BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan bagian penting bagi keberlangsungan hidup makhluk hidup.
Dalam penggunaanya tentunya diperlukan oengendali agar air dapat berfungsi secara efektif. Misalnya dengan berdirinya bangunan air, salah satunya drainase.
Drainase merupakan bangunana air yang berfungsi untuk mengurangi dan membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Drainase adalah fasilitas mendasar yang dirancang sebagai sistem, guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota khususnya infrastruktur. Drainase adalah salah satu indikator untuk melihat perkembangan suatu wilayah. Daerah yang dilengkapi dengan drainase yang baik tentunya akan terlihat lebih bersih, karena minim terdampak banjir. Sebaliknya, wilayah dengan sistem drainase yang buruk akan terlihat kumuh, jorok, dan terbelakang.
Perkembangan wilayah yang maju dapat ditandai dengan derah resapan air yang semakin minim dikarenakan perbaikan jalan yang sudah menggunakan beton, bangunan-bangunan tinggi, serta pengalih fungsian lahan serapan air. Hal- hal ini akan menimbulkan potensi daerah tergenang oleh air. Untuk itu dalam perencaan drainasenya harus diperhatikan daerah tangkapan air (catchment area) saluran drainase guna menjaga ruas jalan tetap kering dan tidak mengganggu pengguna jalan. Maka dari itu, melihat pentingnya drainase bagi kehidupan manusia pada proses perancangannya haruis diperhitungkan dengan baik guna meminimalisir disfungsional drainase yang dirangkangkan.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan tugas besar drainase ini adalah:
1. Dapat mengetahui dan menghitung curah hujan rerata dengan metode Thiessen dan Aljabar.
2. Dapat menganalisis frekuensi data curah hujan dalam kala ulang tahun tertentu.
3. Dapat menganalisis dan menghitung intensitas curah hujan yang turun di sepanjang jalan trase.
4. Dapat menghitung debit rencana hujan dalam kala ulang waktu tertentu dengan metode Rasional.
5. Dapat merencanakan berbagai jenis saluran drainase sesuai standar yang berlaku.
6. Dapat menghitung analisis hidrolika.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan tugas besar drainase ini adalah:
1. Dapat memahami, mengetahui dan menghitung curah hujan rerata dengan metode Thiessen dan Aljabar.
2. Dapat memahami dan menganalisis frekuensi data curah hujan dalam kala ulang tahun tertentu.
3. Dapat memahami, menganalisis dan menghitung intensitas curah hujan yang turun di sepanjang jalan trase.
4. Dapat memahami dan menghitung debit rencana hujan dalam kala ulang waktu tertentu dengan metode Rasional.
5. Dapat merencanakan berbagai jenis saluran drainase sesuai standar yang berlaku.
6. Dapat menghitung bagaimana cara menganalisis hidrolika 1.4. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam tugas besar drainase ini adalah analisis hidrologi, analisis hidrolika, peta dan Detail Engineering Design (DED). Gambar DED yang dilampirkan antara lain, Cross Section, Detail Saluran dan Box Culvert serta
Penunjang (jika diperlukan).
1.5. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan tugas besar drainase adalah:
1. BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan batasan masalah.
2. BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini diuraikan mengenai gambaran jaringan drainase, debit hujan rancangan, debit banjir rancangan, analisis hidrologi, dan analisis hidrolika.
3. BAB III METODOLOGI
Dalam bab ini diuraikan mengenai pengertian drainase, jenis-jenis saluran drainase, pola jaringan drainase, curah hujan wilayah, analisis hidrologi, waktu konsentrasi, intensitas hujan, tata guna lahan, debit banjir rencana dan analisis hidrolika.
4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai analisis curah hujan wilayah, analisis frekuensi, analisis debit banir rencana, analisis hidrolika serta layout jaringan drainase.
5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini dibahas mengenai kesimpulan yang merupakan rekapitulasi isi yang disajikan secara singkat, yang meliputi jawaban dari permasalahan dalam tugas besar ini. Selain itu juga membahas tentang saran yang berisikan harapan penyusun ditujukan kepada pembaca laporan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Drainase
Drainase berasal dari kata drainage yang berarti mengatuskan, mengeringkan, atau membuang air. Drainase merupakan sebuah sistem yang ditujukan untuk menangani masalah air berlebih yang tidak diperlukan baik yang mengalir di atas permukaan tanah maupun yang berada di bawah permukaan tanah. Kelebihan air ini dapat bersumber dari limpasan akibat hujan (excess rainfall) ataupun berasal dari air buangan limbah dari pemukiman[CITATION Hum21 \l 1033 ]. Sistem drainase merupakan bagian penting pada suatu kawasan perumahan. Suatu kawasan perumahan yang tertata dengan baik haruslah juga diikuti dengan penataan sistem drainase yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan sehingga tidak menimbulkan genangan air yang dapat menganggu aktivitas masyarakat[ CITATION DFa151 \l 1033 ].
Adapun tujuan dibuatnya drainase adalah antara lain sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan kesehatan lingkungan permukiman.
2. Pengendalian kelebihan air permukaan dapat dilakukan secara aman, lancar dan efisien serta sejauh mungkin dapat mendukung kelestarian lingkungan.
3. Dapat mengurangi ataupun menghilangkan genangan-genangan air yang menyebabkan bersarangnya nyamuk malaria dan penyakit-penyakit lain, seperti demam berdarah, disentri, serta penyakit lain yang disebabkan kurang sehatnya lingkungan permukiman.
4. Untuk memperpanjang umur ekonomis sarana-sarana fisik antara lain jalan, kawasan permukiman, kawasan perdagangan dari kerusakan serta gangguan kegiatan akibat tidak berfungsinya sarana drainase.
Drainase sendiri biasa terletak disepanjang jalan untuk mengurangi dan menyalurkan air limpasan hujan yang jatuh kepermukaan jalan, agar tidak menimbulkan genangan dijalan. Drainase jalan umumnya merupakan saluran terbuka yang menggunakan gaya gravitasi untuk mengalirkan air ke suatu Outlet.
Distribusi aliran di saluran pembuangan ke Outlet itu mengikuti kontur jalan raya, memungkinkan air permukaan mengalir lebih mudah di bawah pengaruh gravitasi.
Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
1.2. Jenis Jenis Saluran
Menurut Hadi Hardjaja (2009), jenis drainase dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Drainase Menurut Sejarah Terbentuknya a. Drainase Alami (Natural Drainage)
Drainase alami adalah drainase yang tercipta secara alami yang terbentuk tanpa ada bantuan tangan manusia yang mana diakibat adanya gerusan air yang bergerak karena adanya gaya gravitasi yang berangsur-angsur membentuk jalan air atau dapat disebut juga sebagai aliran sungai yang mana berguna secara permanen.
b. Drainase Buatan (Artificial Drainage)
Dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainase, untuk menentukan debit akibat hujan, kecepatan resapan air dalam tanah dan dimensi saluran serta memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya.
2. Menurut Letak Salurannya
a. Drainase Permukaan Tanah (Surface Drainage)
Merupakan saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi untuk mengalirkan air limpasan permukaan. Adapun bentuk dari analisis alirannya disebut sebagai analisis aliran saluran terbuka (channel flow).
b. Drainase Bawah Permukaan Tanah (Sub Surface Drainage)
Merupakan saluran drainase yang berguna untuk mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa- pipa) dikarenakan tujuan tertentu. Hal ini dikarena alasan tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan
adanya saluran dipermukaan tanah seperti lapangan terbang dan taman.
3. Menurut Fungsinya a. Single purpose
Saluran berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja, misalnya air hujan atau jenis air buangan lain seperti air limbah domestik, air limbah industri dan lain-lain.
b. Multi purpose
Saluran berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan, baik secara bercampur maupun bergantian.
4. Menurut Konstruksinya a. Saluran terbuka
Saluran terbuka adalah saluran yang berfungsi guna mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Pada saluran jenis ini, apabila ada sampah yang menyumbat dapat dengan mudah untuk dibersihkan, namun bau yang ditimbulkan dapat mengurangi kenyamanan. Saluran drainase primer biasanya berupa saluran terbuka, baik berupa saluran dari tanah, pasangan batu kali atau beton.
Gambar 2.1. Saluran Terbuka
Sumber : Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan
b. Saluran tertutup
Saluran tertutup berguna untuk mengalirkan air dan juga berfungsi sebagai jalur pedestrian di pusat kota. Fasilitas penunjang yang ada adalah pada saluran dilengkapi dengan lubang control atau manhole dan juga terdapat saringan sampah dimulut saluran sebelah hulu. Pada
kawasan perkotaan yang padat, saluran drainase biasanya berupa saluran tertutup. Saluran dapat berupa buis beton yang dilengkapi dengan bak kontrol, atau saluran pasangan batu kali atau beton yang diberi plat tutup dari beton bertulang.
Gambar 2.2. Saluran Tertutup
Sumber : Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan
5. Menurut Sistem Buangannya
a. Sistem Terpisah (Separate System)
Pada sistem pembungan terpisah, air kotor dan air hujan dilayani oleh sistem saluran masing-masing secara terpisah.
b. Sistem Tercampur (Combined System)
Pada sistem pembungan tercampur, air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran yang sama.
c. Saluran Kombinasi (Pscudo Separate System)
Pada sistem kombinasi pembuangan air meupakan perpaduan antara saluran air buangan dan saluran air hujan dimana pada waktu musim hujan air buangan dan air hujan tercampur dalam saluran air buangan, sedangkan air hujan berfungsi sebagai pengenceran penggelontor, kedua saluran ini tidak bersatu tetapi dihubungkan dengan sistem perpipaaan interceptor.
1.3.
Pola Jaringan DrainaseAdapun pola-pola drainase adalah sebagai berikut:
1. Pola Siku
Pola siku adalah suatu pola dimana cabang membentuk siku-siku pada saluran utama biasanya dibuat pada daerah yang mempunyai topografi
sedikit lebih tinggi dari pada sungai di mana sungai merupakan saluran pembuang utama berada di tengah kota.
Gambar 2.3. Pola Drainase Siku
Sumber: Jurnal Teknik Sipil Siklus, Vol.2, No. 1, April 2016
2. Paralel
Pola paralel adalah suatu pola di mana saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang yang pada bagian akhir saluran cabang dibelokkan menuju saluran utama. Pada pola paralel saluran cabang cukup banyak dan pendek- pendek.
Gambar 2.4. Pola Drainase Paralel
Sumber: Jurnal Teknik Sipil Siklus, Vol.2, No. 1, April 2016
3. Pola Grid Icon
Pola gird iron merupakan pola jaringan drainase di mana sungai terletak di pinggiran kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul kemudian dialirkan pada sungai.
Gambar 2.5. Pola Drainase Grid Icon
Sumber: Jurnal Teknik Sipil Siklus, Vol.2, No. 1, April 2016
4. Alamiah
Pola alamiah adalah suatu pola jaringan drainase yang hampir sama dengan pola siku, dimana sungai sebagai saluran utama berada di tengah kota namun jaringan saluran cabang tidak selalu berbentuk siku terhadap saluran utama (sungai).
Gambar 2.6. Pola Drainase Alamiah
Sumber: Jurnal Teknik Sipil Siklus, Vol.2, No. 1, April 2016
5. Pola Radial
Pola radial adalah pola jaringan drainase yang mengalirkan air dari pusat sumber air memencar ke berbagai arah, pola ini sangat cocok digunakan pada daerah yang berbukit.
Gambar 2.7. Pola Drainase Radial
Sumber: Jurnal Teknik Sipil Siklus, Vol.2, No. 1, April 2016
6. Pola Jaring-jaring
adalah pola drainase yang mempunyai saluran-saluran pembuang mengikuti arah jalan raya. Pola ini sangat cocok untuk daerah topografinya datar.
Gambar 2.8. Pola Drainase Jaring-jaring
Sumber: Jurnal Teknik Sipil Siklus, Vol.2, No. 1, April 2016
Keterangan:
a. Saluran cabang adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang diperolah dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya dibuang ke saluran utama.
b. Saluran utama adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang dilaluinya[ CITATION Ray161 \l 1033 ].
2.2. Analisis Hidrologi
Secara Umum adalah cabang ilmu geografi yang mempelajari seputar pergerakan, distribusi, dan kualitas air yang ada dibumi serta siklus hidrologi dan sumber daya
air. Sedangkan Pengertian Siklus Hidrologi Secara Umum adalah sirkulasi air dari laut ke atmosfer lalu ke bumi dan kembali lagi ke laut dan seterusnya. Hidrologi berasal dari kata “Hidrologia” artinya “ilmu air” [ CITATION RDA16 \l 1033 ].
Menurut Subarkah (1980), Analisa hidrologi memiliki peranan yang penting dalam melakukan perencanaan bangunan air dalam bidang pengairan, baik unruk perencanaan isrigasi maupun dalam perencanaan saluran drainase. Cabang ilmu ini menempatkan air sebagai fokus perananan penting. Salah satu factor yang mempunyai peranan itu adalah data-data hirologi yang mampu mempengaruhi keadaaan dilapangan.Dengan adanya data hidrologi tersebut, kita dapat mengetahui besarnya debit rencana sebagai dasar perencanaan bangunan air.
Beberapa aspek yang perlu dikaji dalam aspek hidrologi yaitu : 2.2.1. Pengisian Data Curah Hujan
Pengisisan data curah hujan adalah proses mengisi data yang hilang atau tidak lengkap pada data hujan yang diperoleh dari stasiun hujan atau pos hujan. Salah satu cara pengsisan data curah hujan dapat dilakukan dengan alat penakar hujan.
Penakar hujan merupakan alat pengukur jumlah curah hujan yang turun ke atas permukaan tanah per satuan luas. Penakar hujan yang umumnya digunakan bernama ombrometer. Prinsip alat ini adalah mengukur tinggi jumlah air yang masuk ke alat tersebut. Sebagai contoh: Di satu lokasi pengamatan memiliki curah hujan 20 mm, artinya lokasi tersebut digenangi oleh air hujan setinggi 20 mm (millimeter). Seringkali data hujan yang tercatat tidak lengkap di suatu stasiun penakar hujan, oleh sebab itu diperlukan cara-cara untuk membangun data agar data yang ada lengkap dan bisa digunakan.Perhitungan curah hujan yang hilang dapat dilakukan dengan cara:
1. Metode Normal Ratio
Salah satu metode yang digunakan untuk mencari data hujan yang hilang.
Metode perhitungan yang digunakan cukup sederhana yakni dengan memperhitungkan besarnya hujan di stasiun hujan yang berdekatan untuk mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut.
2. Metode Inversed Square Distance
Salah satu metode yang digunakan untuk mencari data yang hilang. Metode perhitungan yang digunakan hampir sama dengan Metode Normal Ratio, yakni memperhitungkan stasiun yang berdekatan untuk mencari data curah hujan yang hilang di stasiun tersebut. Jika pada Metode Normal Ratio yang digunakan adalah jumlah curah hujan dalam 1 tahun, pada metode ini variabel yang digunakan adalah jarak stasiun terdekat dengan stasiun yang akan dicari data CH yang hilang.
2.2.2. Curah Hujan Wilayah
Curah hujan merupakan peristiwa jatuhnya air hujan ke permukaan tanah dalam rentang waktu tertentu. Selama peristiwa ini akan diukur, frekuensi, serta intensitas hujan yang nantinya akn dalam satuan mm. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter. Curah hujan juga dapat disebut ketinggian air hujan yang tertampung pada satu tempat datar. Sementara itu untuk perhitungan curah hujan wilayah adalah teori intensitas duration frequency (IDF). Perhitungan ini nantinya kan menghasilkan suatu kurva yang didapatkan dari data histori hujan guna memperkirakan curah hujan yang diharapkan disuatu wilayah dengan frekuensi dan durasi tertentu. Selain itu perhitungan curah hujan dimanfaatkan untuk menghitung debit aliran sungai dan pencegahan banjir.
Data curah hujan adalah data penting yang tidak boleh terlewat dalam perencaan bangunan air disatu wilayah. Bila perhitungan curah hujan ini meleset, dampak yang mungkinterjadi adalah banguan air yang ada tidak akan berfungsi maksima, tidak berfungsi total, bahkan rusak.
Metode yang digunakan dalam perhitungan curah hujan rata-rata wilayah daerah aliran sungai (DAS) yaitu:
1. Metode Aljabar
Metode ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar, alat penakar tersebar merata/hampir merata, dan cocok untuk kawasan dengan
topografi rata atau datar, dan harga individual curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-ratanya[ CITATION Win17 \l 1033 ]. Metode ini adalah metode mudah untuk diterapkan karena sangat sederhana. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan adalah yang berada dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS tangkapan yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan.
Rumus rerata hujan aljabar yaitu:
Rjumlah = ∑PH (2.1)
Rrata-rata = ∑PH
Banyaknya jumlah PH (2.2) Keterangan:
∑ PH = jumlah curah hujan di setiap pos hujan
Gambar 2.9. Metode Aljabar
Sumber : geo.web.id/2018/10/14/menghitung-hujan-rata-rata/
2. Metode Thiessen
Pada metode ini luasan disekitarnya didapati dari perhitungan bobot yang masing-masing stasiun yang mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata, pada metode ini stasium hujan minimal yang digunakan untuk perhitungan adalah tiga stasiun hujan..
Persamaan yang digunakan pada metode thiessen adalah:
Luas DTA = ∑ Luas PH (2.3) C = Luas PH
Luas DTA (2.4) R = Ri × C (2.5)
Rrata-rata = ∑PH
Banyaknya jumlah PH (2.6) Rmaksimum = Nilai maks dari Rrata-rata (2.7) Keterangan:
C = Koefisien thiessen Ri = Curah hujan (mm)
Gambar 2.10. Poligon Thiessen
Sumber: water.lecture.ub.ac.id
3. Metode Isohyet
Pada metode ini kedalaman hujan yang sama akan dihubungkan dengan garis ke titik hujan. Metode Isohyet akan menyamaratakan suatu derah yang terletak diantara dua garis dan nilai rata-rata sama dari kedua garis tersebut.
Secara matematis, metode Isohyet dapat dihitung dengan persamaan:
P = A1I1+ I2
2 + A2I2+I3
2 +…+ AnIn+ In+1 2 A1+ A2+…+ An
Keterangan :
P = Hujan rerata kawasan
I1,I2,…,In = Garis isohyet ke 1,2,…,n
A1,A2,…,An = Luas daerah yang dibatasi oleh garis isohyet ke 1,2,…,n
(2.8)
Gambar 2.11. Peta Metode Isohyet
Sumber : Wangkar, 2008
2.2.3.Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam kala ulang tertentu sebagai hasil dari suatu rangkaian analisis hidrologi. Analisis frekuensi ini di dasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan dimasa yang akan datang masih sama dengan sifat kejadian hujan di masa lalu. Analisis frekuensi dilakukan dengan parameter-parameter dasar statika. Data yang diperlukan, dikumpulkan dan dilakukan analisis. Proses analisis bertujuan untuk mengetahui hubungan antara besaran kejadian ekstrem dan frekuensi kemungkinan terjadinya kejadian tersebut.
Analisis frekuensi untuk curah hujan secara umum dapat diselesaikan dengan : 1. Distribus Normal
Diatribusi ini biasa digunakan untuk menganalisis frekuensi curah hujan,analisis statik dan distribusi curah hujan tahunan serta debit rata-rata.
Pada bagian ini, beberapa rumus yang digunakan dalam menghitung parameter statistik normal adalah:
Xr = ∑Xi
n (2.9) Sx =
√
∑(Xi - Xr)n - 1 2 (2.10) Cs = n × ∑(Xi - Xr)3(n - 1)× (n - 2) × (Sx)3 (2.11) Ck = (n)
2 × ∑(Xi - Xr)4
(n - 1)× (n - 2) × (n - 3) × n × (Sx)4 (2.12) Cv = Sx
Xr (2.13) Keterangan:
Xr = Curah hujan rata-rata (mm) Sx = Simpangan baku
Cs = Koefisien skewness Ck = Koefisien kurtosis
Cv = Koefisien variasi Xi = Data curah hujan n = Banyaknya data 2. Distribusi Log Normal
Distribusi ini adalah perkebangan dari distribusi normal. Dimana persamaan metode distribusi Log Normal sebagai beriku :
S log x =
√
∑(log Xi - log Xr)2n - 1 (2.14) Cs = n × ∑(log Xi - log Xr)3
(n - 1)× (n - 2) × (S log x)3 (2.15) Ck = (n)
2 × ∑(log Xi - log Xr)4
(n - 1)× (n - 2) × (n - 3) × n × (S log x)4 (2.16) Cv = S log x
Xr (2.17) Keterangan:
S log x = Simpangan baku Cs = Koefisien skewness Ck = Koefisien kurtosis Cv = Koefisien variasi n = Banyaknya data Xr = Curah hujan rata-rata
3. Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel digunakan untuk analisis data maksimum, misalnya untuk analisis frekuensi banjir. Distribusi Gumbel mempunyai koefisien kecondongan (coefisien of skwennes) atau CS = 1,139 dan koefisien kurtosis (coefficient curtosis) atau Ck < 4,002. Rumus dari distribusi Gumbel dapat ditulis sebagai berikut:
XT =
X
+ k . Sx (2.18)Yt=−ln [ - lnTr-1 Tr ]
k = Yt-Yn
Sn
(2.20)
Dengan keterangan:
XT = Perkiraan curah hujan yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T
X
= Nilai rata-rata curah hujanK = Faktor frekuensi/nilai panjang reduksi Gauss Sx = Standar deviasi
Yt = Reduced variated Tr = Kala ulang
Yn = Nilai rata-rata reduced variate Sn = Reduced standard deviation
Tabel 2.1. Reduced Mean (Yn)
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,499
6 0,503
5 0,507
0 0,510
0 0,512
8 0,515
7 0,518
1 0,520
2 0,522
0 20 0,5236 0,525
2 0,526
8 0,528
3 0,529
6 0,530
9 0,532
0 0,533
2 0,534
3 0,535
3 30 0,5362 0,537
1
0,538 0
0,538 8
0,539 6
0,540 3
0,541 0
0,541 8
0,542 4
0,543 6 40 0,5436 0,544
2
0,544 8
0,545 3
0,545 8
0,546 3
0,546 8
0,547 3
0,547 7
0,548 1 50 0,5485 0,548
9
0,549 3
0,549 7
0,550 1
0,550 4
0,550 8
0,551 1
0,551 5
0,551 8 60 0,5521 0,552
4 0,552
7 0,553
0 0,553
3 0,553
5 0,553
8 0,554
0 0,554
3 0,554
5 70 0,5548 0,555
0 0,555
2 0,555
5 0,555
7 0,555
9 0,556
1 0,556
3 0,556
5 0,556
7 80 0,5569 0,557
0
0,557 2
0,557 4
0,557 6
0,557 8
0,558 0
0,558 1
0,558 3
0,558 5 90 0,5586 0,558
7
0,558 9
0,559 1
0,559 2
0,559 3
0,559 5
0,559 6
0,559 8
0,559 9 10
0
0,5600 0,560 2
0,560 3
0,560 4
0,560 6
0,560 7
0,560 8
0,560 9
0,561 0
0,561 1 Sumber : Suripin, 2004
Tabel 2.2. Reduced Standart Deviation (Sn)
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
(2.19)
10 0,9496 0,967
6 0,983
3 0,997
1 1,009
5 1,020
6 1,031
6 1,041
1 1,049
3 1,056
5 20 1,0628 1,069
6 1,075
4 1,081
1 1,086
4 1,091
5 1,096
1 1,104
4 1,104
7 1,108
0 30 1,1124 1,115
9 1,119
3 1,122
6 1,125
5 1,128
5 1,131
3 1,133
9 1,136
3 1,138
8 40 1,1413 1,143
6
1,145 8
1,148 0
1,149 9
1,151 9
1,153 8
1,155 7
1,157 4
1,159 0 50 1,1607 1,162
3
1,163 8
1,165 8
1,166 7
1,168 1
1,169 6
1,170 8
1,172 1
1,173 4 60 1,1747 1,175
9 1,177
0 1,178
2 1,179
3 1,180
3 1,181
4 1,182
4 1,183
4 1,184
4 70 1,1854 1,186
3 1,187
3 1,188
1 1,189
8 1,189
8 1,190
6 1,191
5 1,192
3 1,193
0 80 1,1938 1,194
5 1,195
3 1,195
9 1,197
3 1,197
3 1,198
0 1,198
7 1,199
4 1,200
1 90 1,2007 1,201
3
1,202 0
1,202 6
1,203 8
1,203 8
1,204 4
1,204 9
1,205 5
1,206 6 10
0
1,2065 1,206 9
1,207 3
1,207 7
1,208 4
1,208 4
1,208 7
1,209 0
1,209 3
1,209 6 Sumber : Suripin, 2004
4. Distribusi Log Pearson III
Dalam analisis hidrologi, distribusi Log Pearson III gunakan untuk menganalisis variable hidrologi dengan nilai variasi minim. Distribusi Log Pearson III mempunyai nilai koefisien kemiringan (Coefficient of Skewness) atau CS ≠ 0. Persamaan ini dapat dihitung dengan :
Log XT = Log
X
+ (Gt . S Log X (2.21)XT = 10 Log XT (2.22)
Keterangan:
XT = Perkiraan curah hujan yang terjadi dengan periode ulang T Log
X
= Nilai rata-rata curah hujanGt = Koefisien frekuensi dapat dilihat dari table Gt S Log = Standar deviasi
Penentuan jenis distribusi probabilitas disesuaikan dengan persyaratan parameter statistik. Persyaratan parameter statistik dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.3. Karakteristik Distribus Frekuensi Nomor Jenis Distribusi Frekuensi Syarat Distribusi
1
Distribusi Normal
Cs ≈ 0 Ck = 0
2 Distribusi Log Normal Cs ≈ 3cv + cv2 = 3
Ck =5,383
3 Distribusi Gumbel Cs ≤ 1,1396
Ck ≤ 5,4002 4 Distribusi Log Pearson III Cs ≠ 0
Sumber : Subarkah, 1980
2.4.4. Uji Kecocokan Distribusi
Uji kecocokan distribusi ialah untuk menentukan distribusi yang dilakukan telah sesuai dengan distribusi yang diharapkan. Pada penelitian ini menggunakan dua metode yaitu Chi-Kuadrat dan Smirnov Kolmogorof.
1. Uji Chi Kuadrat
Uji Chi Kuadrat (uji data vertikal) adalah ukuran perbedaan yang didapat antara frekuensi yang diamati dengan yang diharapkan. Uji ini digunakan untuk menguji simpangan tegak lurus yang ditentukan dengan rumus Shahin (Soewarno, 1995):
K = 1 + ( 3,322 × Log n ) (2.23
)
Dk = K - ( P + 1 ) (2.24
) EF = n
k
(2.25 )
∆ Xt = Log Xi max - Log Xi min K-1
(2.26 )
Maks Tiap Kelas = Log Xi min + EF (2.27
) Keterangan:
K = Jumlah Kelas Dk = Derajat Kebebasan
P= Nilai Untuk Distribusi Normal dan Binomial P=2 dan Poisson P=1 n = Jumah Data
Xi = Nilai Varian Ke-1 (mm)
EF = Jumlah Nilai Teoritis pada Sub Kelompok Ke-1
2. Uji Smirnov Kolmogrov
Uji smirnov kolmogorov (uji data horizontal) digunakan untuk menguji simpangan secara mendatar (Soewarno, 1995). Untuk melakukan pengujian data terhadap simpangan horizontal, menggunakan rumus:
P (x) = m n +1
(2.28
P (x <) = 1 - P (x) (2.29)
) P’ (x) = m
n - 1
(2.30 )
P' (x <) (2.31
) Keterangan:
P (x) = Posisi Data x Menurut Sebaran Teoritis P’ (x) = Posisi Data x Menurut Sebaran Empiris
2.4.5. Intensitas Hujan
Intensitas curah hujan umumnya dihubungkan dengan kejadian danlamanya (duration) hujan turun, yang disebut intensity duration frequency (IDF).
Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujanbiasanya dinyatakan dalam lengkung intensitas-durasi-frekuensi (IDF Curve). Ada 4 metode untuk menghitung curah hujan, yaitu:
1. Metode Mononobe
Dalam rumus ini hujan yang dipakai adalah hujan harian. Maka persamaan untuk menentukan kurva IDF sebagai berikut.
I = R24
24 ×
(
24t)
23 (2.32)Keterangan:
I = Intensitas Curah Hujan (mm/50m)
R24 = Curah hujan Maksimum Harian Selama 24 Jam (mm) T = Durasi Hujan (jam)
2. Metode Talbot
Persamaan intensitas curah hujan menurut metode ini yaitu dengan
mencari tetapan a’ dan b dalam persamaan yang mendasar menggunakan persamaan di bawah ini.
I = a'
t+b
(2.33
) Penyelesaian persamaan umum regresi linear sederhana dilakukan dengan metode substitusi seperti pada kedua persamaan di bawah ini.
a’ =
(
Σ ( I × t ) × Σ(
I2) )
- ( Σ ( I × t ) × Σ ( I ) ) n × Σ(
I2)
- Σ ( I ) × Σ ( I )(2.34 ) b = ( Σ( I) × Σ ( I × t) - n Σ
(
I2 × t)
n × Σ
(
I2)
- Σ( I) × Σ ( I )(2.35 ) Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam) t = Durasi curah hujan (jam)
a’,b = Konstanta
n = Jumlah durasi hujan 3. Metode Sherman
Persamaan intensitas curah hujan menurut metode ini pada umumnya cocok untuk jangka waktu hujan yang lamanya lebih dari dua jam dengan menggunakan persamaan seperti di bawah ini.
I = a tn
(2.36 ) a’ =
( Σ (log I) × Σ ( log t )- Σ ( log t× log I ) × Σ ( log t ) ) n × Σ
(
log t2)
- Σ ( log t ) × Σ ( log t )(2.37 )
b =
( Σ ( log I ) × Σ (log t )- n × Σ (log t × log I) ) n × Σ
(
log t2)
- Σ ( log t ) × Σ ( log t )(2.38 )
Keterangan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam) t = Durasi curah hujan (jam)
a’,b = Konstanta
n = Jumlah durasi hujan
2.4.6. Debit Banjir Rencana
Debit rencana adalah besarnya debit pada periode ulang tertentu yang diperkirakan akan melalui bangunan air yang telah direncanakan. Untuk menentukan debit rencana atau laju aliran puncak biasanya digunakan metode rasional. Persamaan dari metode rasional ini adalah sebagai berikut:
Q = 0,278.C.I.A (2.39)
Keterangan:
Q = Debit (m3/detik) C = Koefisien aliran
I = Intensitas curah hujan (mm/jam) A = Luas daerah aliran (Km2)
2.5. Analisis Hidraulika
Analisis ini dimaksudkan untuk mendapatkan dimensi hidrolis dari saluran drainase dan untuk mengetahui debit kapasitas pada saluran eksisting maupaun saluran yang akan direncanakan. Rumus yang akan digunakan untuk menghitung debit kapasitas adalah dengan menggunakan rumus manning, yaitu :
Q = 1
n A R2/3S1/2 (2.40)
Keterangan:
Q = Debit aliran (m3/detik)
P = Keliling basah (m) R= Jari – jari hidrolis (m) A= Luas penampang basah (m2)
n = Koefisien kekasaran Manning S = Kemiringan dasar saluran V= Kecepatan rata-rata (m/det) 2.5.1. Geometri Saluran
Dalam perencanaan drainase, dimensi saluran harus direncanakan agar memperoleh tampang yang ekonomis.
1. Saluran Berbentuk Trapesium
Penampang berbentuk trapesium umumnya dipakai untuk debit yang besar dan untuk mengalirkan air hujan, limbah domestik dan irigasi. Saluran ini memerlukan cukup ruang.
Gambar 2.12. Saluran Berbentuk Trapesium
Untuk penampang berbentuk trapesium luas penampang basah (A), keliling basah (P), Jari-jari hidrolis (R) dihitung dengan persamaan:
A = (b+ mh)h (2.41) P = b + (2.h
√
m2+1 ) (2.42) R = AP (2.43) Keterangan :
A = Luas penampang basah saluran (m) P = Keliling basah saluran (m)
R = Jari-jari hidrolis (m) b = Lebar dasar saluran (m) h = Tinggi muka air rencana (m) m = Kemiringan talud (m) = 1 : m 2. Saluran Berbentuk Segi Empat
Bentuk penampang empat persegi panjang dipakai untuk menampung dan mengalirkan limpasan air dengan debit-debit yang besar, untuk membuat saluran seperti ini biasanya dibuat pada daerah yang memiliki luasan kecil,
hanya didukung oleh konstruksi yang kokoh dan digunakan untuk saluran air hujan, air rumah tangga, dan lain - lain. Sifat alirannya terus – menerus dengan fluktuasi yang kecil.
Gambar 2.13. Saluran Berbentuk Segi Empat
Untuk penampang berbentuk persegi panjang luas penampang basah (A), keliling basah (P), Jari-jari hidrolis (R) dihitung dengan persamaan:
A = b.h (2.44) P = 2h+b (2.45) R = A
P (2.46) Keterangan :
A = Luas penampang basah saluran (m) P = Keliling basah saluran (m)
R = Jari-jari hidrolis (m) b = Lebar dasar saluran (m) h = Tinggi muka air rencana (m) 3. Saluran Berbentuk Penampang Segitiga
Saluran ini jarang untuk ditemui karena digunakan pada lahan yang cukup terbatas. Berfungsi untuk menampung dan mengalirkan limpasan air hujan untuk debit yang kecil
Gambar 2.14. Saluran Berbentuk Segitiga
Untuk penampang berbentuk segitiga luas penampang basah (A), keliling basah (P), Jari-jari hidrolis (R) dihitung dengan persamaan:
A = 1
2 a.t (2.47)
P = s + s + s (2.48)
R = A
P (2.49)
Keterangan :
A = Luas penampang basah saluran (m) P = Keliling basah saluran (m)
R = Jari-jari hidrolis (m) a = Lebar dasar saluran (m) t = Tinggi muka air rencana (m) s = Panjang sisi saluran (m) 4. Saluran Berbentuk Setengah Lingkaran
Berfungsi untuk menyalurkan limpasan air hujan untuk debit yang kecil.
Bentuk saluran ini umumnya digunakan untuk saluran-saluran rumah penduduk dan pada sisi jalan perumahan yang padat[ CITATION Kri17 \l 1033 ].
Gambar 2.15. Saluran Berbentuk Setengah Lingkaran
Untuk penampang berbentuk setengah lingkaran luas penampang basah (A), keliling basah (P), Jari-jari hidrolis (R) dihitung dengan persamaan:
A = 1
2 π r2 (2.50)
P = π r (2.51)
R = r
2 (2.52)
Keterangan :
A = Luas penampang basah saluran (m) P = Keliling basah saluran (m)
R = Jari-jari hidrolis (m) r = Jari-jari lingkaran (m)
π = Rasio ketetapan lingkaran ( 22
7 atau 3,14) 2.5.2. Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kekasaran dinding saluran, radius hidrolik serta kemiringan memanjang dasar saluran. “Semakin haluslicin dinding saluran dalam arti semakin kecil koefisien semakin besar kecepatan aliran, selanjutnya semakin besar radius hidrolik R dan kemiringan dasar saluran I semakin besar pula kecepatan aliran”. 2 Penampang basah saluran ditentukan oleh bentuk dan dimensi saluran, penampang yang ideal adalah penampang yang secara hidrolik paling ekonomis, dimana besarnya radius hidrolik sama atau mendekati setengah kedalaman air dalam saluran. Sehingga dari uraian di atas sangat jelas bahwa, kapasitas saluran sangat ditentukan: bentuk dan dimensi penampang saluran A, besarnya radius hidrolik R dan kemiringan dasar saluran serta kemiringan memanjang dasar saluran I. selain itu untuk saluran drainase perlu juga dipertimbangkan bentuk penampang saluran mampu mengalirkan sedimen saat aliran air dalam kondisi minimum, sehingga senantiasa dapat membersihkan dirinya.
2.5.3. Material Penampang Salauran
Beberapa bahan material yang umum digunakan pada penampang saluran drainase adalah saluran beton, pasangan batu, dan juga bata lapis mortar.
1. Saluran beton
Menurut SNI 03-6966-2003 Saluran air hujan beton pracetak berlubang didefinisikan sebagai saluran air hujan yang dibuat dari bahan beton bertulang dengan perlubangan sesuai design dan kriteria yang telah ditetapkan, dibuat dengan system pracetak. Seperti contoh pada saluran u ditch. Saluran u ditch berfungsi untuk mengalirkan atau meresapkan air
hujan dari suatu tempat ketempat lain nya. Pasangan batu
2. Pasangan batu banyak digunakan pada bangunan-bangunan irigasi, baik dalam bentuk pasangan batu secara utuh atau dikombinasikan dengan beton. pasangan batu perlu didukung dengan peralatan yang memadai, diantaranya penggunaan mesin pengaduk untuk mendaptkan hasil adukan yang baik. Adapun kelebihan dari pasangan batu yaitu:
a. Kemudahan pengerjaan/Workability,adukan harus memiliki Workability yang baik.
b. Sifat kuat, c. Sifat kedap air
d. Sifat pengisapan air dari permukaan bahan pasangan.
e. Jenis bangunan/bagian bangunan.
3. Bata lapis mortar
Mortar merupakan bahan pengikat antar bahan bangunan biasanya terdiri dari campuran air, agregat halus dan bahan lain nya. Mortar biasanya digunakan untuk mengikat blok bangunan dan untuk merekatkan pasangan bata. Adapun kelebihan bata lapis mortar antara lain;
a. Mortar bertindak sebagai perekat, mengikat bata atau batu menjadi satu.
b. Untuk melindungi sambungan struktur.
c. Untuk melindungi permukaan bata.
d. Untuk membuat lapisan alas yang rata di antara rangkaian bata yang berbeda dan mendistribusikan beban secara merata pada lapisan bawah.
e. Untuk mengisi sambungan antara batu bata atau batu untuk pembuatan lapisan kedap air.
f. Untuk meningkatkan tampilan struktur.