• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

C. Teknik Pengumpulan Data

1. a

Purworejo Tahun Ajaran 2013/2014?

2. Apakah hasil belajar siswa meningkat melalui pembelajaran Missouri Mathematics Project pada siswa kelas VII-A MTs N Bener Kabupaten Purworejo Tahun Ajaran 2013/2014?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa melalui pembelajaran Missouri Mathematics Project pada siswa kelas VII-A MTs N Bener Kabupaten Purworejo Tahun Ajaran 2013/2014.

2. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui pembelajaran Missouri Mathematics Project pada siswa kelas VII-A MTs N Bener Kabupaten Purworejo Tahun Ajaran 2013/2014.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang luas pada banyak pihak, antara lain:

1. Bagi Guru

a. Memperkaya alternatif pengetahuan tentang metode pembelajaran, sehingga dapat memberikan motivasi bagi peningkatan profesionalisme guru dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan.

b. Dalam proses belajar mengajar kiranya dapat menerapkan metode Missouri Mathematics Project sebagai alternatif variasi dalam strategi pembelajaran guna untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran matematika.

2. Bagi Sekolah

a. Sebagai masukan yang berharga dalam perbaikan proses pembelajaran di masa yang akan datang.

b. Dengan meningkatkan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran matematika maka guru dapat meningkatkan kualitas pelayanan dalam mengajar.

3. Bagi Peneliti

Sebagai pijakan untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project dan pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai kependidikan khususnya penerapan berbagai metode mengajar dalam proses belajar mengajar yang akan digunakan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian-penelitian sejenis.

BAB II

KAJIAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Keaktifan Belajar a. Definisi Keaktifan

Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, cara belajar siswa aktif bukanlah hal yang baru. Bahkan dalam teori pengajaran, cara belajar siswa aktif merupakan konsekuensi logis dari pengajaran yang seharusnya. Artinya merupakan tuntutan logis dari hakikat belajar dan hakikat mengajar. Menurut Nana Sudjana, (2010: 20)

“Hampir tidak pernah terjadi proses belajar tanpa adanya keaktifan individu atau siswa yang belajar”.Dapat disimpulkan bahwa keaktifan adalah suatu kegiatan, kesibukan baik fisik maupun nonfisik.

Menurut Hisyam Zaini, Bermawy Munthe dan Sekar Ayu Aryani, (2008: 14) “Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif”. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berati mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok, memecahkan persoalan atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran,

10

tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya peserta didik akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.

b. Definisi Belajar

Menurut Nana Sudjana, (2010: 5) “Belajar adalah proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang”. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Pengertian yang lain yaitu menurut Muhibbin Syah, (2010: 87) “Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan”. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada disekolah maupun dilingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Selanjutnya menurut Oemar Hamalik, (2001: 27) “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman”.

Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan.

Sejalan dengan perumusan diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut nampak dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan yang lain.

c. Definisi Keaktifan Belajar

Berdasarkan definisi keaktifan dan definisi belajar yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi guru dan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan belajar. Belajar tidak pernah sepi dari aktivitas. Menurut Wina Sanjaya (2006: 132),

“aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental”.

Keaktifan yang dimaksudkan di sini penekanannya pada siswa, sebab dengan adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan tercipta situasi belajar aktif.

Belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Belajar aktif sangat diperlukan oleh siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimum. Ketika siswa pasif atau hanya menerima informasi dari

guru saja, akan timbul kecenderungan untuk cepat melupakan apa yang telah diberikan oleh guru.

Menurut Nana Sudjana, (2010: 20) mengemukakan bahwa:

Ada keaktifan belajar kategori rendah, sedang, dan ada pula keaktifan belajar kategori tinggi. Seandenya dibuat rentangan skala keaktifan dari 0 – 10, maka keaktifan belajar ada dalam skala 1 sampai 10, tidak ada skala nol betapapun kecilnya keaktifan tersebut.

Dengan demikian, hakikat keaktifan pada dasarnya adalah cara atau usaha mempertinggi atau mengoptimalkan kegiatan belajar siswa dalam proses pengajaran. Sebagai konsep, cara belajar siswa aktif adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subjek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga ia betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar.

Pengertian tersebut menunjukan bahwa cara belajar siswa aktif menempatkan siswa sebagai inti dalam kegiatan belajar mengajar.

Siswa dipandang sebagai objek dan sebagai subjek.

Dilihat dari subjek didik, cara belajar siswa aktif merupakan proses kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam rangka belajar.

Dilihat dari segi guru atau pengajar, cara belajar siswa aktif merupakan bagian strategi mengajar yang menuntut keaktifan optimal subjek didik. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan cara belajar siswa aktif adalah salah satu cara strategi belajar-mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subjek didik

seoptimal mungkin sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien.

Untuk melihat terwujudnya cara belajar siswa aktif dalam proses belajar mengajar, terdapat beberapa indikator cara belajar siswa aktif. Melalui indikator cara belajar siswa aktif dapat dilihat tingkah laku mana yang muncul dalam suatu proses belajar mengajar berdasarkan apa yang dirancang oleh guru. Menurut Nana Sudjana (2010: 21) menyatakan indikator tersebut dilihat dari lima segi, yakni:

a. dari sudut siswa, dapat dilihat dari:

1) keinginan, keberanian menampilkan aktivitas, kebutuhan, dan permasalahanya;

2) keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses dan kelanjutan belajar;

3) penampilan berbagai usaha atau kekreatifan belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar sampai mencapai keberhasilanya;

4) kebebasan atau keleluasaan melakukan hal tersebut di atas tanpa tekanan guru atau pihak lainya (kemandirian belajar).

b. dilihat dari sudut guru, tampak:

1) adanya usaha mendorong, membina gairah belajar dan partisipasi siswa secara aktif;

2) bahwa peranan guru tidak mendominasi kegiatan proses belajar siswa;

3) bahwa guru memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut cara dan keadaan masing-masing;

4) bahwa guru menggunakan berbagai jenis metode mengajar serta pendekatan multimedia.

c. dilihat dari segi program, hendaknya:

1) tujuan instruksional serta konsep maupun isi pelajaran itu sesuai dengan kebutuhan, minat, serta kemampuan subjek didik;

2) program cukup jelas dapat dimengerti siswa dan menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar;

3) bahan pelajaran mengandung fakta atau informasi, konsep, prinsip, dan ketrampilan

d. dilihat dari situasi belajar, tampak adanya:

1) iklim hubungan intim dan erat antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, guru dengan guru, serta dengan unsur pimpinan di sekolahan;

2) gairah serta kegembiraan belajar siswa sehingga siswa memiliki motivasi yang kuat serta keleluasaan mengembangkan cara belajar masing-masing.

e. dilihat dari sarana belajar, tampak adanya:

1) sumber-sumber belajar bagi siswa;

2) fleksibilitas waktu untuk melakukan kegiatan belajar;

3) dukungan dari berbagai jenis media pengajaran;

4) kegiatan belajar siswa yang tidak terbatas di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas.

Dengan adanya tanda-tanda di atas, akan lebih mudah bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Setidak-tidaknya memberikan rambu-rambu bagi guru dalam melaksanakan cara belajar siswa aktif.

2. Model Pembelajaran

a. Definisi Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru dikelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Menurut Joice dan Weil dalam bukunya Fadjar Shadiq (2009:

7) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut.

a) sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaanya secara nyata (Joyce dan Weil, 1986 : 14).

Contohnya, bagaimana kegiatan pendahuluan pada

proses pembelajaran dilakukan? Apa yang akan terjadi berikutnya?

b) sistem sosial (the social system) yang menunjukan peran dan hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Pada suatu model, guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.

c) prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukan bagaimana guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dillakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk hal-hal yang berkait dengan kreativitas.

d) sistem pendukung (support system) yang menunjukan segala sarana, bahan, dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.

Oleh karena itu, Toeti Soekamto dan Winataputra (1995:78) mendefinisikan.

model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Toeti Soekamto dan Winataputra (1995:84-85) menyatakan 10 model pembelajaran, diantaranya :

model pencapaian konsep, model latihan penelitian, model sinektiks, model pertemuan kelas, model investigasi kelompok, model latihan laboratoris, model kontrol diri, dan model simulasi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model-model pembelajaran merupakan kerangka konseptual sehingga model-model pembelajaran dapat digunakan sebagai acuan pada kegiatan perancangan kegiatan yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Definisi Model Pembelajaran Missouri Mathematict Project

Model Pembelajaran Missouri Mathematict Project adalah salah satu model yang secara empiris melalui penelitian yang terstruktur yang dikemas dalam langkah-langkah sebagai berikut menurut Convey dalam bukunya Al Krismanto (2009: 11).

Langkah I : Review

guru dan siswa meninjau ulang apa yang telah tercakup pada pelajaran yang lalu (10 menit). Yang ditinjau adalah : PR, mencongak, atau membuat prakiraan.

Langkah II : Pengembangan

guru menyajikan ide baru dan perluasan konsep matematika terdahulu. Siswa diberi tahu tujuan pelajaran yang memiliki “antisipasi” tentang sasaran pelajaran.

Penjelasan dan diskusi interaktif antara guru dan siswa harus disajikan termasuk demonstrasi kongkrit yang sifatnya piktorial atau simbolik. Guru merekomendasikan 50% waktu pelajaran untuk pengembangan.

Pengembangan akan lebih bijaksana bila dikombinasikan dengan kontrol latihan untuk meyakinkan bahwa siswa mengikuti penyajian materi baru itu.

Langkah III : Kerja Kooperatif

siswa diminta merespon satu rangkaian soal sambil guru mengamati apabila terjadi miskonsepsi. Pada latihan terkontrol ini respon setiap siswa sangat menguntungkan bagi guru dan siswa. Pengembangan dan latihan terkontrol dapat saling mengisi dengan total waktu 20 menit. Guru harus memasukan rincian khusus tanggung jawab kelompok dan ganjaran individual berdasarkan

pencapaian materi yang dipelajari. Siswa bekerja sendiri atau dalam kelompok belajar kooperatif.

Langkah IV :(Seat Work) / Kerja Mandiri

untuk latihan / perluasan mempelajari konsep yang disajikan guru pada langkah 2 (pengembangan). Alokasi waktu 15 menit.

Langkah V : Penugasan / PR.

siswa membuat rangkuman pelajaran, membuat renungan tentang hal – hal baik yang sudah dilakukan serta hal – hal kurang baik yang harus dihilangkan. Kemudian Guru memberi tugas PR.

Dalam model ini siswa diberikan lembar tugas yang berisi sederet soal ataupun perintah untuk mengembangkan suatu ide atau konsep matematika. Lembar tugas ini dapat diselesaikan secara kelompok (pada langkah latihan terkontrol), secara individu (pada langkah seatwork) maupun seluruh siswa dalam kelas (pada langkah pengembangan). Missouri Mathematict Project mempunyai penekanan pada belajar kooperatif dan kemandirian siswa. Dengan penggunaan model pembelajaran Missouri Mathematict Project memungkinkan untuk terjadi interaksi tingkat tinggi karena dalam pembelajarannya terjadi beberapa interaksi antara guru dan siswa, siswa dan siswa, bahkan dengan media dan sumber belajar.

Karakteristik model pembelajaran Missouri Mathematict Project adalah adanya lembar tugas. Micella (2011) menyatakan lembar tugas ini diharapkan:

a) Memungkinkan siswa menjadi kreatif dalam mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan yang berbeda-beda.

b) memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan pertanyaan mereka sendiri dan mencoba menjawabnya.

c) memberikan masalah-masalah sebagai cara alternatif mendemonstrasikan pembelajaran dan kompetensi siswa.

d) memberi kesempatan untuk berinteraksi secara positif dan bekerja sama dengan teman di kelasnya.

e) memberikan forum bagi siswa untuk berbagi pembelajaran dan kepandaian mereka dengan siswa lain.

Ditinjau dari langkah-langkah yang termuat dalam model Missouri Mathematict Project, Rachmadi Widdiharto (2004) menyebut beberapa kelebihan dari model ini, antara lain:

a) penggunaan waktu yang diatur dengan relatif ketat sehingga banyak materi yang dapat tersampaikan pada siswa.

b) banyak latihan sehingga siswa terampil dalam menyelesaikan berbagai macam soal.

c) adanya perpaduan antara belajar kooperatif dan belajar mandiri dalam setiap pembelajarannya.

Selain beberapa kelebihan, model pembelajaran ini juga mempunyai kelemahan. Dalam model pembelajaran Missouri Mathematics Project terdapat kegiatan diskusi yaitu pada langkah III (Kerja Kooperatif). Diskusi mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya:

1. sering terjadinya pembicaraan dalam diskusi dikuasai 2 atau 3 orang siswa yang memiliki ketrampilan berbicara.

2. kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan menjadi kabur.

3. dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada

pihak yang merasa tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.

Untuk mengantisipasi kelemahan di atas, yakni:

1. guru diharuskan lebih memperluas interaksi belajar, yaitu guru dengan siswa-siswa yang kurang memiliki ketrampilan berbicara.

2. guru harus memasukan rincian khusus tanggung jawab kelompok dan ganjaran individual berdasarkan pencapaian materi yang dipelajari agar pembahasan dalam diskusi tidak meluas.

3. guru mengontrol serta harus berperan aktif, dalam kegiatan diskusi agar perbedaan pendapat yang sering terjadi dalam diskusi yang terkadang menggangu pembelajaran dapat teratasi.

Dari penjelasan tentang model pembelajaran Missouri Mathematics Project maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Missouri Mathematics Project merupakan suatu program yang didesain untuk membantu guru dalam hal efektivitas penggunaan latihan-latihan agar siswa mencapai peningkatan keaktifan yang luar biasa.

B. Tinjauan Pustaka

Sebagai pertimbangan dalam penelitian ini perlu dikemukakan beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penerapan penelitian tindakan kelas. Dari hasil penelitian sebelumnya yang ditulis oleh M. Zainal Arifin (2010), menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran Missouri Mathematics Project untuk meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran

matematika penelitian tindakan kelas siswa VIII-A MTs Yasi Kronggen Brati Semarang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian yang digunakan adalah siswa kelas VIII-A MTs Yasi Kronggen Brati Semarang dengan jumlah siswa 30 orang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji peningkatan hasil belajar materi pokok fungsi melalui penerapan model belajar Missouri Mathematics Project pada kelas VIII-A MTs Yasi Kronggen Brati Semarang. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Berdasarkan hasil penelitian dari siklus I dan II menunjukan adanya peningkatan hasil belajar peserta didik. Hasil belajar pra siklus nilai rata-rata 48,00 dan ketuntasan klasikal 42,86%, dengan peserta didik yang tuntas 10 peserta didik dari 28 peserta didik. Pada siklus I nilai rata-rata meningkat menjadi 62,07 ketuntasan klasikalnya meningkat menjadi 71,74 % dengan peserta didik yang tuntas 20 peserta didik, dan pada siklus II nilai rata-rata meningkat menjadi 71,57 dan ketuntasan klasikalnya meningkat menjadi 92,86 % dengan peserta didik yang tuntas 26 peserta didik. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa melalui model pembelajaran Missouri Mathematics Project pada materi pokok fungsi dapat meningkatkan hasil belajar siswa dikelas VIII-A.

Penelitian yang dilakukan oleh Tri Handayani (2009), tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas peserta didik dan prestasi belajar peserta didik melalui pendekatan Missouri Mathematics Project.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa, 1) pembelajaran matematika dengan pendekatan Missouri Mathematics Project dapat meningkatkan aktivitas belajar. Hal ini dapat dilihat dari: a) aktivitas peserta didik dalam mengerjakan soal latihan di depan kelas sebelum penelitian 13,16%, putaran I meningkat menjadi 21,05%, putaran II meningkat menjadi 26,32%, putaran III meningkat menjadi 63,15%. b) aktivitas peserta didik dalam mengemukakan ide sebelum penelitian 13,16%, putaran I meningkat menjadi 23,68%, putaran II meningkat menjadi 39,47%, putaran III meningkat menjadi 60,53%. c) aktivitas peserta didik bertanya sebelum penelitian 10,53%, putaran I meningkat menjadi 21,05%, putaran II meningkat menjadi 26,32%, putaran III meningkat menjadi 65,79%. d) aktivitas peserta didik dalam mengerjakan tugas sebelum penelitian 50%, putaran I meningkat menjadi 65,78%, putaran II menjadi 73,68%, putaran III meningkat menjadi 78,99%.

Hasil penelitian juga menunjukan 2) adanya peningkatan prestasi belajar peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari prestasi belajar sebelum penelitian 26,32%, putaran I meningkat menjadi 39,47%, putaran II meningkat menjadi 50%, putaran III meningkat menjadi 65,78%.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dyah Mursitowati (2009), tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui 1) pengaruh model pembelajaran Missouri Mathematics Project terhadap prestasi belajar matematika, 2) pengaruh kemandirian belajar peserta didik terhadap prestasi belajar matematika, 3) interaksi antara model pembelajaran Missouri

Mathematics Project dan kemandirian belajar peserta didik terhadap prestasi belajar matematika.

Hasil dari penelitian ini adalah: 1) Terdapat pengaruh model pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan model konvensional terhadap prestasi belajar matematika peserta didik dengan Fobs = 14,89. 2) Tidak terdapat pengaruh kemandirian belajar peserta didik terhadap prestasi belajar matematika dengan Fobs = 0,04. 3) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemandirian belajar peserta didik terhadap prestasi belajar matematika dengan Fobs = 0,28. Ini berarti model Missouri Mathematics Project lebih efektif dari model konvensional yang tidak bergantung pada kemandirian belajar peserta didik. Persamaan dan perbedaan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1.

Persamaan dan perbedaan penelitian dengan penelitian sebelumnya.

No Penelitian Persamaan Perbedaan

1 M. Zaenal

C. Kerangka Berpikir

Di dalam model pembelajaran Missouri Mathematics Project siswa dituntut untuk menyelesaikan lembar tugas yang berisi sederet soal ataupun perintah untuk mengembangkan suatu ide atau konsep matematika.

Sehingga dengan menyelesaikan lembar tugas yang berisi sederet soal serta dituntut mampu mengembangkan suatu ide atau konsep matematika maka dengan ini keaktifan siswa dapat ditingkatkan. Karena dengan menyelesaikan sederet soal, siswa terbiasa menterjemahkan suatu kalimat soal serta diharapkan mampu menyelesaikan permasalahanya sampai mencapai keberhasilanya. Lembar tugas yang berisi sederet soal ini dapat diselesaikan secara kelompok (pada langkah latihan terkontrol), pada langkah ini memungkinkan siswa berpartisipasi aktif dalam mengintegrasikan pengetahuan dan keterangan yang berbeda. Secara individu (pada langkah seatwork), sehingga dengan langkah ini memberi kesempatan kepada siswa untuk merumuskan pertanyaan mereka sendirian kemudian mencoba untuk menjawabnya. Selanjutnya diselesaikan secara bersama atau seluruh siswa dalam kelas (pada langkah pengembangan).

MMP mempunyai penekanan pada belajar kooperatif dan kemandirian siswa. Dengan penggunaan model pembelajaran Missouri Mathematics Project memungkinkan untuk terjadi interaksi tingkat tinggi karena dalam pembelajaranya terjadi beberapa interaksi antara guru dan siswa, siswa dan siswa, bahkan dengan media dan sumber belajar.

Dari uraian di atas maka penerapan model pembelajaran Missouri Mathematics Project diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa yang selanjutnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII-A MTs N Bener Kabupaten purworejo tahun 2013/2014.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai Maret 2014 di MTs N Bener Kabupaten Purworejo. Penelitian dilakukan dengan pendekatan tindakan kelas dengan mengambil siswa kelas VII-A di MTs N Bener Tahun Ajaran 2013/2014. Siswa kelas VII-A digunakan sebagai subyek penelitian yang jumlahnya 36 siswa terdiri dari 14 siswa putra dan 22 siswa putri. Faktor yang diteliti adalah faktor keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran Missouri Mathematics Project .

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa pada materi persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel dengan menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project pada siswa kelas VII-A

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa pada materi persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel dengan menggunakan model pembelajaran Missouri Mathematics Project pada siswa kelas VII-A

Dokumen terkait