, penyakit, dan efek negatif lainnya terhadap kesejahteraan fisik, mental, dan sosial manusia, bersama

(3)

dengan kerusakan properti, penghancuran aset, kehilangan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, dan degradasi lingkungan.”

Lalu dari penjelasan diatas timbul pertanyaan bencana itu sebenarnya alami atau tidak?

Dari risiko bencana dapat ditentukan oleh tiga variabel; yaitu bahaya (alamiah atau antropogenik); kerentanan terhadap bahaya; dan kapasitas penanganan yang terkait dengan pengurangan, mitigasi dan ketahanan terhadap kerentanan suatu komunitas yang terkait dengan bahaya tersebut. Contohnya komunitas miskin di Afrika yang permukiman informalnya terletak di garis banjir 1/50 tahun karena Dinamika sosial-ekonomi dan politik tertentu di negara tersebut memaksa komunitas miskin untuk menetap dalam kondisi yang tidak aman. Bersamaan dengan itu, datanglah bahaya alam seperti banjir besar, dan komunitas yang menetap di garis banjir terpapar hingga mengalami bencana. Namun bencana tidak dianggap bencana alam melainkan bencana buatan manusia. Hampir semua paparan terhadap bahaya alam dan kerentanan dapat dikurangi. Dengan demikian, tindakan manusia menyebabkan bahaya alam menjadi bencana alam.

2. Risiko dan Risiko Bencana

Risiko didefinisikan sebagai kombinasi antara probabilitas suatu peristiwa dan konsekuensi negatifnya (UNISDR, 2009). Oleh karena itu, risiko bersifat multidisiplin dan digunakan dalam berbagai konteks. Istilah resiko bencana merujuk pada potensi (tidak aktual dan terwujud) kerugian bencana, dalam hal nyawa, status kesehatan, penghidupan, aset, dan layanan yang dapat terjadi dalam suatu komunitas atau masyarakat tertentu. efek dari suatu bahaya (dengan magnitudo tertentu) akan mempengaruhi komunitas secara berbeda (Von Kotze, 1999:35). Hal ini benar karena tingkat mekanisme penanganan dalam komunitas tersebut.

3. Bahaya

Bahaya didefinisikan sebagai fenomena berbahaya, zat, aktivitas manusia, atau kondisi yang bisa saja menyebabkan kehilangan nyawa, cedera, serta dampak kesehatan lainnya, bisa juga menyebabkan kerusakan properti, kehilangan penghidupan dan layanan, gangguan sosial dan ekonomi, bahkan kerusakan lingkungan (UNISDR, 2009). Bahaya dapat berupa tunggal, berurutan, atau dikombinasikan dalam asal dan efeknya. Setiap bahaya ditandai oleh lokasinya, intensitasnya, probabilitasnya, dan frekuensi kemungkinan.

Perbedaan antara bahaya dan bencana yaitu, bencana adalah hasil dari dampak bahaya terhadap masyarakat yang efeknya menetukan sejauh mana kerentanan sebuah komunitas terhadap bahaya.

4. Kerentanan

(4)

Kerentanan merupakan karakteristik serta keadaan dari suatu komunitas, sistem atau aset yang membuatnya rentan terhadap efek merusak dari suatu bahaya. Kerentanan mencakup faktor fisik, ekonomi, sosial dan/atau politik secara negatif memengaruhi komunitas untuk merespons pariwisata (Jegillos, 1999).

Kerentanan disebabkan oleh beberapa hal mendasar yang berbeda, dilihat dari besarnya bencana yang terjadi, diukur dalam jumlah kematian, kerusakan/biaya yang meningkat seiring dengan peningkatan marginalisasi populasi.

5. Kapasitas Penanganan

Kapasitas penanganan untuk pengurangan risiko bencana mengacu pada kemampuan individu, organisasi, dan sistem, dengan menggunakan keterampilan dan sumber daya yang tersedia. Fokus disini tidak hanya pada individu atau komunitas saja, tetapi juga pada kapasitas mekanisme pendukung terhadap individu dan komunitas secara keseluruhan.

6. Ketahanan

Dalam lingkungan alam, ketahanan berarti suatu area atau ekosistemnya terancam dipulihkan ke keadaan aslinya yang bersih. UNISDR mendefinisikan ketahanan sebagai kemampuan suatu sistem, masyarakat bahkan komunitas yang terpapar bahaya untuk menahan, menyerap, menyesuaikan diri dan pulih dari efek bahaya dengan cara yang tepat waktu dan efisien, termasuk pelestarian serta pemulihan struktur dan fungsi dasar yang esensial (UNISDR, 2009). Singkatnya, ketahanan adalah kemampuan untuk pulih dari suatu kejadian yang menimpa suatu komunitas.

7. Manajemen Darurat dan Bencana

Darurat ialah kondisi yang mengancam dan memerlukan tindakan yang cepat, tindakan darurat yang efektif dapat mencegah eskalasi suatu peristiwa menjadi bencana. Ini melibatkan rencana dan pengaturan institusional untuk melibatkan dan membimbing upaya pemerintah, non-pemerintah, sukarelawan, dan lembaga swasta secara komprehensif dan terkoordinasi dalam merespons seluruh spektrum kebutuhan darurat (UNISDR, 2009).

8. Pengurangan Risiko Bencana

Pengurangan risiko bencana ialah konsep dan praktik pengurangan risiko bencana sebagai upaya sistematis dalam menganalisis dan mengelola faktor penyebab bencana.

Strategi pengurangan bencana meliputi penilaian kerentanan dan risiko, sejumlah kapasitas institusional dan kemampuan operasional.

9. Manajemen Risiko Bencana

Manajemen risiko bencana adalah tahapan sistematis melalui arahan administratif, organisasi dan keterampilan serta kapasitas operasional untuk menerapkan strategi,

(5)

kebijakan dan peningkatan kapasitas penanganan yang lebih baik sebagai upaya mengurangi dampak buruk dari bahaya kemungkinan bencana. Tujuan dari manajemen risiko bencana adalah untuk menghindari, mengurangi atau memindahkan efek buruk dari bahaya melalui kegiatan dan langkah-langkah pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan (UNISDR, 2009).

INTERAKSI ANTARA BAHAYA, KERENTANAN DAN RISIKO BENCANA

Besarnya bencana biasanya dijelaskan dalam hal efek buruk yang dimiliki bahaya terhadap kehidupan, properti dan infrastruktur; kerusakan lingkungan; dan biaya yang terkait dengan pemulihan dan rehabilitasi pasca-bencana. Dengan kata lain, ada hubungan langsung antara kapasitas mereka yang terkena dampak untuk menahan, mengatasi, dan pulih dari dampak buruk suatu bahaya hanya dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri, dan apa yang merupakan risiko bencana. Secara sederhana, risiko bencana adalah hasil dari kombinasi tiga elemen - kerentanan, kapasitas penanganan, dan bahaya (UNISDR 2002:41).

Risiko bencana (R) = 𝒌𝒆𝒓𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒂𝒏 (𝒗)𝒙 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒚𝒂 (𝑯) 𝑲𝒂𝒑𝒂𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 (𝒄)

ATAU Risiko bencana = 𝒇𝒖𝒏𝒈𝒔𝒊 𝑯 𝒙 𝒗

𝒄

Notasi itu Merupakan penyebab umum bahwa di negara-negara di mana mayoritas penduduknya telah terpinggirkan, dampak buruk dari bahaya jauh lebih besar. Interaksi kondisi politik, fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang terkait dengan status terpinggirkan dari komunitas-komunitas itu diterjemahkan menjadi kondisi yang sangat tidak aman dan rapuh, sehingga membuat mereka paling rentan terhadap dampak bahaya (UNISDR 2002:47).

PEMAHAMAN TENTANG KERENTANAN 1. Faktor Politik

Tingkat kerentanan dapat dikaitkan dengan kemauan politik dan komitmen terhadap masalah pembangunan. Kerentanan sama pentingnya dengan paparan terhadap bahaya tertentu seperti, pengambilan keputusan terkait pembangunan yang akan mengatasi kondisi kerentanan.

Kemauan politik adalah fundamental dalam pengurangan risiko bencana, hal ini ditunjukkan pada tahun 1994 ketika pemerintah demokratis baru Afrika Selatan memutuskan untuk mengadopsi pendekatan baru terhadap manajemen bencana dan risiko.

(6)

Hal ini menyebabkan reformasi total kebijakan dan legislasi manajemen risiko bencana negara tersebut. Perubahan politik biasanya disertai dengan reformasi ekonomi yang pada gilirannya berdampak pada bagaimana pembangunan direncanakan dan bagaimana kemiskinan dan kerentanan dikurangi.

2. Faktor Ekonomi

Status ekonomi populasi tidak hanya berkaitan dengan tingkat kerugian dalam hal kehidupan, properti dan infrastruktur saja tetapi juga dengan kapasitas untuk mengatasi dan pulih dari efek buruk. Kemiskinan dan kurangnya akses ke tanah dan layanan dasar bagaimana orang di perkotaan terpaksa tinggal di bukit yang rentan longsor, atau mengapa orang menetap di dekat sungai yang biasanya meluapkan tanggulnya. Kemiskinan menjelaskan mengapa kekeringan menimbulkan korban petani subsisten miskin dan jarang orang kaya, dan mengapa kelaparan lebih sering daripada tidak, merupakan hasil dari kurangnya daya beli untuk membeli pangan daripada ketiadaan makanan. Ada pun hubungan yang jelas antara peningkatan kerugian dari bencana dan peningkatan populasi yaitu peningkatan populasi yang cepat membuat tidak terelakkan bahwa banyak sekali orang yang akan terkena dampak bahaya karena lebih banyak yang dipaksa untuk tinggal serta bekerja di daerah yang rawan bencana. Jika ada lebih banyak orang dan struktur di tempat bencana terjadi, maka kemungkinan akan ada lebih banyak dampaknya (PBB, 1992:6)

3. Faktor Fisik

Kerentanan fisik merujuk pada rentannya individu, rumah tangga, dan komunitas terhadap kerugian akibat lingkungan fisik di mana mereka berada (UNISDR 2002:47).

Kerentanan fisik dapat ditentukan oleh aspek seperti tingkat kepadatan penduduk, keterpencilan permukiman, lokasi, desain, dan material yang digunakan untuk infrastruktur kritis dan untuk perumahan (UNISDR, 2002).

Kerentanan fisik juga berkaitan dengan permukiman yang terletak di tempat terpencil, lokasi mereka, desain struktur bangunan, dan kemampuan mereka untuk bertahan dari elemen dan bahaya, serta kurangnya akses ke layanan, infrastruktur, dan informasi.

4. Faktor Sosial

Tingkat kesejahteraan sosial individu, rumah tangga dan komunitas secara langsung memengaruhi tingkat kerentanan terhadap bahaya. Ketidaktahuan dan akses terhadap informasi juga dapat menyebabkan peningkatan tingkat kerentanan. Sebagian besar masyarakat yang rentan bencana, ada pemahaman yang luas tentang ancaman dan respons

(7)

bencana. Pemahaman ini harus ada sebagai upaya dalam memberikan bantuan eksternal (UN,1992:9).

Transisi dalam praktik budaya tak terelakkan terjadi dan banyak perubahan yang terjadi pada semua masyarakat dapat berakibat pada peningkatan kerentanan masyarakat terhadap bahaya. Transisi ini sering kali sangat mengganggu dan tidak merata, meninggalkan celah dalam mekanisme penanganan sosial dan teknologi. Praktik budaya yang bertentangan serta transisi juga dapat menyebabkan konflik sipil, misalnya, akibat kekerasan komunal yang dipicu oleh perbedaan agama atau sosio-ekonomi, seperti kekerasan xenophobia di Afrika Selatan pada pertengahan tahun 2000-an.

5. Faktor Lingkungan

Kunci dari aspek kerentanan lingkungan dapat dirangkum oleh 5 perbedaan berikut:

- Luasnya penyusutan sumber daya alam - Kondisi degredasi sumber daya

- Hilangnya ketahanan sistem ekologis - Hilangnya keanekaragaman hayati

- Paparan terhadap polutan beracun dan berbahaya (UNISDR 2002:47)

Karena sumber daya alam menjadi semakin langka, berbagai pilihan tersedia untuk masyarakat menjadi lebih terbatas, mengurangi ketersediaan solusi koping dan mengurangi ketahanan lokal terhadap bahaya atau pemulihan setelah bencana. Seiring waktu faktor lingkungan dapat meningkatkan kerentanan lebih lanjut dengan menciptakan yang baru dan pola perselisihan sosial yang tidak diinginkan, kemelaratan ekonomi dan akhirnya dipaksakan migrasi seluruh komunitas (UNISDR, 2004:43).

6. Kemajuan Kerentanan dan Keamanan

Kerentanan digambarkan dalam model sebagai perkembangan tiga tahap, yaitu:

- Penyebab mendasar, yaitu serangkaian faktor yang terakar dalam masyarakat yang bersama-sama membentuk dan mempertahankan kerentanan

- Tekanan dinamis, yaitu proses translasi yang mengalirkan efek dari suatu penyebab negatif ke dalam kondisi tidak aman.

- Kondisi tidak aman, yaitu konteks yang rentan di mana perempuan dan laki-laki serta properti terpapar risiko bencana

Model tekanan menunjukkan bahwa perkembangan kerentanan memainkan peran integral dalam memahami kerentanan masyarakat.

(8)

PEMAHAMAN TENTANG BAHAYA

Bumi sebagai lingkungan yang dinamis dan hidup terdiri dari sejumlah proses yang membuat kehidupan di planet ini. Geologi Bumi, kedekatannya dengan Matahari, siklus karbon, nitrogen, dan air semua berkontribusi pada planet yang berkelanjutan. Namun, siklus dan proses yang memberi kehidupan ini pada beberapa waktu menjadi berbahaya. Banjir, gempa bumi, siklon, tornado, kebakaran hutan, dan sejenisnya, semuanya terjadi karena adanya dan interaksi dari proses alam. Berikutnya pengantar singkat tentang bahaya dan klasifikasinya:

1. Klasifikasi bahaya

Secara internasional, berbagai klasifikasi digunakan. "Living with Risk: A global review of disaster reduction initiatives" (UNISDR 2002:44) memilih untuk mengklasifikasikan bahaya dalam tiga kategori berikut:

a. Bahaya Alam, adalah fenomena alam yang dapat menyebabkan bencana dan dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya

b. Bahaya Teknologi, mewakili bahaya yang berasal dari kelalaian teknologi atau industri, prosedur berbahaya, kegagalan infrastruktur, atau aktivitas manusia tertentu, yang menyebabkan hilangnya nyawa atau cedera, menyebabkan kerusakan pada properti, gangguan sosial hingga ekonomi, bahkan menyebabkan degradasi lingkungan. Atau biasa disebut bahaya antropogenik.

c. Degradasi Lingkungan, berkaitan dengan proses yang diinduksi oleh perilaku dan aktivitas manusia yang merusak basis sumber daya alam atau merugikan mengubah proses alam atau ekosistem. Dampak potensialnya bervariasi dan dapat menyebabkan peningkatan kerentanan serta frekuensi dan intensitas bahaya alam.

Contoh dari proses ini yaitu, degradasi lahan; desertifikasi: deforestasi; kebakaran hutan; kehilangan keanekaragaman hayati; pencemaran lahan, air dan udara;

perubahan iklim; kenaikan permukaan air laut; dan penipisan lapisan ozon 2. Jenis-Jenis Bahaya

Berbagai bahaya berbeda dalam hal kecepatan onsetnya. Secara garis besar, perbedaan antara bahaya onset cepat dan onset lambat yaitu:

a. Bahaya Onset Lambat

Bahaya onset lambat adalah yang paling mudah diprediksi dan direncanakan, namun dapat memiliki dampak lingkungan terbesar. Jenis bahaya ini biasanya didahului oleh sejumlah tanda awal atau indikator. Contoh bahaya onset lambat adalah kekeringan, tanah longsor akibat hujan lebat, degradasi lingkungan atau polusi,

(9)

deforestasi, desertifikasi, dan siklon tropis. Menariknya, tanda-tanda peringatan dini sering diabaikan hingga sudah terlambat untuk mengambil tindakan pengurangan risiko atau pencegahan.

b. Bahaya Onset Cepat atau Tiba-Tibat

Bahaya onset cepat atau tiba-tiba menyerang tanpa sedikit peringatan sebelumnya.

Meskipun bahaya ini kebanyakan tidak dapat diprediksi, perencanaan dan kesiapsiagaan yang tepat dapat memitigasi efek bencana tersebut. Contoh dari jenis bahaya ini adalah kebakaran hutan, banjir dan banjir bandang, letusan gunung berapi, tsunami (ombak laut), dan wabah hama. Dampak dari suatu bahaya akan bergantung pada probabilitas terjadinya, intensitas dan karakteristiknya, elemen yang terkena risiko serta kapasitas individu, komunitas dan rumah tangga yang terkena dampak.

3. Karakteristik Bahaya

Setiap bahaya memiliki beberapa karakteristik yang dikenal dan dapat diukur, karakteristik ini dibagia menjadi dua, yaitu:

a. Karakteristik Permanen Dari Kejadian Bahaya Karakteristik permanen dari bahaya adalah:

a) Identitas Bahaya, berkaitan dengan pengetahuan yang tersedia tentang suatu bahaya. Aspek pertama yang harus dipertimbangkan dalam identitas bahaya adalah perkembangan bahaya tersebut. Lingkungan tempat bahaya tersebut berasal memainkan peran penting dalam pengelolaannya yang efektif - baik itu konsekuensi primer atau konsekuensi sekunder. Oleh karena itu, sangat penting untuk pertama-tama menetapkan identitas bagi suatu bahaya untuk mengklasifikasikan dan menentukan sifatnya.

b) Sifat, berkaitan dengan jenis kekuatan yang terkait dengan bahaya tersebut.

Dengan menentukan kekuatan bahaya (aspek yang "mendorong" bahaya tersebut), seseorang akan dapat menentukan intensitas dan luasnya kemungkinan bahaya. Memahami siklus dan proses yang berbeda dari Bumi menjadi sangat penting. Sifat suatu bahaya oleh karena itu adalah aspek dinamis dan variabel di mana umat manusia tidak memiliki kendali. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh interaksi sistem dan siklus yang berbeda dari Bumi.

c) Intensitas, Kapasitas atau potensi dari gaya penghancur atau efek dari bahaya berkontribusi terhadap intensitasnya. Dalam latihan simulasi, intensitas bahaya dapat digunakan sebagai cara untuk menetapkan dampaknya yang mungkin

(10)

terhadap masyarakat tertentu. Dengan cara ini, beberapa parameter yang dapat diterima dapat ditetapkan yang akan memungkinkan perencanaan pengurangan risiko bencana, pembangunan, dan kontijensi yang efektif.

d) Luas, Distribusi geografis atau rentang dampak suatu bahaya dan sifat serta intensitas dari bahaya yang diberikan akan menentukan luasnya. Luas suatu bahaya akan lebih lanjut dipengaruhi oleh keadaan yang berlaku dari elemen yang berisiko. Dampak dari bahaya yang sama pada berbagai area geografis akan berbeda secara signifikan.

e) Prediktabilitas, Prediktabilitas dari bahaya berkontribusi pada pengurangan, mitigasi, dan pencegahan dampak dari bahaya tersebut. Prediktabilitas bahaya ditentukan oleh sifat fisik atau temporal dari bahaya tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa dampaknya berkurang, tetapi hal ini memberikan kita kesempatan untuk secara memadai mengimplementasikan langkah-langkah pengurangan risiko bencana atau tindakan darurat.

f) Pengelolaan, Pengelolaan dari suatu bahaya adalah hasil dari penyebab utama atau sifat-sifat dari bahaya yang bersangkutan. Ketika intensitas dan rentang dari bahaya tersebut meningkat dan prediktabilitasnya menurun, pengelolaan dari bahaya tersebut dipengaruhi. Pengelolaan yang kurang menyebabkan tingkat risiko yang lebih tinggi. Pengelolaan juga akan ditentukan oleh persepsi risiko dan keinginan untuk terlibat dalam langkah-langkah untuk mengurangi atau mencegah konsekuensi dari bahaya yang dihadapi.

b. Karakteristik Temporal Bahaya

Karakteristik temporal dari bahaya adalah elemen-elemen yang terkait dengan waktu

a) Frekuensi, Karakteristik temporal pertama dari bahaya yang perlu kita pertimbangkan adalah: Seberapa sering kejadian ini terjadi? Frekuensi dari sebuah bahaya berkontribusi pada persepsi risiko yang umum terjadi di berbagai komunitas. Semakin tinggi frekuensinya, semakin besar persepsi risiko akan ada di seluruh elemen yang berisiko.

Beberapa pola terkait dengan karakteristik dari bahaya dapat diidentifikasi dan deduksi yang cukup akurat dapat dibuat. Namun, perubahan saat ini dalam pola cuaca global semakin membuat lebih sulit untuk secara akurat menentukan frekuensi bahaya. Keberadaan El Niño atau La Niña, pemanasan

(11)

global, efek rumah kaca, dan mencairnya tutupan es kutub, membuat penentuan frekuensi berbagai bahaya hidrometeorologi menjadi kurang akurat.

b) Durasi, Berbagai jenis bahaya, dengan karakteristik yang berbeda, memiliki durasi yang berbeda pula. Besarnya bahaya dan mekanisme penanganan akan berkontribusi secara nyata terhadap durasi mereka. Kecepatan onset juga akan memainkan peran penting. Semakin lambat onset, semakin lama durasi bahaya yang mungkin (misalnya, kekeringan). Onset yang lebih cepat mungkin memiliki durasi singkat tetapi dapat memiliki efek yang lebih merusak. Perlu dicatat bahwa meskipun ada korelasi antara kecepatan onset dan durasi, ini seharusnya tidak digunakan sebagai tolok ukur untuk mengukur durasi.

c) Kecepatan Onset, secara alami berkaitan dengan tindakan mitigasi dan pencegahan. Jika berada dalam situasi di mana kecepatan kedatangan dampak dapat ditentukan, dapat mengurangi tingkat bahaya. Informasi yang diperoleh dari mempelajari karakteristik temporal lain dari bahaya akan memberikan pemahaman tentang kemungkinan kecepatan onset.

d) Peringatan Awal, adalah waktu antara identifikasi atau peringatan dari suatu bahaya dan dampaknya yang sebenarnya. Bahaya dengan onset yang lebih cepat memberikan peringatan yang lebih sedikit daripada bahaya dengan onset yang lambat. Periode peringatan memungkinkan kita untuk mencegah kehilangan nyawa dan harta benda dengan menghilangkan elemen yang berisiko dari area dampak.

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan kapasitas masyarakat yang akhirnya mengurangi risiko bencana kekeringan melalui program pengurangan risiko bencana dapat berdampak pada pengurangan

Kajian Risiko Bencana Tsunami dilaksanakan dengan menggabungkan Tingkat Kerugian dengan Kapasitas Daerah dengan menggunakan matriks Kajian Risiko Bencana seperti

Permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah: (1) pengaruh faktor-faktor bahaya, kerentanan dan kapasitas terhadap terjadinya bencana erupsi Gunungapi Kelud di

Untuk masuk ke Pengurangan Risiko Bencana dikaitkan dengan Rencana Penggunaan Lahan dan Penggunaaan Lahan saat ini kita akan melihat tingkat ancaman, kerentanan dan risiko

Dalam penentuan zonasi risiko banjir rob di Kabupaten Probolinggo ini adalah dengan cara menghitung dengan rumus risiko bencana dimana bahaya dikali kerentanan di

Risiko bencana muncu/timbul sebagai akibat dari adanya kombinasi antara bahaya ( hazard ) dan kerentanan ( vulnerability ). Penekanan unit analisis pada kedua unsur

TUJUAN DAERAH TANGGUH BENCANA Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengurangan risiko bencana Mengembangkan model pengurangan

Kerjasama ini memberikan penggarapan, penyebaran dan penerapan pengetahuan pengurangan risiko bencana terkait dengan praktik yang baik seperti pembelajaran bagaimana