UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2024/2025 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA Mata Kuliah : Tindak Pidana Tertentu dalam KUHP Hari/Tanggal : Jumat/11 Juli 2025
Dosen : I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti, SH., MH Petunjuk Ujian:
a. Ujian take home, mahasiswa mengerjakan ujian dari rumah b. Jawaban dikerjakan langsung dalam lembar soal;
c. Hasil ujian take home dikumpulkan dalam link g-drive yang telah dipersiapkan oleh koordinator kelas
d. Batas waktu pengumpulan tanggal 11 Juli 2025, Pk. 24.00 Wita
Nama : Muhammad Fahreza NIM : 2304551314
Kelas : N
Mata Kuliah : Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP 1946 atau KUHP WvS.
SOAL: menganalisa kasus tindak pidana tertentu dalam KUHP 1946 atau KUHP WvS
1. Kasus Maria dan Tiara
Maria seorang gadis berusia 19 tahun, sedang mengandung 8 bulan (hasil hubungan gelap) menuju suatu klinik untuk menggugurkan kandungannya (merasa malu karena pacarnya tidak mau bertanggungjawab). Sampai di klinik ternyata terdapat seorang wanita yang mempunyai nasib serupa yaitu Tiara 21 tahun dengan usia kandungan 7 bulan. Kepada Maria, Jack seorang dokter telah memberikan obat pengugur, akan tetapi karena usia kehamilan tua obat tersebut justru mendorong bayi Maria lahir. Karena takut akan kemungkinan buruk yang akan terjadi, Maria berencana membunuh bayinya dibantu oleh Kiwil seorang perawat. Ternyata Tuhan mempunyai rencana lain, Maria sadar dan mengurungkan niatnya. Akhirnya bayi Maria selamat akan tetapi mengalami gangguan pada organ pernafasannya.
Sementara itu, terhadap Tiara obat penggugur Jack bekerja dengan baik akan tetapi yang terjadi bukan gugur melainkan mati dalam kandungan. Pada saat Jack yang dibantu Kiwil dan Kartika (seorang bidan) hendak mengeluarkan bayinya, Tiara yang mengidap asma mengalami sesak nafas hebat dan akhirnya meninggal. Beberapa saat setelah kejadian, warga yang mengetahui adanya kejadian ini melapor ke kantor polisi. Akhirnya polisi langsung turun ke TKP dan menemukan para pelaku serta korban.
Pertanyaan:
1. Apakah ada perbuatan pidana dalam kasus tersebut? Jika ya, apa bentuk perbuatannya dan diatur dalam pasal berapa?
2. Unsur−unsur apa yang harus dipenuhi agar perbuatan tersebut dapat diancam pidana?
3. Siapa sajakah yang dapat dipertanggungjawabkan dalam kasus tersebut?
Jelaskan mengapa demikian?
4. Ancaman pidana apa yang dapat dijatuhkan pada para pelaku dalam kasus tersebut? Jelaskan.
HASIL ANALISA:
1. Ya, dalam kasus ini terdapat beberapa perbuatan pidana yang dapat diidentifikasi. Pertama, tindak pidana aborsi atau pengguguran kandungan yang dilakkukan oleh Maria sebagai wanita yang mengandung. yang diatur dalam Passal 346 KUHP yang menyatakan bahwa seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau membunuh kandungannya atau menyruh orang lain untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Yang kedua, pengguguran kandungan yang dilakukan oleh Jack sebagai dokter terhadap Maria dan Tiiara dengan persetujuan mereka, yang diatur dalam Pasal 348 KUHP yang mengatur barang siapa yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorag wanita dengan persetujuannya diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. dan diperberat karena Jack adalah dokter yang memberikan pemberatan pidana dengan penambahan sepertiga dan pencabutan hak untuk menjalankan profesi. yang Ketiga, tindak pidana kelalaian yang menyebabkan kematian yang dilakukan oleh Jack terhadap Tiara, yang diatur dalam Pasal 359 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun, dimana Jack lalai tidak mengantisipasi risiko komplikasi pada Tiara yang menderita asma sehingga menyebabkan kematian. Adapun rencana Maria untuk membunuh bayinya yang dibantu Kiwil tidak dapat dikategorikan sebagai percobaan pembunuhan karena Maria mengurungkan niatnya atas kehendaknya sendiri, sehingga tidak memenuhi unsur percobaan dalam Pasal 53 KUHP yang mensyaratkan bahwa tidak selesainya pelaksanaan bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
2. Untuk memenuhi unsur-unsur tindak pidana dalam kasus ini, pertama-tama dalam Pasal 346 KUHP yang dikenakan pada Maria harus terpenuhi unsur objektif berupa perbuatan menggugurkan atau mematikan kandungan yang dilakukan oleh seorang wanita yang mengandung terhadap kandungannya sendiri, serta unsur subjektif berupa kesengajaan dimana pelaku dengan sengaja melakukan perbuatan tersebut dengan niat untuk menggugurkan kandungan. Dalam kasus Maria, unsur-unsur ini terpenuhi karena ia dengan sengaja datang ke klinik untuk menggugurkan kandungannya yang berusia 8 bulan karena merasa malu ditinggal pacar. Untuk Pasal 348 KUHP yang dikenakan pada Jack, Kiwil, dan Kartika, unsur objektif yang harus dipenuhi adalah perbuatan menggugurkan atau mematikan kandungan yang dilakukan oleh orang lain terhadap kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, sedangkan unsur subjektifnya adalah kesengajaan untuk melakukan perbuatan tersebut. Dalam
kasus ini, Jack dengan sengaja memberikan obat pengugur kandungan kepada Maria dan Tiara dengan persetujuan mereka, sementara Kiwil dan Kartika membantu dalam proses tersebut.
Adapun pemberatan dalam Pasal 349 KUHP berlaku karena Jack, Kiwil, dan Kartika adalah tenaga medis yang terikat sumpah profesi. Untuk Pasal 359 KUHP yang dikenakan pada Jack terkait kematian Tiara, unsur objektif yang harus dipenuhi adalah adanya perbuatan kelalaian yang menyebabkan matinya orang lain serta adanya hubungan kausal antara kelalaian dan kematian, sedangkan unsur subjektifnya adalah kealpaan atau ketidakhati-hatian. Dalam kasus ini, Jack lalai tidak mengantisipasi risiko komplikasi pada Tiara yang menderita asma, dan kelalaian tersebut memiliki hubungan kausal dengan kematian Tiara.
3. Para pihak yang dapat dipertanggungjawabkan dalam kasus ini adalah Maria berdasarkan Pasal 346 KUHP karena ia dengan sengaja melakukan pengguguran kandungan terhadap kandungannya sendiri, dimana ia memiliki kemampuan bertanggung jawab secara hukum pada usia 19 tahun dan melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran penuh tanpa adanya alasan pemaaf atau pembenar yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidananya. Jack dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan Pasal 348 jo. 349 KUHP karena ia dengan sengaja memberikan obat pengugur kandungan kepada Maria dan Tiara dengan persetujuan mereka, dan sebagai dokter ia mendapat pemberatan pidana karena melanggar sumpah profesi dan kode etik kedokteran, serta dapat pula dipertanggungjawabkan berdasarkan Pasal 359 KUHP karena kelalaiannya dalam tidak mengantisipasi risiko komplikasi pada Tiara yang menderita asma sehingga menyebabkan kematian. Kiwil sebagai perawat dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan Pasal 348 jo. 349 KUHP karena ia membantu Jack dalam melakukan pengguguran kandungan dan sebagai tenaga medis mendapat pemberatan pidana, dimana ia berperan sebagai pembantu (medepleger) dalam tindak pidana tersebut. Kartika sebagai bidan juga dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan Pasal 348 jo. 349 KUHP karena ia membantu dalam proses pengeluaran janin Tiara dan sebagai tenaga medis mendapat pemberatan pidana.
Adapun Tiara tidak dapat dipertanggungjawabkan karena telah meninggal dunia, meskipun secara teoritis ia dapat dikenakan Pasal 346 KUHP karena telah melakukan pengguguran kandungan terhadap kandungannya sendiri.
4. Ancaman pidana yang dapat dijatuhkan pada para pelaku dalam kasus ini bervariasi sesuai dengan perbuatan dan status masing-masing pelaku. Maria dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 346 KUHP dengan pidana penjara paling lama empat tahun, namun dalam praktiknya kemungkinan akan dijatuhi pidana sekitar 1-2 tahun penjara mengingat usia mudanya, keadaan
yang memojokkan, dan adanya penyesalan yang ditunjukkan dengan mengurungkan niat membunuh bayinya. Jack sebagai dokter dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 348 jo. 349 KUHP dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan yang ditambah sepertiga menjadi tujuh tahun empat bulan, serta dapat dicabut haknya untuk menjalankan profesi kedokteran, dan secara alternatif dapat pula diancam berdasarkan Pasal 359 KUHP dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun terkait kematian Tiara, dimana dalam praktiknya kemungkinan akan dijatuhi pidana sekitar 3-5 tahun penjara disertai pencabutan izin praktik kedokteran. Kiwil sebagai perawat dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 348 jo. 349 KUHP dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun empat bulan serta pencabutan hak untuk menjalankan profesi keperawatan, dimana dalam praktiknya kemungkinan akan dijatuhi pidana sekitar 2-3 tahun penjara disertai pencabutan izin praktik keperawatan. Kartika sebagai bidan dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 348 jo. 349 KUHP dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun empat bulan serta pencabutan hak untuk menjalankan profesi kebidanan, dimana dalam praktiknya kemungkinan akan dijatuhi pidana sekitar 2-3 tahun penjara disertai pencabutan izin praktik kebidanan.
Pemberatan ancaman pidana bagi tenaga medis dalam Pasal 349 KUHP mencerminkan tanggung jawab khusus profesi medis yang terikat sumpah untuk tidak membahayakan pasien (primum non nocere), dan pencabutan hak menjalankan profesi merupakan sanksi tambahan yang bertujuan melindungi masyarakat dari tenaga medis yang telah melanggar kode etik profesi.
2. Kasus SPBU berbuntut panjang
Pada suatu ketika di SPBU terjadi antrean panjang untuk membeli bahan bakar. Merasa antreannya disalip, Budi langsung emosi dan membentak Joko yang tepat berada di depannya. Tidak terima dengan perlakuan Budi, Joko langsung mendorongnya sehingga mengenai Wati yang berada di belakang Budi hingga terjatuh dari sepeda motornya (belakangan Wati diketahui menderita luka bakar pada kaki akibat terkena mesin motor yang panas sehingga harus dirawat di rumah sakit dalam waktu 3 hari). Seketika itu, Budi pun langsung membalas dengan melayangkan pukulan beberapa kali, sehingga Joko tergeletak tidak sadarkan diri. Melihat kejadian tersebut, Iwan seorang sopir bemo yang pada waktu itu juga membeli bahan bakar langsung melarikan Joko ke rumah sakit. Karena tergesa−gesa, sesaat sebelum sampai di rumah sakit, Iwan secara tidak sengaja menyenggol pejalan kaki bernama Yanti sehingga mengalami luka ringan pada lengan. Serangkaian kasus ini berbuntut panjang sampai akhirnya ditangani oleh pihak kepolisian.
Pertanyaan: Analisalah kasus tersebut diatas dengan memperhatikan:
1. Apakah terdapat perbuatan pidana 2. Apa bentuk pokok perbuatan pidananya 3. Siapa yang bersalah dalam kasus tersebut
4. Untuk dapat dipertanggungjawabkan, unsur−unsur apa sajakah yang harus dipenuhi para pelaku.
5. Bagaimana mekanisme pidana dan pemidanaannya HASIL ANALISA:
1. Berdasarkan analisis terhadap kasus yang terjadi di SPBU, terdapat beberapa perbuatan pidana yang dapat diidentifikasi dalam rangkaian kejadian tersebut. Perbuatan Budi yang memukul Joko hingga tidak sadarkan diri merupakan tindak pidana penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP, demikian pula dengan perbuatan Joko yang mendorong sehingga mengakibatkan Wati terjatuh dan mengalami luka bakar juga dapat dikategorikan sebagai penganiayaan karena perbuatannya menimbulkan luka pada korban meskipun tidak secara langsung. Sementara itu, perbuatan Iwan yang menyenggol Yanti saat mengantar Joko ke rumah sakit merupakan tindak pidana kelalaian yang menyebabkan luka-luka sebagaimana diatur dalam Pasal 360 KUHP.
2. Bentuk pokok dari perbuatan pidana dalam kasus ini adalah penganiayaan untuk perbuatan Budi dan Joko yang diatur dalam Pasal 351 KUHP, serta kelalaian yang menyebabkan luka-luka untuk perbuatan Iwan yang diatur dalam Pasal 360 KUHP. Penganiayaan yang dilakukan Budi terhadap Joko berupa kekerasan fisik langsung dengan memukul beberapa kali, sedangkan penganiayaan yang dilakukan Joko terhadap Wati terjadi secara tidak langsung melalui perbuatan mendorong yang mengakibatkan korban terjatuh dan mengalami luka bakar.
Kelalaian yang dilakukan Iwan berupa kurang hati-hati dalam mengemudi sehingga menyenggol pejalan kaki dan menyebabkan luka ringan.
3. Pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dalam kasus ini adalah Budi, Joko, dan Iwan, masing-masing dengan tingkat kesalahan yang berbeda. Budi bertanggung jawab atas perbuatan penganiayaan terhadap Joko yang dilakukan dengan sengaja sebagai bentuk pembalasan, Joko bertanggung jawab atas perbuatan penganiayaan terhadap Wati meskipun tidak secara langsung karena akibat dari perbuatan mendorongnya, dan Iwan bertanggung jawab atas kelalaiannya dalam mengemudi yang mengakibatkan Yanti terluka meskipun perbuatannya dilakukan dalam konteks menolong orang lain.
4. Untuk dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, setiap pelaku harus memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban yang terdiri dari unsur objektif dan subjektif serta unsur pertanggungjawaban. Unsur objektif meliputi adanya perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dimana semua pelaku telah melakukan perbuatan yang diatur dalam KUHP, akibat yang ditimbulkan berupa luka-luka pada korban, dan hubungan kausal antara perbuatan dan akibat yang jelas terlihat dalam setiap kasus. Unsur subjektif berupa kesengajaan terpenuhi pada Budi yang sengaja memukul Joko dan pada Joko yang sengaja mendorong meskipun tidak sengaja mengenai Wati, sedangkan pada Iwan berupa kelalaian karena kurang hati-hati dalam mengemudi. Unsur pertanggungjawaban meliputi kemampuan bertanggung jawab dimana semua pelaku adalah orang dewasa dan sehat mental, adanya kesalahan baik berupa kesengajaan maupun kelalaian, serta tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapuskan kesalahan.
5. Mekanisme pidana dan pemidanaan dalam kasus ini dimulai dari tahap penyelidikan oleh kepolisian untuk mengumpulkan bukti-bukti awal, dilanjut dengan penyidikan yang lebih mendalam dan penyerahan berkas ke kejaksaan, kemudian penuntutan di pengadilan dimana jaksa akan mendakwa para pelaku, pemeriksaan di pengadilan dimana hakim akan menilai
bukti-bukti dan mengeluarkan putusan, serta eksekusi putusan apabila ada pidana yang dijatuhkan. Ancaman pidana untuk penganiayaan berdasarkan Pasal 351 KUHP adalah penjara maksimal 2 tahun 8 bulan atau denda maksimal Rp 4.500 untuk penganiayaan biasa, sedangkan jika mengakibatkan luka berat dapat dipidana maksimal 5 tahun penjara, sementara untuk kelalaian berdasarkan Pasal 360 KUHP ancaman pidananya adalah penjara maksimal 9 bulan atau denda maksimal Rp 4.500. Dalam praktik, hakim akan mempertimbangkan faktor-faktor yang memberatkan seperti perbuatan dilakukan di tempat umum dan mengakibatkan korban harus dirawat di rumah sakit, serta faktor-faktor yang meringankan seperti tidak adanya rencana sebelumnya dan khusus untuk Iwan bahwa perbuatannya dilakukan dalam rangka menolong orang lain, sehingga dimungkinkan adanya penyelesaian melalui mediasi penal atau diversi mengingat sifat spontan dari perbuatan-perbuatan tersebut.