• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istighfar 14 (Empat Belas) Tempat Friday, November 12, 2010 9:00:54 AM

Dalam dokumen satu (Halaman 89-99)

TAHAPAN-TAHAPAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT Friday, November 12, 2010 8:17:08 AM

C. WASHILAH YANG DILARANG

7. Istighfar 14 (Empat Belas) Tempat Friday, November 12, 2010 9:00:54 AM

7. Istighfar 14 (Empat Belas) Tempat

Di dalam ajaran thariqah kita akan mengenal istilah Istighfar 14 (empat belas) Tempat yaitu istighfar yang dikhususkan pada empat belas tempat lahir dan batin pada diri manusia yang

terdiri dari 7 (tujuh) tempat lahir yaitu : Mata, telinga, hidung, mulut, tangan, kaki, syahwat dan perut dan 7 (tujuh) tempat batin yaitu :

1) Latifatul Qalby letaknya berada dua jari di bawah susu kiri, di sinilah letak sifat-sifat

kemusyrikan, kekafiran, ketahyulan, dan sifat-sifat iblis. Jika latifah ini selalu disucikan dengan memperbanyak istighfar maka akan terisi Iman, Islam, Ihsan, dan Ma‟rifat.

2) Latifatur-Roh letaknya berada dua jari di bawah susu kanan, disinilah letak sifat binatang jinak (bahimiyah) yaitu sifat-sifat menuruti hawa nafsu. Jika latifah ini selalu disucikan dengan memperbanyak istighfar maka akan membuang sifat-sifat tersebut di atas sehingga hidupnya tidak menuruti kehendak hawa nafsu yang selalu mengajak kepada kejahatan namun selalu berada di dalam ketaatan kepada Allah SWT.

3) Latifatus-Sirri letaknya berada dua jari di atas susu kiri, disinilah letak sifat binatang buas (syabiyah) yaitu sifat dhalim, pemarah, pendendam. Jika latifah ini selalu disucikan dengan memperbanyak istighfar maka akan terisi sifat kasih sayang dan ramah tamah.

4) Latifatul-Khafi letaknya berada dua jari di atas susu kanan, disinilah letak sifat-sifat

pendengki, khianat (sifat syaithaniah). Jika latifah ini selalu disucikan dengan memperbanyak istighfar maka akan terisi sifat syukur dan sabar.

5) Latifatul-Akhfa letaknya berada di tengah-tengah dada, disinilah letak sifat-sifat rabbaniyah, yaitu sifat-sifat riya‟, sombong, membanggakan diri, memamerkan kebaikan diri (takabur, ujub, sum-a). Jika latifah ini selalu disucikan dengan memperbanyak istighfar maka akan terisi sifat-sifat ikhlas, khusyu‟, dan tawadhu‟.

6) Latifatun-Nafsu Natiqo letaknya berada antara dua kening, disinilah letak “nafsu amarah” yaitu nafsu yang selalu mendorong kepada kejahatan. Jika latifah ini selalu disucikan dengan memperbanyak istighfar maka akan terisi sifat tentram dan pikiran tenang.

7) Latifatul-Kullu Jasad yang mengendarai seluruh tubuh jasmani, disinilah letaknya sifat jahil (bodoh) dan ghaflah (malas beribadah). Jika latifah ini selalu disucikan dengan memperbanyak istighfar maka akan terisi ilmu dan amal.

Adapun cara beristighfar untuk ke-14 (empat belas) tempat sebagaimana tersebut diatas yaitu dengan cara membaca “Astaghfirullahal‟adhiim min kulli dzan bin wa-atuubu ilaih” kepada masing-masing tempat baik lahir maupun bathin sambil menghayati keluarnya kotoran-kotoran dosa yang berada pada tempat tersebut. Kalau di dalam bimbingan dzikir yang dilaksanakan di Majelis Ta‟lim dan Zikir Nur Al-Mu‟min setelah membaca 14 istighfar tersebut di atas selanjutnya ditutup dengan membaca “Sayyidul Istighfar” atau Penghulu Istighfar sebagai berikut :

“Allahumma anta Rabbi Laa ilaaha illa anta khalaqtanii wa ana abduka wa ana „aala ahdika wa wa‟dika – Mastatho‟tu A-„uudzubika minsyarrimaa shona‟tu abuu-ulaka bini‟ma tika „alayya wa abuu-„u bidzambii faghfirlii fainnahu Laa yaghfirudz-dzunuu-ba illa anta”)

Artinya : “Yaa Allah, Engkaulah Tuhanku, tiada Tuhan yang berhak kusembah kecuali hanya Engkau sendiri. Telah Engkau jadikan aku dan aku ini adalah hamba-Mu, dan berusaha sekuat tenaga untuk setia memegangangjanji („ahad)-Mu.Aku berlindung kepada-Mu daripada kejahatan yang terlanjur yang telah aku lakukan. Aku menyadari akan segala nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan aku tahu pula akan dosaku, maka ampunilah kiranya aku, karena sesungguhnya tiadalah yang mengampuni dosaku itu hanya Engkau.”)

D. S H A L A W A T 1. Shalawat adalah bagian dari Keimanan, 2. Pengertian Shalawat, 3. Fungsi Bershalawat, 4. Pendapat tambahan sayidina

Saturday, January 8, 2011 8:54:30 AM

4. Pendapat tambahan sayidina, D. S H A L A W A T 1. Shalawat adalah bagian dari , 2. Pengertian Shalawat, 3. Fungsi Bershalawat

Agar kita mengetahui dengan terang dan pasti apakah kedudukan “shalawat” adalah bagian daripada keimanan, perhatikanlah ayat-ayat Allah yang termaktub dalam Al-Qur‟an yang disebutkan di bawah ini :

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab: 56)

Sabda Rasulullah SAW : “Bershalawatlah kamu kepada-Ku, karena shalawatmu itu menjadi zakat penghening jiwa pembersih dosa) untukmu.” (H.R. Ibnu Murdaweh, Al-Jami‟)

Dari firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW di atas menegaskan dengan setegas-tegasnya bahwa bershalawat untuk Nabi adalah salah satu bagian dari keimanan yang wajib

disempurnakan oleh segala kaum Muslimin dengan sepenuh hatinya.

Abu Hurairah ra berkata : “Saya mendengar Nabi SAW bersabda : Janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu sebagai kubur dan janganlah kamu menjadikan kuburku sebagai persidangan hari raya. Bershalawatlah kepadaku, karena shalawatmu sampai kepadaku dimana saja kamu berada.” (H.R. An Nasaiy, Abu Dawud dan Ahmad serta dishahihkan oleh An Nawawi)

Hadits ini menyatakan bahwasanya Nabi menyuruh kita bershalawat untuknya serta menyatakan bahwa shalawat kita itu sampai kepadanya dimana saja kita berada. Selain dari itu Nabi

melarang kita mengosongkan rumah kita dari shalawat dan zikir, sebagaimana Nabi melarang kita menjadikan kuburnya tempat berkumpul dan bersuka ria apabila kita menziarahinya, karena shalawat kita sampai kepadanya di mana saja kita membacanya.

Maka sudah terang bahwa shalawat adalah bagian dari agama yang merupakan ibadah, hendaklah kita para ummat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya, menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah SAW sendiri, ditempat-tempat yang dikehendaki oleh syara‟ dan di waktu-waktu yang perlu kita bershalawat, baik yang khusus maupun yang umum. Perintah ayat yang tersebut di atas, dikuatkan lagi oleh dua buah hadits yang telah kita sebutkan diatas, sesudah ayat itu.

Diterangkan oleh Abu Dzar Al Harawy, bahwa perintah shalawat ini terjadi pada tahun kedua Hijriyah. Ada yang berkata pada malam Isra‟ dan ada pula yang berkata dalam bulan Sya‟ban. Dan oleh karena itulah bulan Sya‟ban dinamai dengan “Syahrush Shalati” karena dalam bulan itulah turunnya surah Al-Ahzab ayat 56.

2. Pengertian Shalawat

“Shalawat”, berarti “doa, memberi berkah, dan ibadah.”

Maka shalawat Allah kepada hamba-Nya dibagi dua : khusus dan umum.

kepada Nabi Muhammad SAW.

Shalawat umum ialah shalawat Allah kepada hamba-Nya yang mu‟min.

Sesudah itu haruslah diketahui arti perkataan “Shalawat Allah kepada Muhammad SAW”, Rasul-Nya yang penghabisan, ialah “memuji Muhammad, melahirkan keutamaan dan kemuliaannya, serta memuliakan dan mendekatkan Muhammad itu kepada diri-Nya.”

Adapun pengertian kita “bershalawat kepada Nabi”, ialah : “Mengakui kerasulannya serta memohon kepada Allah semoga Allah memberikan keutamaan dan kemuliaannya.”

Maka setelah memperhatikan makna shalawat dan kewajiban kita bershalawat kepada Nabi, kita memperoleh pengertian bahwa kita berkewajiban untuk berusaha mengembangkan cita-cita Muhammad agar agama Islam tersebar merata ke segala pelosok alam.

Karena itu, kita tidak dipandang telah bershalawat dengan sepenuhnya sebelum kita disamping menyebut lafaz shalawat, melancarkan pula usaha-usaha pengembangan agama Islam. Tegasnya, di samping kita mengucapkan shalawat kita wajib untuk berusaha sekuat tenaga sesuai dengan kemampuan kita menyebarkan agama Islam di dunia ini.

Demikian juga pengertian shalawat malaikat kepada Nabi. Yakni, memohon kepada Allah supaya Allah mencurahkan perhatian-Nya kepada Nabi (kepada perkembangan agama), agar meratai alam semesta yang luas ini.

Berkata Al-Hulaimy dalam Asy-Syu‟ab : “Makna shalawat kepada Nabi ialah membesarkannya. Karena itu, arti Allahumma shalli „ala Muhammadin, ialah Allahumma‟adhim Muhammadan (Ya Tuhanku, besarkan dan muliakanlah kiranya akan Muhammad), dengan menambah

berkembangnya agama yang dibawanya, dengan meninggalkan sebutannya, dengan mengekalkan syariatnya di dunia dan dengan menerima syafa‟atnya terhadap ummatnya, serta memberikan washilah dan maqam mahmuda kepadanya di akhirat.

Tegasnya, pengertian “shallu „alaihi (bershawalatlah kepadanya),” ialah : “Ud‟u rabbakum bish-shalati „alaihi (mohonlah kepada Tuhanmu supaya melimpahkan shalawat kepadanya).”

3. Fungsi Bershalawat

Pengarang Syarah Dalaa‟il menukil pernyataan yang diberikan oleh Qadhi „Iyadh di dalam kitab Asy-Syifa, mengatakan : “Maksud pembacaan shalawat dalam pembukaan segala sesuatu itu adalah untuk :

a. Bertabarruk (memohon keberkatan), sesuai dengan sabda Nabi SAW : “Setiap perbutan penting yang tidak dimulai dengan menyeut nama Allah dan bershalawat kepadaku, niscaya perbuatan tersebut kurang sempurna.”

Tentang maksud hadits ini, sebagian ahli hadits meriwayatkan sebuah hadits dari salah seorang sahabat, Abu Saad ra, bahwa makna ayat tersebut adalah : “Tiadalah Aku (Allah) disebut, melainkan engkau (Muhammad) pun disebut pula bersama-Ku.”

b. Memenuhi sebagian hak Rasulullah SAW, sebab beliau adalah perantara antara Allah SWT dan hamba-hamba-Nya. Semua nikmat yang diterima oleh mereka, termasuk nikmat terbesar berupa hidayah kepada Islam, adalah dengan perantaraan dan melalui Rasulullah SAW. Di dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW bersabda : “Belumlah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia.”

c. Memenuhi perintah Allah SWT yang dituangkan-Nya di dalam firman-Nya :

“Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi, dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)

Al-Madju Al-Lughawiy menyebutkan di dalam kitab Al-Qaulul Badi‟ sebagai berikut : “Kebanyakan orang mengucapkan shalawat dengan tambahan kata “Sayyidina” sebelum nama Baginda Nabi SAW, seperti „Allahumma shalli „alaa Sayyidina Muhammad‟.

“Dalam kaitan ini perlu dijelaskan, pembacaan shalawat dengan tambahan kata “Sayyidina” itu tidak dilakukan di dalam shalat, karena mengikuti lafaz yang telah disebutkan dalam hadits-hadits yang sahih. Sedangkan di luar shalat, Rasulullah SAW mengingkari menyebut namanya dengan tambahan “sayyidina” itu. Hal ini mungkin karena dua sebab : pertama karena tawadhu (kerendahan hati) beliau, dan kedua karena beliau tidak mau dipuji atau disanjung secara langsung, atau karena sebab-sebab yang lain. Padahal, Nabi SAW sendiri telah menyatakan di dalam salah satu haditsnya, yang artinya : „Aku adalah sayyid (penghulu) manusia.‟ Dan sabdanya tentang Hasan, cucunya : „Sesungguhnya puteraku ini adalah sayyid‟. Dan sabda baginda untuk Saad bin Mu‟az ra : „Berdirilah untuk Sayyid kalian !‟

“Hadits-hadits tersebut di atas menunjukkan dengan jelas tentang kebolehan hal tersebut, sedangkan mengenai larangan atas hal itu justru masih memerlukan dalil.”

Dan Asnawi di dalam kitab Al-Muhimmaat mengemukakan ucapan Syeikh Izzud-din bin Abdus-salam, ia berkata : “Pada prinsipnya pembacaan shalawat di dalam tasyahhud itu hendaklah ditambah dengan lafaz “sayyidina”, demi mengikuti adab dan menjalankan perintah. Atas yang pertama hukumnya mustahab (sunnah).

Rasulullah SAW bersabda : “Katakanlah oleh kalian : Allahumma shalli „alaa Muhammad.” Dan sahabat Ibnu Mas‟ud mengemukakan sebuah hadits yang bunyinya : “Perbaguslah shalawat kepada Nabimu.”

Imam Ramli dan Imam Ibnu Hajar sepakat, bahwa penambahan lafaz “sayyidina” dalam shalawat atas Nabi SAW, baik dalam shalat maupun di luar shalat, hukumnya sunnah.

Dan ketika Imam Suyuthi ditanya orang tentang hadits yang artinya : “Janganlah kamu men-sayyid-kanaku dalam shalat !”, beliau menjawab : “Sebenarnya Rasulullah tidak menambahkan kata „sayyidina‟ ketika mengajarkan shalawat kepada para sahabatnya, disebabkan oleh

ketidaksukaan beliau pada kemegahan. Karena itulah dalam salah satu hadits, beliau mengatakan : „Aku adalah sayyid (penghulu) manusia, dan tidak angkuh.‟

“Tetapi kita, sebagai ummatnya, wajib menghormati dan mengagungkan beliau. Hal itu telah diajarkan Allah kepada kita dalam firman-Nya, yang melarang kita menyebut Rasulullah SAW dengan nama saja, yakni :

“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).” (Q.S. An-Nuur: 63)

D. S H A L A W A T 5. Sebab-Sebab yang menjadikan pahala Shalawat berlipat ganda, 6. Keutamaan Shalawat,7. Waktu-Waktu yang baik untuk shlaw

Saturday, January 8, 2011 9:00:34 AM

7. Waktu-Waktu yang baik untuk shlaw, 6. Keutamaan Shalawat, D. S H A L A W A T 5. Sebab-Sebab yang menjadikan

Imam Al-Ghazali di dalam kitab Ihya‟-nya menga-takan: “Sesungguhnya berlipatgandanya pahala shalawat atas Nabi SAW itu adalah karena shalawat itu bukan hanya mengandung satu kebaikan saja, melainkan mengandung banyak kebaikan, sebab di dalamnya tercakup :

a. Pembaharuan iman kepada Allah. b. Pembaharuan iman kepada Rasul. c. Pengagungan terhadap Rasul.

e. Pembaharuan iman kepada Hari Akhir dan berbagai kemuliaan. f. Dzikrullah.

g. Menyebut orang-orang yang saleh.

h. Menampakkah kasih sayang kepada mereka. i. Bersungguh-sungguh dan tadharru‟ dalam berdoa.

j. Pengakuan bahwa seluruh urusan itu berada dalam kekuasaan Allah. 5. Sebab-Sebab yang menjadikan pahala Shalawat berlipat ganda

Inilah sepuluh kebaikan selain dari kebaikan yang disebutkan dalam syariat, bahwa setiap satu kebaikan dibalas dengan sepuluh ganjaran, sedang satu kejahatan hanya dibalas dengan satu balasan saja.”

Diantara karunia Allah yang diberikan-Nya kepada Nabi-Nya itu adalah menggabungkan dzikir kepada-Nya, dengan dzikir kepada Nabi-Nya di dalam dua kalimat syahadat. Dan menjadikan ketaatan kepada Nabi sebagai ketaatan kepada-Nya, kecintaan kepada Nabi sebagai kecintaan kepada-Nya, juga mengaitkan pahala shalawat atas Nabi dengan pahala zikrullah Ta‟ala, seperti firman Allah :

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu…..“ (Q.S. Al-Baqarah: 152)

Dan di dalam salah satu hadits qudsi disebutkan : “Jika hamba-Ku menyebut-Ku di dalam

hatinya, maka Aku pun akan menyebutnya di dalam diri-Ku, dan jika ia menyebut-Ku di khalayak ramai, maka Aku pun akan menyebutnya di khalayak yang lebih baik dari khlayaknya.”

Begitu juga yang dilakukan Allah dalam hak Nabi kita SAW, yaitu membalas satu shalawat seorang hamba dengan sepuluh shalawat, dan satu salam dengan sepuluh salam.

6. Keutamaan Shalawat

Untuk mengetahui keutamaan apakah yang akan diperoleh orang-orang yang bershalawat kita perhatikan beberapa hadits di bawah ini :

a. Barangsiapa bershalawat untukku sekali, maka Allah bershalawat untuknya sepuluh kali.” (H.R. Muslim dari Abu Hurairah)

b. “Bahwasanya bagi Allah Tuhan semesta alam ada beberapa malaikat yang diperintah berjalan di muka bumi untuk memperhatikan keadaan hamba-Nya. Mereka menyampaikan kepadaku akan segala salam yang diucapkan oleh ummatku.” (H.R. Ahmad, An Nasaiy dan Ad Darimy Syarah Al Hishn)

c. “Barangsiapa bershalawat untukku di pagi hari sepuluh kali dan di petang hari sepuluh kali, ia akan mendapatkan syafa‟atku pada hari qiamat.” (H.R. At Thabrany Al Jami‟)

d. “Manusia yang paling utama terhadap diriku pada hari qiamat, ialah manusia yang paling banyak bershalawat kepadaku.” (H.R. At. Thurmudzy)

Apabila kita kumpulkan beberapa hadits yang menerangkan faedah-faedah shalawat dan kita perhatikan satu persatu, tersimpullah bahwa faedah bershalawat itu diantaranya :

Satu kali shalawat, Allah akan membalas dengan 10 kali shalawat untuknya. Satu kali shalawat, Allah akan mengangkatnya dengan 10 derajat.

Malaikat juga akan turut membaca shalawat ke atas orang yang membaca shalawat untuk Rasulullah SAW.

Doa yang disertai dengan shalawat akan diperkenankan oleh Allah SWT tetapi doa yang tidak disertai dengan shalawat ianya akan tergantung di antara langit dan bumi.

Akan mendapat tempat yang dekat dengan Rasulullah SAW di hari qiamat nanti. Akan mendapat syafa‟at dari Rasulullah SAW di hari qiamat nanti.

Allah akan memberikan karunia dan rahmat-Nya yang berlimpah-limpah kepada mereka yang bershalawat untuk Nabi SAW.

Dapat membersihkan hati, jiwa dan ruh kotor yang berselaput di dalam dada. Dapat membuktikan kecintaan dan kasih sayang kita terhadap Rasulullah. Mewariskan kecintaan Rasulullah terhadap umatnya.

Akan terselamat dan terpelihara dari segala apa yang mendukacitakan dari hal keduniaan maupun akhirat.

Dengan membawa shalawat akan dapat mengingatkan kembali apa-apa yang telah kita lupa. Akan mendapat nur yang bersinar-sinar di hati bila kita bershalawat 100 kali dengan bersungguh-sungguh.

Mendapat ganjaran pahala seperti memerdekakan seorang hamba bila kita bershalawat sebanyak 10 kali.

Allah akan meluaskan dan melapangkan rezekinya dari sumber-sumber yang tidak diketahui. Allah akan memberatkan timbangan di hari qiamat nanti.

Mendapat keberkatan dari Allah bagi dirinya dan juga untuk keluarganya. Mendapat kasih sayang dari hati-hati orang mu‟min terhadapnya.

Akan mendapatkan dirinya berada di Telaga Haudh (Telaga Rasulullah SAW) serta dapat pula meminumnya di hari qiamat nanti.

Dapat melepaskan diri seseorang itu dari tergelincir semasa melalui sirat dan ia dengan selamat menuju ke surga.

7. Waktu-Waktu yang baik untuk Bershalawat

Shalawat atas Nabi SAW itu disunnahkan untuk dibaca pada waktu-waktu yang telah dikemukakan oleh hadits-hadits, seperti :

1) Sesudah menjawab adzan.

2) Pada permulaan membaca doa, pertengahannya dan penutupnya. 3) Pada akhir pembacaan doa qunut.

4) Pada pertengahan takbir „ied. 5) Ketika masuk dan keluar masjid. 6) Ketika bertemu dan berpisah.

7) Ketika berlayar dan datang dari pelayaran. 8) Ketika bangun untuk melakukan shalat malam. 9) Ketika selesai mengerjakan shalat.

10) Ketika selesai membaca Al-Qur‟an.

11) Ketika mengalami kecemasan dan kesedihan.

12) Ketika membaca hadits, menyampaikan ilmu dan zikir. 13) Dan ketika lupa akan sesuatu

14) Ketika mencium hajar aswad di dalam thawaf. 15) Ketika membaca talbiyah.

16) Ketika telinga berdengung. 17) Sehabis wudhu.

18) Dan ketika menyembelih dan bersin.

Namun ada pula hadits yang melarang membacanya di dua waktu terakhir ini.

Selain itu, waktu-waktu yang khusus untuk dibacakan shalawat padanya berdasarkan nash adalah hari Jum‟at dan malam Jum‟at, sesuai dengan sabda Nabi SAW : “Perbanyaklah membaca

shalawat pada malam Jum‟at dan siang Jum‟at, sebab pada ketika itu shalawat kamu diperlihatkan kepadaku.” (H.R. Al-Thabrany dari Abu Hurairah ra.)

Dan diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz ra, bahwa ia menulis : “Sebarkanlah ilmu pada hari Jum‟at, sebab bencana ilmu itu adalah lupa. Dan perbanyaklah oleh kalian membaca shalawat atas Nabi SAW pada hari Jum‟at.”

Dan Imam Syafi‟i ra berkata : “Aku suka membanyakkan membaca shalawat dalam setiap keadaan, pada malam dan siang Jum‟at lebih aku sukai, karena ia merupakan hari yang paling baik.”

hakikat karomah manfaat sedekah kerna allah swt. KUNCI-KUNCI RIZKI MENURUT AL-QUR'AN & AS-SUNNAH

Saturday, June 18, 2011 4:56:46 AM

hakikat karomah manfaat sedekah kerna allah swt. K KUNCI-KUNCI RIZKI

MENURUT AL-QUR'AN & AS-SUNNAH MUKADIMAH

Sesungguhnya segala puji adalah milik Allah. Kita memuji, memohon pertolongan dan meminta ampunanNya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan dan keburukan amal perbuatan kita. Siapa yang ditunjuki Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada yang dapat menunjukinya. Aku ber-saksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. semoga shalawat, salam dan keberkahan dilimpahkan kepada beliau, keluarga, sahabat dan segenap orang yang mengikutinya. Amma ba'-du.

Di antara hal yang menyibukkan hati kebanyakan umat Islam adalah mencari rizki. Dan menurut pengamatan, sejumlah umat Islam memandang bahwa berpegang dengan Islam akan mengurangi rizki mereka. Tidak hanya sebatas itu, bahkan lebih parah dan menyedihkan lagi bahwa ada sejumlah orang yang masih mau menjaga sebagian kewa-jiban syari'at Islam tetapi mereka mengira bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan dibidang materi dan kemapanan ekonomi hendaknya menutup mata dari sebagian hukum-hukum Islam, terutama yang berkenaan dengan halal dan haram.

Mereka itu lupa atau pura-pura lupa bahwa Sang Khaliq tidaklah mensyariatkan agamaNya hanya sebagai petun-juk bagi umat manusia dalam perkara-perkara akhirat dan kebahagiaan mereka di sana saja. Tetapi Allah mensyariat-kan agama ini juga untuk menunjuki manusia dalam urusan kehidupan dan kebahagiaan mereka di dunia. Bahkan do'a yang sering dipanjatkan Nabi kita , kekasih Tuhan Semes-ta Alam, yang dijadikanNya sebagai teladan bagi umat ma-nusia adalah: "Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami kebaik-an di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka."

Allah dan RasulNya yang mulia tidak meninggalkan umat Islam tanpa petunjuk dalam kegelapan, berada dalam keraguan dalam usahanya mencari penghidupan. Tetapi se-baliknya, sebab-sebab rizki itu telah diatur dan dijelaskan. Seandainya umat ini mau memahaminya, menyadarinya, berpegang teguh dengannya serta menggunakan sebab-sebab itu dengan baik, niscaya Allah Yang Maha Pemberi Rizki dan memiliki kekuatan akan memudahkannya mencapai jalan-jalan untuk mendapatkan rizki dari setiap arah, serta akan dibukakan untuknya keberkahan dari langit dan bumi.

Didorong oleh keinginan untuk mengingatkan dan me-ngenalkan saudara-saudara sesama muslim tentang berbagai sebab di atas dan untuk meluruskan pemahaman mereka ten-tang hal ini serta untuk mengingatkan orang yang telah ter-sesat dari jalan yang lurus dalam berusaha mencari rizki, maka saya bertekad dengan memohon taufik dari Allah un-tuk mengumpulkan sebagian sebab-sebab untuk mendapat-kan rizki tersebut dalam buku kecil ini. Buku ini saya beri judul

"Mafaatiihur Rizqi fi Dhau'il Kitab was Sunnah" (yang kami terjemahkan menjadi: "Kunci-kunci

Dalam dokumen satu (Halaman 89-99)