• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSTRUKSI BOK: JAWABAN KUALITATIF

Dalam dokumen Kybernologi dan Metodologi Metodologi Il (Halaman 82-91)

SERENITY >EMPATHY >UNDERSTANDING

KONSTRUKSI BOK: JAWABAN KUALITATIF

Konstruksi BOK berpendekatan kualitatif bermula pada konsep kualitas (Gambar 7), Semakin terungkap kualitas (karakteristik, perilaku) suatu hal atau sebuah fenomena, semakin kualitatif konsep yang ditemukan. Pengungkapan itu dilakukan melalui pendalaman, mulai dari perilaku yang terlihat ke nilai dan norma, sampai pada hakikat (Gambar 32).

--- | JAWABAN | | bangunan struktursupra | | JAWABAN KUALITATIF | | | | | | | | | | PERTANYAAN | | fondasi,bangunan strukturinfra | ---

Gambar 48 BOK Kualitatif

(Lihat juga Gambar 44 dan Gambar 45)

Seperti dikemukakan di atas, jawaban terhadap pertanyaan yang dijadikan fondasi BOK kualitatif bisa (langsung) berupa fakta, dan bisa juga berupa teori yang relevan dan aktual. Baik fakta maupun teori telah diuraikan di atas. Di bawah ini beberapa isu tentang fakta disinggung lagi sepanjang berkaitan dengan BOK kualitatif.

1. Fakta tentang apa

2. Bagaimana (sebagai apa) fakta itu terlihat 3. Fakta menurut FOR siapa

4. Fakta ditangkap menurut alat apa 5. Fungsi fakta

Fakta Tentang Apa?

Jawaban terhadap pertanyaan tersebut terdapat dalam Gambar 23 tentang Ontologi Kybernologi. Gambar 23 itu menunjukkan bahwa basis Program Studi Ilmu-Ilmu Politik terletak pada terminal 5, yang dihuni oleh sejumlah disiplin, seperti

1. Ilmu Administrasi Publik 2. Ilmu Hubungan Internasional

3. Ilmu Perbandingan Politik

4. Teori Politik, dan menurut versi Universitas Gadjah Mada 5. Ilmu Pemerintahan

adalah Political Sciences, sementara basis Program Studi Ilmu-Ilmu Sosial terletak pada terminal 3, yang dihuni oleh berbagai cabang ilmu seperti

1. Sociology

2. Social Psychology 3. Anthropology

4. Social Anthropology

dan seterusnya, seperti UNESCO, The University Teaching of Social Sciences

(1954). yang disebut Social Sciences, lepas dari perdebatan tentang isi konsep

Social Sciences itu apakah meluas ke Ilmu Ekonomi, Ilmu Hukum, dan

sebagainya, atau tidak. Terminal 4 membentuk linkage antara terminal 3 dengan terminal 4. Dalam analisis ini, konstruksi pemikiran G. A Lundberg dalam

Foundations of Sociology (1956), sangat menarik. Berbicara tentang “foundations” suatu cabang ilmu pengetahuan, adalah juga berbicara tentang “foundations” semua ilmu pengetahuan. Artinya kerangka “foundations” semua ilmu

pengetahuan, sama. Jika demikian, basis setiap program pembelajaran suatu cabang ilmu pengetahuan adalah Filsafat Ilmudisiplin yang bersangkutan,

dalam hal ini Filsafat Ilmu (di bidang) Ilmu Pemerintahan (Kybernologi).

Lihat juga Karl Pearson, The Grammar of Science, (1951).

Berdasarkan kerangka pemikiran itu, pemikiran Kybernologi dipusatkan pada masyarakat dalam hubungannya dengan Ontologi Ilmu Pemerintahan berBOK Kybernologi itu (tidak berBOK Ilmu-Ilmu Politik), lihat GBPP

Kybernologi dan Kepamongprajaan (2009). Menurut perkembangan pemikiran terakhir, Kybernologi dikembalikan pada definisi asli ketika dilahirkan (definisi materia), yaitu “ilmu yang bertujuan menuntun hidup bersama manusia dalam upaya mengejar kebahagiaan rohani dan jasmani yang sebesar-besarnya tanpa merugikan orang lain secara tidak sah” (G. A. van Poelje, Algemene Inleiding totde Bestuurskunde, 1953), sedangkan secara formal Kybernologi didefinisikan sebagai bangunan pengetahuan (body-of-knowledge) hasil rekonstruksi buah pendaratan Bestuurskunde, Bestuurswetenschap, dan Bestuurswetenschappen di bumi Indonesia pada sudutpandang kemanusiaan dan lingkungannya, dan pengaitannya dengan berbagai sudutpandang yang berbeda, antara lain sudutpandang kekuasaan. Oleh sebab itu, fakta BOK Kybernologi adalah fakta tentang masyarakat, yang bermula pada terminal 1 dan 2, pada manusia dan lingkungannya, berdasarkan credo bahwa manusia itu adalah ciptaan ALLAH, TUHAN YANG MAHAESA, yang didudukkan di bumi menjadi penduduk dunia.

Bagaimana (Sebagai Apa) Fakta itu Terlihat?

Jawaban kualitatif bersumber pada masyarakat dan lingkungan hidupnya

sebagaimana berakar dari kualitasnya sebagai manusia. Sasaran observasi adalah manusia atau sepotong alam. Apakah yang terlihat pada sasaran (fenomenon) itu dapat disebut fakta? Berdasarkan Max Black yang menyatakan bahwa “if one trait, more than any other, is charakteristic of the scientific attitude, it is reliance upon the data of experience,” arti fakta sebagai “the quality of existing or of being real,” dan Babbie yang mendefinisikan fakta sebagai “some phenomenon that has been observed,” maka jawabannya adalah tidak atau belum tentu. Gambar 5

menunjukkan bahwa rekaman “fakta sebagaimana terlihat di permukaan” yaitu data, harus diolah dulu, dan info yaitu hasil pengolahannya harus diuji terus-

menerus, agar “fakta yang sesungguhnya di dalam” atau “di seberang sana,” yaitu “kuman di seberang lautan,” dan bukan hanya “gajah di pelupuk mata,” terungkap. Seperti kata pepatah: “Dalam laut dapat diduga, dalam hati siapa tau.”

Yang menjadi pertanyaan dalam hubungan itu ialah, rekaman seperti apa (sejauh mana) di permukaan yang dapat menunjukkan fakta yang sesungguhnya,

mengingat waktu, kesempatan dan keterbatasan manusia? Dengan pertanyaan lain: “Apakah induksi tak lengkap bisa menunjukkan fakta yang sesungguhnya?”

Apakah jawabannya, ibarat eksplorasi minyak bumi, “sampai sumber minyaknya

INDUKSI Y X A Z B C D OBSERVATIONS

Gambar 49 Induksi Tidak lengkap Namun Efektif (AB)

Y Adalah Fakta Yang Sesungguhnya Di Dalam Atau Di Seberang Sana CD Induksi Tak Lengkap. Apakah Z Dapat Dianggap Sebagai Y?

ditemukan?” Gambar 49 menunjukkan bahwa dengan segala kelemahan, kekurangan dan keterbatasannya, subjek tidak mampu atau tidak sempat melakukan perekaman induktif lengkap (sempurna, 360°), melainkan induksi taklengkap. Induksi taklengkap itu dianggap mampu mencapai Y manakala proses pemikiran (baca: rekonstruksi BOK) mengikuti disiplin yang ketat, sebagaiamana terlihat pada Gambar 32 dan yang berikutnya. Jika tidak, rekonstruksi hanya sampai di Z dan tidak menjawab pertanyaan.

Fakta sebagaimana terlihat adalah fakta sebagaimana objek memperlihatkan

dirinya yang “transendental,” atau semampu subjek menerobos kabut antara subjek dengan objek untuk bisa mencapai fakta yang sesungguhnya? Mampukan subjek dengan segala keterbatasan, kelemahan dan kekurangannya mengetahui fakta yang benar? Bagaimana supaya objek bersedia membuka dirinya dan memperlihatkan kualitasnya sebagaimana adanya? Dunia bisnis mengenal konsep yang disebut perilaku komoditi. Konsep ini mengandung arti, bahwa barangpun --- sepotong lingkungan --- walau tak bernyawa, mempunyai perilaku, yaitu kenampakannya, dayatariknya, warna, aroma, cahaya, getaran, gerakan, harga, ukuran, bobot, sifat, jarak, dan sebagainya. Fakta yang direkam adalah perilaku komoditi, yang

dianggap mewakili karakteristik atau kualitasnya (penjelasan mengenai karakter dan karakteristik, lihat Bab XI Kybernologi Sebuah Metamorphosis (2008).

Fakta Menurut FOR Siapa?

Pertanyaan ini erat berkaitan dengan upaya mendaratkan pemikiran pada Kybernologi (lihat juga Bab XV Kybernologi Sebuah Metamorphosis, 2008). Menurut Gambar 2, pemikiran mendarat pada Kybernologi bilamana kualitas yang dipertanyakan adalah kualitas manusia (Gambar 23), bukan kualitas kekuasaan. Itupun masih abstrak. Di antara tiga subkultur, SKS itulah yang lebih penting, dan di antara dua kualitas SKS, yaitu masyarakat sebagai konstituen dan masyarakat selaku pelanggan, masyarakat sebagai pelanggan itulah yang terpenting. Jadi pemikiran disebut mendarat pada Kybernologi jika yang dipermasalahkan adalah kualitas masyarakat sebagai pelanggan, dan bukan kualitas pemerintah sebagai provider layanan pemberdayaan. Misalnya “taraf kehidupam masyarakat A rendah” dan bukan “efektivitas program pemberdayaan masyarakat rendah,” sehingga yang dipertanyakan adalah “mengapa taraf kehidupan masyarakat A rendah?” dan bukan “mengapa efektivitas program pemberdayaan masyarakat rendah?”

“Taraf kehidupan masyarakat rendah,” menurut siapa? Setiap subkultur dalam masyarakat memiliki frame-of-references (FOR) yang berbeda satu dengan yang lain. FOR masyarakat selaku pelanggan berbeda dengan FOR masyarakat selaku

konstituen. Kekuatan yang membentuk FOR suatu subkultur bermacam-macam, misalnya kepentingan, kebutuhan, pengalaman, pendidikan, perbedaan,

perbandingan, sejarah, kepercayaan, dan seterusnya. Kualitas SKS terlihat oleh sipemikir sebagaimana SKS mengungkapkan dirinya yang “transendental,” menurut FOR-nya dan direkam pada saat SKS memperagakannya

(memperagakannya kembali). Oleh sebab itu persoalan yang menentukan seperti telah disebut di atas ialah bagaimana supaya objek bersedia membuka dirinya dan memperlihatkan kualitasnya (kembali) sebagaimana adanya? Jawabannya, dengan berempati itulah (Gambar 32 dan yang berikutnya).

Fakta Ditangkap dan Direkam Menurut (Dengan) Alat Apa?

Mengingat “lain padang lain belalangnya, lain lubuk lain ikannya,” apakah

alat/cara yang berhasil digunakan terhadap objek yang satu ternyata berhasil untuk objek lainnya yang berbeda? Jika tidak, diperlukan kreativitas tinggi dan

persediaan peralatan yang memadai dalam menghampiri sasaran yang berlain- lainan. Ada dua sikap ekstrim yang dapat ditempuh oleh subjek dan objek

1. Subjek membiarkan dirinya terbuka penuh, kosong, ibarat tabula rasa (meja lilin) yang siap ditulisi apa saja oleh siapa saja kapan dan di mana saja. “Siapa saja” di sini adalah objek yang dalam hal ini berubah peran menjadi subjek yang memancarkan rangsangan terhadap subjek yang pada gilirannya berubah peran menjadi objek. Seperti papan ingatan (fieldnotes) seorang pengunjung sebuah rumahadat di Tanah Karo tahun 50-an sebagaimana ditulisi oleh perilaku dua orang, seorang tuarenta dan seorang perempuan usia 30-an: “Seorang lelaki tuarenta di ruang depan berkata dengan lirih: ‘meja aku haus.’ Seorang perempuan usia 30-an datang dari ruang belakang membawa sepotong ruas bambu dan meletakkannya di sebuah bangku kecil, lalu pergi, tanpa kata, tanpa menoleh ke situarenta. Lelaki tuarenta minum dari ruas bambu itu, juga tanpa kata. O ya, saya ditemani oleh seorang Karo, teman kelas.” Di sini diri subjek sendiri yang ditulisi (menjadi alat perekam) oleh

objeknya

2. Subjek sekuat tenaga membangun citra, menebar pesona, mengalunkan janji yang memukau, melancarkan hipnotisme politik, dan melambaikan simbol yang indah, agar objek merasa terbuai, tanpa sadar berubah dan memberikan respons atau reaksi yang sesuai dengan keinginan subjek. Di sini, diri objek diubah oleh pengaruh subjek, sehingga objek menunjukkan fakta yang sesuai dengan keinginan subjek. Fakta difungsikan sebagai alat pembenaran, bukan kebenaran

Apakah Fungsi Fakta Dalam BOK Kualitatif?

Ada dua macam fakta. Fakta sebagai sebagai pemuncul pertanyaan dan fakta sebagai jawaban terhadap pertanyaan. Fakta memenuhi seluruh bangunan (BOK, Gambar 48). Seperti dikemukakan di atas, jawaban terhadap pertanyaan yang dijadikan fondasi BOK kualitatif bisa (langsung) berupa fakta, dan bisa juga berupa teori yang relevan dan aktual. Baik fakta maupun teori telah diuraikan di atas.

Di Bawah Kondisi Apa

Pertanyaan Dijawab Langsung Dengan Fakta dan Di Bawah Kondisi Apa Dengan Teori?

Pertanyaan dijawab langsung dengan fakta, manakala masyarakat sasaran eksplorasi pemikiran adalah masyarakat atau kasus yang belum dikenal (terra incognita) sehingga belum ada teori yang menjelaskan fenomenanya. Oleh karena teorinya belum ada, maka tidak ada hipotesis sebagai masukan (input), melainkan hipotesis sebagai keluaran (produk) pemikiran. Pertanyaan dijawab dulu dengan teori, bilamana masyarakat atau kasus yang bersangkutan telah dikenal sehingga sudah ada teori yang menjelaskannya. Jika demikian, hipotesis sebagai masukan dapat dirumuskan, dan hipotesis sebagai keluaran juga dapat dihasilkan. Dengan demikian model BOK kualitatif sebagai berikut (Gambar 50):

---

| JAWABAN |

---|---|

| | | BELUM | | |

| | MASYA- | DIKENAL | ? | LANGSUNG FAKTA |

| PERTANYAAN | RAKAT, |---|---|---|

| | KASUS | SUDAH | FAKTA | TEORI DULU | BARU FAKTA | | | | DIKENAL | | | |

---

Gambar 50 Model BOK Kualitatif ---

| JAWABAN |

---|---|

| | | |

| ? | LANGSUNG FAKTA | VERSTEHEN |

|---|---| HIPOTESIS |

| FAKTA | TEORI DULU | BARU FAKTA | GROUNDED THEORIES |

| | | | |

---

Jawaban teoretik (Gambar 50 dan Gambar 51), yang disebut juga hipotesis kerja, tidak seperti hipotesis statistik yang dirumuskan untuk diuji dengan data empirik, melainkan “disimpan” untuk kemudian pada gilirannya digunakan sebagai bahan pembahasan dan penafsiran data empirik. Yang dimaksud dengan data empirik di sini adalah buah pengamatan lapangan terhadap fokus (objek) pemikiran, dan bukan hasil observasi terhadap hipotesis kerja. Pencarian dan penggunaan data tentang hipotesis kerja untuk diolah menjadi bahan bangunan BKO kualitatif, sama saja dengan upaya mengujinya di lapangan.

PERTA- --JAWABAN----KE LAPANGAN----JAWABAN <---temuan---> JAWABAN NYAAN TEORETIK | EMPIRIK | TEORETIK | input metodologi | | output | | | | | | | | | | | | | | ---> data ten- penafsiran Verstehen fokus ---|---> tang fokus ---rekonstruk- ---->grounded | si data | theories | |

hipo- tidak |

tesis ---untuk--- --- kerja diuji

Gambar 52 BOK Kualitatif

Oleh sebab itu pemahaman tentang fokus pemikiran dan metodologi yang tepat guna menemukan faktanya, merupakan kunci keberhasilan rekonstruksi BOK kualitatif. Sebuah Disertasi yang menggunakan bahan bangunan dari Teori George communi- cation resour- ces implementa- tion dispo- sitions bureau- cratic structure

Gambar 53 Faktor-faktor Implementasi Kebijakan Sumber Figure 6.1 Edwards III (1980)

C. Edwards III dalam Implementing Public Policy (1980), diambil sebagai contoh. Berbicara tentang “approach to studying implementation,” terhadap pertanyaan “What are the preconditions for successful policy implementation,” Edwards menyampaikan jawaban, bahwa ada “four critical factors or variables in

implementing public policy: communication, resources, dispositions or attitudes, and bureaucratic strukture,” seperti Gambar 1 di atas. Empat faktor itulah yang oleh penulisnya dalam Preface disebut sebagai “four critical factors affecting policy implementation. . . . .” Sayang sekali, Edwards membahas empat faktor tersebut lengkap dengan dimensi-dimensi dan indikator-indikator masing-masing, dalam Bab 2, 3, 4, 5, dan hubungan antar faktor di Bab 6, tetapi tidak menjelaskan secara eksplisit dimensi dan indikator implementasi kebijakan yang justru

merupakan fokus perhatian. Para mahasiswa terpaksa menggunakan teori lain di luar Edwards, seperti teori yang menyatakan bahwa dimensi-dimensi implementasi kebijakan adalah organization, interpretation, dan application (OIA). Yang

menjadi persoalan metodologikal di sini adalah validitas penjelasan hubungan antara variabel X dengan variabel Y beserta pengukurannya, pada model

X--->Y, jika tiap variabel dijelaskan oleh teori dari sumber yang berbeda

(misalnya X diterangkan dengan teori Edwards, sedangkan Y oleh teori Jones). Apakah definisi, dimensi, indikator, dan hubungan antar variabel sebuah model harus dijelaskan dengan teori dari sumber yang sama (misalnya Edwards)? Memang, Edwards tidak menjelaskan dimensi dan indikator implementasi

kebijakan secara eksplisit, tetapi bila diperhatikan sungguh-sungguh, hal itu secara implisit terdapat di Bab 1 bukunya. Di sana dinyatakan bahwa

Policy implementation. . . is the stage of policymaking between the establishment of a policy --- such as the passage of a legislative act, the issuing of an executive order, the handling down of a judicial decision, or the promulgation of a regulatory rule --- and the consequences of the policy for the people whom it affects

Definisi implementasi kebijakan tersebut menunjukkan bahwa dimensi-dimensi implementasi adalah keseluruhan langkah-langkah yang perlu ditempuh oleh semua fihak terkait, sejak penetapan kebijakan (policy adoption) sampai efek yang diharapkan dari kebijakan itu (policy outcomes) dirasakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Penggunaan Metodologi Kualitatif dalam penelitian terhadap langkah-langkah tersebut di dalam masyarakat setempat, sangat tepat. Joseph A. Maxwell dalam Qualitative Research Design (1996, 17) berpendapat bahwa

dengan metodologi kualitatif, “causal explanations” dapat dikembangkan. Analisis data yang terekam melalui observasi dan eksplorasi terhadap hubungan antar langkah, menunjukkan ada-tidaknya faktor-faktor empirik setempat di Indonesia, yang mungkin sama tetapi kemungkinan besar berbeda dengan faktor-faktor

teoretik yang ditemukan oleh Edwards di masyarakat Amerika. Bukankah faktor yang berbeda ini merupakan temuan akademik yang berharga?

Jadi yang perlu diobservasi dan direkam pada implementasi kebijakan tersebut adalah keseluruhan langkah-langkah, proses dan urutannya, yang perlu (dalam hal ini yang sedang atau sudah) ditempuh oleh semua fihak terkait, sejak penetapan kebijakan (policy adoption) sampai efek yang diharapkan dari kebijakan itu (policy outcomes) dirasakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Hipotesis yang menjadi dasar pembuatan grounded theory direkonstruksi dari hasil pengamatan terfokus terhadap urutan kejadian yang terlihat dari waktu ke waktu. Jika urutan kejadian empirik itu memenuhi syarat “X precede Y in time,” maka antara Y dengan X terdapat hubungan kausal: Y adalah effect dan X adalah cause, dengan model

X---->Y, demikian Babbie (1983, 57). Selanjutnya lihat John W. Creswell, Research Design Qualitative and Quantitative Approaches (1994), dan Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and Techniques (1990). Ringkasan Barney G. Glaser dan Anselm L. Strauss, The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research

(1974) terdapat dalam Bab 36 Kybernologi (2003).

XV

KONSTRUKSI BOK: JAWABAN KUANTITATIF

Pada dasarnya tidak ada pertanyaan yang khas kualitatif atau kuantitatif. Pada (di atas) fondasi yang sama dapat dibentuk BOK kualitatif dan kuantitatif. Setiap pertanyaan yang dapat dijawab dengan suatu teori, layak dijadikan fondasi BOK kuantitatif. --- | JAWABAN | | bangunan struktursupra | | JAWABAN KUANTITATIF | | | | | | | | | | PERTANYAAN | | fondasi,bangunan strukturinfra | ---

Gambar 54 BOK Kuantitatif (Lihat juga Gambar 44, 45, dan 48)

Perbedaannya terdapat pada bangunan struktursupranya seperti terlihat pada Gambar 55 dan 56.

---

Dalam dokumen Kybernologi dan Metodologi Metodologi Il (Halaman 82-91)

Dokumen terkait