• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADA ADA ADANYA BERADA

Dalam dokumen Kybernologi dan Metodologi Metodologi Il (Halaman 59-62)

SERENITY >EMPATHY >UNDERSTANDING

ADA ADA ADANYA BERADA

KEADAAN KEBERADAAN KEADAANNYA KEBERADAANNYA | | | | terdapat terjadi di mana saja kapan saja | |

---fenomena---

Gambar 36 Keadaan dengan Keberadaan Aras Teoretik dan Aras Empirik

(teoretik) adalah keadaan sesuatu (keadaannya) yang ada dan bagaimana adanya, Ada berarti exist secara objektif lepas dari kesadaran manusia. Pada aras empirik

dalam dimensi waktu dan ruang objek pengetahuan adalah keberadaan sesuatu (keberadaannya) yang ada dan berada. Berada berarti hadir di dalam waktu dan ruang. Walau ada jika tidak berada, mustahil diketahui secara empirik.

Adanya sesuatu dalam wujud keadaan (kualitatif dan kuantitatif), sedangkan

sesuatu berada dalam bentuk peristiwa atau kejadian. Peristiwa adalah keberadaan melalui proses berulang, sedangkan kejadian adalah keberadaan melalui proses sekalilalu, tidak berulang, unik, khas, kasus, satu-satunya. HUT Kemerdekaan RI berulang setiap tanggal 17 Agustus tiap tahun (peristiwa), tetapi HUT

Kemerdekaan RI tahun 2009 tidak berulang, hanya sekali itu saja (kejadian).

--- | BENTUK | |---| | PERISTIWA | KEJADIAN | ---|---|---| | | | 1 | 2| | | TEORETIK | berulangtetap | ---- | | | KEADAAN | kuantitatif | | | ARAS |---|---|---| | | | 3 | 4| | | EMPIRIK | ---- | sekalilalu | | | KEBERADAAN | | kualitatif | ---

Gambar 37 Peristiwa dan Kejadian

Setiap orang yang ada di dalam keadaan tertentu (sel 1 Gambar 37) berpeluang untuk berada dalam situasi tertentu (sel 4). Situasi tertentu itu pada gilirannya berfungsi sebagai variabel dependen (X) yang menimbulkan suasana (Y) tertentu. Suatu situasi ditandai dengan titikpusat yang disebut S. Misalnya dalam situasi S1 ada mahasiswa M merasa terlempar ke dalam situasi tidak lulus ujian, namun beroleh kesempatan mengulang dengan biaya besar. Dalam situasi lain, Sn, ada orang (N) yang jangankan beroleh kesempatan mengulang, kuliah saja tidak. Jika M hanya menempatkan dirinya pada situasi S1, ia mungkin gantung diri karena kecewa atau putusasa, Tetapi andaikata M mampu menempatkan dirinya dalam situasi Sn, ia bisa berkata kepada dirinya sendiri: “Dibanding dengan mereka, aku masih beruntung. . . . .” Orientasi ke Sn mengubah suasana hati M dari negatif menjadi positif.

Seseorang sadar mengenal situasi di dalam mana ia berada. Kesadaran senyaris apapun membawa terang bagi pikiran untuk melihat sesuatu walau masih samar

atau tidak utuh. Melalui kesadaran, orang mengenal sesuatu, berada di dalam waktu dan ruang. Setiap orang pada suatu waktu berada di dalam sebuah ruang bersituasi. Itu berarti pada saat itu kesadaran manusia terisi dengan pengalaman. Jika ia merasa sebagai bagian situasi itu, ia disebut mengalaminya. Dalam

hubungan itu, pada saat subjek mengalami objeknya, jarak antara subjek dengan objek memendek mendekati nol, dan seiring dengan itu, subjektivitas membesar dan objektivitas mengecil. Subjektivitas membuat pengetahuan serba relatif, daya generalisasi pengetahuan semakin terbatas.

Suasana “samar dan tidak utuh” dan serba relatif seperti dikemukakan di atas menggerakkan pikiran untuk melakukan penyelidikan (inquiry). Menurut John Dewey (Logics, The Theoryof Inquiry, 1955),

Inquiry is the controlled or directed transformation of an indeterminate situation into one that is so determinate in its constituent distinctions and relations as to convert the elements of the original situation into a unified whole

Jika inquiry ditafsirkan sebagai proses pemikiran, maka pemikiran adalah transformasi terkendali suatu situasi yang masih tidak menentu menjadi situasi yang susunan dan hubungan antar bagiannya jelas, dengan mengubah unsur-unsur situasi awal menjadi sebuah kesatuan yang menyeluruh. Proses tersebut semakin sulit jika disadari bahwa pada suatu saat hanya sebagian kecil objek (sasaran) pengetahuan yang terlihat dari sudut tertentu (sudut A) dengan menggunakan alat dan cara tertentu. Katakanlah pengetahuan tentang sesuatu (objek) yang dapat direkam oleh seseorang (subjek) dari sudut A itu, Y. Yang lain “tersembunyi,” sangat jauh sehingga tak terlihat, bahkan menurut metodologi objek pengetahuan tertentu hanya bisa diketahui bilamana objek itu “berkenan menampakkan dirinya kepada manusia” (Gambar 2 dan Gambar 3). “Ada” itu bukan hanya “ada” dalam kesadaran, tetapi juga “ada” di luar kesadaran. Apakah “ada” di dalam kesadaran itu sama dengan “ada” yang sesungguhnya di luar kesadaran?

Di samping itu muncul kesulitan lain. Pengamatan terhadap objek yang sama ke sudut yang lain (A1), memerlukan waktu, dan seiring dengan waktu yang

digunakan untuk itu, Y pun berubah menjadi Y1. Hal itu menunjukkan bahwa perubahan-perubahan lingkungan eksternal dan kelemahan, keterbatasan, dan kekurangan internal manusia, menyebabkan bahan pengetahuan yang pada suatu saat dianggap baru, valid dan reliable, pada saat lain sudah menjadi basi, tidak sahih, tidak dapat dipercaya, dan metode yang berhasil di lingkungan sebuah masyarakat, ternyata gagal diterapkan di dalam masyarakat lain. Dimensi waktu

mengandung makna ya ng luas sekali. Waktu bisa berarti time (pukul berapa?), duration (lamanya berapa menit?), kesempatan, urutan, perasaan (30 menit terasa lama jika menunggu, terasa cepat jika sibuk), kekuatan (terhitung.mulai kapan, sampai kapan?). Dimensi waktu sangat penting di lingkungan Ilmu Hukum. Di

lingkungan ini, sikap presiden SBY terhadap rekomendasi Tim 8 Kasus Bibit- Chandra “Cicak Lawan Buaya,” merupakan antiklimaks: jurang yang sangat curam di celah batukarang yang sangat tajam (VIVANews Rabu 25November09).

Pemikiran ilmiah tentang pemerintahan sangat rawan kekeliruan karena kebijakan apapun yang ditetapkan, pertimbangan akademik yang melatarbelakanginya selalu saja culture bound (David Easton, The Political System, 1953, 31) dan

implementasinya culturelag (G. A. Lundberg, Foundations of Sociology, 1956, 521; dan Emory S. Bogardus, Sociology, 1957, 576). Inilah dimensi ruang. Salah satu spesi dimensi ini adalah bahasa pemerintahan (Bab 34 Kybernologi, 2003). Dalam hubungan itu, jika bahasa Indonesia sekarang, di pasar maupun di

gedongan, diibaratkan sebuah rawa, maka rawa yang penuh buaya adalah bahasa politik, bahasa pemerintah, dan bahasa peraturan, baik yang tertulis di kantor- kantor megah, maupun yang keluar dari mulut pejabat. .

Dengan demikian, untuk sementara selesailah sudah pembicaraan tentang bahan bangunan BOK. Di bawah ini dalam beberapa pokok bahasan, diuraikan proses rekonstruksi bahan-bahan tersebut menjadi sebuah bangunan BOK dalam berbagai bentuk, dari yang paling sederhana, sampai pada bentuk yang kompleks.

11

Dalam dokumen Kybernologi dan Metodologi Metodologi Il (Halaman 59-62)

Dokumen terkait