13. jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelanuntuk tamu yang menginap; dan jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4A Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis Barang dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai;
Dengan telah diundangkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, maka atas peraturan pelaksanaan khususnya yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku selama ini perlu diadakan penyesuaian. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan merubah pengelompokan barang yang menjadi objek Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dengan menaikkan atau menurunkan tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah terhadap beberapa kelompok barang tertentu dan menghapuskan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas produk air mineral, yaitu:
PADA DASARNYA PENGADAAN BARANG / JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN WAJIB MENERAPKAN PRINSIP DASAR PENGADAAN SEBAGAIMANA DIATUR DALAM KEPPRES 80 TAHUN 2003 JO PERPRES NO. 85 TAHUN 2006 JO PERPRES 54 TAHUN 2010 PRINSIP DASAR TERSEBUT ADALAH SEBAGAI BERIKUT :
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa agar sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik, sehingga hasil Pengadaan Barang/Jasa dapat bermanfaat untuk memperlancar penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan memenuhi kebutuhan masyarakat, dipandang perlu menetapkan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa;
Menindaklanjuti Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan Peraturan Kepala LKPP Nomor 17 Tahun 2012 tentang E-Purchasing, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-undang Nomor 8 Than 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak dikenakan PPN, yaitu:
TUBAN APBN 28 PENGADAAN BAHAN PEMBUATAN DISPLAY PAMERAN KEPURBAKALAAN MUSEUM MAJAPAHIT PENGADAAN LANGSUNG Rp 188.360.000 KAB.. MOJOKERTO APBN 29 PENCETAKAN BUKU DARI MAJAPAHIT UNTUK INDO[r]
a. bahwa dalam rangka mensinergikan kebijakan Barang Kena Pajak tertent: yang bersiat strategis di bidang pangan, perlu mengubah kriteria dan/ atau nncian ternak yang merupakan Barang Kena Pajak tertentu yang bersiat strategis yang atas 1mpor , dan/ atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
b. menetapkan pemenang pada Pelelangan atau penyedia pada Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai diatas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Perubahannya; dan
a. Surat Edaran Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penjelasan Lebih Lanjut Pasal 89 ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Pembayaran Prestasi Pekerjaan Yang Telah Terpasang Pada Pekerjaan Konstruksi; dan
Sej ak berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 t ent ang Paj ak Pert ambahan Nilai Barang dan Jasa dan Paj ak Penj ualan At as Barang Mewah pada t anggal 1 April 1985, cakupan pengenaan PPN t erhadap Pengusaha Kena Paj ak adalah sampai dengan t ingkat Pabrikan dan Penyalur Ut ama. Dengan Perat uran Pemerint ah Nomor 28 Tahun 1988, cakupan pengenaan PPN ini diperluas sampai dengan t ingkat Penyalur dan Pedagang Besar/ Grosir. Sesuai dengan perkembangan dunia usaha pada umumnya dan perdagangan pada khususnya, sert a unt uk meningkat kan penerimaan paj ak dan pemerat aan beban paj ak, dipandang perlu unt uk memperluas cakupan pengenaan PPN sampai dengan t ingkat Pedagang Eceran Besar.
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, serta untuk menjamin kelancaran dan tertib administrasi pelaksanaan penyesuaian (inpassing) dalam Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, dipandang perlu menetapkan Petunjuk Teknis Pengangkatan Dalam Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa Melalui Mekanisme Penyesuaian (Inpassing);
Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam hal ini, diatur dalam penjelasan pasal 4A ayat (2) huruf b yang kemudian diadaptasi oleh pasal 1 jo. Pasal 3 PP No. 144 Tahun 2000. Selanjutnya, penjabaran lebih lanjut mengenai hal ini dilakukan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 653/KMK.03/2001 tanggal 27 Desember 2001 tentang Barang- barang kebutuhan pokok yang atas impor dan penyerahannya tidak dikenakan pajak pertambahan nilai, yang berlaku surut sejak 1 Januari 2001. Peraturan pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-68/PJ./2002 tanggal 4 Februari 2002. Adapun petunjuk pelaksanaannya dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.51/2002 tanggal 4 Februari 2002. Dalam peraturan pelaksaanaan ini dirinci jenis barang kebutuhan pokok dimaksud yang meliputi:
dalam golongan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak pada prinsipnya terkena PPN. Oleh karena itu Wajib pajak yang dalam kegiatan usahanya dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak). Fungsi pengukuhan selain dipergunakan untuk mengetahui identitas PKP yang sebenarnya juga berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN serta untuk pengawasan administrasi perpajakan. Adapun kewajiban PKP di bidang PPN tersebut adalah memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang.
Pajak ini akan tidak terhutang oleh pengusaha karena pembatasan masa berlakunya Undang-undang ini, sehingga adalah suatu syarat keadilan bahwa pajak yang telah diperhitungkan dengan tidak semestinya dalam harga jual atau penggantian, diberikan kembali oleh pengusaha kepada penerima barang atau kepada orang, untuk siapa dilakukan jasa.
Selanj ut nya set elah bangunan at au barang t idak bergerak t ersebut selesai dikerj akan, maka j asa pemborongan seluruhnya diserah-kan kepada penerima j asa. Dalam hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 t ent ang Paj ak Pert ambahan Nilai Barang dan Jasa dan Paj ak Penj ualan at as Barang Mewah sebagaimana t elah beberapa kali diubah t erakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, paj ak t erut ang pada saat penyerahan Jasa Kena Paj ak it u dilakukan, meskipun pembayaran lunas j asa pemborongan t ersebut belum dit erima ol eh Pemborong at au Kont rakt or.
a. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN atau PPN dan PPnBM) yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak (BKP dan/atau JKP) kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta Pejabatnya dapat dibebaskan dengan Surat Keterangan Bebas PPN atau PPN dan PPnBM yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing atas nama Direktur Jenderal Pajak.