• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Individu 2 Hukum Pajak

N/A
N/A
1D1@5_SULISTYO RINI PUTRI

Academic year: 2024

Membagikan "Tugas Individu 2 Hukum Pajak"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Sulistyo Rini Putri NPM : 211063101045 Kelas : 5/E

Tugas Individu 2 Hukum Pajak A. Sejarah Pajak Dunia

1. Sekitar 5.000 tahun lalu

a. Jauh sebelum zaman Romawi dan Yunani kuno serta zaman Firaun di Mesir, telah ada suatu wadah yang menguasai dan memerintah penduduk Le Contract Social atau perjanjian masyarakat yang dikemukakan oleh Rousseau adalah teori yang menjawab pertanyaan mengapa penduduk atau rakyat harus patuh kepada pemerintah negaranya. Bahwa sebagian hak dari mereka diberikan kepada suatu wadah yang akan mengurus kepentingan bersama.Wadah mana kemudian dikenal sebagai L’etat, Staat, State, negara.

b. Perpajakan di Mesir kuno, Firaun memungut pajak yang setara dengan 20% dari seluruh hasil panen gandum. Pada saat itu, Mesir belum memiliki uang kertas, sehingga biji-bijian mewakili simpanan nilai yang dapat dengan mudah dikumpulkan, diperdagangkan, dan didistribusikan kembali ke seluruh masyarakat.

c. Seperti halnya banyak inovasi modern, orang-orang Yunani bertanggung jawab untuk mengambil ide perpajakan dan menyebarkannya ke seluruh dunia, seiring dengan perluasan wilayah dan perkembangan peradaban mereka.

2. Pajak Pada Zaman Romawi Kuno

a. Pajak Penjualan : Di zaman Julius Caesar dikenal Centesima rerum venalium yakni sejenis pajak penjualan dengan tarif 1% dari omzet penjualan.Di daerah lain di italia dikenal dengan decumae, yakni pungutan sebesar 10% (tithe) dari para petani atau penguasa tanah.Setiap penduduk di Italia,termasuk penduduk roma sendiri dikenakan tributum yang tetap yang sering kali disebut stipendium.

b. Pajak Penghasilan : Augustus mengubah sistem pajak pada akhir abad ke-1 SM.

Pengumpulan awalnya dilakukan melalui "petani pajak" yang mengumpulkan pajak dari wilayah masing-masing berdasarkan penilaian wilayah secara keseluruhan dan menyerahkannya kepada pemerintah. Sistem tersebut sulit untuk dilanjutkan, dan Augustus beralih ke sistem perpajakan langsung yang menyerupai pajak penghasilan. Sistem ini dimulai sebagai pajak langsung atas kekayaan individu, tetapi ketika jelas bahwa sistem ini juga sulit untuk dilaksanakan, pajak penghasilan menggantikan pengumpulan pajak tersebut.

c. Pajak Properti : dipungut di Mesir, Persia, dan China. Awalnya, pajak ini didasarkan pada nilai produksi tanah atau seberapa banyak hasil yang diharapkan dari tanah tersebut, dan oleh karena itu biasanya dibayarkan oleh para petani.

Pajak properti berlanjut di Eropa Abad Pertengahan di bawah pemerintahan William sang Penakluk di Inggris. Yang terkenal, Lady Godiva menunggang

(2)

kuda di jalanan dalam keadaan telanjang sebagai bentuk protes atas pajak properti yang harus dibayar suaminya.

d. Pajak warisan : berasal dari Kekaisaran Romawi dan mendanai pensiun para veteran yang dikenakan sebesar 5 persen dari properti yang diwariskan. Pajak warisan yang kita kenal saat ini berevolusi dari keringanan, pembayaran yang dilakukan pada Abad Pertengahan kepada penguasa feodal ketika sebuah wilayah kekuasaan dialihkan kepada ahli waris saat kematian.

e. Tarif : telah ada sejak tahun 3000-an sebelum Masehi untuk perdagangan logam dan wol antara kota kuno Kanesh di Anatolia (Turki modern) dan Asyur (Irak modern). Kekaisaran Romawi juga memungut pajak, baik untuk barang-barang yang diperdagangkan di dalam kekaisaran maupun yang diimpor dari luar.

Barang-barang asing dikenakan pajak 5 hingga 25 kali lipat dari tarif perdagangan internal.

Perpajakan di Kekaisaran Persia, sistem pajak yang diatur dan berkelanjutan diperkenalkan oleh Darius I Agung yang berlangsung mulai dari tahun 522-486 SM.

Dalam istilah Persia Kuno yang digunakan untuk “pajak/upeti” adalah bāji, dalam bahasa Elam baziš, yang berarti sesuatu seperti "bagian raja". Sistem perpajakan Persia disesuaikan untuk setiap Satrapy (daerah yang diperintah oleh seorang Satrap atau gubernur provinsi). Pada waktu yang berbeda, ada antara 20 dan 30 Satrapies di Kekaisaran dan masing-masing dinilai menurut produktivitas yang seharusnya dengan peran tanggung jawab Satrap adalah untuk mengumpulkan jumlah yang harus dibayar dan mengirimkannya ke perbendaharaan, setelah dikurangi pengeluarannya (kekuatan untuk memutuskan dengan tepat bagaimana dan dari siapa mengumpulkan uang di provinsi, menawarkan kesempatan maksimum bagi orang kaya).

3. Sejarah Pajak di Indonesia

 Pajak di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan, kemudian berkembang pada saat Hindia Belanda menjajah. Di masa penjajahan sistem pajak dikenal sebagai

"upeti" berupa pajak rumah, usaha, sewa tanah dan sebagainya yang harus diberikan kepada penjajah.

 Di indonesia,berbagai pungutan baik dalam bentuk natura (Payment in kind), kerja paksa maupun dengan bentuk uang dan upeti telah lama dikenal.Pungutan dan beban rakyat indonesia semakin terasa besarnya,terutama sesudah berdirinya VOC tahun 1602 dan dilanjutkan dengan pemerintahan kolonial Belanda.

 Adapun himpunan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah dan para wajib pajak serta segala sesuatu yang berkaitan dengan gtersebut, inilah yang lazim disebut dengan hukum pajak. Khusus di indonesia telah diatur salah satu Direct Tax, yakni : Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985, tentang Pajak Bumi dan Bangunan,yang berlaku sejak Tanggal 28 Desember 1985 yang di undangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 3312: dan penjelasannya dimuat dalam tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1985 nomor 68.

(3)

 Pada mulanya pajak merupakan suatu upeti (pemberian secara Cuma-Cuma)namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja ataupun penguasa.

 Di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda ternyata telah diberlakukan cukup banyak undang-undang yang mengatur mengenai pembayaran pajak,yaitu sebagai berikut:

1) Ordonasi Pajak Rumah Tangga 2) Aturan Bea Materai

3) Ordonasi Bea Balik Nama 4) Ordonasi Pajak Kekayaan

5) Ordonasi Pajak Kendaraan Bermotor 6) Ordonasi Pajak Upah

7) Ordonasi Pajak Potong 8) Ordonasi Pajak Pendapatan 9) Undang – Undang Pajak Radio

10) Undang – Undang Pajak Pembangunan 11) Undang-Undang Pajak Peredaran

4. Reformasi Perpajakan

a. Reformasi Perpajakan 1983 : Peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum era reformasi perpajakan 1983 merupakan warisan kolonial belanda, yang pada saat itu dibuat semata-mata untuk menghimpun dana bagi pemerintah penjajahan dalam rangka mempertahankan dan memperbesar kekuasaannya di Indonesia. Beberapa peraturan perundang-undangan perpajakan yang dibuat era penjajahan belanda antara lain:

 Ordonasi pajak rumah tangga tahun 1908

 Aturan beaa materi tahun 1921

 Ordonasi verponding 1923 dan 1928

 Ordonasi pajak perseroan tahun 1925

 Ordonasi pajak kekayaan tahu 1932

 Ordonasi pajak pendapatan tahun 1944 dan

 Ordonasi pajak jalan tahun 1945

Selanjutnya pada era kemerdekaan sejak 17 agustus 1945, pemerintah indonesia telah mengeluarkan peraturan berbagai peraturan dibidang perpajakan dengan melakukan perubahan, tambahan, dan penyesuaian sebagai upaya untuk menyesuaikan terhadap tuntutan dan keadaan rakyat suatu Negara yang telah merdeka. Beberapa undang-undang yang dibuat pada saat itu adalah:

 UU No.35 tahun 1953 yang terkenal dngan undang-undang pajak penjualan 1951 dan telah disempurnakan dengan UU No.2 tahun 1968

 UU No.1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing

 UU No.6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negri

 UU No.10 tahun 1970 tentang pemungutan pajak atas bunga, devidend an royalty

(4)

b. Reformasi Perpajakan 1994 : merupakan kelanjutan dari reformasi kelanjutan perpajakan tahun 1983. Reformasi tahun 1994 hanya bersifat perubahan dan penyempurnaan dengan tetp mempertahankan sistem assessment sebagaimana yang telah dilegalisirkan dalam reformasi perpajakan tahun 1983. adanya perubahan yang ada dimaksudkan untuk merangsang investasi, meningkatkan efisiensi dan prinsip keadilan dalam undang-undang pajak.

Dengan demikian dapat dikatakan ada dua alasan utama pemerintahan melakukan reformasi perpajakan tahun 1994 yaitu:

a. Amanat GBHN 1993 yang antara lain dnyatakan “pengembangan perangkat fiscal yang meliputi perpajakan dan berbagai betuk pendapatan negara lainnya dilaksanakan berdasarkan asas keadilan dan pemerataan dan meningkatkan peran pajak langsung sehinga mampu berfungsi sebagai alat untuk menunjang pembangunan dan meningkatkan serta mendapatkan kesejahteraan rakyat”

b. Mengantisipasi perkembangan ekonomi dan era globalisasi serta liberarlisasi perdagangan yang aspek perpajakannya belum diatur dalam undang-undag perpajakan tahun 1983.

Penyebut keempat undang-undang yang mengalami reformasi pda tahun 1994 adalah sebagai berikut:

• UU No.6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 9 tahun 1994

• UU No.7 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang dan jaa sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 1 tahun 1994

• UU No.12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana diubah terakhir dengan UU No.12 tahun 1994

c. Reformasi Perpajakan Tahun 2000

Pada tahun 2000, pemerintah kembali melakukan penyempurnaan atas undang- undang yang ada dengan sesuatu udang-undang sebaga berikut:

1) UU No.16 tahun 2000 merubah UU No. 6 tahun 1983 2) UU No.17 tahun 2000 merubah No.7 tahun 1983 3) UU No.18 tahun 2000 merubah UU No.8 tahun 1983

Selain undang-undang tersebut, juga dilakukan perubahan terhadap undang- undang lain yaitu:

1) UU No.19 tahun 2000 merubah UU No.19 tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan cara paksa

2) UU No.20 tahun 2000 merubah UU No.21 tahun 1997 tentang bea perolehan hal atas tanah dan bangunan

5. Contoh Pajak Internasional

 Pajak Memelihara Anjing (Swiss) : menerapkan kebijakan memungut pajak kepada warga negaranya yang memelihara seekor anjing. Nominal pajak yang dipungut tergantung jenis dan ukuran anjing yang dimiliki. Rata-rata pajak yang dikenakan untuk setiap pemilik adalah sebesar Rp700 ribu. Swiss juga menerapkan aturan

(5)

keras di mana jika pemilik anjing tidak mampu membayar pajak, maka petugas diperbolehkan menembak mati anjing tersebut.

 Pajak untuk Orang Obesitas (Jepang) : setiap tahun negara Jepang melakukan pengukuran lingkaran pinggang yang disebut dengan 'Metabo'. Lingkaran pinggang melebihi normal akan dikenakan pajak atau denda. Hal ini dilakukan oleh pemerintah Jepang, karena Jepang merupakan negara dengan tingkat obesitas yang terbilang cukup tinggi. Oleh sebab itu, diterapkanlah denda atau pajak agar warganya mampu menjaga pola makan.

 Pajak Penggunaan Media Sosial (Uganda) : menerapkan pajak bagi warga negaranya yang sering berselancar di media sosial. Hal ini dilakukan agar mampu menekan tingkat penyebaran berita hoaks di negara ini. Besar pajak yang dipungut untuk satu aplikasi media sosial dalam satu hari adalah sebesar Rp700 rupiah.

 Pajak Jomblo (Amerika Serikat) : aturan ini sudah diterapkan sejak tahun 1820 di negara bagian Missouri, Amerika Serikat. Pajak jomblo diterapkan pada seseorang yang berusia 21 s/d 50 tahun. Besar pajak yang ditetapkan yaitu 1 USD per tahunnya.

 Pajak Bayangan Reklame Toko (Italia) : bila seseorang memasang papan nama toko yang dapat menimbulkan sebuah bayangan, maka akan dikenakan pajak.

Semua toko diwajibkan memiliki alat pelindung untuk melindungi papan tokonya dari paparan sinar matahari. Hal ini dilakukan agar papan toko tidak menimbulkan efek bayangan yang terbentuk di jalanan umum.

 Pajak Hiburan (India) : setiap wahana hiburan seperti bioskop, pameran atau kegiatan hiburan lainnya akan dikenakan tarif tambahan sebesar 5 sampai 28 persen tergantung jenis hiburannya. Semakin banyak fasilitas hiburan yang kamu kunjungi, maka semakin besar pula biaya yang dikeluarkan untuk pajak.

 Pajak Makanan dan Minuman Berkemasan (Hongaria) : menerapkan pajak bagi seseorang membeli makanan dan minuman kemasan yang tinggi gula. Hal ini diberlakukan dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Jadi, setiap orang yang membeli makanan atau minuman berkemasan, akan dikenakan pajak sebesar 20 sen untuk setiap produk yang dibeli.

 Pajak Bertato (Amerika Serikat) : Sejak tahun 2002, negara bagian Arkansas memungut pajak untuk warganya yang bertato. Pajak bertato ditentukan sebesar 6 persen untuk layanan tato yang ditawarkan oleh studio tato.

 Pajak Sumpit Sekali Pakai (Tiongkok) : Hal ini bertujuan untuk melindungi dan melestarikan hutan. Tiongkok merupakan penghasil sumpit kayu sekali pakai dengan jumlah produksi 45 miliar setiap tahun. Karena penggunaan sumpit di Tiongkok sangat tinggi, pemerintah akhirnya menerapkan pajak sebesar 5 persen untuk perbaikan hutan.

 Pajak Bernapas (Venezuela) : Tidak semua daerah di Venezuela menerapkan kebijakan membayar pajak bernapas, melainkan hanya di Bandara Internasional Maqueta saja. Pajak yang dipungut ternyata digunakan untuk mengimbangi biaya operasional sistem penyaring udara di bandara. Tarif yang dipatok untuk bernapas di bandara ini berkisar Rp280 ribu.

(6)

B. Pendekatan Pajak Dari Segi Agama 1. Agama Islam

 Para ulama fikih telah membahas tentang hukum menarik pajak selain yang telah ditetapkan sebelumnya, diantara mereka ada yang mengharamkan mutlak dan ada yang membolehkan bersyarat. Dan tidak ada yang membolehkan mutlak tanpa syarat karena diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya bahwa Nabishallallahu alaihi wa saIIam bersabda kepada Khalid bin Walid radhiyallahu anhu yang melemparkan batu dengan kencang kepada wanita yang dirajam karena berzina,

 Kewajiban seorang muslim pada hartanya telah dijelaskan syariat, dan pajak tidak termasuk bagian dari kewajiban yang harus ditunaikan dari harta. Bahkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan genting, saat akan perang tidak pernah menarik pajak. Beliau lebih memilih cara berhutang kepada sahabat yang kaya, dan menarik zakat sebelum jatuh tempo, serta menganjurkan untuk bersedekah jika tidak memiliki kemampuan menghadang musuh.

 Pajak tidak pernah diterapkan para sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang menjadi penguasa atau khalifah di masa-masa keemasan Islam, maka menarik pajak adalah suatu kebijakan yang tidak dicontohkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

 Selanjutnya, para ulama yang membolehkan menarik pajak dalam kondisi dan syarat tertentu, di antaranya, Al Juwaini, Syatibi, para ulama Andalus dan ulama mazhab Hanafi dan Ibnu Taimiyah. Dengan syarat:

1. Ada (hajah) kebutuhan riil suatu negara yang mendesak, seperti menghadapi musuh yang hendak menyerang. Ibnu Abidin berkata, "Pemerintah boleh menarik pajak jika ada maslahat untuk warganya".

2. Pemasukan negara dari jizyah, kharaj dan lain-lain tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan pokok negara. Dengan kata lain kas baitul maal kosong.

Ibnu al Arabi berkata, "Kas negara habis dan kosong".

3. Bermusyawarah dengan ahlul hilli walaqdi (para tokoh agama). Ibnu Al Arabi berkata, "Tidak halal mengambil harta warga negaranya kecuali untuk kebutuhan mendesak dengan cara adil dan dengan musyawarah kepada para ulama".

4. Ditarik dengan cara yang adil dengan hanya mewajibkan pada harta orang yang kaya dan mampu. Al Haitami berkata, "Menolak mudharat umat merupakan tanggung jawab bagi orang yang mampu, yaitu orang yang memiIIiki kelebihan harta setelah dikeluarkan kebutuhan pokoknya" (Tuhfat Muhtaj).

5. Pendistribusian pajak yang ditarik untuk kepentingan yang telah ditujukan.

Tidak boleh didistribusikan untuk hal yang bersifat mewah.

6. Adanya kebutuhan yang mendesak. Jika kebutuhan tersebut telah terpenuhi maka pajak tidak boleh lagi ditarik. Dengan kata lain penerapan pajak bersifat sementara dan bukan menjadi pemasukan tetap sebuah negara. Syatibi berkata,

(7)

"Pajak ditarik atas dasar darurat dan diukur seperlunya. jika darurat telah hilang maka pajak pun mesti dihapuskan".

Referensi :

https://www.idntimes.com/business/economy/trio-hamdani/begini-sejarah-pajak-di-dunia- dan-indonesia?page=all

https://islamdigest.republika.co.id/berita/qnc7uz430/kedudukan-pajak-negara-dalam-islam https://konsultanku.co.id/blog/21-pajak-terunik-dan-teraneh-di-dunia

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang- undangan yang lebih mengacu pada bahan hukum primer berupa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Peraturan yang baik adalah peraturan yang dapat dilaksanakan seperti yang tertera dalam Pasal 5 Huruf d UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Nomor 12 Tahun

Jadi, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia perkawinan sesama jenis tidak dapat dilakukan karena menurut hukum, perkawinan adalah