• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS 2 HUKUM PAJAK DAN PERPAJAKAN

N/A
N/A
Angel Mutiara

Academic year: 2023

Membagikan "TUGAS 2 HUKUM PAJAK DAN PERPAJAKAN"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Angel Mutiara Nim : 044425755 Prodi : Ilmu Hukum Fakultas : FHISIP

Tugas 2 Hukum Pajak dan Acara Perpajakan

Perpajakan :

1. Bagaimana keterkaitan antara otonomi daerah dengan desentralisasi fiskal dan pemungutan pajak daerah?

2. Apa hal-hal yang melatarbelakangi perubahan kebijakan pemerintah mengenai pergantian dari open list system menjadi close list system?

3. Apa yang dimaksud dengan open list system dan close list system?

Jawaban

1. Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan sesuai dengan kepentingan masyarakat daerah tersebut. Pemberian otonomi daerah pada dasarnya merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam rangka mengelola pembangunan di daerahnya, sehingga dapat mengurangi tingkat ketergantungannya pada Pemerintah Pusat.

Adanya otonomi daerah, maka akan menyebabkan terjadinya desentralisasi fiskal dan pemungutan pajak daerah. Desentralisasi fiskal adalah proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, dengan tujuan untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. Pemungutan pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan daerah.

(2)

Dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, desentralisasi fiskal dan pemungutan pajak daerah tidak dapat dilepaskan dari pelaksanaan otonomi daerah. Keterkaitan antara otonomi daerah dengan desentralisasi fiskal dan pemungutan pajak daerah adalah bahwa adanya otonomi daerah akan menyebabkan terjadinya desentralisasi fiskal dan pemungutan pajak daerah. Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi, Pemerintah Pusat melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah. Salah satu kebijakan tersebut adalah menetapkan UU No.34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

2. Open list system mengandung arti bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan menetapkan dan memungut jenis pajak baru selain dari yang disebutkan oleh undang-undang bilamana diperlukan.

Sedangkan close list system bermakna sebaliknya, yakni pemerintah daerah hanya boleh memungut jenis-jenis pajak yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Open list system memberikan kewenangan yang sangat besar dan luas kepada pemerintah daerah untuk menentukan jenis pajak sesuai kondisi dan kemampuan daerahnya. Di satu sisi, sistem ini dapat lebih efektif untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah. Namun di sisi lain, sistem ini mengorbankan aspek kepastian hukum dan bisnis yang lebih luas.

Sementara close list system, akan membuat pemerintah daerah tampak kurang kreatif dan kemungkinan kehilangan peluang untuk berinovasi meningkatkan penerimaan daerahnya.

Namun sistem ini memberikan kepastian hukum dan berusaha yang lebih besar karena ketundukannya kepada pemerintah pusat.

Pemerintah Indonesia tampaknya menyadari suatu paradigma besar dibalik euforia pemberian otonomi luas kepada daerah. Kesadaran ini adalah kepentingan nasional yang lebih besar harus lebih diutamakan daripada semangat kedaerahan yang cenderung partisan. Serta pada kenyataannya daerah-daerah tersebut eksis dan menyatu membentuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini akan berarti bahwa apapun keadaan daerah-daerah itu akan merepresentasikan wajah Indonesia.

Kesadaran inilah yang menjadi spirit dari pemberlakuan UU PDRD, Undang-undang No. 28 Tahun 2009. UU PDRD dirancang sebagai payung hukum bagi pelaksanaan pajak daerah di Indonesia. Undang-undang ini membatasi jenis-jenis pajak apa saja yang boleh berlaku di daerah otonom.

UU PDRD yang merombak prinsip-prinsip dalam ketentuan sebelumnya juga ingin memperluas objek pajak daerah. Ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah. UU PDRD menetapkan lima jenis pajak untuk propinsi dan 11 jenis pajak untuk kabupaten/ kota. Meningkat dari sebelumnya yang ada empat jenis pajak propinsi dan tujuh jenis pajak kabupaten/kota.

Namun, UU PDRD menutup sama sekali inovasi daerah untuk menambah sendiri jenis pajak yang baru. Dengan kata lain, pemerintah sekarang menerapkan close list system. UU hanya

(3)

memberikan diskresi kepada daerah dalam hal menetapkan tarif pajak yang berlaku. Itupun dengan batasan ketat yang telah diatur oleh pemerintah.

Bahkan UU PDRD juga mengatur lebih lanjut detail substansi dan mekanisme pemungutan setiap jenis pajak daerah. Hal ini mudah dipahami mengingat aspek kepastian hukum dan harmonisasi berbagai pungutan di daerah harus menjadi prioritas dan tidak boleh menjadi faktor penghambat kegiatan ekonomi dan investasi di daerah yang notabene masih wilayah NKRI.

Pemerintah telah memperhitungkan dengan cermat perkembangan global dan posisi Indonesia saat ini. Sebagai negara yang sedang mengejar daya saing, Indonesia masih membutuhkan banyak investasi dari luar guna memacu pertumbuhan ekonomi lebih cepat lagi. Oleh karena itu segala hal yang dapat menghambat masuknya investasi perlu dikurangi bahkan dihilangkan.

Salah satu dari hambatan investasi itu adalah kebijakan perpajakan yang berlaku. Penilaian dari investor luar mengenai faktor-faktor penentu kemudahan berusaha sekarang ini bukan lagi dilakukan dengan cara membandingkan negara per negara, tetapi sudah masuk sampai ke kota- kotanya. Oleh karena itu, perbaikan iklim investasi di tingkat nasional tidak akan berarti apa- apa tanpa membenahi hambatan-hambatan yang ada di daerah.

Laporan Doing Business dari Bank Dunia (World Bank) mengenai profil ekonomi Indonesia tahun 2019 dan 2020 seolah mengonfirmasi argumentasi di atas. Disebutkan bahwa peringkat daya siang Indonesia dalam kemudahan bisnis tidak beranjak dari posisi 73 dari 190 negara.

Tetapi, perolehan skornya justru meningkat tipis dari 67,9 ke 69,6. Menariknya, aspek perpajakannya menunjukkan perbaikan peringkat, naik dari 112 menjadi 81 dari 190 negara.

Tentu capaian ini tak terlepas dari upaya pemerintah dan segenap stakeholder yang telah bekerja keras memperbaiki regulasi dan sistem perpajakan, baik di pusat maupun daerah.

Dengan demikian apa yang ditetapkan oleh UU PDRD ini telah sejalan dengan misi pemerintah untuk meningkatkan daya saing bangsa dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Di mana kebijakan pajak daerah yang diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia haruslah memperhatikan keseragaman, keselarasan, pembatasan, dan standardisasi baik dalam hal penentuan objek, subjek, wajib pajak, tarif dan dasar pengenaan pajaknya, serta dalam hal teknis pemungutan, pembayaran, pengawasan, pemberian sanksi, dan pemanfaatan/alokasinya.

3. Open list system dan close list system adalah dua sistem yang digunakan dalam pemungutan pajak daerah di Indonesia. Open list system memungkinkan pemerintah daerah untuk menetapkan dan memungut jenis pajak baru di luar objek yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Sebaliknya, dengan close list system, pemerintah daerah dilarang memungut pajak daerah selain jenis pajak yang telah disebutkan dan ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

(4)

Sistem open list dan close list pertama kali diterapkan oleh pemerintah pusat untuk menentukan jenis objek pajak daerah yang dapat dipungut. Penerapan open list system dapat dibuktikan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (3) UU 18/1997 yang menyatakan selain jenis pajak daerah yang sudah diatur, pemerintah dapat menetapkan jenis pajak baru melalui peraturan pemerintah.

Sedangkan close list system diterapkan dalam UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Referensi

Dokumen terkait

ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Penagihan. Pajak Daerah sesuai dengan ketentuan

Sanksi perpajakan merupakan pemberian sanksi bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang

Wajib Pajak (WP) adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut.. ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan

Dalam tradisi civil law, adanya pengaturan pertanggungjawaban pajak dalam peraturan perundang-undangan perpajakan adalah merupakan mekanisme yang sudah umum yang memang dengan

Untuk dapat memperoleh kejelasan penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan tentang penerapan pajak penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan terhindar

Apabila Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud diatas tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah berdasarkan peraturan perundang- undangan, yang hasilnya dipergunakan untuk pembiayaan pengeluaran umum pemerintah, yang

Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada KPP yang