TUGAS
REVIEW 10 JURNAL YANG BERKAITAN DENGAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Pengantar Manajemen Pelayanan Kesehatan Dosen pengampu: Nurul Fajriah Istiqamah, S.KM., M.Kes
Oleh:
Nama: Mauly Nastiti NIM: 210304502040
Kelas: E
PRODI ADMINISTRASI KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEOLARAGAHAN UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
Ju dul
1. KEBIJAKAN KEPERAWATAN BERBASIS KINERJA DI RSU TANGERANG
Tahun 2012
Penulis HM. Hafizurrachman, Laksono Trisnantoro, dan Adang Bachtiar
Latar belakang
Di Rumah Sakit Umum (RSU) Tangerang salah satu tolok ukur pelayanan berkualitas adalah tercapainya kinerja maksimal Sumber Daya Manusia Rumah Sakit (SDM RS) dengan perawat RS sebagai ujung tombaknya. Untuk menjamin tercapainya prestasi tersebut diperlukan suatu kebijakan yang menjamin terselenggaranya hal tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang bertujuan menghasilkan kebijakan keperawatan berbasis kinerja melalui upaya kecocokan penempatan kerja bagi perawat dan upaya memberikan perlindungan terhadap risiko serta bahaya pekerjaan keperawatan di RSU Tangerang.
Metode
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian menggunakan desain kualitatif konfirmatori interpertatif melalui cara yang digunakan oleh Michael Hill yaitu analisis tentang kebijakan (analysis of policy) dan analisis untuk kebijakan (analysis for policy) yang informasinya dikumpulkan melalui cara – cara Telaah Dokumen (TD) Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam (WM) terutama tentang kebijakan yang berkaitan dengan kinerja perawat secara umum dan dengan mengetahui kinerja yang fit to work serta melindungi perawat dari keadaan risk and hazard pekerjaannya (analysis of policy), untuk dibuat rekomendasi kebijakan keperawatan yang sesuai (analysis for policy). Waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan (Februari sampai Agustus 2011)
Hasil penelitian Penelitian kebijakan yang menghasilkan analysis of policy berupa empat komponen isi, implementasi, hasil dan lingkungan kebijakan di RSU Tangerang. Pada analysis of policy (Tabel 1) digambarkan pemetaan kebutuhan dalam menghasilkan kinerja yang tinggi yang berorientasi pada kecocokan tempat kerja dan terlindungi dari risiko serta bahaya pekerjaan keperawatan yang akan dipakai untuk menghasilkan suatu strategi kebijakan keperawatan di RSU Tangerang.
Kinerja menjadi ukuran dan perhatian manajemen rumah sakit antara lain melalui pengaturan beban kerja perawat yang seimbang dan tidak berlebihan, adanya standardisasi perlindungan kerja
sehingga pelayanan prima dapat diwujudkan dan patient safety yang menjadi tolok ukur lainnya akan keberhasilan suatu RS dapat menonjol dan dapat memberikan kebanggaan kepada semua stakeholder RSU Tangerang.
Sementara itu, belum terpenuhinya hasil kinerja yang maksimal di RSU Tangerang karena belum adanya aturan yang terkait dengan hal diatas yaitu penyediaan tempat kerja yang sesuai dengan minat dan kemampuan pekerja serta adanya perlindungan yang maksimal dari risiko dan bahaya pekerjaan keperawatan yang dapat terjadi, sehingga usulan yang disusun mengarah pada pemenuhan hal tersebut. Prakondisi untuk terselenggaranya kebijakan atau aturan keperawatan perlu pula disusun berdasarkan visi rumah sakit itu sendiri. Adapun terselenggaranya aturan tersebut sebagaimana yang disampaikan pada analysis for policy antara lain jenis pekerja apa yang diperlukan, jumlah biaya, pola pengaturannya, aturan jenjang karier, perhitungan tingkat kelelahan dan hal – hal lain yang diperlukan untuk terpenuhinya aturan/kebijakan tersebut.
Kesimpulan
Untuk itu, perlu dibuat suatu tools yang dapat memprediksi kinerja perawat sehingga sumber daya yang ada dapat sesuaikan dengan kinerja yang dihasilkan.
J udul
2. PERAN PENYELENGGARA PELAYANAN KESEHATAN PRIMER SWASTA DALAM JAMINAN
KESEHATAN DI KABUPATEN BANDUNG
Tahun 2010
Penulis Sharon Gondodiputro dan Henni Djuhaeni
Latar belakang
Selain pembiayaan, Penyelenggara Pelayanan Kesehatan (PPK) dalam skema jaminan kesehatan sangat penting, khususnya PPK I baik milik pemerintah maupun swasta yang merupakan gate keeper dari rangkaian pelayanan kesehatan melalui asuransi.
Sebagian besar (92.14%) PPK I di Kabupaten Bandung merupakan milik swasta, terdiri dari 561 DPUS, 392 bidan praktik swasta dan 154 balai pengobatan sehingga perlu dipersiapkan keterlibatannya dalam pelaksanaan jaminan kesehatan.
Metode Desain penelitian ini merupakan desain survei dengan menggunakan kuesioner terbuka dan dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian 1. Telah terjalin kerja sama antara DPUS dan BPS dengan pihak
ketiga.
2. DPUS bekerja sama dengan 20 jenis pihak ketiga meliputi 10 jenis badan penyelenggara asuransi, 3 jenis badan usaha milik negara dan 7 jenis perusahaan/pabrik swasta. Selanjutnya, BPS bekerja sama dengan 14 jenis pihak ketiga meliputi 8 jenis badan penyelenggara asuransi, 2 jenis badan usaha milik negara dan 4 jenis perusahaan/pabrik swasta.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme pembayaran yang diberikan saat ini oleh pihak ketiga terhadap DPUS yang terbanyak (43%) adalah pembayaran per kepala serta klaim kepada pihak ketiga (39%).
4. Bagi PPK I yang sudah dikontrak oleh pihak ketiga, sebagian besar (95%) DPUS bersedia melanjutkan kontrak dengan pihak ketiga bahkan untuk BPS seluruhnya (100%) ingin melanjutkan kontrak.
5. Alasan tidak bersedia dikontrak oleh pihak ketiga. Hasil penelitian menunjukkan beberapa alasan utama yang ditinjau dari berbagai aspek, mengapa DPUS dan BPS menolak kerja sama dengan pihak ketiga.
6. Hasil penelitian tentang cara pembayaran yang diinginkan oleh DPUS maupun BPS memberikan gambaran yang tidak terlalu berbeda yaitu sebagian besar dari mereka menginginkan pembayaran perkepala atau klaim kepada pihak ketiga
Kesimpulan
Hanya 27% DPUS dan 21% BPS yang telah mengadakan kerja sama dengan pihak ke-tiga melalui mekanisme pembayaran terbanyak adalah per kepala serta klaim kepada pihak ketiga.
Walaupun persentase kerja sama masih sedikit, namun sebagian besar DPUS maupun BPS bersedia melanjutkan kontrak dan bagi yang belum bekerja sama dengan pihak ketiga, sebagian besar ingin mulai menjalin kontrak Kesinambungan kontrak serta adanya kontrak baru menunjukkan sudah ada permintaan (demand) maupun permintaan kembali sebagai provider asuransi kesehatan.
Ju dul
3. PENYUSUNAN INDIKATOR KLINIS
Tahun 2011
Penulis Devi Tandrasari , Tjahjono Koentjoro , dan Hanevi Djasri
Latar belakang
Pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan oleh setiap orang, termasuk pelayanan di rumah sakit. Indikator klinis digunakan sebagai alat bantu kualitas yang memungkinkan pengukuran yang obyektif untuk menilai apakah telah disediakan pelayanan yang terbaik bagi konsumen atau pasien. RSUP Dr. Sardjito sejak tahun 2000 telah menyusun dan mengukur kinerja pelayanan klinis menggunakan indikator klinis namun Indikator tersebut belum disusun secara sistematis berdasarkan jenis pelayanan yang penting yang dapat diberikan oleh dokter dalam Staf Medis Fungsional (SMF) di rumah sakit.
Metode Penelitian kualitatif dengan menggunakan rancangan penelitian action research.
Hasil penelitian
Sepuluh indikator klinis sepakat untuk diukur di SMF Obstetri dan Ginekologi. Berdasarkan hasil kuesioner, kesepuluh indikator klinis tersebut disetujui oleh sebagian besar dokter. Dari sepuluh indikator klinis, terdapat satu indikator yang tidak memiliki data, yaitu numerator dari indikator klinis untuk pelayanan partus normal/partus vaginal. Hasil uji coba menunjukkan dua indikator klinis memiliki nilai pencapaian 0. Kesepakatan dalam workshop finalisasi yaitu perlu perubahan dan perbaikan definisi operasional, nilai standar pencapaian dan ketersediaan data yang ada.
Kesimpulan
SMF Obstetri dan Ginekologi akan melakukan pengukuran untuk sepuluh indikator klinis yang telah tersusun. Indikator klinis yang tidak memiliki ketersediaan data akan tetap diukur dengan membuat formulir khusus. Perubahan dan perbaikan definisi operasional dan pencapaian nilai standar perlu pembicaraan lebih lanjut.
Ju dul
4. ANALISIS BIAYA MUTU DALAM PENINGKATAN MUTU LAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS
Tahun 2012
Penulis Tri Astuti Sugiyatmi, Muhammad Arifai, dan Tjahjono Koentjoro Latar belakang Banyaknya keluhan pelanggan bahkan sampai tuntutan hukum
menunjukkan mutu pelayanan kesehatan yang rendah. Dukungan dari pihak terkait dalam membangun mutu masih kurang.
Perhitungan biaya mutu di Puskesmas diperlukan untuk memperoleh gambaran biaya cost of good quality yang harus
dialokasikan dalam anggaran. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi biaya mutu dan upaya membangun mutu Puskesmas melalui komitmen manajemen puncak dan dukungan stakeholder di Puskesmas Kabupaten Sleman.
Metode Jenis penelitian ini adalah studi kasus deskriptif dengan rancangan desain multikasus terjalin.
Hasil penelitian
Rata-rata biaya mutu Puskesmas SMM Rp 70.000.803,00, sedangkan di Puskesmas non-SMM mencapai Rp31.421.450,00 termasuk di dalamnya terdapat biaya kegagalan eksternal sebesar Rp252.500,00. Berdasarkan kategori biaya mutu pada Puskesmas SMM adalah 67% pencegahan, 33% pengawasan, serta 0% untuk kegagalan internal dan eksternal. Pada Puskesmas non SMM adalah 92%, 7%, 0% dan 1% secara berturutan. Kesimpulan:
Rerata biaya mutu pada Puskesmas SMM 2,2 kali lebih tinggi daripada Puskesmas Non SMM. Biaya pencegahan perlu ditingkatkan dengan komitmen manajemen puncak dan dukungan stakeholder berupa pengalokasian anggaran.
Kesimpulan
Upaya menginisiasi mutu Puskesmas dapat diawali dengan menguatkan komitmen manajemen puncak dan adanya dukungan stakeholder yang berupa pengalokasian anggaran biaya mutu untuk menciptakan cost of good quality
J udul
5. UPAYA MANAJEMEN RUMAH SAKIT DALAM MENDUKUNG KOLABORASI ANTARA DOKTER
UMUM DAN SPESIALIS DI INSTALASI GAWAT DARURAT
Tahun 2014
Penulis Lussy Messiana Gustantini dan Mubasysyir Hasanbasri
Latar belakang
Dokter umum memainkan peranan besar dalam memberikan pelayanan instalasi gawat darurat. Sebagai anggota tim, dokter umu sering berbeda pendapat dengan spesialis. Masalah dalam komunikasi dan koordinasi sering berdampak pada buruknya pelayanan. Kondisi ini memiliki konsekuensi hukum bagi rumah sakit.
Metode Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dan eksploratif ini memperoleh data dari wawancara mendalam, dokumen rumah sakit, serta observasi partisipatif dan observasi lapangan.
Hasil penelitian Dokter umum dan spesialis memiliki hubungan kerja yang buruk yang dapat memiliki konsekuensi hukum dalam penatalaksanaan
pasien di instalasi gawat darurat. Faktor individu seperti kurangnya kepercayaan spesialis terhadap kompetensi dokter umum, kedekatan social, sikap arogansi spesialis terhadap dokter umum, belum lengkapnya standar pelayanan di instalasi gawat darurat, serta ketidakpatuhan dokter terhadap kebijakan dan peraturan rumah sakit yang kesemuanya merupakan hambatan dalam melaksanakan Kerjasama di instalasi gawat darurat.
Manajemen rumah sakit, disisi lain, mengambil posisi yang lemah di hadapan dokter – dokter. Manajemen rumah sakit gagal memprioritaskan penyusunan dan pelaksanaan hospital bylaws yang mengontrol permasalahan koordinasi dan komunikasi profesi. Manajemen rumah sakit memiliki masalah dalam sistem kontrak dengan dokter masih lemah karena ketidakjelasan prosedur dalam proses rekrutmen, pembekalan dokter jaga, dan standar pelayanan di instalasi gawat darurat. Situasi ini diperberat dengan konteks kerja yang lemah, budaya saling menyalahkan, tidak ada pertemuan pertemuan – pertemuan informal antar dokter, praktik tahu sama tahu dalam pengawasan dan pembinaan terhadap staff medis, serta kurangnya ketegasan manajemen terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh dokter terhadap kebijakan dan peraturan rumah sakit.
Kesimpulan
Penilitian ini menunjukkan bahwa dokter umum dan dokter spesialis gagal memahami konsekuensi hukum dari Kerjasama yang buruk dalam pelayanan darurat. Jika seorang manajer rumah sakit menerapkan hospital bylaws secara tegas keengganan dan hambatan dalam kerja sama antar dokter, isu personal, dan professional bias dalam praktik kedokteran tidak lagi menjadi sumber layanan yang buruk. Penelitian ini juga menekankan agar manajer rumah sakit tidak ragu – ragu Menyusun dan mengimplementasikan hospital bylaws secara mengikat bagi semua pekerja rumah sakit.
J udul
6. PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN AKREDITASI PUSKESMAS TERHADAP MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
MASYARAKAT DALAM MEWUJUDKAN PRODUKTIVITAS KERJA
Tahun 2018
Penulis Ira Susanti Ensha
Latar belakang
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Puskesmas merupakan garda depan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014 tentang ”Pusat Kesehatan Masyarakat”, merupakan landasan hukum dalam penyelenggaraan Puskesmas. Puskesmas yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksplanasi dengan teknik evaluasi
Hasil penelitian
Implementasi Kebijakan Akreditasi Puskesmas berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat dalam Mewujudkan Produktivitas Kerja Pegawai. Sehingga dari perhitungan tersebut diketahui bahwa Implementasi Kebijakan Akreditasi Puskesmas secara signifikan pula berdampak terhadap Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang dengan sendirinya akan Mewujudkan Produktivitas Kerja Pegawai. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kualitas Produktivitas Kerja Pegawai tidak hanya dipengaruhi oleh Implementasi Kebijakan Akreditasi Puskesmas saja, namun juga dipengaruhi oleh Manajemen Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Dimana faktor Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Staffing (Pengadaan tenaga kerja), Directing (Pengarahan), Coordinating (Pengkoordinasian), Reporting (Pelaporan), dan Budgeting (Pengganggaran) menjadi faktor penentu dalam mewujudkan Produktivitas Kerja Pegawai di UPT Puskesmas Pameungpeuk (Iskandar, 2017).
Kesimpulan
Kesimpulannya bahwa Implementasi kebijakan akreditasi Puskesmas berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap manajemen pelayanan kesehatan masyarakat dalam mewujudkan produktivitas kerja.
J udul
7. PENGARUH PELAKSANAAN KEBIJAKAN TENTANG PUSKESMAS DAN DUKUNGAN SARANA PRASARANA TERHADAP MANAJEMEN
PELAYANAN KESEHATAN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA
Tahun 2017
Penulis Wiati Kartini
Latar belakang
Pentingnya produktivitas dalam meningkatkan kesejahteraan telah disadari secara universal, tidak ada jenis kegiatan manusia yang tidak mendapatkan keuntungan dari produktivitas yang ditingkatkan sebagai kekuatan untuk menghasilkan lebih banyak barang maupun jasa. Salah satu pendekatan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan/ masyarakat adalah dengan meningkatkan kualitas produk, kesesuaian tarif, promosi, dan tempat yang terjangkau.
Metode Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis kuantitatif dengan teknik survei
Hasil penelitian
Diperoleh hasil penelitian bahwa secara simultan maupun parsial Pengaruh pelaksanaan kebijakan tentang Puskesmas dan dukungan sarana prasarana berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap terhadap manajemen pelayanan kesehatan untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai pada Puskesmas di Kabupaten Garut.
Kesimpulan
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kebijakan tentang Puskesmas dan dukungan sarana prasarana berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengaruh terhadap manajemen pelayanan kesehatan untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai pada Puskesmas di Kabupaten Garut. Meskipun menunjukan pengaruh yang relatif lemah dikarenakan belum optimalnya penerapan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, secara empiris hasil pengujian hipotesis ini memberikan gambaran bahwa pelaksanaan kebijakan tentang Puskesmas dan dukungan sarana prasarana dapat memberikan pengaruh pada terwujudnya produktivitas kerja pegawai pada Puskesmas..
Ju dul
8. EVALUASI PENERAPAN SISTEM INFORMASI TRANSAKSI PUSKESMAS DI KABUPATEN BANTAENG PROPINSI SULAWESI SELATAN
Tahun 2010
Penulis Sudarianto, Haryanto, dan Anis Fuad
Latar belakang
Sistem informasi kesehatan merupakan salah satu dari empat strategi utama pembangunan kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan telah mencoba menerapkan sistem informasi di Puskesmas yang berbasis elektronik dengan nama Sistem Informasi Transaksi Puskesmas (Sitrapus) di Kabupaten Bantaeng sejak tahun 2006. Akan tetapi belum pernah dilakukan evaluasi mengenai keefektifan program tersebut.
Metode
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif pada Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng dan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi sebagai metode pengumpulan data.
Hasil penelitian
Dari segi proses pengembangan Sitrapus belum melibatkan operator secara mendalam dalam perancangan sistem, pengoperasian Sitrapus belum tersosialisasi dengan baik sehingga pengguna masih merasa terbebani, belum ada struktur organisasi yang khusus menangani sistem informasi, masih kurangnya pembinaan, dan belum adanya technical support yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan Sitrapus. Output Sitrapus menghasilkan laporan tentang penyakit tetapi belum akurat, belum relevan dengan kebutuhan organisasi karena hanya tentang penyakit, tetapi dapat mempermudah pekerjaan karena lebih cepatnya pencarian data. Hasil Sitrapus dimanfaatkan di Puskesmas sebagai dasar untuk menghitung retribusi, sedangkan akses data ke kabupaten belum tepat waktu.
Kesimpulan
Penerapan Sitrapus di Kabupaten Bantaeng belum optimal karena proses penerapannya belum berjalan sesuai dengan kaidah siklus pengembangan sistem dan outputnya hanya mengenai informasi penyakit.
J udul
9. HUBUNGAN PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN MOTIVASI KERJA DAN STRES KERJA
PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU
Tahun 2015
Penulis Lusia Salmawati, Sumarni DW, dan Soebijanto
Latar belakang
Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) harus diterapkan di semua tempat kerja, termasuk rumah sakit yang mempunyai risiko tinggi terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan kerja yang terjadi pada petugas kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor penyebab sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas, keterampilan pekerja yang kurang memadai, serta rendahnya motivasi tenaga kerja yang berbanding lurus dengan tingginya tingkat stres kerja pada petugas kesehatan.
Metode
Penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional survey.
Sampel terdiri dari 82 perawat yang dipilih secara acak dari total 434 perawat. Kuesioner menggunakan skala likert yang terdiri dari 34 jenis mengenai implementasi SMK3, 18 jenis mengukur motivasi kerja dan 22 jenis mengukur stres kerja yang telah divalidasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan menggunakan korelasi pearson product moment.
Hasil penelitian
Terdapat korelasi yang lemah dan tidak signifikan antara penerapan SMK3 dengan motivasi kerja pada perawat (R 0,092; p 0,0412). Demikian pula korelasi antara penerapan SMK3 dengan stres kerja pada perawat di rumah sakit umum Anutapura Palu (R 0,011; p 0,0919).
Kesimpulan Studi ini menemukan hubungan yang lemah dan tidak signifikan antara penerapan SMK3 dengan motivasi kerja dan stres kerja pada perawat di rumah sakit umum Anutapura Palu.
J udul
10. ANALISIS KEBUTUHAN SUMBER DAYA PROMOSI KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
SOLOK, SUMATERA BARAT
Tahun 2012
Penulis Syukra Alhamda Latar belakang
Pelaksanaan program promosi di rumah sakit merupakan upaya untuk memperdayakan petugas dan masyarakat rumah sakit lainnya dalam memelihara, meningkatkan dan melidungi kesehatannya, melalui peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan dalam berperilaku hidup sehat di rumah sakit.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam pada Direktur RSUD Solok, Kasi Kepegawaian, Koordinator Promosi Kesehatan di Rumah Sakit (PKRS), Kasi Pelayanan, Kepala Ruangan, Kepala Instalasi dan Petugas Poliklinik yang dianggap mewakili seluruh program yang berintegrasi dengan promosi kesehatan di rumah sakit, serta melakukan telaah dokumen terhadap proses pelaksanaannya.
Hasil penelitian
Pelaksanaan program promosi kesehatan belum berjalan dengan baik dan belum sesuai dengan petunjuk pada buku pedoman pelaksanaan promosi kesehatan di rumah sakit yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI. Fasilitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan serta pedoman dan prosedur tetap pelaksanaan promosi kesehatan bagi seluruh petugas masih kurang. Sebagian besar petugas belum mempunyai pemahaman yang sama mengenai jumlah tenaga penanggung jawab promosi kesehatan.
Kesimpulan
Pihak manajemen dan para pengambil keputusan agar menempatkan tenaga yang sesuai dengan latar pendidikan promosi kesehatan disertai minat dan bakat dalam promosi kesehatan di rumah sakit, dan tak kalah pentingnya memberikan pelatihan- pelatihan taupun training bagi petugas yang sudah ada. Bagi pihak manajemen RSUD Solok beserta koordinator PKRS agar membuat perencanaan promosi kesehatan terpadu dengan program – program lainnya di rumah sakit, sehingga tujuan promosi kesehatan di rumah sakit dapat tercapai dengan baik.