• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi keberlangsungan LSM dalam Pendanaan

Bagian yang juga cukup penting adalah pola menjaga keberlangsungan terutama bagi LSM. Pemikiran ini muncul karena berbagai pertimbangan kesadaran bahwa

86 lembaga donor asing tidak selamanya akan setia. Karena itu, perlu ada upaya alternative dan diversifikasi sumber dana untuk mengantisipasi rninimnya dana jika suatu saat mereka meninggalkan LSM. Demikian juga LSM yang menjalankan usahanya dari proyek-proyek donor.

5.4.1 LKTS

Untuk mengantisipasi masalah pendanaan ini LKTS membuat perencanaan pendanaan sebagai berikut:

1. Mengembangkan Jaringan Dana, dikembangkan dengan menjalin kerjasama dengan lebih banyak donor, pengusaha, dan LSM lain.

2. Diversifikasi bidang garapan LSM, LKTS telah melakukan ini dengan mengembangkan bidang garapan yang pada awalnya fokus pada lingkungan hidup dan advokasi hak-hak perempuan mulai merambah ke sektor kredit mikro.

3. Mempertahankan Donatur (Memperbaiki/mempertahankan servis), selama ini dilakukan dengan melakukan pelaporan tahunan secara berkala, dan pelaporan proyek pada tengah dan akhir proyek.

4. Surplus Kredit Mikro, Kredit Pembiayaan Masyarakat pada perkembangannya telah menghasilkan dana tetap dan cenderugn naik. Dari dana yang digulirkan 0.5% dana berputar dari KSM menjadi hak LKTS untuk operasional. Walaupun nilainya baru mencapai 3 juta rupiah pertahun, tetapi pada saat mendatang nilainya makin besar.

5. Investasi, LKTS telah menggalang pembentukan lembaga pembiayaan masyarakat. Lembaga ini mirip dengan lembaga kredit yang ada, hanya difokuskan untuk anggota KSM dengan bunga dibawah bunga yang berlaku.

Dari perguliran dana yang ada LKTS meyakini bahwa anggota KSM bisa dipercaya untuk mengelola dana ini.

87 5.4.2 LPS

LPS juga meyakini pentingnya keberlangsungan LSM ini ditopang oleh keberlanjutan pendanaan. LPS lewat Dompet Duafa mengandalan edukasi kepada publik tentang pentingnya ZISWAF dengan pendekatan keagamaan, dan pentingnya penyelamatan lingkungan. Hal-hal yang dilakukan adalah:

1. Kampanye Publik, Kegiatan ini bertujuan memberikan kesadaran publik tentang 2 (dua) hal yaitu pentingnya ZISWAF dan lingkungan hidup. Dengan kegiatan ini diharapkan minat masyarakat untuk berderma meningkat.

2. Jaringan Dana, LPS lewat Dompet Duafa menjalin kerjasama dengan pusat-pusat perbelanjaan, toko buku, bank, dan lembaga lain sebagai ‘outlet’ untuk mendekatkan pelayanan. Selain itu secara rutin LPS-DD juga memeberikan laporan berkala kepada para donatur, menggelar acara pengumpulan dana, dikelola oleh divisi marketing.

3. Produksi dan Bisnis, LPS dengan melakukan penelitian dibidang pertanian organik telah menghasilkan produk pertanian ramah lingkungan. Produk-produk ini dijual secara umum, contoh Produk-produknya antara lain: Vitura (Sl-NPV gen II, pengendali hama ulat) atas permintaan, Virexi (Se-NPV gen II, pengendali hama ulat), VIR-L (Sl-NPV gen I, pengendali hama ulat), VIR-X (Sl-NPV gen I, pengendali hama ulat), OFER (Kompos), TOP SOIL (Media tanam), PASTI (botanical pesticide), Produk-produk yang masih dalam pengembangan (rancang bangun), NPS (Nematoda Pengendali Serangga), Tricoderma , Gliocladium , Pupuk Cair , Produk-produk Barang yang di pasarkan oleh LPS-DD diantaranya, Beras SAE (Beras Sehat, Aman, Enak), Vitura (Agen Pengendali Hayati), Virexi (Agen Pengendali Hayati), OFER (Kompos Berkualitas), TOP SOIL (Media Tanam Berkualitas), PASTI (insektisida hayati), Bio MENTARI (Pupuk Organik Cair), Produk-produk Jasa yang dipasarkan dan ditangani oleh LPS-DD diantaranya ; Pelatihan

88 Pertanian berbasis Pertanian Sehat (ramah lingkungan), Konsultasi Bidang Pertanian, Pengelolaan Kerjasama Penelitian dan Pengembangan.

5.4.3 Ikhtisar

Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan sumber pendanaan bagi LSM menjadi agenda penting. Kegiatan ini dilakukan untuk menjaga keberlangsungan LSM itu. Baik LKTS maupun LPS melakukannya secara intensif. Persamaannya adalah kegiatan-kegiatan alternatif untuk penggalangan dana. LKTS cenderung berorientasi pada mempertahankan dan menambah donor asing sementara LPS meningkatkan edukasi publik untuk mempertahankan dan menambah kesadaran berderma.

Matriks 2. Strategi LSM menjaga keberlangsungan Dana

NO Nama LSM

Strategi Kegiatan

1 LKTS Mengembangkan Jaringan Dana Tender proyek, pengajuan program Diversifikasi bidang garapan LSM Membentuk sub bidang aktivitas Mempertahankan Donatur

(Memperbaiki/mempertahankan servis)

Laporan berkala

Surplus Kredit Mikro Surplus perguliran dana KSM

Investasi Pembiayaan Mikro

2 LPS Kampanye Publik Direct mail, publikasi media massa, membership, special event

Perluasan Jaringan Perdirian Outlet di Mall, Swalayan, dll Produksi dan Bisnis Penelitian dan pemasaran produk

teknologi pertanian dan hasil pertanian organik

Sumber: Data diolah dari data sekunder (2008)

Dari Matriks 2. di atas dapat dilihat bahwa strategi LKTS dalam menjaga keberlangsungan dana adalah dengan mengembangkan jaringan dana, diversifikasi bidang garapan LSM, mempertahankan donatur

89 (memperbaiki/mempertahankan servis), surplus kredit mikro dan investasi.

Kegiatan yang diimplementasikan dari strategi tersebut adalah berupa tender proyek dan pengajuan program, membentuk sub sidang aktivitas, laporan berkala dan surplus perguliran dana KSM serta pembiayaan mikro. Strategi LPS dalam menjaga keberlangsungan dana adalah dengan kampanye publik, perluasan jaringan serta produksi dan bisnis. Kegiatan yang diimplementasikan dari strategi tersebut adalah direct mail, publikasi media massa, membership dan special event, perdirian outlet serta penelitian dan pemasaran produk teknologi pertanian dan hasil pertanian organik.

90

BAB VI

ANALISIS AKSI LSM LKTS DAN LPS

6.1 Pengantar

Pembahasan mengenai aksi LSM dalam tulisan ini akan dibagi dalam 3 kategori, yaitu inisiasi program aksi, pelaksanaan dan monitoring program. Dari analisis inisiasi, pelaksanaan dan monitoring program bisa dilihat independensi pada aspek aksi ini. Aspek aksi akan menggambarkan perjalanan dinamika LSM dalam bentuk aksi riil ditengah komunitas. Pembahasan mengenai aksi LSM tidak lepas dari pembahasan bab sebelumnya (BAB V) sehingga akan terjawab hubungan porsi sumber keuangan (independensi finansial) dengan independensi aksi.

LSM dalam memulai kegiatan dengan masyarakat akan menetapkan apa yang akan dikerjakan fase inilah yang disebut inisiasi. Inisiatif kegiatan akan menunjukkan seberapa besar partisipasi masyarakat, LSM dan intervensi donor.

Begitu juga dalam fase pelaksanaan dan monitoring, dua fase ini menggambarkan kekuatan donor dalam proses pelaksanaan program dan evaluasi. Bentuk intervensi dalam pelaksanaan dapat diperlihatkan melalui petunjuk teknis pelakanaan, pada fase evaluasi dapat dilihat sejauh mana evaluasi dan monitoring suatu program bebas dari kekuatan intervensi donor. Pembahasan dalam bab ini akan memberikan penjelasan yang memadai mengenai dinamika kepentingan baik dari LSM maupun donor. Dinamika yang terjadi antara LSM dan donor dalam aspek ini akan memperjelas pembahasan pada bab analisis finansial BAB V.

91 6.2 Aksi LSM mulai Insiasi hingga Monitoring

6.2.1 Inisiasi Program

Insiasi program dipahami sebagai pencetusan awal sebuah program/aksi LSM.

Inisiasi program menjadi Ide awal munculnya program. Proses inisasi adalah identifikasi awal seberapa jauh LSM mempunyai independensi.

LPS pada awalnya LPS merupakan terdiri dari peneliti pertanian organik yang kemudian bergabung dengan Dompet Duafa (DD) Republika, kemudian setelah menjadi bergabung mulai masuk ke tengah-tengah masyarakat. Seperti penuturan DM (35) aktifis lapang LPS sebagai berikut:

LPS berawal dari kegiatan penelitian. Sebagian besar dari kami adalah peneliti di balai penelitian. Kami meneliti tentang hal-hal tanaman organik, pupuk organik, dan pestisida organik. Praktiknya, kami menerapkan ditengah-tengah masyarakat. Awalnya memang agak sulit untuk meyakinkan para petani untuk mengadopsi dan mau mempraktekkan pertanian organik, lewat tokoh masyarakat kemudian kami bisa memperkenalkan kepada masyarakat mengenai pertanian organik.

Setelah KSM terbentuk program pertanian organik mulai petani merasakan manfaat yang diperoleh, pertama modal untuk program ini memang dari LPS, didampingi oleh LPS dan hasilnya bisa dikembalikan kepada LPS untuk dijual atau petani yang menjual sendiri. Dari situ kemudian petani juga berdiskusi dan melakukan tukarpikiran mengenai pertanian organik, untuk beberapa hal, petani sudah mengenal cara pertanian ini, tetapi ada beberapa yang baru, LPS juga mendapatkan banyak pengalaman dari petani, disinilah terjadi dialog pengetahuan dua arah. Inisiasi mengenai pertanian organik muncul awalnya memang dari LPS, tetapi setelah berjalan, petani banyak menjadi pembuka KSM yang lain.

Seringkali ide kegiatan juga muncul dari anggota-anggota KSM, misalnya saja program sistem irigasi pertanian khusus. Sistem ini mampu menggabungkan pertanian dan perikanan. Sawah dengan pertanian organik adalah sawah yang bebas pestisida sehingga sangat memungkinkan ikan dapat hidup. Kegiatan ini kemudian menjadi tamabahan kegiatan yang juga bermanfaat.

LPS mengembangkan inisiasi ditingkat LSM kemudian dipenetrasikan ke tingkat KSM. KSM kemudian melakukan modifikasi teknis dan pada saat evaluasi berkala. Pengalaman lapang muncul dalam bentuk kreativitas kegiatan. Kemudian

92 terjadi akumulasi pengalaman sehingga membentuk pengetahuan baru yang dipertukarkan.

Kegiatan LKTS banyak yang diinisiasi oleh proyek dalam hal ini donor, LSM sebagai fasilitator yang menggerakkan komunitas untuk melakukan kegiatan. Ada juga kegiatan yang murni diinisiasi oleh KSM pada perkembangannya, tetapi secara dominan inisiasi proyek lebih banyak. Seperti yang dituturkan oleh SH (45) aktifis LKTS bidang pengembangan sosial ekonomi mengenai inisiasi program, sebagai berikut:

Idealnya kegiatan-kegiatan LKTS memang berasal dari masyarakat, tapi memang sulit untuk memilah aspek inisiasi ini, pertama program dari donor biasanya sudah spesifik, kedua pada tataran teknis sering terjadi penyesuaian di masyarakat, ketiga seringnya kamilah (LKTS) yang mengeksekusi kegiatan apa yang dipilih. Tetapi untuk program yang sifatnya terbuka (yang tidak terikat kontrak) memang porsi masyarakat lebih besar, LSM juga memiliki ruang yang lebih besar, dari program-program seperti inilah biasanya kami dapat menambah inventaris kantor seperti meja-kursi , komputer, rak cabinet dll, untuk operasional seperti beli laptop, alat komunikasi dan acara-acara internal yang tidak bisa masuk kedalam program yang terikat kontrak misalnya acara refreshing sambil membicarakan organisasi.

Pertanggung jawaban atas dana memang sangat ketat, karena menyangkut pencairan dana. Biasanya, untuk sebuah program uang tidak cair semua-nya di awal, ada termin-termin pencairan yang membuat kami harus jeli membuat target kegiatan, untuk awal program biasanya kami mendapatkan 30%, 30 % apabila progress kegiatan sudah mencapai setengahnya dan diakhir program dengan laporan kami baru bisa mencairkan 40%-nya. Bagi kami degan mekanisme seperti ini perlu juga dana talangan, atau modal kalau perusahaan.

Karena dana yang kegiatan seringkali tidak cair di awal kegiatan, bahkan kadangkala harus menunggu 3 tiga sampai 6 bulan kemudian. Ini juga menjadi kendala bagi kinerja LSM, karena LSM harus patuh pada prosedur donor, bahkan juga alur kerja donor.

Kalau sekiranya tidak sesuai, argumennya juga harus kuat tetapi tetap harus sesuai dengan ide awalnya. Inilah yang membuat kami menjadi sulit untuk menjawab maslah inisiasi dari program-program LSM.

Inisiasi yang berasal dari KSM dan LSM bisa mendapatkan respon dana dengan mengedepankan argumentasi yang kuat. Penulis menyimpulkan bahwa pada aspek inisiasi pihak donor memiliki intervensi yang cukup kuat untuk mempengaruhi

93 LSM. Dengan kondisi seperti ini LSM akan lebih terbatas untuk mengungkapkan maslah-maslah lokal dan menerjemahkan dalam aksi nyata.

Dari berbagai macam bentuk inisiasi program diatas dapat dikatakan bahwa inisiasi suatu program bisa berasal dari:

1. Prakarsa Masyarakat Sipil, inisiasi berasal murni dari masyarakat sipil berangkat dari kebutuhannya atau pemikiran yang hendak dicapai. Ide-ide ini kemudian menjadi awal dari program yang akan dilajalankan. Dalam konteks hubungannya dengan LSM bentuk inisiasi seperti ini kemudian diakomodasi menjadi sebuah program. Seperti program yang mengharmonikan pertanian dan perikanan pada KSM LPS, petani mempunyai ide untuk membuat pertanian dan budidaya ikan secara bersamaan karena lahan bebas dari pestisida. Ide ini kemudian diakomodasi oleh LSM menjadi kegiatan bersama.

2. Prakarsa LSM, inisiasi muncul dari hasil kajian atau ide LSM mengenai suatu masalah kemudian mengasilkan gagasan program. Program inilah yang kemudian dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat. Bentuk dari inisiasi ini contohnya dalam bentuk proposal program dari LSM yang ditawarkan kepada donor. Contohnya adalah yang terjadi pada LPS dengan program pertanian organiknya. Berbagai ide/pemikiran atas program dijalankan dan mendapatkan support dana dari masyarat lewat DD Republika.

3. Prakarsa Donor, inisiasi muncul dari keinginan donor mengenai suatu kegiatan/program. Kemudian program ini ditawarkan kepada LSM untuk dilaksanakan. LSM yang memenuhi kualifikasi akan mendapatkan dana sesuai dengan kesepakatan donor. Kemudian program kegiatan dijalankan oleh LSM. Dalam kasus diatas, LKTS mengalami kondisi berada dalam ketergantungan dengan kepentingan donor. Sehingga yang direncanakan adalah apa-apa yang dikehendaki oleh donor.

94 4. Prakarsa Campuran, adalah inisiasi yang muncul dari hasil negosiasi dari dua ide atau lebih sehingga menjadi sebuah program. Dalam penjelasan diatas LKTS dengan ide programnya menegosiasikan dengan keinginan donor, sehingga ada jalan tengah dari keinginan keduabelah pihak.

Dari pengantar mengenai inisiasi program di atas nampak bahwa, inisiasi program kegiatan merupakan refleksi dari bermainnya berbagai kepentingan dalam hal ini LSM dan donor. LPS relatif bebas dalam merencanakan kegiatan pada bidang pertanian organik dibanding dengan LKTS yang secara ketat tergantung dengan donor. Tetapi pada beberapa kegiatan yang lain, LKTS memiliki kebebasan menentukan program kegiatan dengan model kepentingan donor yang lebih kecil/tidak ada.

6.2.2 Pelaksanaan Program

LSM memilik karakter khas dalam melaksanakan sebuah program. Pendekatan-pendekatan bottom up dan civil society platform. Seperti yang dikemukakan oleh Hyden dalam

1. NGOs are much closer than the government to the poorer section of society.

Siregar (1988) menyimpulkan lima kepentingan LSM:

2. NGOs staff are normally highly motivated and altruistic in their behaviour NGOs operate economically

3. NGOs is their flexibility, a quality that stems from smallsize and the decentralized nature of decission making structurals.

4. NGOs independent from the government which gives an opportunity to develop demands for public sevices and resources and thus facilitate to work or individual government departements in rural areas.

95 LSM memiliki kedekatan dengan objek bagi pembangunan oleh pemerintah atau swasta, LSM juga memiliki aktivis yang bisa menelusup masuk secara lebih dalam tanpa atribut pemerintah dan swasta, memiliki fleksibilitas, dianggap tidak membawa kepentingan kekuasaan, dan memiliki pendekatan aksi yang lebih down to earth. Penulis menemukan, pada aspek pelaksanaan aksi inilah LSM cederung bisa independen. Lebih dari itu, keunggulan inilah yang dinilai oleh pemilik kepentingan untuk memanfaatkan keberadaan LSM. Seperti yang disebutkan oleh SH (45) aktivis LKTS bidang pengembangan sosial ekonomi, sebagai berikut:

Sepertinya kami LSM, masih eksis karena kami mempunyai karakter yang khas dalam metodologi pengembangan masyarakat, kami memiliki pendekatan yang tidak dimiliki oleh pemerintah, kami mampu masuk dalam suatu komunitas, mengorganisir mereka dan melakukan tujuan –tujuan tanpa prosedur yang nljimet dan birokratis

Sedangkan DM (35) aktifis lapang LPS dari LPS menjelaskan sebagai berikut:

LPS dalam melakukan aksi-nya mengedepankan partisipasi masyarakat, karena program pemberdayaan komunitas memang ingin mewujudkan kemandirian.

KSM memegang peran penting dalam pelaksanaan teknis di lapang. Seringkali setiap KSM mempunyai pengalaman berbeda, dan dalam forum kordinator KSM, atau forum bersama antar anggota KSM bisa berdiskusi.

Ditambahkan oleh SH (45) aktifis LKTS bidang pengembangan sosial ekonomi mengenai aksi LKTS, sebagai berikut:

Seperti LSM yang lain, LKTS memiliki keunggulan aksi yang dekat dengan masyarakat, kita sering membangun kegiatan dengan kelompok masyarakat secara langsung. Tetapi ada beberapa kegiatan yang sudah jelas petunjuk-nya, tahapan programnya, wilayah, objek, sampai pada target-target yang harus dipenuhi.

Pada tataran aksi, LKTS banyak melakukan kegiatan dimana petunjuk aksi sudah ada, dan LPS lebih fleksibel. Tetapi keduanya memang sangat konstekstual dilapang, modifikasi dan kombinasi terjadi. Bisa ditarik kesimpulan bahwa donor memiliki pengaruh yang lebih besar kepada LKTS dibandingkan LPS.

96 6.2.3 Monitoring Program (Evaluasi Aksi)

Program yang dilaksanakan oleh LSM akan dimonitor menurut kebutuhan monitoring/laporan program tersebut. Bagi LSM yang memiliki sistem pelaporan yang sudah mapan. Untuk mendiskripsikan aksi LSM secara rinci akan diuraikan satu-persatu kegiatan dan akan dilihat dari dari inisiator, pelaksana dan monitoring dan evaluator program.

SH (45) aktifis LKTS bidang pengembangan sosial ekonomi aktivis LKTS mejelaskan sebagai berikut:

Dalam beberapa program kami mempunyai kewajiban memberikan laporan secara berkala, laporan perencanaan, on going report, dan laporan hasil, sebenarnya laporan tersebut adalah syarat pencairan dana dari donor. Yang biasnya terdiri dari termin-termin. Tetapi untuk program yang tidak terikat kontrak, untuk pelaporan lebih fleksibel. Setiap tahun LKTS juga diaudit oleh auditor independen, biasnya auditor hasil audit ini menjadi semacam profil kepentingan LSM, kalau track record auditnya bagus, maka sebuah LSM akan lebih mudah mendapatkan dana.

Penjelasan DM (35) aktifis lapang LPS sebagai berikut:

Monitoring program lebih banyak dari KSM, evaluasi yang dilakukan berkala sebagai media tukar pikiran. Laporan untuk para donatur sebatas pada laporan berkala tentang penyaluran dana.

Pada aspek monitoring, LKTS lebih ketat, dimana kegiatan harus dilaporkan kepada donor. Berbeda dengan LPS yang pada titik pelaporan tidak terlalu ketat, tetapi lebih banyak melakukan evaluasi pada awal, proses dan akhir kegiatan.

Mekanisme pelaporan untuk lembaga donor mensyaratkan LKTS melakukan pelaporan mulai inisiasi program hingga evaluasi. Hal ini disebabkan karena mekanisme pelaporan berpengaruh pada pencairan dana bagi LKTS. Hal ini tidak terjadi di LPS, mekanisme pelaporan untuk LPS hanya bersifat laporan tanpa ada

97 konsekuensi pencairan dana. Untuk menjelaskan 3 tahap diatas bisa dilihat pada Matriks 3.

Matriks 3. Perbandingan Inisiasi, Aksi dan Evaluasi LKTS dan LPS

LSM Pihak yang melakukan

Inisiasi Aksi Evaluasi/Monitoring

LKTS • Donor

Sumber: Data Primer diolah (2008)

Dari Matriks 3. di atas dapat dilihat bahwa pihak yang melakukan inisiasi, aksi dan evaluasi/monitoring pada LKTS adalah donor, LKTS dan KSM. Pihak yang melakukan inisiasi, aksi dan evaluasi/monitoring pada LPS adalah LPS dan KSM.kondisi ini menunjukkan LPS memiliki derajat independensi lebih tinggi dibandingkan LKTS.

6.3 Aksi LSM LKTS

6.3.1 Program Lingkungan Hidup dan Sanitasi Air Bersih

LKTS melakukan kegiatan dalam bidang lingkungan hidup pada era awal berdirinya LSM ini. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain Kampanye Lingkungan Hidup untuk menjaga kelestarian alam, Riset potensi sumber daya air sebagai awal dari kegiatan pipanisasi di daerah-daerah rawan air bersih, Pengadaan sarana air bersih di desa Repaking dan Tegalrejo sebagai bentuk kepedulian kepada daerah rawan air dan kampanye hidup bersih (Environmental

98 health promotion) yang dilakukan bersama dengan Departemen Kesehatan (Depkes) RI.

Beberapa kegiatan diatas dilaksanakan di di Boyolali, Grobogan, dan Klaten. Dari kegiatan-kegiatan di atas, LKTS mulai merintis kegiatan yang lebih besar, dengan pengembangan kegiatan yang lebih beragam pada bidang lain. LKTS juga mulai mengembangkan jaringan dana dengan portofolio kegiatan-kegiatan diatas.

Sehingga kegiatan pada bidang lingkungan hidup sebenarnya adalah awal dari kiprah LKTS dalam dunia lembaga nirlaba. Organisasi nirlaba memerlukan pengalaman melakukan proyek/program sebagai portofolio untuk mendapatkan program lain.

Kegiatan ini merupakan program dengan tujuan untuk melakukan peningkatan mutu kesehatan air bersih oleh Depkes RI. Tetapi pada perkembangannya, kegiatan ini juga dilanjutkan dengan pemetaan sumber air bersih di daerah Klaten, Boyolali, Semarang, Sukoharjo dengan donor yang berbeda yaitu SDC (Swiss Development Cooperation) bekerjasama juga dengan lembaga donor dari Perancis. Bila dikaitkan dengan isyu privatisasi sumber air kegiatan ini mengindikasikan adanya keterkaitan kepentingan donor, karena donor yang mendanai proyek ini ada hubungannya dengan perusahaan yang melakukan privatisasi air bersih. Dengan data yang dihasilkan dari pemetaan sumber air di daerah ini, perusahaan tersebut mempunyai peta daerah dan kualitas air. Sehingga kegiatan pemetaan air bersih ini sarat dengan muatan kepentingan dari perusahaan tersebut. LSM mendapatkan dana membangun fasilitas pipanisasi air bersih di 3

99 daerah berikut anggaran opersional, tetapi data di 3 kabupaten yang di kaji menjadi salat satu laporan untuk donor.

6.3.2 Advokasi dan penguatan hak-hak perempuan

Program advokasi dan penguatan hak-hak perempuan berasal dari tawaran funding dan ditanggapi positif oleh LKTS. Inisiasi program berasal dari YBKS – NZAID (1998 – 2001). PKM/CRP/Community Recovery Programme (2001 – 2002), Cordaid Netherlands (2002-2005). Berbeda dengan program lingkungan hidup yang pada awalnya diinisiasi oleh LSM yang kemudian diakomodasi oleh Depkes, program advokasi dan penguatan hak-hak perempuan berasal dari tawaran lembaga donor yang dimuat media nasional. Program yang pada awalnya ditawarkan oleh YBKS-NZAID ini berlanjut dengan pengembangan jaringan YBKS yaitu dengan PKM-CRP dan dilanjutkan dengan Cordaid.

Dalam tataran pelaksanaan, program ini mengkombinasikan antara konsep pelaksanaan dari lembaga donor dan diadaptasi dengan penyesuaian dari pihak LSM. Bentuk kegiatan dari program ini adalah:

1. Penguatan kapasitas jaringan dalam analisis konflik, mediasi dan penyembuhan trauma

2. Desiminasi informasi alternatif tentang kekerasan terhadap perempuan pada tragedi 1965

3. Advokasi dan pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan 4. Advokasi kebijakan pro women budget

5. Mendorong berdirinya radio komunitas

100 6. Kursus hukum dan pendidikan kritis bagi perempuan

7. Promosi keseraraan gender dan kesehatan reproduksi

Monitoring dari program ini dilakukan oleh kedua pihak, yaitu pihak LSM dan lembaga donor. LSM berkepentingan untuk menjaga agar proyek atas program ini bisa berkesinambungan karena pihak donor akan memperpanjang masa kontrak kegiatan dengan syarat pihak LSM melaksanakan program dengan standar yang telah ditetapkan oleh pihak donor. LKTS melakukan program ini di Boyolali,

Monitoring dari program ini dilakukan oleh kedua pihak, yaitu pihak LSM dan lembaga donor. LSM berkepentingan untuk menjaga agar proyek atas program ini bisa berkesinambungan karena pihak donor akan memperpanjang masa kontrak kegiatan dengan syarat pihak LSM melaksanakan program dengan standar yang telah ditetapkan oleh pihak donor. LKTS melakukan program ini di Boyolali,