• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum terhadap Penumpang yang Dirugikan oleh Maskapai Penerbangan Dalam Negeri yang Mengalami Penundaan Keberangkatan (Delay) Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum terhadap Penumpang yang Dirugikan oleh Maskapai Penerbangan Dalam Negeri yang Mengalami Penundaan Keberangkatan (Delay) Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

i

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

ABSTRAK

Transportasi merupakan urat nadi dalam memperlancar roda perekonomian dan pembangunan. Perkembangan transportasi khususnya transportasi udara mengalami perkembangan yang sangat pesat hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya perusahaan atau maskapai penerbangan yang menyediakan jasa transportasi udara yang melayani penerbangan ke berbagai daerah baik itu penerbangan domestik maupun penerbangan internasional, serta banyaknya masyarakat yang menggunakan jasa transportasi udara. Dalam penyelenggaraan penerbangan ternyata banyak hak-hak penumpang yang tidak terpenuhi oleh perusahaan penerbangan seperti kecelakaan, dan penundaan keberangkatan (delay).

Penulisan skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan yang lebih mengacu pada bahan hukum primer berupa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan udara, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 5 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2008, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku, pendapat para ahli. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terdapat hak-hak konsumen yang belum dipenuhi oleh pihak maskapai penerbangan dimana hak-hak konsumen pengguna jasa penerbangan merupakan tanggung jawab dari pihak maskapai penerbangan.

Perlindungan hukum terhadap pengguna jasa maskapai penerbangan dilakukan berdasarkan hak-hak dari konsumen pengguna jasa maskapai penerbangan, yaitu dengan cara mengedepankan perjanjian pengangkutan, kenyamanan, keamanan, pelayanan, keselamatan sebagai subjek dalam transportasi udara dan memberikan imbalan, ganti rugi dalam bentuk finansial, dan bentuk lainnya. Penundaan keterlambatan (delay) di Indonesia pada saat ini belum mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, hal tersebut dikarenakan banyaknya konsumen yang mentoleransi kesalahan yang dilakukan oleh pihak maskapai penerbangan.

(2)

ii

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

ABSTRACT

Transportation is the vein in easing the economic wheel and development. The development of transportation, particularly on air transportation, develop rapidly. That can be seen from many companies or airlines that provides transportation service that serve air flights to various destination, both domestic and international, as well as many people using air transportation services. The implementation of flights, there are passenger’s rights that not fulfilled by airlines, as many accidents, loss of goods, and delay.

This thesis is using juridical normative method that focused on review the application of norms in positive law. Author use regulation approach that more reference to the primary law, e.g. Act Number 8 of 1999 about Consumer Protection Law, Act Number 1 of 2009 about Flights, Air Transport Ordinance in 1939, The Minister of Transportation Regulation Number 25 of 2008 about The Implementation of Air Transportation, The Minister of Transportation Regulation Number 2 of 2015 about Second Amendment of The Minister of Transportation Regulation Number 25 of 2008 about The Implementation of Air Transportation, The Minister of Transportation Regulation Number 77 of 2011 about The Responsibility of Transporting Air Transport and secondary sources e.g. books, expert’s opinion, and journals about law. Based on research that author done, there are consumer’s rights that not covered by the airlines that customer’s rights

as a users of the flights are airline’s responsibility.

The law protection for the users of airline’s service is based on the consumer’s rights as a users of the flights, by sets out the transport agreement, pleasure, security, service, safety as a subject of air transport and give in return, compensation, and/or financial compensation or the other form. Delay in Indonesia at this time is not already get special attention from the government, because many consumers whom tolerate a fault that done by airlines so that delay cases may not decrease if the consumers still tolerate the airline’s mistake.

(3)

iii

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Pernyataan ... i

Pengesahan Pembimbing ... ii

Persetujuan Panitia Sidang Ujian... iii

Persetujuan Revisi ... iv

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Kata Pengantar... vii

Daftar Isi ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Kegunaan Penelitian ... 14

E. Kerangka Pemikiran ... 15

F. Metode Penelitian ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 23

(4)

iv

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Memberikan Perlindungan bagi Konsumen serta Hak dan

Kewajiban Pelaku usaha dan Konsumen ... 37

1. Pelaku Usaha ... 37

2. Pemerintah... 41

3. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat ... 44

C. Asas dan Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen ... 46

1. Asas Hukum Perlindungan Konsumen ... 46

2. Tujuan Perlindungan Konsumen ... 47

3. Tanggung Jawab Pelaku Usaha ... 48

D. Tahap-Tahap Transaksi ... 49

BAB III PENGANGKUTAN SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH SEBAGAI FASILITAS DALAM AKSES PEREKONOMIAN A. Ketentuan Normatif yang Mengatur Mengenai Pengangkutan di Indonesia ... 53

1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum ... 53

2. Perjanjian Pengangkutan ... 56

3. Sumber Hukum Pengangkutan ... 58

4. Asas-Asas Hukum Pengangkutan ... 63

5. Klasifikasi Transportasi atau Angkutan ... 66

(5)

v

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

3. Perjanjian Pengangkutan Udara ... 72

4. Pengaturan Pengangkutan Udara ... 73

C. Perjanjian Pengangkutan Sebagai Dasar Hubungan Hukum

Antara Pihak Pengangkut dengan Pihak Konsumen ... 78

1. Perjanjian Sebagai Bentuk Hubungan Hukum antara Pengangkut

dengan Konsumen ... 78

2. Subjek Dalam Pengangkutan ... 83

3. Akibat Hukum dari Hubungan Antara Pihak Pengangkut dengan

Pihak Konsumen ... 85

D. Prinsip-Prinsip Pertanggung Jawaban Dalam Perjanjian

Pengangkutan... 88

1. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut ... 88

2. Hak dan Kewajiban Pengangkut dan Penumpang ... 90

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG YANG

DIRUGIKAN OLEH MASKAPAI PENERBANGAN DALAM NEGERI

YANG MENGALAMI PENUNDAAN KEBERANGKATAN (DELAY)

DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN

1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JO UNDANG-UNDANG

(6)

vi

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 2009 Tentang Penerbangan Mengenai Ganti Rugi Akibat

Penundaan Keberangkatan (Delay)... 95

1. Hubungan Hukum Antara Konsumen dan Penerbangan ditinjau

dari KUHP ... 95

2. Prinsip “take it” or “leave it” dalam Jasa Penerbangan ... 99

3. Faktor-Faktor Operasional Dalam Jasa Penerbangan yang

Berdampak Pada Hubungan Hukum Antara Konsumen Pengguna

Jasa Penerbangan Dengan Pihak Maskapai Penerbangan ... 102

B. Tanggung Jawab Pihak Maskapai Penerbangan Dalam Negeri

dalam Menerapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan Ketika Mengalami Penundaan Keberangkatan

(delay) ... 106

1. Kerugian Dalam Hal Terjadinya Penundaan Keberangkatan ... 106

2. Bentuk-Bentuk Ganti Rugi Dari Pihak Penarbangan ... 111

C. Peran Pemerintah terhadap Maskapai Penerbangan yang

Melakukan Penundaan Keberangkatan dan Upaya yang Dapat

Dilakukan Oleh Konsumen Ketika Tidak Mendapatkan

Haknya ... 120

1. Peranan Pemerintah terhadap Maskapai Penerbangan yang

(7)

vii

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 148

B. Saran ... 153

(8)

1

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi merupakan bidang kegiatan yang sangat penting untuk

memperlancar roda pembangunan dan perekonomian. Transportasi yang

dikenal bukan hanya angkutan darat dan angkutan laut tetapi ada juga

transportasi udara. Menurut Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 Tentang Penerbangan, angkutan udara adalah

“ Setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut

penumpang, kargo, dan/atau pos untuk suatu perjalanan atau lebih dari

satu bandar udara ke bandar udara yang lain.”

Transportasi udara ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal

tersebut dapat dilihat dari banyaknya perusahaan atau maskapai penerbangan

yang melayani jasa penerbangan ke berbagai daerah, baik itu penerbangan

domestik maupun penerbangan internasional.Kenaikan jumlah maskapai

penerbangan yang mengakomodasi pengguna jasa maskapai penerbangan

diikuti juga dengan peningkatan pengguna jasa transportasi udara.

Meningkatnya pengguna atau penumpang jasa transportasi udara disebabkan

karena kebutuhan masyarakat Indonesia akan transportasi udara. Jasa

transportasi udara merupakan andalan bagi pelaku usaha dalam menjalankan

kegiatan bisnis, kepentingan pariwisata, dan berbagai urusan lainnya.

Efektifitas waktu dan pelayanan yang diberikan membuat jasa transportasi

(9)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

darat maupun transportasi laut. Transportasi adalah sarana vital yang

mendukung segala aktivitas manusia karena tidak hanya perekonomiannya

tetapi aspek-aspek lainnya. Oleh karena itu pihak maskapai harus memberikan

jaminan dan perlindungan hukum terhadap penumpang maskapai penerbangan

seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D ayat (1)

bahwa:

“setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”

Oleh karena itu seharusnya negara turut serta dalam mengawasi dan

mengatur mengenai perlindungan hukum bagi para pengguna jasa angkutan

udara. Karena negara mempunyai fungsi sebagai regulator (de stuurende)

maka peran negara untuk mengatur perekonomian menuju kesejahteraan

rakyat.

Perkembangan industri perusahaan penerbangan memberikan keuntungan

bagi pengguna jasa transportasi udara (penumpang dan pemilik kargo) karena

mempunyai banyak pilihan, dilihat dari aspek penyelenggaraan penerbangan

terdapat dua bentuk kegiatan penerbangan, yaitu penerbangan komersil dan

penerbangan non-komersil. Menurut Pasal 1 ayat (14) Undang-undang Nomor

1 Tahun 2009Tentang Penerbangan, menyatakan penerbangan komersil adalah

“angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran.”

Menurut Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

(10)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA “angkutan udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang

dilakukan untuk mendukung kegiatan usaha pokoknya selain dibidang

angkutan udara.”

Pertumbuhan industri penerbangan mengalami kemajuan yang sangat

signifikan dimana hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah

penumpang domestik, meningkatnya jumlah penumpang domestik harus

ditunjang dengan sarana dan prasarana yang baik.

Industri penerbangan memegang peranan penting di Indonesia karena

merupakan negara kepulauan dan transportasi udara merupakan komponen

yang penting. Namun ada permasalahan yang harus diatasi untuk menjamin

efisiensi industri penerbangan, dalam hal ini keselamatan penerbangan dan

infrastruktur penerbangan. Pengaturan mengenai penerbangan secara khusus

diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan

didukung oleh peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

penerbangan seperti Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011

tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara.

Banyaknya jumlah maskapai penerbangan tersebut menciptakan iklim

persaingan antara perusahaan penerbangan yang satu dengan perusahaan

penerbangan yang lainnya. Persaingan antara perusahaan penerbangan yang

satu dengan perusahaan penerbangan yang lainnya menawarkan kelebihan

bagi penumpang transportasi udara tersebut. Keuntungan yang didapat dengan

adanya persaingan tersebut adalah penumpang mendapatkan penawaran tarif

(11)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

menghemat waktu dan tenaga. Namun hal tersebut juga memberikan kerugian

terhadap penumpang jasa angkutan udara. Adapun kerugian yang ditimbulkan

akibat adanya persaingan tersebut perusahaan penerbangan menurunkan

kualitas pelayanan (service), berkurangnya kualitas pemeliharaan

(maintenance) pesawat sehingga rawan terhadap keselamatan penerbangan

dan akan berdampak kurang baik terhadap keamanan, kenyamanan, dan

perlindungan konsumen1.

Dalam kegiatan penggunaan transportasi udara terdapat dua pihak yang

saling berhubungan satu dengan yang lain, yaitu perusahaan penerbangan

sebagai pelaku usaha dengan pengguna jasa penerbangan sebagai konsumen,

dimana para pihak tersebut terikat oleh suatu perjanjian, yaitu perjanjian

pengangkutan udara. Menurut Pasal 1 ayat (29) Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 Tentang Penerbangan, perjanjian pengangkutan adalah

“perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengiriman

kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat

udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa lainnya.”

Para pihak dalam perjanjian mempunyai hak dan kewajiban yang harus

dilaksanakan, jika kewajiban para pihak tersebut tidak dilaksanakan secara

baik dan benar oleh masing-masing pihak maka dapat dikatakan pihak yang

tidak melaksanakan kewajiban tersebut “Wanprestasi”2

. Beberapa kasus yang

dapat dikategorikan sebagai wanprestasi oleh pengangkut adalah tidak

1 E. Saeffulah Wiradipradja. Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Teerhadap Penumpang

Menurut Hukum Udara Indonesia. Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, 2006, hal 5-6.

2

(12)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

memberikan kenyamanan penerbangan kepada penumpang yaitu terjadinya

penundaan keberangkatan (delay). Hasil pantauan Kementerian Perhubungan

melansir data terkait beberapa maskapai yang kerap mengalami penundaan

keberangkatan (delay) tercatat sekitar 6 (enam) maskapai penerbangan yang

kerap dikeluhkan oleh konsumen. Ke-6 (keenam) maskapai penerbangan

tersebut adalah Airasia, Lion Air, Sriwijaya Air, Garuda, Wings Air dan

terakhir Merpati3.

Adapun kewajiban dari maskapai penerbangan dalam hal ini pelaku usaha

adalah mengangkut penumpang dan/atau barang dengan aman, utuh, dan

sampai dengan selamat sampai tujuan, mengganti kerugian terhadap

penumpang ketika penumpang dirugikan, memberangkatkan penumpang

sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Sedangkan kewajiban dari

penumpang adalah membayar ongkos pengangkutan sesuai dengan tarif yang

telah ditentukan, menjaga barang-barang bawaan, mentaati

ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pengangkut. Hak dan kewajiban para pihak

dituangkan secara tertulis dalam dokumen perjanjian pengangkutan yang ini

ada dalam dokumen angkutan udara.

Penggunaan transportasi udara sangat berbeda dengan menggunakan

transportasi lainnya. Pengguna jasa transportasi udara harus melewati prosedur

dalam menggunakan transportasi udara, seperti pengguna jasa transportasi

udara harus membeli tiket pesawat. Tiket tersebut dapat dipesan langsung

dengan datang ke bandara ataupun dengan cara pemesanan lewat media

3

(13)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

(online), setelah memesan tiket, pengguna jasa transportasi udara harus

melakukan check-in4, hal tersebut dapat juga dilakukan secara langsung

maupun online5. Setelah melakukan check-in pengguna jasa transportasi akan

mendapatkan boarding ticket6, setelah mendapatkan boarding ticket pengguna

jasa transportasi harus melakukan pembayaran pajak atau dapat dikenal

dengan pay tax7, setelah melakukan pembayaran pajak (pay tax) maka

pengguna jasa transportasi dapat menggunakan jasa transportasi udara.

Tiket merupakan bukti adanya perjanjian diantara para pihak. Menurut

Pasal Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan, definisi dari tiket adalah dokumen berbentuk cetak, melalui

proses elektronik atau bentuk lainnya, yang merupakan bukti adanya

perjanjian angkutan udara antara penumpang dengan pengangkut, dan hak

penumpang untuk menggunakan pesawat udara atau diangkut dengan pesawat

udara, setiap kegiatan perjanjian pengangkutan yang tertuang dalam tiket

penumpang akan menimbulkan suatu kewajiban dan hak bagi para pihaknya.

Pada umumnya perjanjian pengangkutan tidak diatur secara khusus oleh

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, karena kegiatan

pengangkutan udara merupakan hubungan hukum yang bersifat perdata

sehingga dalam membuat perjanjian pengangkutan penerbangan harus tunduk

pada pasal-pasal dari bagian umum dari hukum perjanjian Burgerlijk Wetboek

(KUHPerdata). Akan tetapi mengingat transportasi udara telah menjadi

4

Check-in berarti pengecekan yang menyangkut identitas penumpang, tujuan keberangkatan.

5

Online berarti keadaan computer yang terkoneksi/terhubung ke jaringan internet. 6

Boarding ticket berupa secarik kertas sebagai tanda masuk kedalam pesawat.

7

(14)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

kebutuhan masyarakat secara luas maka diperlukan campur tangan pemerintah

dalam kegiatan pengangkutan udara, yaitu menentukan kebijakan-kebijakan

atau regulasi yang berhubungan dengan kegiatan pengangkutan udara

sehingga kepentingan konsumen pengguna jasa transportasi udara terlindungi.

Meskipun perjanjian pengangkutan pada hakekatnya sudah harus tunduk pada

pasal-pasal dari bagian umum hukum perjanjian KUH Perdata, akan tetapi

oleh Undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang

bertujuan untuk kepentingan umum membatasi kebebasan dalam hal membuat

perjanjian pengangkutan yaitu meletakkan kewajiban khusus kepada pihaknya

pengangkut yang tidak boleh disingkirkan dalam perjanjian8.

Terdapat beberapa contoh kasus terjadinya penundaan keberangkatan

(delay) yang dialami oleh penumpang pengguna jasa transportasi udara seperti

contoh kasus9 yang terjadi pada hari Kamis tanggal 17 Oktober 2013 Bandara Soekarno Hatta, maskapai penerbangan Lion Air menelantarkan penumpang

dengan alasan klise, kesalahan operasional. Bukan delay 1-2 (satu sampai dua)

jam, tapi hingga 8 (delapan) jam. Tentu saja akibat ketidakpastian dari

manajemen Lion Air, sehingga terjadi kericuhan antara penumpang dan pihak

Lion Air. Ada tiga penerbangan Lion Air yang tertunda di Terminal I. Dua

penerbangan menuju Padang, Sumatera Barat dengan nomor penerbangan JT

256 dan JT 254 dan satunya lagi menuju Pangkal Pinang. Seharusnya pihak

maskapai penerbangan memberikan kompensasi seperti yang tertuang dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Contoh kasus

8

R. Subekti. Aneka Perjanjian. Bandung: Citra Aditya, 1995, hlm.71.

9

(15)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

diatas menjadi permasalahan hukum yang sering muncul dalam penerbangan,

hal ini terjadi karena kurang adanya perlindungan hukum bagi konsumen

pengguna jasa maskapai penerbangan.

Salah satu permasalahan yang sering dijumpai oleh penumpang pesawat

udara adalah penundaan keberangkatan (delay). Penundaan keberangkatan

(delay) tidak pernah disebabkan oleh faktor tunggal (single factor) yang

berdiri sendiri, tetapi terdapat berbagai faktor pendukung penyebab penundaan

keberangkatan (delay), seperti faktor kesalahan manusia (human error),

pesawat terbang itu sendiri (machine), lingkungan (environment), penumpang

pesawat udara (mission), dan pengelolaan (management).

Kerugian yang disebabkan karena penundaan keberangkatan (delay)

seharusnya ada pihak yang bertanggung jawab terhadap penundaan

keberangkatan (delay) tersebut. Kerugian yang disebabkan oleh penundaan

keberangkatan dapat berupa kerugian materill dan kerugian inmateril, adapun

kerugian materill berupa biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian tiket

penerbangan lainnya sedangkan kerugian inmateril berupa hilangnya waktu,

hilangnya tenaga, dan dapat juga berupa hilangnya kontrak kerja sama bagi

seorang pengusaha. Dasar tanggung jawab atas pemakai jasa transportasi

udara adalah adanya perjanjian antara pihak maskapai penerbangan dengan

penumpang, sehingga apabila terjadi suatu hal yang merugikan penumpang

seperti penundaan keberangkatan (delay) maka pihak maskapai penerbangan

(16)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Pada kegiatan angkutan udara terdapat beberapa ketentuan yang berkaitan

dengan tanggung jawab pengangkutan udara terhadap pengguna jasa, baik

yang bersumber pada hukum nasional maupun hukum internasional.

Ketentuan hukum nasional yang secara khusus mengatur tentang kegiatan

penerbangan adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan. Sedangkan ketentuan secara khusus mengatur tentang kegiatan

penerbangan komersial domestik adalah Luchtvervoer Ordonantie (stbl.

1939:100) atau ordonansi 1939 yang biasa disingkat OPU 1939, ketentuan

dalam OPU tersebut ditegaskan tentang tanggung jawab pengangkut.

Ketentuan hukum internasional yang berhubungan dengan kegiatan

penerbangan sipil adalah Konvensi Warsawa 1929.

Tanggung jawab pengangkut menurut Pasal 1 ayat (22) dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan adalah wajib mengganti

kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak

ketiga. Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 Tentang Penerbangan pengangkut bertanggung jawab atas

kerugian yang diderita karena keterlambatan pada pengangkutan penumpang,

bagasi, atau kargo kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa

keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.

(17)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

tidak mendapatkan hak yang seharusnya diberikan kepada mereka ketika

maskapai penerbangan melakukan penundaan keberangkatan (delay)10.

Dalam prakteknya dilapangan belum semua perusahaan penerbangan

menerapkan ganti kerugian atas keterlambatan yang terjadi, dan dalam

Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 tentang Ganti Kerugian yang telah

ditetapkan tidak seimbang karena lebih menguntungkan pihak maskapai

penerbangan, sedangkan dari pihak konsumen hal mengenai ganti kerugian

sangat merugikan. Apabila diberikan ganti kerugian atas keterlambatan

tersebut memerlukan proses yang panjang untuk mendapatkan ganti rugi

tersebut.

Tanggung jawab terkait ganti kerugian merupakan kewajiban bagi para

pelaku usaha yaitu perusahaan jasa angkutan udara, ini semua sudah diatur

dalam pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, menyatakan bahwa:

“Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang

an/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.”

Setiap terjadi penundaan keberangkatan (delay) selalu menimbulkan

kerugian bagi para penumpang, yang tentu saja menimbulkan permasalahan

10 Adapun ganti kerugian untuk penumpang atas penundaan keberangkatan menurut Peraturan

Menteri Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara adalah sebagai berikut 1. Keterlambatan lebih dari 4 jam diberikan ganti rugi sebesar Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu

rupiah) per penumpang;

2. Diberikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari ketentuan huruf a apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain;

(18)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

hukum. Hal ini khususnya berkenaan dengan tanggung jawab perusahaan

maskapai penerbangan terhadap penumpang sebagai para pihak dalam

perjanjian pengangkutan maupun sebagai konsumen. Akan tetapi tidak ada

upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap permasalahan tersebut,

dikarenakan terbatasnya pengetahuan konsumen mengenai hak-hak mereka11. Hak-hak konsumen selalu tidak diperhatikan oleh pemerintah dan pihak

maskapai penerbangan, hal ini dapat menimbulkan permasalahan hukum,

karena dengan tidak adanya kepastian hukum mengenai ganti kerugian

tersebut maka konsumen kesulitan untuk mendapatkan hak-hak sebagai

konsumen. Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan apabila terjadi

keadaan yang menimbulkan kerugian bagi penumpang maka pengangkut atau

maskapai penerbangan bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang

dialami oleh penumpang, maka perlu adanya upaya pemberdayaan konsumen

yang menggunakan jasa transportasi udara oleh pihak yang berkompeten.

Sejauh ini belum ada penelitian yang membahas atau meneliti mengenai

pengaturan dan perlindungan hukum terhadap konsumen yang dirugikan oleh

maskapai penerbangan akibat penundaan keberangkatan (delay). Adapun

penelitian yang mendekati topik penelitian penulis, seperti “ Perlindungan

Hukum Terhadap Penumpang Pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal

Nasional” yang dibuat oleh Ahmad Zazili, S.H. dari Fakultas Hukum

Universitas Diponegoro Semarang. Penulis menyatakan bahwa penelitian

yang disebutkan tersebut memiliki sudut pandang dan objek penelitian yang

11 Ridwan Khairandy. Tanggung Jawab Pengangkut dan Asuransi Sebagai Instrumen

(19)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

berbeda dengan dilakukan penulis untuk penelitian ini. Penelitian yang ditulis

peneliti khusus untuk membahas mengenai penundaan keberangkatan (delay)

dan tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap kerugian yang

ditimbulkan.

Pada kenyataan yang terjadi dimasyarakat, pihak maskapai penerbangan

tidak menjalankan aturan mengenai ganti kerugian kepada konsumen

pengguna jasa transportasi udara yang dirugikan dan tidak mendapatkan

hak-hak yang seharusnya diberikan kepada konsumen tersebut sehingga tidak

terciptanya kepastian hukum. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut,

maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “PERLINDUNGAN

HUKUM TERHADAP PENUMPANG YANG DIRUGIKAN OLEH

MASKAPAI PENERBANGAN DALAM NEGERI YANG

MENGALAMI PENUNDAAN KEBERANGKATAN (DELAY)

DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN

1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JO

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN”

B. Identifikasi Masalah

Fokus penelitian ini adalah menyangkut tanggung jawab perusahaan

maskapai penerbangan terhadap penumpang, hal tersebut didasari dikarenakan

banyak keluhan atau pengaduan pengguna jasa transportasi udara terhadap

(20)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

(delay), sehubungan dengan itu maka permasalahan yang akan dikaji adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan

konsumen yang dilakukan oleh kedua belah pihak ditinjau berdasarkan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata jo Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 Tentang Penerbangan mengenai ganti kerugian akibat adanya

penundaan keberangkatan?

2. Bagaimana tanggung jawab pihak maskapai penerbangan dalam negeri

dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

penerbangan ketika mengalami penundaan keberangkatan (delay)?

3. Bagaimana peran pemerintah terhadap maskapai penerbangan yang

melakukan pelanggaran penundaan keberangkatan dan upaya yang dapat

dilakukan konsumen ketika tidak mendapatkan haknya?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan hukum antara pihak maskapai

penerbangan dalam negeri dengan konsumen yang merugikan akibat

penundaan keberangkatan (delay).

2. Untuk mengetahui tentang tanggung jawab pihak maskapai penerbangan

dalam negeri dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

(21)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

3. Untuk mengetahui tentang perlindungan hukum terhadap penumpang yang

dirugikan karena kelalaian maskapai penerbangan dalam negeri yang

dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik secara teoritis

maupun praktis, yaitu sebagai berikut :

a) Kegunaan teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan

pengetahuan terhadap perkembangan ilmu hukum khususnya hukum

pengangkutan udara dan hukum perlindungan konsumen di Universitas

Kristen Maranatha, dan penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi

mahasiswa dan akademisi untuk menjadi salah satu referensi yang dapat

digunakan, dan kepada perusahaan maskapai penerbangan diharapkan

dapat meningkatkan pelayanan kenyamanan terhadap konsumen atau

pengguna jasa transportasi udara.

b) Kegunaan secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi memberikan kontribusi bagi

pihak-pihak yang berkaitan dengan kegiatan pengangkutan dalam

mengatasi permasalahan hukum akibat terjadinya penundaan

(22)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA E. Kerangka pemikiran

Dalam rangka pembangunan nasional, transportasi mempunyai peranan

yang sangat penting, yaitu menunjang kegiatan perekonomian dan berbagai

aktifitas lainnya. Kegiatan transportasi adalah kegiatan memindahkan suatu

orang/barang dari suatu tempat ke tempat yang dituju, transportasi udara

berfungsi sebagai penggerak, pendorong, dan penunjang pembangunan

perekonomian, selain berfungsi sebagai pembangun perekonomian,

transportasi merupakan sistem yang didalamnya terdapat sarana dan prasarana

yang didukung oleh sumber daya manusia yang membentuk jaringan

prasarana dan jaringan pelayanan.

Menurut David Ricardo dalam Teori Keunggulan komparatif12 menyatakan bahwa teori keunggulan komparatif adalah

keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh organisasi seperti Sumber Daya Manusia

(SDM), fasilitas, dan kekayaan lainnya yang dimanfaatkan untuk mencapai

tujuan bersama. Hal tersebut dapat dilihat perbandingan dengan negara lain,

dimana Indonesia mampu bersaing dalam dunia penerbangan. Negara

Indonesia mempunyai keunggulan dengan negara lain, adapun keunggulan

negara Indonesia terletak pada Sumber Daya Manusia (SDM), fasilitas, dan

kekayaan lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai suatu tujuan.

Berdasarkan teori komparatif tersebut pihak maskapai penerbangan yang

satu dengan yang lainnya bersaing dalam menarik minat konsumen.

Persaingan yang dilakukan oleh pihak maskapai penerbangan terletak pada

12

(23)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

pemberian fasilitas kepada konsumen atau pengguna jasa maskapai

penerbangan.

Dengan adanya persaingan tersebut maka pihak maskapai harus tunduk

pada peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa Negara dalam hal ini

adalah pemerintahan agar tujuan dari hukum tercapai. Menurut Jeremy

Bentham dalam Teori Kepentingan (utilitarianisme Theory) mengatakan

bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin adanya kebahagiaan

sebesar-besarnya pada orang sebanyak-banyaknya. Kepastian melalui hukum bagi

perseorangan merupakan tujuan utama dari pada hukum13. Oleh karena itu Bentham memperkenalkan prinsip moral tertinggi yang disebutnya dengan

“Asas Kegunaan atau Manfaat”, jadi tujuan dari hukum dapat dilihat dari

berguna atau tidak bergunanya hukum itu sendiri.

Adapun prinsip 3P yang dikemukakan oleh Scoot J.Burham yaitu:

“ a) Predictable yaitu, pelaku usaha merancang dan analisa kontrak mengenai

kemungkinan apa yang akan terjadi;

b) Provider yaitu, pelaku usaha harus siap terhadap kemungkinan yang

terjadi dalam menjalankan bisnis;

c) Protect of Law yaitu, perlindungan hukum terhadap kontrak yang telah

dirancang dan dianalisa sehingga melindungi pelaku usaha dari

kemungkinan terburuk dalam menjalankan bisnisnya.”

Prinsip yang dikemukakan oleh Scoot J Burham sangat merugikan

konsumen, karena hanya pelaku usaha yang dilindungi oleh hukum sehingga

kepastian hukum tidak tercapai. Oleh karena lemahnya posisi konsumen maka

penulis menggunakan Teori Keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles,

13

(24)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

digunakannya teori keadilan karena lemahnya posisi konsumen dibanding

posisi produsen atau pelaku usaha .

Aristoteles membedakan dua macam keadilan yaitu keadilan distributif

dan keadilan komutatif, keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan

kepada setiap orang porsi menurut prestasinya.

Keadilan komutatif adalah keadilan yang diberikan kepada setiap orang

tanpa membeda-bedakan prestasinya14. Perlindungan yang diberikan terhadap konsumen didasarkan pada keadilan komutatif yakni keadilan yang

memberikan kepada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat

jasa-jasa perorangan15.

Aristoteles mendefinisikan keadilan merupakan keutamaan moral yaitu

keutamaan tertinggi manusia yang didapat dari ketaatan kepada hukum baik

hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Maka menurut

Aristoteles keadilan menurut hukum adalah keadilan yang sama dengan

keadilan umum16. Penulis menggunakan teori keadilan karena menurut penulis dalam kasus penundaan keberangkatan (delay) para konsumen pengguna jasa

maskapai penerbangan kurang mendapatkan keadilan hukum dalam hal

mendapatkan ganti rugi.

Selain teori keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles, penulis juga

menggunakan teori perlindungan yang dikemukakan oleh Philipus M.

14

Carl Joachim Friedrich. filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: Nuansa dan Nusammedia, 2004, hlm 239.

15 Chainur Arrasjid. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm 40.

16 Susanto Budi Raharjo. Paradigma Keadilan Substansif dalam Putusan Mahkamah Konstitusi

(25)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Hadjon, yang membagi perlindungan hukum menjadi dua bagian, yaitu

perlindungan hukum represif dan perlindungan hukum preventif 17.

Perlindungan represif adalah perlindungan perlindungan hukum yang

diberikan dengan cara menerapkan sanksi terhadap pelaku usaha agar

memulihkan hukum kepada keadaan yang sebenarnya, perlindungan preventif

adalah perlindungan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu

sengketa.

Penulis menggunakan teori perlindungan hukum karena menurut penulis

konsumen harus dilindungi, hal ini disebabkan karena ketidakseimbagan

posisi antara pelaku usaha dengan konsumen. Menurut Janus Sidabalok,

mengemukakan ada 4 (empat) alasan pokok konsumen harus dilindungi, yaitu

sebagai berikut18 :

“ 1. Melindungi konsumen sama artinya melindungi seluruh bangsa sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut Undang-Undang Dasar 1945.

2. Melindungi konsumen agar konsumen terhindar dari dampak negatif penggunaan teknologi.

3. Melindungi konsumen sebagai pelaku-pelaku pembangunan.

4. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana pembangunan yang bersumber dari masyarakat konsumen.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian untuk menyusun karya ilmiah ini, penulis menggunakan

metode yuridis normatif yakni penelitian untuk mengetahui bagaimana hukum

17 Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu, 1987,

hlm 3.

18

(26)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

positifnya mengenai suatu hal, peristiwa atau masalah tertentu19. Berkaitan dengan metode tersebut, dilakukan pengkajian secara logis terhadap prinsip

dan ketentuan hukum yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap

penumpang yang dirugikan oleh maskapai penerbangan dalam negeri yang

mengalami penundaan keberangkatan (delay) ditinjau berdasarkan

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Penyusunan karya ilmiah

ini menggunakan sifat, pendekatan, jenis data teknik pengumpulan data dan

analisis data sebagai berikut:

1. Sifat penelitian

Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yaitu analisis

yang menggambarkan peristiwa yang sedang diteliti dan kemudian

menganalisisnya berdasarkan fakta-fakta berupa data sekunder yang diperoleh

dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier20. Penulisan ini menggambarkan pertanggungjawaban maskapai penerbangan,

pertanggung jawaban maskapai penerbangan ini kemudian dianalisis

permasalahan hukumnya di Indonesia dalam kaitannya dengan permasalahan

penundaan keberangkatan (delay).

2. Pendekatan Penelitian

Penyusunan karya ilmiah ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan

perundang-undangan (statue approach)21 dan pendekatan konseptual

19 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986, hlm 45. 20 Ibid.

21

(27)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

(conceptual approach)22 dengan tujuan mendekatkan kepada gambaran masalah serta mempermudah dalam menganalisis penyelesaian masalah

menjadi komprehensif dan akurat. Pendekatan undang-undang berkenan

dengan peraturan hukum yang mengatur mengenai penerbangan dan

perlindungan konsumen. Kemudian pendekatan konseptual digunakan

berkenanan dengan konsep-konsep yuridis yang berkaitan dengan prinsip

keadilan yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha maskapai penerbangan

dalam penerbangan.

3. Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang

bersumber dari Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945 Hasil Amandemen Keempat, Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 tentang Penerbangan, Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukm primer seperti buku-buku, pendapat para

sarjana, jurnal-jurnal hukum yang terkait dengan pembahasan

mengenai perlindungan konsumen.

c. Bahan tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

seperti kamus hukum.

22

(28)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

a. Teknik Pengumpulan Data

Data sekunder diperoleh dengan cara sebagai berikut :

1) Studi kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari konsepsi-konsepsi,

teori-teori, pendapat-pendapat yang berkenaan dengan

permasalahan yang diteliti. Berkenanan dengan metode

normatif/yuridis yang digunakan dalam skripsi ini maka penulis

melakukan penelitian dengan memakai studi kepustakaan yang

merupakan data sekunder yang berasal dari literatur, dengan

bahan-bahan hukum sebagai berikut:

a) Data sekunder bahan hukum primer, yaitu bahan yang sifatnya

mengikat masalah-masalah yang akan diteliti, berupa peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan

hukum terhadap penumpang yang dirugikan oleh maskapai

penerbangan dalam negeri yang mengalami penundaan

keberangkatan (delay) di tinjau berdasarkan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang

Tanggung Jawab Pengangkut Udara.

b) Data sekunder bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang

(29)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

terutama adalah buku teks, karena buku teks berisi mengenai

prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan

klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi23. Penulis akan menggunakan bahan hukum sekunder berupa

buku-buku hukum, literatur tentang hukum, artikel, serta

hasil-hasil penelitian berupa skripsi dibidang hukum, jurnal hukum,

serta kalangan lainnya yang memiliki keterkaitan dengan

permasalahan yang akan diteliti, khususnya mengenai

perlindungan hukum terhadap penumpang yang dirugikan oleh

maskapai penerbangan dalam negeri yang mengalami

penundaan keberangkatan (delay) ditinjau berdasarkan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen jo Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan.

c) Data sekunder bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang

memberikan informasi mengenai bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder, misalnya kamus bahasa, kamus

hukum, majalah, serta media sosial.

b. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yaitu pengolahan, analisis dan kontruksi data yang

diperoleh dari studi literatur atau dokumen. Teknik analisis terhadap

data yang ada menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan

23

(30)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

melakukan penemuan konsep-konsep yang terkandung di dalam

bahan-bahan hukum dengan cara memberikan interpretasi terhadap

bahan-bahan hukum tersebut, mengelompokkan konsep-konsep atau

peraturan-peraturan yang berkaitan, menemukan hubungan diantara

berbagai kategori atau peraturan, serta menjelaskan dan menguraikan

hubungan diantara berbagai kategori atau peraturan

perundang-undangan, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif, sehingga

memberikan hasil yang diharapkan dan kesimpulan atas permasalahan.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas, secara garis besar

metode penelitian dalam karya ilmiah ini menggunakan kombinasi di

antara metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan

konseptual. Teknik pengumpulan data adalah dengan studi

kepustakaan, dan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik

analisis data kualitatif.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, adapun sistematika penulisannya adalah

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab I akan membahas mengenai Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Tujuan

Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, dan

(31)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGGUNA

JASA MASKAPAI PENERBANGAN

Dalam bab ini, dipaparkan aspek yang terkait dengan perlindungan konsumen

yang dimulai dari perlindungan konsumen, sumber-sumber hukum

perlindungan konsumen, hak dan kewajiban dari pelaku usaha maupun

konsumen.

BAB III PENGANGKUTAN SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH

SEBAGAI FASILITATOR DALAM AKSES PEREKONOMIAN

Dalam bab ini, dipaparkan aspek yang terkait dengan penerbangan, paparan

akan dimulai dari pembahasan mengenai penerbangan, sumber-sumber hukum

yang terkait dengan penerbangan, sejarah penerbangan, tanggung jawab

maskapai penerbangan.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG

YANG DIRUGIKAN OLEH MASKAPAI PENERBANGAN DALAM

NEGERI YANG MENGALAMI PENUNDAAN KEBERANGKATAN

(DELAY) DITINJAU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JO

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG

PENERBANGAN

Bab IV membahas Bagaimana tanggung jawab pihak maskapai penerbangan

dalam negeri terhadap ketidaksesuaian yang disyaratkan dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan dan bagaimana

(32)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

kelalaian maskapai penerbangan dalam negeri dikaitkan dengan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab V akan membahas kesimpulan atas hasil analisis dan memberikan saran

terhadap permasalahan yang terjadi serta memberikan masukan kepada para

(33)
(34)

148

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan penulis tentang permasalahan mengenai maskapai

penerbangan, penulis memberikan kesimpulan atas identifikasi masalah

sebagai berikut:

1. Hubungan hukum antara pihak maskapai penerbangan dengan konsumen

berdasarkan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata. Perjanjian

menurut KUHPerdata memiliki akibat hukum apabila ketentuan yang

terdapat dalam KUHPerdata telah dipenuhi sehingga kedua belah pihak

yang mengadakan perjanjian memiliki kewajiban untuk mentaati

perjanjian tersebut. Pasal 1320 KUHPerdata mengatur mengenai syarat

sah perjanjian, syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 adalah sebagai

berikut:

“ a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.

Pasal 1338 KUHPerdata atau dikenal dengan “asas kebebasan berkontrak”

(35)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Undang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya;

2) Kesepakatan tersebut tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang;

3) Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Dalam melakukan perjanjian antara pihak konsumen sebagai pengguna jasa maskapai

penerbangan dengan pihak maskapai penerbangan harus memperhatikan kedua Pasal

tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan,

hubungan hukum yang terjadi apabila tidak dipenuhi salah satu kewajiban dari salah

satu pihak maka dapat dikatakan “wanprestasi” yang diatur dalam Pasal 1243

KUHPPerdata. Penundaan keberangkatan (delay) merupakan salah satu wanprestasi

yang dilakukan oleh pihak maskapai penerbangan. Oleh karena itu, pihak maskapai

penerbangan harus bertanggung jawab atas terjadinya penundaan keberangkatan

(delay). Dalam hukum perlindungan konsumen, hubungan hukum antara konsumen

dengan pelaku usaha dilihat dari sudut pandang hukum perlindungan konsumen

sangat tidak seimbang karena posisi pelaku usaha selalu lebih tinggi dibandingkan

dengan posisi konsumen.

2. Tanggung jawab pihak maskapai penerbangan dalam negeri atas perikatan yang

dilakukan antara pihak maskapai penerbangan dengan pihak pengguna jasa maskapai

penerbangan. Adapun bentuk tanggung jawab pihak maskapai penerbangan adalah

membayarkan sejumlah uang sebagai bentuk kompensasi atau ganti rugi dan/atau

bentuk pelayanan lain yang sepatutnya diberikan oleh pihak maskapai penerbangan

untuk para konsumen sebagai pengguna jasa maskapai penerbangan. Tanggung jawab

(36)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

berikut:

“ a. keterlambatan lebih dari 30 (tiga puluh) menit sampai dengan 90 (sembilan puluh) menit, maskapai penerbangan wajib memberikan minuman dan makanan ringan;

b. keterlambatan lebih dari 90 (sembilan puluh) menit dampai dengan 180 (seratus delapan puluh) menit, maskapai penerbangan wajib memberikan minuman, makanan ringan, makan siang atau malam dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya atau ke maskapai penerbangan lain apabila diminta oleh penumpang;

c. keterlambatan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) menit, maskapai penerbangan wajib memberikan minuman, makanan ringan, makan siang atau malam, dan apabila penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan ke penerbangan lain maka kepada penumpang tersebut wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada penerbangan hari berikutnya.”

Tanggung jawab pengangkut berdasarkan Pasal 10 Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Angkutan Udara adalah sebagai

berikut:

“ a. Keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam, diberikan ganti rugi sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang;

b. Diberikan ganti rugi sebesar 50% (lima puluh per seratus) dari ketentuan angka 1 apabila maskapai penerbangan menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang (re-routing) dan maskapai wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain angkutan udara; dan

c. Penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading class) atau terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan dalam hal terjadi pengalihan ke penerbangan berikutnya atau maskapai lain, serta penumpang wajib memberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli.”

Berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai tanggung jawab yang telah penulis

jabarkan diatas maka tanggung jawab tersebut merupakan tanggung jawab atas dasar

praduga (presumption of liabilty principle) dimana hal tersebut dapat dilihat dalam

(37)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

bertanggung jawab atas kerugian yang diterima oleh konsumen pengguna jasa

maskapai penerbangan.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan Konsumen

mengatur juga mengenai tanggung jawab pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha

diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998 tentang Perlindungan

Konsumen adalah :

“ a. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti kerugian dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan;

b. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis;

c. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi;

d. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan;

e. ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Pihak maskapai penerbangan harus bertanggung jawab atas kerugian yang diterima

oleh konsumen akibat adanya penundaan keberangkatan yang sesuai dengan

ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998

tentang Perlindungan Konsumen.

3. Peran pemerintah terhadap maskapai penerbangan yang melakukan penundaan

keberangkatan (delay) adalah melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pihak

maskapai penerbangan. Pihak maskapai penerbangan yang melakukan penundaan

keberangkatan (delay) dapat dikenakan sanksi, baik itu sanksi administratif yang

(38)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

penundaan keberangkatan (delay). Aturan yang mengatur mengenai sanksi

administratif yang dapat diberikan pemerintah diatur dalam dalam Pasal 2 Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor 30 Tahun 2015 tentang Pengenaan Sanksi Administratif

Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Penerbangan.

Adapun sanksi administratif yang dapat diberikan pemerintah kepada pihak maskapai

penerbangan adalah sebagai berikut:

“ 1. Setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dibidang penerbangan dapat dikenakan sanksi administratif;

2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:

a. Peringatan; b. Pembekuan; c. Pencabutan;

d. Denda administratif.

3. Jenis pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam lampiran ini.”

B. Saran

Saran yang diberikan oleh penulis berdasarkan kesimpulan diatas adalah:

1. Saran untuk akademis

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa adanya informasi mengenai perlindungan

terhadap penumpang yang dirugikan oleh maskapai penerbangan dalam negeri yang

mengalami penundaan keberangkatan. Dengan adanya penelitian ini, para akademisi

dapat menambah pengetahuan mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen

yang dirugikan khususnya di bidang penerbangan.

(39)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

maskapai penerbangan agar pihak maskapai penerbangan tidak merugikan konsumen

pengguna jasa maskapai penerbangan, yang dalam hal ini konsumen dirugikan karena

adanya penundaan keberangkatan (delay). Pemerintah harus melakukan pembaharuan

terhadap sanksi administratif, karena tidak semua pihak maskapai melaksanakan

peraturan yang mengatur mengenai sanksi. Sanksi yang harus diberlakukan terhadap

pihak maskapai ketika melakukan delay seperti ketika pihak maskapai melakukan

penundaan keberangkatan lebih dari 3 kali maka pemerintah harus mencabut izin

operasioanal maskapai penerbangan yang melakukan penundaan keberangkatan.

3. Saran untuk masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menunjukan bahwa masyarakat yang dirugikan

akibat adanya penundaan keberangkatan (delay) saat menggunakan jasa maskapai

penerbangan mengetahui hak-haknya. Diharapkan pula masyarakat lebih bijaksana

dalam mengambil tindakan ketika dirugikan oleh pihak maskapai penerbangan.

Masyarakat dapat melakukan tindakan hukum atas tindakan pihak maskapai

penerbangan yang melakukan penundaan keberangkatan (delay) dengan cara

melakukan gugatan ke Pengadilan maupun ke Badan Penyelesaian Sengketa

(40)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR PUSTAKA

Referensi buku

Abdulkadir Muhammad. Arti Penting dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga di Indonesia. Yogyakarta: Genta Press, 2007.

____________________. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1998.

Acmad Ichasan. Hukum Dagang. Jakarta: Pradnya Paramita. 1993.

Adrian Sutedi. Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen. Bogor: Ghalia Indonesia,2008.

Ahmadi Miru. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia. Surabaya: Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga. 2000.

Ahmad Zazili. Thesis Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Pada

Transportasi Udara Niaga Berjadwal Nasional. Semarang: Universitas

Diponogoro. 2008.

AZ. Nasution. Pengantar Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Daya Widya. 1999.

___________. Konsumen dan Hukum Tinjauan Sosial, Ekonomi, dan Hukum

Pada Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan. 1995.

Celine Tri Siwi Kristiyanti. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.

Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung: Nuansa dan Nusammedia, 2004.

David Ricardo, The Principles of Political Economy and Taxation, 1817.

Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum Perikatan, Bandung : Nuansa Aulia 2007.

E. Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia, Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, 2006.

E. Suherman. Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara. Bandung: Alumni, 1984

__________. Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan. Bandung: Mandar Maju, 2000

(41)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

G. Kartasapoetra. Segi-Segi Hukum Dalam Charter dan Asuransi Angkutan Udara, Bandung: Armico. 1982.

Gunawan Widjaja.Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. 2004.

Hartono Hadisuorapto. Pengangkutan Dengan Pesawat Udara. Yogyakarta: UII Pers. 1987.

Hasim Purba. Hukum Pengangkutan Dilaut. Medan: Pustaka Bangsa Press. 2005.

HC. Black Law Dictionary 5th . St Paul Minnesota West Publishing. 1983.

Herlien Budiono. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 2008.

HS. Salim. Hukum Kontrak, Teori dan Penyusunan Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika. 2006.

H. Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Raja Grafindo. 2013.

Indriyo Gitosudarmo. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008.

Inosentius Samsul. Hukum Perlindungan Konsumen : Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak. Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2004.

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.

Johannes Gunawan. Analisis Hukum Material Dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen. Bandung: Makalah Dalam Penataran Nasional

Anngkatan 1 Dosen Perlindungan Konsumen. 2005

Johny Ibrahim, Pendekatan Ekonomi Terhadap Hukum, Surabaya: Putra Media Nusantara dan ITS Press, 2009.

K. Martono. Hukum Penerbangan Berdasarkan undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Bandung: Mandar Maju. 2009.

K. Martono. Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007.

Komariah. Hukum Perdata. Malang: UMM Press. 2008.

Lestari Nigrum. Usaha Perjalanan Wisata Dalam Perspektif Hukum Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 2004.

L.J.Van Apeldoornm, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1981.

Mariam Darus Badrulzaman. KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya. Bandung: Alumni. 1983.

(42)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Moctar Kusumaatmadja. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Alumni. 1999.

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu, 1987.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2006.

Purbacaraka. Perihal Kaidah Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 2010.

Ridwan Khairandy. Tanggung Jawab Pengangkut dan Asuransi Sebagai Instrumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara. Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis Vol25. 2006.

Ridwan Khairandy. Pengantar Hukum Dagang Indonesia. Yogyakarta: Gama Media. 1999

R. Subekti. Aneka Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 1995.

________. Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 1993.

________. Hukum Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 1987.

R. Soekanto. Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Rajawali. 1981.

Ridwan Syarani. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni. 1996.

Rustian Kamaluddin. Ekonomi Transportasi: Karakteristik Teori dan Kebijakan. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2003.

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia. 2006.

Sudikno Mertokusumo. Suatu Pengantar Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberty. 1986.

Susanto Budi Raharjo, Paradigma Keadilan Substansif dalam Putusan

Mahkamah Konstitusi pada Perkara yang Terkait dalam Pemilihan

Umum, Jakarta: Universitas Indonesia, Fakultas Hukum. 2011

Suwardjoko Warpani. Merencanakan Sistem Pengangkutan.Bandung: Institut Teknologi Bandung. 1990.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986.

Syarir. Deregulasi Ekonomi Sebagai Jalan Keluar Peningkatan Perhatian Terhadap Kepentingan Konsumen. Makalah Pada Seminar Demokrasi Ekonomi dan Arah Gerakan Perlindungan Konsumen. Jakarta. 1993.

Taufik Simatupang. Aspek Hukum Periklanan. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 2004.

Wahyu Sasongko. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen. Bandar Lampung: Universitas Lampung. 2007.

(43)

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Yahya Harahap. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni. 1996.

Yusuf Shofie. Pelaku Usaha Konsumen dan Tindak Pidana Korporasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002.

___________. Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya. Bandung: Citra Aditya Bhakti. 2004.

Referensi internet

http://beritatrans.com/2013/10/18/delay-8-jam-penumpang-lion-air-mengamuk/ diunduh pada tanggal 23 September 2014.

http://www.merdeka.com/uang/6-maskapai-ini-terancam-dapat-sanksi-karena-jadi-raja-delay/merpati-nusantara.html, 14 desember 2013 diakses tanggal 3 Oktober 2014.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54daa53705c6a/pahami-hak-dan-kewajiban-penumpang—sebelum-terbang

Referensi perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan udara.

Lain-Lain

Referensi

Dokumen terkait

SensorQ TM juga merupakan salah satu merek komersial yang merupakan kemasan cerdas yang dapat mendeteksi kebusukan pada daging segar yang disimpan dalam kemasan,

Penelitian ini membahas tentang pengelompokan jumlah daerah yang terjangkit demam berdarah dengue (DBD) berdasarkan provinsi. Metode yang digunakan adalah Data mining K-

“ Pengaruh adanya sertifikasi guru terhadap guru jelas-jelas ada khususnya guru SD, yang sebelumnya pendapatannya pas-pas an, sekarang cukup Sebab TPP yang

Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan.. Intinya, motivasi

Dimana cara kerja alat ini adalah apabila salah satu dari tiga tombol ditekan maka LED yang terhubung dengan tombol tersebut akan menyala, dan apabila setelah itu terjadi

When the number L of levels of quantization is high, the optimum partition and the quantization error power can be obtained as a function of the probability density function p X( x

merupakan Sistem operasi berbasis Debian yang dapat bebas dioptimalkan untuk perangkat keras Raspberry Pi , yang dirilis pada bulan Juli 2012.. Gambar 2.2 Diagram blok arsitektur

Tugas Akhir Mahasiswa ini disusun untuk memenuhi syarat meraih gelar Ahli Madya Program Studi Diploma Tiga Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas