• Tidak ada hasil yang ditemukan

JAWABAN TEORETIK TENTATIF |

Dalam dokumen Kybernologi dan Metodologi Metodologi Il (Halaman 91-94)

SERENITY >EMPATHY >UNDERSTANDING

JAWABAN TEORETIK TENTATIF |

---|---| | | | | | | | | | MASYA- | SUDAH | EKSPLO- | KERANGKA | | | PERTANYAAN | RAKAT, | DIKE- | RASI | PEMI- | HIPOTESIS | | |UNIVERSE| NAL | PUSTAKA | KIRAN | | | | | | | | | ---

Gambar 55 Model BOK Kuantitatif

--- | JAWABAN |JAWABAN TEORTIK,|KE LAPANG-| | | TEORETIK | DIKETAHUI,TAPI |AN UTK UJI| JAWABAN TEORETIK KRITIS | | TENTATIF | UNASPIRATED* |HIPOTESIS | | |---|---|---| | | | | | PENGUJI- | | | | | | | DATA | AN HIPO | |IM- | | HIPOTESIS | EPSILON* |METODOLOGI| EMPI-| TESIS & | TEMUAN |PLI-| | | | | RIK | PEMBA- | |KASI| | | | | | HASAN | | | ---

Gambar 56 Model BOK Kuantitatif (Lanjutan)

Apakah epsilon itu? Epsilon (*Gambar 56) adalah huruf kelima abjad bahasa Latin (Greek) ê psilon, artinya bare, simple ê, unaspirated; lawannya aspirate,

articulate, desired. Eksplorasi pustaka (Gambar 55) yang kaya dengan teknologi informasi yang semakin canggih, membuka cakrawala pengetahuan yang luas dan dalam sebagai sumber jawaban yang seolah tak terbatas. Dalam hubungan itu, ada beberapa kemungkinan:

1. Katakanlah dari eksplorasi pustaka diketahui bahwa Y bergantung pada faktor-faktor X1, X2, dan X3, entah itu sufficient factors atau necessary

(contingent) factors, atau dua-duanya.. Mengingat keterbatasan, kekurangan dan kelemahan subjek, sifat objek (sosial dan humaniora yang padat-nilai), dan kondisi lingkungan yang berubah-ubah,

diperkirakan masih ada faktor lain yang tidak diketahui, tidak dapat diketahui, atau tidak sempat diketahui, yaitu Xn. Di sini Xn

bukanlah epsilon.

2. Dari kajian pustaka diketahui bahwa Y dipengaruhi oleh X1, X2, dan X3, tetapi dengan alasan akademik-metodologik yang sah, hanya X1 dan

X2 yang digunakan sebagai bahan bangunan. Di sini X3 dijadikan (adalah) epsilon

Adanya epsilon dalam arti ini membawa konsekuensi metodologik yang serius. Konsekuensinya ialah, sekuat dan sesignifikan apapun pengaruh X1 dan X2, baik masing-masing maupun bersama-sama terhadap Y (koefisien determinasi),

koefisien itu mengandung bias, baik kuantitas (tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya, menurut statistik besar padahal sesungguhnya kecil), maupun kualitasnya (dianggap kuat atau efektif, padahal ternyata lemah atau gagal). Respons seorang responden terhadap X1 dan X2, misalnya berbeda dengan responsnya bilamana kepadanya ditawarkan X1, X2, dan X3, baik sufficient

maupun contingent factors. Semakin banyak pilihan, perhatian responden semakin terbagi dan tersebar. Kendatipun sufficient factors lengkap, tidak biased, atau semua variabel bebasnya di bawah kontrol (misalnya di laboratorium), contingent

(necessary) factornya (variabel antara, intervening) culture bound, sehingga pada gilirannya mengalami culture lag. Ini lebih buruk ketimbang bias! Mengenai

culture-bound lihat David Easton, The Political System (1953), dan culture-lag

lihat Emory S. Bogardus, Sociology (1954) dan G. A. Lundberg, Foundations of Sociology (1956).

Hipotesis dalam Gambar 55 dan Gambar 56 bisa terlihat bagai sebuah bangunan yang keren dengan dua ruangan di dalamnya yaitu ruangan X dan ruangan Y. Hubungan antara dua ruangan ini dinyatakan dengan “Semakin . . . , semakin. . . . ” Pernyataan tersebut membawa kesan seolah-olah terdapat hubungan kausal antara Y dengan X. Sesungguhnya menurut Babbie, hubungan yang memberi kesan seperti itu “not genuine, authentic, or true,” melainkan spurious (spurious relationship). Di suatu daerah terlihat angka kelahiran bayi tinggi dan banyak burung bangau beterbangan. Pengamatan ini dijadikan dasar untuk membangun hipotesis berbunyi “Semakin banyak burung bangau, semakin tinggi angka kelahiran bayi,” disusul dengan jawaban terhadap pertanyaan “Dari mana

datangnya bayi,” yaitu “Dibawa burung bangau.” Jadi banyaknya burung bangau menyebabkan banyaknya bayi. Setelah diamati ternyata, faktor lingkunganlah yang menyebabkan X dan Y. Hubungan antara lingkungan pedesaan dengan banyaknya burung bangau dan banyaknya bayi, disebut “hubungan yang genuine.” Bukankah ruang politik dan ruang bisnis dipenuhi oleh anggapan-anggapan yang spurious

tersebut? Oleh sebab itu, setiap pernyataan tentang hubungan antara X dengan Y harus disertai dengan penjelasan (explanations) yang terbuka dan teruji (testable) guna mencegah pernyataan yang spurious dan membangun pernyataan yang

Oleh sebab itu, pernyataan memerlukan penjelasan. Menurut Babbie, ada dua model penjelasan. Penjelasan dengan model ideografik (ideographic model of explanation) adalah penjelasan yang “probe the multiplicity of reasons that would account for a specific behavior,” “aims at explanation through the enumeration of very many, perhaps unique, considerations that lie behind a given action.” BOK kualitatif, terlebih yang menggunakan model interpretivist, berisi penjelasan ideografik ini. Selanjutnya, penjelasan dengan model nomotetik (nomothetic model) adalah penjelasan yang “consciously seeks to discover those

considerations that are most important in explaining general classes of actions or events.” Istilah nomothetic berasal dari bahasa Greek, nomothetikόs, artinya “pertaining or involving the study or formulation of general or universal law.” Dengan mudah dapat ditebak bahwa BOK kuantitatif bersifat nometetik.

Sebagaimana BOK kuantitatif terdiri dari bahan bangunan bernama teori, setiap teori mengandung pernyataan tentang hubungan antar konsep, dan hipotesis mengandung hubungan antar variabel, demikian juga setiap konsep dan variabel harus definitif. Hal itu penting guna membedakannya sekaligus menggambarkan hubungannya dengan sesuatu yang lain di dalam himpunan (kelas) yang sama. Jauh di atas telah dikemukakan bahwa formula sebuah definisi tidak boleh tautologik seperti A = A yang B, “spidol adalah spidol untuk white board,” melainkan A = B yang C, “spidol adalah alattulis untuk white board,” guna membedakannya dengan kapurtulis yang sehimpunan dengan spidol (himpunan alattulis) untuk black board (ref. Irving M. Copi, Introduction to Logic, 1959, Chapter Four), dengan catatan bahwa B adalah sebuah himpunan yang berisi A dan anggota lainnya. A disebut definiendum dan B yang C adalah definiens. Contoh lain “segitiga (definiendum) adalah bidang yang dibatasi oleh tiga garislurus (definiens).” Perulangan penjelasan dalam bentuk A = A itu dalam metodologi disebut tautology atau redundancy. Biasanya, Pasal 1 tiap Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Daerah (Perda) penuh batasan-batasan atau ketentuan. Ketentuan Pasal 1 butir 10 UU 32/04 berbunyi: “Peraturan daerah selanjutnya disebut Perda adalah peraturan daerah provinsi dan atau peraturan daerah kabupaten/kota,” bentuknya tautologik dan bukanlah definisi konsep Perda. Dengan demikian, epsilon, pernyataan spurious, dan tautologi, membatasi

keberlakuan, validitas dan reliabilitas bangunan BOK. Untuk menjaga kualitas BOK --- Kebebasan Akademik dan Etika Ilmu Pengetahuan ---, epsilon hubungan

spurious, dan tautologi, harus dijadikan masukan terbuka dalam ruang

pembahasan bangunan (baca: marketing, penawaran, servicing) dan diberi label “keterbatasan bangunan.” Konsekuensinya ialah, bangunan BOK tidak bisa langsung ditawarkan kepada pelanggan tanpa pilihan. Namun demikian, dalam

learning process, seterbatas apapun sebuah BOK, ada gunanya. Anggapan

dasarnya ialah, seseorang yang ternyata mampu membangun BOK X--->Y, ia

diharapkan mampu membangun BOK lainnya.

Ruang bagi temuan akademik tersedia di Gambar 56. Yang dimaksud dengan temuan akademik adalah hasil proses penjawaban teoretik terhadap pertanyaan mulai dari hipotesis dan pengujiannya dengan data empirik, sampai pada

pembahasan. Bahan yang dibahaa dalam proses pembahasan adalah hasil uji hipotesis. Jadi proses uji hipotesis belum dapat disebut pembahasan. Pembahasan itu sendiri meliputi:

1. Identifikasi keterbatasan penelitian dari sudut metodologi (politik, birokrasi, teori, responden, komunikasi dan teknologi informasi, dsb) 2. Epsilon (apa yang terjadi bila epsilon dijadikan bahan bangunan) 3. Penafsiran (interpretasi)

4. Reformulasi konsep (conceptualization) dan hipotesis 5. Rekonstruksi teori yang digunakan

6. Apakah hipotesis teruji? 7. Apakah BOK berfungsi?

Konstruksi sebuah BOK sejajar dengan pembangunan sebuah rumah, terdiri dari beberapa tahap:

Tabel 5 Tahapan Rekonstruksi BOK

---

Dalam dokumen Kybernologi dan Metodologi Metodologi Il (Halaman 91-94)

Dokumen terkait