TAHAPAN-TAHAPAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT Friday, November 12, 2010 8:17:08 AM
C. WASHILAH YANG DILARANG
4. Adab dan Tata Tertib Berzikir Friday, November 12, 2010 8:45:16 AM
4. Adab dan Tata Tertib Berzikir
Imam Ghazali mengatakan ada empat (4) peringkat zikir. a. Dzikir hanya dengan lisan
b. Dzikir dengan lisan disertai hati secara dipaksa-paksakan (takalluf) c. Dzikir dengan hati dan hadirnya pada lisan tanpa dipaksa-paksakan
d. Dzikir yang benar-benar terhunjam kedalam hati sanubari sehingga orang yang berdzikir merasa tenggelam didalamnya.
Selanjutnya Imam Ghazali menjelaskan bahwa dzikir peringkat pertama sedikit manfaatnya lemah pengaruh dan bekasnya itu adalah dzikir dengan lisan tetapi hatinya lengah. Sudah tentu dzikir hanya dengan lisan tanpa disertai hati amat sedikit kegunaannya dan manfaatnya. Akan tetapi itu masih lebih baik daripada meninggalkan dzikir sama sekali. Dengan demikian orang yang berdzikir dengan lisannya harus berusaha keras menghadirkan hatinya bersama lisannya yang sedang mengucapkan kalimah dzikir. Yang dimaksud dengan dzikir lisan ialah mengucapkan kalimah suci dengan lidah seperti mengucapkan : Subhanallah, Alhamdulillah, Laa Ilaaha Illallah, Allahu Akbar, Laa haula walaa quwwata illa billah, membaca Asma‟ul Husna, Tilawah Al-Qur‟an dan sebagainya yang bersifat memuji kebesaran Allah. Sedangkan dzikir hati ialah tafakkur mengingat Allah, merenungi rahasia ciptaan-Nya secara mendalam dan merenungi tentang dzat dan sifat Allah Yang Maha Mulia, atau dalam hati selalu menyebut Allah (dzikir Ismuzat).
Orang yang berdzikir hendaknya mengindahkan tatakrama atau adab dalam keadaan yang sebaik-baiknya lahir maupun bathin.
Adapun adab-adab dzikir secara lahir adalah sebagai berikut :
1. Seyogianya seseorang yang berdzikir itu hendaknya berkelakuan yang baik. Jika ia dalam duduk hendaknya ia menghadap kiblat dengan sikap khusyu‟, menghina kan diri kepada Allah, tenang dan menundukkan kepala.
2. Tempat berdzikir itu harus suci dan bersih terlepas dari segala yang membimbangkan perasaan.
3. Hendaknya orang yang berdzikir itu membersihkan mulutnya sebelum ia mulai berdzikir. Namun secara umum dibolehkan kita berdzikir dari segala keadaan sebagaimana tertera dalam Al-Qur‟an :
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali – Imran : 191)
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (Q.S. An-Nisaa‟:103)
Dengan demikian kita dibolehkan berdzikir dalam segala rupa keadaan kita, yakni baik dikala kita sedang duduk, dikala sedang berdiri dan sedang berjalan. Hanya dalam beberapa hal saja yang tiada disukai kita untuk berdzikir yaitu dikala sedang di WC, sedang berjima‟, sedang
mendengarkan khutbah dan sedang dalam keadaan sangat mengantuk. Sedangkan adab-adab dzikir secara bathin adalah ;
Seseorang yang berdzikir hendaknya ia menghadirkan hatinya dan menghayati makna dzikir itu dikala lidahnya menyebut kalimah dzikir. Berkata Al-Asnawy : “Barang siapa yang berdzikir tetapi lalai dari memperhatikan makna tiadalah dipahalai dzikirnya itu”.
Didalam kitab Madarijus Salikin karya Ibnu Qayyim Al-Jauziah, dijelaskan bahwa : Ada tiga derajat dzikir, yaitu :
1. Dzikir secara zhahir, berupa pujian, doa atau pengawasan.
Yang dimaksud zhahir adalah apa yang disampaikan lisan dan sesuai dengan suara hati. Jadi tidak sekedar dzikir sebatas lisan semata. Sedangkan pujian seperti Subhanallah walhamdulillah walaa ilaaha illallah wallahuakbar. Do‟a seperti yang banyak disebutkan dalam Al-Qur‟an maupun As-Sunnah, dan hal ini sangat banyak jenisnya. Sedangkan pengawasan, seperti ucapan “Allah besertaku, Allah melihatku, Allah menyaksikanku”, dan lain sebagainya yang dapat menguatkan kebersamaannya dengan Allah, yang intinya mengandung pengawasan terhadap kemaslahatan hati, menjaga adab bersama Allah, mewaspadai kelalaian dan berlindung dari syetan serta hawa nafsu.
2. Dzikir tersembunyi, yaitu membebaskan diri dari segala belenggu, berada bersama Allah dan hati yang senantiasa bermunajat kepada Rabb-nya.
Yang dimaksud tersembunyi disini ialah dzikir hanya dengan hati. Ini merupakan buah dari dzikir yang pertama. Sedangkan maksud membebaskan diri dari segala belenggu artinya membebaskan diri dari lalai dan lupa, memebebaskan diri dari tabir penghalang antara hati dan Allah. Berada bersama Allah artinya seakan-akan dapat melihat Allah. Senantiasa bermunajat artinya
menjadikan hati bermunajat, terkadang dengan cara merendahkan diri, terkadang dengan cara memuji, mengagungkan dan lain sebagainya dari bermacam-macam munajat yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi atau dengan hati. Ini merupakan keadaan setiap orang yang jatuh cinta dan yang dicintainya.
3. Dzikir yang hakiki, yaitu pengingatan Allah terhadap diri hamba, membebaskan diri dari kesaksian dzikirmu dan mengetahui bualan orang yang berdzikir bahwa ia berada dalam dzikir. Dzikir dalam derajat ini disebut yang hakiki, karena dzikir itu dinisbatkan kepada Allah.
Sedangkan dzikir yang dinisbatkan kepada hamba, maka itu bukan yang hakiki. Allah yang mengingat hamba-Nya merupakan dzikir (pengingatan) yang hakiki. Ini merupakan kesaksian dzikir Allah terhadap hamba-Nya dan Dia menyebutnya diantara orang-orang yang layak untuk diingat, lalu menjadikannya orang yang senantiasa berdzikir kepada-Nya. Jadi pada hakikatnya dia orang yang berdzikir untuk kepentingan dirinya sendiri. Karena Allah lah yang menjadikan dirinya orang yang berdzikir kepada-Nya, lalu Allah pun mengingatnya. Orang yang berada dalam dzikir lalu dia mempersaksikan terhadap dirinya bahwa dia orang yang berdzikir, merupakan bualan. Padahal dia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat. Bualan ini tidak hilang dari dirinya kecuali jika dia meniadakan kesaksian terhadap dzikirnya.
Didalam ajaran thariqat, Syekh Muhammad bin Abdullah Al-Khani Al-Khalidi Naqsyabandi dalam kitabnya “Al-Bahjatus Saniah”, lebih jauh memperinci adab berzikir itu yang disesuaikan dengan pendapat Imam Sya‟rani dalam kitabnya “Nafahatu Wa Adabuz Dzikri” sebagai berikut : Adapun adab berdzikir itu 20 (dua puluh) macam terdiri dari ; 5 (lima) macam sebelum berdzikir, 12 (dua
belas) macam sedang berdzikir dan 3 (tiga) macam sesudah berdzikir. 5 (lima) macam adab sebelum berdzikir itu adalah :
1. Taubat dari semua kesalahan baik perkataan maupun perbuatan dan kehendak. Barang siapa tidak tabuat, niscaya tiada sesuatu pun yang datang kepadanya.
2. Mandi dan berwudhu. Abu Yazid Busthami bila hendak berdzikir, lebih dahulu berwudhu dan membasuh mulutnya dengan air mawar.
3. Diam dengan perhatian terpusat kepada Allah, sambil mengucap “Laa Ilaaha Illallallah”. 4. Sejak mulai berdzikir, hatinya terus-menerus berhubung an dengan Syeikh (Mursidnya). 5. Berhubungan rapat terus-menerus dengan syeikh itu pada hakikatnya adalah lanjutan dari berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW., karena Syeikh harus dianggap washilah (perantara) diantaranya dengan Nabi Muhammad SAW.
12 (dua belas) macam adab ketika berdzikir adalah ;
1. Duduk disuatu tempat atau ruangan yang suci seperti duduk dalam shalat. 2. Meletakkan kedua telapak tangan keatas dua paha.
3. Mewangikan pakaian dan tempat dengan minyak wangi. 4. Memakai pakaian yang bersih dan halal.
5. Memilih tempat yang agak gelap dan sunyi.
6. Memejamkan dua mata, karena dengan mata terpejam itu, tertutup jalan-jalan panca indra lahir, sehingga mengakibatkan terbukanya panca indra hati.
7. Menghayalkan rupa Syekh dihadapannya. Adab inilah yang paling keras tuntutannya dikalangan mereka.
8. Benar dalam dzikir, baik sir maupun dzikir jahar.
9. Ikhlas, yakni membersihkan amal dari campuran dengan sesuatu.
10. Tidak berdzikir menurut sesuka hati, tetapi hendaklah mengamalkan lafaz dzikiir yang diajarkan Syeikh.
11. Menghadirkan makna dzikir dalam hati, sesuai dengan tingkatannya dalam musyahadah, dan melaporkan sesuatu perasaan atau pengalaman selama berdzikir kepada Syeikh.
12. Meniadakan (menafikan) semua yang ada ini dalam Qalbu, kecuali Allah, karena ia tidak menyukai sesuatu selain Allah dalam hati hamba-Nya.
Sedangkan 3 (tiga) macam adab setelah berdzikir adalah sebagai berikut :
1. Diam, dalam keadaan khusyu‟ dan tawadhu‟ (rendah hati) menunggu atau mengintip sesuatu yang akan tiba, sebagai akibat dari dzikir itu.
2. Menghela nafas beberapa kali, supaya hati bersinar dan hijab cepat terbuka. Menarik nafas itu dapat memutus kan lintasan setan, dan dilakukan tujuh kali. Setiap kali, tarikan nafas itu lebih lama dari biasanya.
3. Tidak boleh minum selesai berdzikir, karena minum sesudah berdzikir itu dapat memadamkan hati.
B. D O „ A , 1. Pengertian Doa, 2. Perintah-Perintah Do‟a dalam Al Qur‟an dan Al Hadits, 3. Adab dan Tata Tertib Berdo'a, 4.
Friday, November 12, 2010 8:51:09 AM
B. D O „ A, 1. Pengertian Doa, 4., 3. Adab dan Tata Tertib Berdo'a, 2. Perintah-Perintah Do‟a dalam Al Qur‟an dan
Allah memerintahkan manusia agar selalu berdo‟a dan merendahkan diri pada-Nya serta menjanjikan akan mengabulkan do‟a dan mewujudkan apa yang diminta itu. Kata-kata „do‟a‟ banyak sekali terdapat didalam Al-Qur‟an dan masing-masing mempunyai makna tertentu. Pertama : dengan makna ibadat, seperti dalam firman Allah ;
“Dan janganlah kamu berdoa kepada selain Allah, yaitu kepada sesuatu yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepada engkau dan tidak kuasa pula mendatangkan mudharat kepada engkau”. (Q. S. Yunus : 106)
yakni janganlah kamu beribadah (menyembah) selain daripada Allah yaitu sesuatu yang tidak kuasa memberikan manfaat kepadamu dan tidak kuasa pula mendatangkan mudharat kepadamu. Kedua : dengan makna Istighatsah (memohon bantuan dan pertolongan). seperti dalam firman Allah ;
”…. dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. (Q. S. Al-Baqarah : 23)
Yang dimaksud dengan “doa” dalam ayat ini ialah Istighatsah (meminta bantuan atau pertolongan).
Ketiga : dengan makna permintaan atau permohonan, seperti dalam firman Allah ;
”…. berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”. (Q. S. Al-Mu‟min : 60)
Yang dimaksud dengan perkataan “doa” (ud‟unii) dalam ayat ini ialah memohon atau meminta. Keempat : dengan makna percakapan, seperti dalam firman Allah ;
” Do`a mereka di dalamnya ialah: "Subhanakallahum-ma”. (Q. S. Yunus : 10)
Yang dimaksud dengan perkataan “doa” dalam ayat ini ialah percakapan mereka didalam surga. Kelima : dengan makna memuji, seperti dalam firman Allah ;
” Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman”. (Q. S. Al-Isra‟ : 110)
Yang dimaksud dengan “doa” dalam ayat ini ialah memuji yaitu memuji Allah atau memuji Ar-Rahman.
Berdasarkan pengertian atau makna dari doa yang tertera diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa doa itu ialah „Melahirkan kehinaan dan kerendahan diri serta menyata kan keinginan dan ketundukan kepada Allah SWT.‟
2. Perintah-Perintah Do‟a dalam Al Qur‟an dan Al Hadits
a. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ash-habus Sunan dari Nu‟man bin Basyir bahwa Rasulullah SAW. bersabda ; “Sesungguhnya berdo‟a itu merupakan ibadah,” lalu dibacanya ayat Al-Qur‟an : “Berdo‟alah kamu kepada Ku niscaya Ku kabulkan do‟a mu itu, Orang-orang yang
menyombongkan diri hingga tak hendak beribadah kepada Ku sungguh mereka itu akan masuk neraka dalam keadaan terhina”. (Q.S. Al-Mu'min : 60)
b. Diriwayatkan oleh Abdur Razak dari Hasan ra. :
“ Bahwa para sahabat Rasulullah SAW. bertanya kepadanya : Dimana Tuhan kita itu ?, Maka Allahpun menurunkan ayat :
“Dan seandainya hamba-hamba Ku bertanya tentang Aku kepadamu, maka sesungguhnya Aku ini Maha Dekat. Aku akan mengabulkan permohonan dari orang yang berdo‟a, jika ia berdo‟a kepada Ku”(Q.S. Al-Baqarah : 186)
c. Diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi SAW. bersabda : “Tidak satupun yang lebih dihargai oleh Allah dari pada do‟a”.
d. Diriwayatkan Turmudzi dari padanya lagi bahwa Rasulullah SAW. bersabda :
“Siapa yang ingin do‟anya dikabulkan Allah Ta‟ala dalam bahaya dan kesusahan, hendaklah ia banyak berdo‟a dalam kesenangan”.
e. Diriwayatkan dalam hadits qudsi oleh Abu Ya‟la dari Anas ra, Rasulullah SAW bersabda dari Allah SWT :
“Ada empat perkara : salah satu diantaranya adalah buat Ku, satu lagi buatmu, satu lagi antara Ku denganmu, dan satu lagi antaramu dengan hamba-hamba Ku. Adapun yang buat Ku ialah bahwa kamu tidak akan mempersekutukan Ku dengan sesuatupun juga. Dan yang buatmu, apa juga kebajikan yang kamu lakukan, akan Ku berikan balasan. Mengenai yang antara Aku dengan mu, ialah darimu berdo‟a, sedang dari Ku mengabulkannya. Kemudian mengenai perkara antara mu dengan hamba-hamba Ku bahwa kamu akan menyukai buat mereka, apa yang kamu sukai buat dirimu sendiri “.
f. Allah berfirman dalam Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh „Askari dari Abu Hurairah ra.: “Barangsiapa yang tidak berdo‟a kepada Ku, maka Aku akan murka kepadanya”.
g. Diterima dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah SAW. bersabda :
“Tidak mempan sikap berhati-hati terhadap takdir, sedang dia itu akan memberi manfaat, baik terhadap hal-hal yang telah terjadi maupun yang belum terjadi. Dan sungguh, bala atau
malapetaka itu turun, lalu disambut oleh do‟a, maka bergulatlah kedua mereka sampai hari kiamat”. (H.R. Bazzar, Thabrani, juga oleh Hakim yang menyatakan isnadnya sah)
h. Diterima dari Salman Farisi bahwa Rasulullah SAW. bersabda :
“Tidak dapat menolak qadha kecuali do‟a, dan tidak bisa menambah umur kecuali kebajikan”.(H.R. Turmudzi yang menyatakannya sebagai hadis hasan lagi gharib). i. Diriwayatkan oleh Abu „Uwanah dan Ibnu Hibban bahwa Rasulullah SAW. bersabda :
“Jika salah seorang diantaramu berdo‟a, hendaklah ia menunjukkan besarnya keinginan buat memperolehnya, karena tidak satupun yang dianggap besar oleh Allah”.
Dari beberapa ayat Al-Qur‟an dan hadits diatas jelaslah bahwa do‟a merupakan suatu ibadah yang sangat dianjurkan dan disukai oleh Allah dan Rasul–Nya. Sampai Allah murka dan
menganggap sombong orang yang tidak mau berdo‟a. Orang beriman yang senang berdo‟a dia akan mendapatkan beberapa faedah atau manfaat diantaranya :
„Imannya semakin kuat, hatinya menjadi tenang dan jernih, akan terjauh dari sikap putus asa, mengurangi gundah gulana, menggiatkan bekerja, menambah kegemaran beribadah dan beramal soleh, memudahkan rezeki, membuat adab dan akhlaknya menjadi halus, membuat dirinya menjadi sabar, menghilangkan was-was dalam hati, juga sebagai obat dari segala macam
penyakit, dan meresapkan rasa keTuhanan karena seseorang yang berdo‟a merasa berkomunikasi dengan Tuhannya.‟
3. Adab dan Tata Tertib Berdo'a
Berdo‟a itu mempunyai adab dan tata tertib yang harus diperhatikan oleh orang yang akan melaksanakannya. Diantara adab dan tata tertib berdo‟a adalah sebagai berikut :
a. Mencari yang halal ( memakan dan menggunakan barang yang halal dan menjauhi yang haram )
Diriwayatkan oleh Hafizh bin Mardawaih dari Ibnu Abbas ra, katanya : “Saya membaca ayat di hadapan Nabi SAW yang artinya : “Hai manusia makanlah barang-barang halal lagi baik yang terdapat dimuka bumi”.
Tiba-tiba berdirilah Sa‟ad Abi Waqqash, lalu katanya : “Ya Rasulullah! Tolong anda do‟akan kepada Allah, agar saya dijadikan orang yang selalu dikabulkan do‟anya”.
Ujar Nabi : “Hai Sa‟ad! Jagalah soal makananmu, tentu engkau akan menjadi orang yang terkabul do‟anya! Demi Tuhan yang nyawa Muhammad berada dalam genggamannya! Jika
seorang laki-laki memasukkan sesuap makanan yang haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima do‟anya selama empat puluh hari. Dan siapa juga hamba yang dagingnya tumbuh dari makanan haram atau riba, maka neraka lebih layak untuk melayaninya!”
Dan dalam musnad Imam Ahmad dari Muslim terdapat riwayat dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Hai manusia! Sesungguhnya Allah itu Maha Baik, dan tak hendak menerima kecuali yang baik. Dan Allah telah menitahkan kaum Mukminin melakukan apa-apa yang telah dititahkan-Nya kepada para Mursalin, firman-Nya :
”Hai para Rasul ! Makanlah olehmu makanan
yang baik, dan beramal solehlah! Sesungguh, terhadap apa juga yang kamu lakukan, Aku Maha Mengetahui !”.(Q.S. Al-Mukminin : 51)
Dan firman-Nya lagi :
“Hai orang-orang yang beriman ! Makanlah mana-mana rezeki yang baik yang telah Kami berikan padamu !”. (Q.S. Al-Baqarah : 172)
Kemudian disebutnya perihal seorang laki-laki yang telah berkelana jauh, dengan rambutnya yang kusut masai dan pakaian penuh debu, sedang makanannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan dibesarkan dengan barang haram. Walaupun ia menadahkan tangannya kelangit sambil berdo‟a : “Yaa Tuhan, Yaa Tuhan….! Bagaimanakah Tuhan akan dapat mengabul kan do‟anya itu !”.
b. Menghadap kiblat:
Rasulullah SAW. pergi keluar buat shalat istisqa‟ (shalat minta hujan), maka beliau berdo‟a dan memohon kepada Allah supaya turun hujan sambil mengadap ke kiblat.
c. Memperhatikan saat-saat yang tepat dan utama
Seperti pada hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jum‟at, sepertiga terakhir di malam hari, waktu sahur, ketika sedang sujud, ketika turun hujan, antara adzan dan qomat, selesai habis sholat fardhu, saat mulai pertempuran, ketika dalam ketakutan atau sedang beriba hati, dan lain-lain. 1. Diterima dari Abu Umamah ra. : “Seseorang bertanya : “Ya Rasulullah, do‟a manakah yang lebih didengar Allah?”
Ujar Nabi : “Do‟a ditengah-tengah akhir malam, dan selesai shalat – shalat fardhu”. (Riwayat Turmudzi dengan sanad yang sah).
2. Dan diterima dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Jarak yang paling dekat diantara hamba dengan Tuhannya ialah ketika ia sedang sujud. Maka perbanyaklah do‟a ketika itu, karena besar kemungkinan akan dikabulkan”. (Hadits Riwayat Muslim).
d. Mengangkat kedua tangan setentang kedua bahu:
Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Jika kamu meminta hendaklah dengan mengangkat kedua tangamu setentang kedua bahumu atau kira-kira sententangnya, dan jika istighfar ialah dengan menunjuk dengan sebuah jari, dan jika berdo‟a dengan melepas jari-jemari tangan.”
Dan diriwayatkan dari Malik bin Yasar ra, bahwa Rasulullah SAW. bersabda :
“Jika kamu meminta kepada Allah, maka mintalah dengan bagian dalam telapak tanganmu, jangan dengan punggungnya” Sedang dari Salman ra, sabda Nabi SAW. : “Sesungguhnya Tuhanmu Yang Maha Berkah dan Maha Tinggi adalah Maha Hidup lagi Maha Murah, ia merasa malu terhadap hamba Nya jika ia menadahkan tangan kepada Nya, akan menolaknya dengan tangan hampa.” e. Memulainya dengan memuji Allah, memuliakan dan menyanjung Nya, serta bershalawat kepada Nabi SAW.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasai, juga oleh Turmudzi yang menyatakan sahnya, dari Fudhalah bin „Ubeid ra, :
“Bahwa Rasulullah SAW. mendengar seorang laki-laki berdo‟a selesai shalatnya, tanpa membesarkan Allah dan mengucapkan shalawat Nabi, maka sabdanya : “Orang ini terlalu tergesa-gesa”.
Kemudian dipanggilnya orang itu, dan ia (Rasulullah SAW) berkata kepadanya, juga kepada orang-orang lain: “Jika salah seorang diantaramu berdo‟a, hendaklah dimulainya dengan membesarkan Tuhannya yang Maha Agung dan Maha Mulia itu serta menyanjung-Nya, lalu mengucapkan shalawat atas Nabi SAW., serta setelah itu barulah ia berdo‟a meminta apa yang diingininya”.
f. Memusatkan perhatian, menyatakan kerendahan diri dan ketergantungan kepada Allah Yang Maha Mulia, serta menyederhanakan tinggi suara, antara bisik-bisik dan jahar
Firman Allah Ta‟ala :
“Dan janganlah kamu keraskan suaramu waktu berdo‟a, jangan pula berbisik-bisik dengan suara halus, tetapi tempuhlah jalan tengah antara kedua itu “. (Q.S. Al-Isra‟: 110)
Dan Firman-Nya pula,
”Bermohonlah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan tidak mengeraskan suara ! Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melewati batas“.(Q.S.Al-A‟raf : 55) Berkata Ibnu Jureir : “Tadharru‟ maksudnya ialah merendahkan diri dan pasrah menta‟ati-Nya. Sedang “khufyah” ialah dengan hati yang khusyu‟ dan keyakinan yang teguh mengenai ke-Esaan dan ke-Tuhanan-Nya dalam hubungan antaramu dengan Nya, jadi bukan dengan suara keras karena riya‟.
Selanjutnya dijelaskan dalam sebuah hadits yang diterima dari Abu Musa Asy‟ari bahwa ketika Nabi SAW. mendengar orang-orang mendo‟a dengan suara keras, beliaupun bersabda :
“ Hai manusia! Berdo‟alah dengan suara perlahan, karena kamu tidaklah menyeru orang yang tuli ataupun berada di tempat yang kamu seru itu ialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, dan tempat kamu bermohon itu lebih dekat lagi kepada salah seorangmu dari leher kendaraanya ! Hai Abdullah bin Qeis ! Maukah kamu kutunjuki sebuah kalimat yang merupakan salah satu
perbendaharaan surga ? yaitu : “Laa haula walaa quwwata illaabillaah”.
Dan diriwayatkan pula oleh Ahmad dari Abdullah bin Umar ra, bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Hati itu merupakan gudang-gudang simpanan. Dan sebagiannya lebih tahan lagi simpanannya (ingatannya) dari yang lain. Maka jika kamu hai manusia memohon kepada Allah, maka mohonlah dengan hati yang penuh keyakinan akan dikabulkan-Nya. Karena Allah tidak akan mengabulkan do‟a dari seorang hamba yang hatinya kosong dari ingatan dan perhatian.”
g. Hendaklah do‟a itu tidak mengandung dosa atau memutuskan tali silaturahim
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Sa‟id Khudri ra, bahwa Nabi SAW. bersabda : “Tidak seorang Muslimpun yang berdo‟a kepada Allah „azza wa jalla, sedang do‟anya itu tikak mengandung dosa atau bermaksud hendak memutuskan silaturrahim, kecuali akan diberi Allah salah satu diantara tiga perkara : Pertama, akan dikabulkan Nya do‟a itu dengan segera. Kedua, adakalanya ditangguhkan Nya untuk menjadi simpanannya di akhirat kelak. Dan Ketiga, mungkin dengan menghindarkan orang itu dari bahaya yang sebanding dengan apa yang