Pada dasarnya kenakaln remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Kartini Kartono () mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai kelainan dan disebut kenakalan. Dalam Bakolok Impres No:6 (1977) buku pedoman 8, dikatakan bahwa kenakalan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Singgih D.Gumarso mengatakan dari segi hukum kenakaln remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu: 1) kenakaln yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantur dalam ubdabg- undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum; 2) kenakaln yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum bila dilakukan orang dewasa.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang mempergunakan dua metode pengumpulan data. Pertama menggunakan metode sosiometri untuk mengukur atau mengetahui penolakan temansebaya. Metode yang kedua dengan mempergunakan angket yang bersifat terbuka untuk mengetahui bentuk perilaku anti sosial subyek penelitian.Teknik analisa data yang dipergunakan adalah analisa data secara deskriptif. Penelitian ini bertempat di SLTAN 2
digunakan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang dengan karakteristik usia 12 – 18 tahun, memiliki kekasih dan remaja yang konform. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara semi terstruktur. Uji keabsahan data menggunakan teknik triangulasi yaitu informan dari teman-teman subyek dalam kelompok. Analisa data dilakukan dengan cara mereduksi data, menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, tabel, dan menarik kesimpulan.
Penerimaan dan penolakan teman sepergaulan serta akibat-akibat yang ditimbulkannya dapat mempengaruhi perilaku dan bentuk-bentuk tingkah laku sosial yang menyimpang yang bercirikhaskan cenderung merusak, melanggar peraturan- peraturan dan menyerang. Lingkup bidang-bidang peraturan yang dilanggar meliputi : hak milik (mencuri dan merusak hak milik), bidang seks dan hubungan dengan orang lain (menyerang dengan tiba-tiba dan berkelahi). Diantara sebab umum tingkah laku itu adalah karena remaja yang bersangkutan tidak memiliki sikap, perasaan dan ketrampilan tertentu sebagaimana dituntut dalam tugas-tugas perkembanganya sehingga remaja tersebut mengabaikan norma-norma masyarakat. Pengabaian karena tidak tahu dan tidak mau tahu terhadap peraturan yang ada, menimbulkan pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Remaja pada saat ini sudah banyak yang mengkonsumsi rokok. Keadaan remaja yang sudah mulai merokok sering telihat di lingkungan masyarakat sekitar. Hal ini sangat memprihatinkan, kondisi remaja yang berperilaku merokok dapat merugikan remaja tersebut dan orang lain yang berada di dekatnya. Telah jelas tertulis peringatan “merokok membunuhmu” pada bungkus rokok. Banyak iklan rokok dijalan, dan televisi yang mencantumkan peringatan tersebut. Namun, masih banyak fenomena remaja merokok di lingkungan masyarakat. Salah satu faktor remaja dapat terpengaruh mengkonsumsi rokok salah satunya adalah konformitas temansebaya. Pengaruh lingkungan pergaulan remaja sangat berpengaruh pada proses timbulnya perilaku merokok yang muncul pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas temansebaya dengan perilaku merokok pada remaja. Peneliti menggunakan metode kuantitatif untuk mencapai tujuan penelitian. Sample dalam penelitian ini adalah siswa laki-laki SMK Al-Islam Surakarta. Teknik analisis dalam penelitian ini adalah uji korelasi product Moment.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara harga diri dan interaksi temansebaya dengan kepercayaan diri remaja awal. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Ampel Kab. Boyolali yang berjumlah 210 siswa, dengan sampel penelitian ini sebanyak 131 siswa. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah simple random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah skala harga diri, skala interaksi temansebaya dan skala kepercayaan diri. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dan chow test. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara harga diri dan interaksi temansebaya dengan kepercayaan diri remaja awal. Harga diri memiliki kategori sedang serta interaksi temansebaya dan kepercayaan diri memiliki kategori rendah. Hasil analisis menunjukkan sumbangan efektif harga diri terhadap kepercayaan diri sebesar 4,68% dan sumbangan efektif interaksi temansebaya terhadap kepercayaan diri sebesar 25,12%. Total sumbangan efektif harga diri dan interaksi temansebaya terhadap kepercayaan diri adalah 29,8%. Meskipun demikian, pengaruh harga diri dan interaksi temansebaya terhadap kepercayaan diri antara laki-laki dan perempuan tidak berbeda secara signifikan.
Hasil penelitian, yaitu: (1) Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara penerimaan temansebaya dengan penyesuaian sosial pada remaja wanita yang mengalami obesitas.(2) Tingkat penerimaan temansebaya tergolong tinggi. (3) Tingkat penyesuaian sosial tergolong tinggi. (4) Sumbangan penerimaan temansebaya terhadap penyesuaian sosial sebesar 0,239 atau 23,9%. Hal ini berarti masih terdapat 74,1% dari beberapa variabel lain yang mempengaruhi penyesuaian sosial.
Remaja cenderung untuk membuat standar seksual sesuai dengan standar temansebaya secara umum, remaja cenderung untuk menjadi lebih aktif secara seksual apabila memiliki kelompok temansebaya yang demikian, serta apabila mereka mempercayai bahwa teman sebayanya aktif secara seksual (disamping kenyataan bahwa teman sebayanya sebenarnya memang aktif atau tidak secara seksual) pengaruh kelompok temansebaya pada aktivitas seksual remaja terjadi melalui dua cara yang berbeda, namun saling mendukung, pertama, ketika kelompok temansebaya aktif secara seksual, mereka menciptakan suatu standar normatif bahwa hubungan seks bebas adalah suatu yang dapat diterima, kedua, temansebaya menyebabkan perilaku seksual satu sama lainnya secara langsung, baik melalui komunikasi diantara teman ataupun dengan pasangan seksualnya.
Hasil wawancara dengan salah satu siswa Sekolah Menengah Atas di Kutai Kartanegara yang dilakukan di ruang BK Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Kartanegara (SMA YPK) pada bulan Agustus 2010: tidak mengikuti mata pelajaran tertentu pada jam sekolah, mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi, atau merokok pada jam sekolah. Kenakalan remaja yang mereka lakukan dikarenakan kurang memiliki keberanian untuk menolak ajakan kelompok teman sebayanya. Siswa tersebut takut mengatakan tidak karena takut ditinggalkan dan tidak ingin disebut anak ³sok alim´.
siswa (18 laki-laki dan 14 perempuan) diperoleh 100% siswa kurang mempunyai kepercayaan diri dengan latar belakang dan alasan yang berbeda-beda. 18,75% disebabkan karena merasa tidak bebas beraktifitas apabila terjadi perubahan fisik pada tubuhnya, 25% disebabkan karena merasa malu bergaul dengan teman, 25% disebabkan karena takut perkembangan tubuhnya berbeda dengan siswa lain, 15,625% disebabkan karena sulit memulai pembicaraan dengan orang lain dan 15,625% disebabkan karena sulit beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Keberadaan kelompok temansebaya merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial remaja, namun terjadinya konformitas dan nonkonformitas terhadap tekanan temansebaya akan sangat tergantung pada kualitas kepribadian remaja itu sendiri (Lora, 2014, hlm. 5). Santrok (2002, hlm. 223) mengatakan bahwa nonkonformitas muncul ketika individu mengetahui apa yang diharapkan oleh orang-orang sekitarnya, tetapi dirinya tidak menggunakan harapan tersebut untuk mengarahkan tingkah lakunya.
Keberadaan geng motor di Kota Bandung semakin meresahkan masyarakat terkait aksi-aksi kekerasan dan kriminal yang mereka tampilkan seperti tawuran antar geng, perampokan dengan kekerasan, pengrusakan tempat umum, bahkan penganiayaan hingga menyebabkan kehilangan nyawa. Aktivitas yang penuh resiko dan melanggar hukum yang kerap kali dilakukan ini menjadi alasan kekhawatiran banyak pihak terutama para orang tua dan penyelenggara dunia pendidikan mengingat sebagian besar dari mereka yang terlibat dalam geng motor termasuk dalam kategori usia remaja.
;p=0,000 (p < 0,01). Artinya ada hubunganpositif antara interaksi temansebaya dengan perilaku konsumtif pada remaja di SMAN 2 Ngawi. Variabel perilaku konsumtif memiliki rerata empirik (RE) = 60,33 dan rerata hipotetik (RH) = 55, dan variabel ineraksi temansebaya memiliki rerata empirik (RE) = 70,50 dan rerata hipotetik (RH) = 67,5. Sumbangan efektif dari variabel interaksi temansebaya dengan perilaku konsumtif remaja sebasar 29,7% sisanya terdapat 70,3% faktor lain yang mempengaruhi perilaku konsumtif.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan triangulasi yaitu perpaduan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis yang dipakai termasuk dalam jenis pararel dengan metode kualitatif lebih dominan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa remaja pertama kali merokok pada rentang usia 9-12 tahun, alasan remaja pertama kali merokok adalah pengaruh temansebaya dan coba-coba, alasan lain remaja merokok adalah pengaruh iklan rokok yang dianggap cukup menarik. Remaja perokok didalam keluarganya sebagian besar memiliki anggota keluarga lain yang juga perokok. Konsumsi rokok dalam satu hari sebagian besar remaja menghabiskan lebih dari 1 bungkus. Sebagian remaja berpendapat bahwa merokok memiliki manfaat namun sebagian lain berpendapat bahwa rokok tidak memiliki manfaat sama sekali. Hal yang membuat remaja sulit untuk berhenti merokok karena merasakan perasaan tidak enak ketika tidak merokok dan diejek teman.
teman, maka sangatlah tidak mungkin orangtua dapat mengontrol secara penuh. Ada dua kemungkinan dari setiap keputusan yang di ambil oleh seorang remaja. Kemungkinan pertama berasal dari pengaruh orangtua yang selalu dekat dan memberikan nasihat serta kepedulian maupun kasih sayang. Kemungkinan kedua berasal dari lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar dapat berupa guru atau temansebaya. Guru maupun temansebaya berpengaruh terhadap setiap keputusan remaja jika tidak ada atau hanya sedikit saja peran orangtua dalam perkembangan para remaja.
korelasi (r) sebesar 0,090 dengan signifikansi (p) = 0,221; (p>0,05) artinya bahwa terdapat hubungan positif yang tidak signifikan antara konformitas temansebaya dengan perilaku merokok, sehingga dapat dijelaskan bahwa tidak terdapat hubungan antara konformitas temansebaya dengan perilaku merokok. Maka hipotesis dalam penelitian ini ditolak. Menurut penjelasan Mu’tadin (2000) faktor faktor perilaku merokok salah satunya adalah pengaruh teman. Namun demikian, faktor lain yang dapat menyebabkan perilaku merokok pada remaja yaitu pengaruh orang tua yang berperilaku merokok dan dari iklan yang dilihat. Semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman- temannya adalah perokok dengan alasan agar remaja tersebut dapat diterima dilingkungannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konformitas temansebaya maka akan tinggi pula perilaku merokok, begitu sebaliknya semakin rendah konformitas maka semakin rendah pula perilaku merokok.
Berdasarkan hasil analisis terdapat hasil bahwa nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,090 dengan Signifikansi (p) = 0,221; (p>0,05), sehingga hipotesis ditolak, artinya bahwa ada hubungan positif yang tidak signifikan antara konformitas temansebaya dengan perilaku merokok pada remaja SMK Al-Islam Surakarta. Sehingga dapat dikatakan tidak terdapat hubungan antara konformitas temansebaya dengan perilaku merokok pada remaja SMK Al-Islam Surakarta. Variabel konformitas temansebaya pada subjek tergolong sedang dengan rerata empirik (RE) 24,93 serta rerata hipotetik (RH) 27,5. Variabel perilaku merokok pada subjek tergolong rendah dengan rerata empirik (RE) 38,37 serta rerata hipotetik (RH) 50.
Tujuan dalam penelitian ini, yaitu : untuk mengetahui hubungan antara interaksi temansebaya dengan perilaku pacaran pada remaja. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara interaksi temansebaya dengan perilaku pacaran pada remaja. Subyek dalam penelitian ini sebanyak 132 orang remaja, penelitian ini memakai studi cluster random sampling, yaitu semua kelompok dalam populasi diberi peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala interaksi temansebaya dan perilaku pacaran. Teknik analisis data menggunkan korelasi product moment.
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar -0,108 dengan sig= 0,101 p>0,05. Hal ini berarti tidak ada hubungan antara interaksi temansebaya dengan perilaku merokok pada remaja. Variabel interaksi temansebaya memiliki rerata empirik (RE) sebesar 83,35 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 62,5 yang berarti interaksi temansebaya tergolong tinggi. Sedangkan variabel perilaku merokok memiliki rerata empirik (RE) 67,40 sebesar dan rerata Hipotetik (RH) sebesar 87,5 yang berarti bahwa perilaku merokok tergolong rendah.