• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.3.1 Program Lingkungan Hidup dan Sanitasi Air Bersih

LKTS melakukan kegiatan dalam bidang lingkungan hidup pada era awal berdirinya LSM ini. Kegiatan yang telah dilakukan antara lain Kampanye Lingkungan Hidup untuk menjaga kelestarian alam, Riset potensi sumber daya air sebagai awal dari kegiatan pipanisasi di daerah-daerah rawan air bersih, Pengadaan sarana air bersih di desa Repaking dan Tegalrejo sebagai bentuk kepedulian kepada daerah rawan air dan kampanye hidup bersih (Environmental

98 health promotion) yang dilakukan bersama dengan Departemen Kesehatan (Depkes) RI.

Beberapa kegiatan diatas dilaksanakan di di Boyolali, Grobogan, dan Klaten. Dari kegiatan-kegiatan di atas, LKTS mulai merintis kegiatan yang lebih besar, dengan pengembangan kegiatan yang lebih beragam pada bidang lain. LKTS juga mulai mengembangkan jaringan dana dengan portofolio kegiatan-kegiatan diatas.

Sehingga kegiatan pada bidang lingkungan hidup sebenarnya adalah awal dari kiprah LKTS dalam dunia lembaga nirlaba. Organisasi nirlaba memerlukan pengalaman melakukan proyek/program sebagai portofolio untuk mendapatkan program lain.

Kegiatan ini merupakan program dengan tujuan untuk melakukan peningkatan mutu kesehatan air bersih oleh Depkes RI. Tetapi pada perkembangannya, kegiatan ini juga dilanjutkan dengan pemetaan sumber air bersih di daerah Klaten, Boyolali, Semarang, Sukoharjo dengan donor yang berbeda yaitu SDC (Swiss Development Cooperation) bekerjasama juga dengan lembaga donor dari Perancis. Bila dikaitkan dengan isyu privatisasi sumber air kegiatan ini mengindikasikan adanya keterkaitan kepentingan donor, karena donor yang mendanai proyek ini ada hubungannya dengan perusahaan yang melakukan privatisasi air bersih. Dengan data yang dihasilkan dari pemetaan sumber air di daerah ini, perusahaan tersebut mempunyai peta daerah dan kualitas air. Sehingga kegiatan pemetaan air bersih ini sarat dengan muatan kepentingan dari perusahaan tersebut. LSM mendapatkan dana membangun fasilitas pipanisasi air bersih di 3

99 daerah berikut anggaran opersional, tetapi data di 3 kabupaten yang di kaji menjadi salat satu laporan untuk donor.

6.3.2 Advokasi dan penguatan hak-hak perempuan

Program advokasi dan penguatan hak-hak perempuan berasal dari tawaran funding dan ditanggapi positif oleh LKTS. Inisiasi program berasal dari YBKS – NZAID (1998 – 2001). PKM/CRP/Community Recovery Programme (2001 – 2002), Cordaid Netherlands (2002-2005). Berbeda dengan program lingkungan hidup yang pada awalnya diinisiasi oleh LSM yang kemudian diakomodasi oleh Depkes, program advokasi dan penguatan hak-hak perempuan berasal dari tawaran lembaga donor yang dimuat media nasional. Program yang pada awalnya ditawarkan oleh YBKS-NZAID ini berlanjut dengan pengembangan jaringan YBKS yaitu dengan PKM-CRP dan dilanjutkan dengan Cordaid.

Dalam tataran pelaksanaan, program ini mengkombinasikan antara konsep pelaksanaan dari lembaga donor dan diadaptasi dengan penyesuaian dari pihak LSM. Bentuk kegiatan dari program ini adalah:

1. Penguatan kapasitas jaringan dalam analisis konflik, mediasi dan penyembuhan trauma

2. Desiminasi informasi alternatif tentang kekerasan terhadap perempuan pada tragedi 1965

3. Advokasi dan pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan 4. Advokasi kebijakan pro women budget

5. Mendorong berdirinya radio komunitas

100 6. Kursus hukum dan pendidikan kritis bagi perempuan

7. Promosi keseraraan gender dan kesehatan reproduksi

Monitoring dari program ini dilakukan oleh kedua pihak, yaitu pihak LSM dan lembaga donor. LSM berkepentingan untuk menjaga agar proyek atas program ini bisa berkesinambungan karena pihak donor akan memperpanjang masa kontrak kegiatan dengan syarat pihak LSM melaksanakan program dengan standar yang telah ditetapkan oleh pihak donor. LKTS melakukan program ini di Boyolali, Grobogan, Klaten, Semarang, Sukoharjo.

Program ini bentuk dari pragmatisme LSM untuk membuat sebuah kegiatan yang berbeda dengan kegiatan awal (Lingkungan Hidup). Kegiatan ini membuat LKTS perlu membangun penyesuaian atas ide sebelumnya. Berawal dari kegiatan-kegiatan ini pula LKTS mengalami perubahan dalam jumlah staf dan sistem organisasi. Tetapi kondisi ini diakui oleh LKTS sebagai awal perubahan menuju perabaikan organisasi, pada proyek ini LKTS banyak dituntun untuk lebih rapi dalam administrasi, melakukan pembagian kerja berdasarkan keahlian dan peningkatan media publikasi. LKTS mulai membuat website, membuat bulletin, dan menerbitkan majalah. Kegiatan-kegiatan ini memang menjadi tuntutan dari proses proyek yang dilaksanakan.

Isyu ini dengan suport donor yang ada, mampu membuat perubahan yang signifikan dalam diri LKTS, paling tidak ada dua akibat yang muncul pertama adalah LKTS lebih banyak stafnya, mempunyai sistem keorganisasian yang lebih spesifik, sistem admnistrasi yang lebih rapi dari sebelumnya dan media publikasi.

101 LKTS juga mempunyai mitra donor baru yaitu CRP, Cordaid, YBKS, dan NZAID, dan pada perkembangan program pada isyu ini LSM harus menyesuaikan dengan sistem kerja seperti perecanaan, monitoring dan evaluasi. Kekuatan donor dalam isyu ini membuat LKTS harus menyesuaikan diri dengan perencanaan, cara kerja, dan monitoring-nya. LKTS mengakui bahwa ada kesulitan untuk bisa bebas dari pengaruh donor. Paling tidak ada dua alasan yang membuat mereka harus menyesuaikan dengan donor yaitu kemapanan organisasi dan ketergantungan dana. Seperti yang dijelaskan SH (45) aktifis LKTS bidang pengembangan sosial ekonomi berikut ini:

“Kami harus memperbaiki sistem administrasi terutama keuangan. Kami juga perlu merekrut orang-orang baru yang mempunyai kompetensi dalam program gender, sehingga perlu tenaga-tenaga dengan kompetensi. Proses ini kami jalani dengan arahan lembaga donor dibantu dengan mitra donor yang ada daerah semarang-solo dan sekitarnya. Sistem pelaporan yang perlu rapi dan perlu mendapatkan persetujuan dari donor yang membuat kami makin matang dalam sistem administrasi dan organisasi.”

Kondisi ini satu sisi membuat LKTS lebih baik dari administrasi dan keorganisasian tetapi menjadi lemah dari kemandirian. Hal ini ditunjukkan dengan mudahnya donor mengatur kerja LSM dari mulai perencanaan, aksi hingga monitoring dan evaluasi dan ketergantungan yang tinggi LSM terhadap pendanaan. Pada tahapan ini, LSM memiliki ketergantungan pada aspek finansial dan aspek aksi, dua hal ini ditunjukkan dengan fakta diatas.

6.3.3 Penguatan Ekonomi Mikro

Penguatan ekonomi mikro bisa disebut sebagau kegiatan yang sampai sekarang masih eksis. Kegiatan ini lebih bertahan lama karena aspek keberlanjutan perguliran dana diantara KSM berjalan dengan baik. Kegiatan ini antara lain

102 bertujuan untuk mendorong berdirinya lembaga keuangan mikro yang langsung dikelola masyarakat miskin, melakukan pendampingan dan penguatan kelompok , memberikan fasilitas dana bergulir. KSM yang mengenyam hasil dari kegiatan ini sudah mencapai 40 KSM yang tersebar di 5 kabupaten yaitu Boyolali, Grobogan, Klaten, Semarang, dan Sukoharjo. LKTS dinilai berhasil dengan program ini sehingga donor bertahan sampai 8 (delapan) tahun. Kegiatan ini juga telah menghasilkan ide keuangan mandiri bagi LKTS. Salah satu usaha yang mulai dirintis adalah pembiayaan mikro.

Kegiatan ini berawal dari maraknya proyek serupa pada tahun 2002 tepatnya setelah krisis ekonomi 1998 tetapi baru 2003 LKTS mendapatkan proyek program ini. Isyu gender pada tahun 2003 memang sudah meredup, dimana LKTS tidak lagi banyak mendapatkan dana-dana proyek serupa pada tahun-tahun itu. Isyu ini ditangkap sebagai peluang pekerjaan bagi LKTS. Karena sudah memiliki kader di beberapa wilayah di Boyolali, Klaten, Semarang, dan Sukoharjo LKTS membentuk KSM. Karena jejaringnya sudah ada sejak program pipanisasi dan program-program isyu gender LKTS tidak memerlukan waktu lama untuk membuat KSM sebagai basis program ini. Basis kelompok menjadi syarat program ekonomi mikro untuk mendapatkan pencairan dana, dengan proposal yang diajukan, LKTS mendapatkan dana untuk 5 kelompok (KSM) di daerah Wonosegoro Boyolali. Pada tahun pertama dan kedua, KSM-KSM ini sukses dibina oleh LKTS, kemudian pada tahun berikutnya, LKTS mendapatkan dana lebih besar untuk 4 kabupaten di Boyolali, Klaten, Semarang, dan Sukoharjo.

Perkembangan ini membuat LKTS kembali berkerja setelah mulai berkurang

103 aktivitasnya. Perkembangan ini juga menimbulkan makin banyaknya staf yang harus direkrut, karena masing-masing KSM mempunyai penanggung jawab sehingga diperlukan SDM yang lebih banyak.

Fakta ini menunjukkan bahwa aktivitas LKTS tergantung pada program yang dilakukannya, dan program berjalan karena adanya dana. Kendala ketidakadaannya dana membuat LKTS mengurangi kegiatan (masa peralihan isyu gender menuju isyu ekonomi mikro), dan LKTS kembali aktif dengan adanya dana lewat kegiatan-kegiatan ekonomi mikro. Ketergantungan pada dana inilah yang menyebabkan naik turunnya volume kegiatan, bahkan volume kebutuhan staf .

6.3.4 Penguatan Demokrasi dan Civil Society

Penguatan demokrasi dan civil society meliputi aktivitas pengorganisasian dan penguatan kapasitas forum rakyat, monitoring dan advokasi kebijakandan penguatan partisipasi publik. Ketiga kegiatan ini ingin menggalang kekuatan akar rumput untuk meraih dukungan dari pengambil kebijakan yaitu pemerintah.

Kegiatan yang pernah dilakukan adalah dengan melakukan pelatihan-pelatihan organisasi, dan secara langsung berberapa kader menjadi kordinator di daerahnya.

Sehingga dia berkesempatan untuk belajar mengelola organisasi.

Kegiatan ini telah membuahkan hasil, diantaranya adalah posisi tawar KSM yang tinggi. Hal ini ditunjukkan pada saat pemilihan kepala desa di Desa Repaking, KSM LKTS merupakan lembaga masyarakat yang banyak dilamar oleh calon kepala desa. Dalam berbagai keputusan desa, KSM juga selalu diturutsertakan.

104 Kegiatan ini juga telah meningkatkan partisipasi lokal dengan munculnya tokoh-tokoh baru dari KSM ini di daerah setempat.

Kegiatan ini adalah paket dari kegiatan ekonomi mikro yang dilaksanakan, donor yang memberikan dana juga sama. Kegiatan ini berupaya untuk meningkatkan kinerja KSM dengan memperkenalkan kegiatan administrasi yang lebih modern (Akuntansi untuk kas masuk dan keluar). Kegiatan-kegiatan ini tercantum dalam butir kesepakatan dengan donor, tetapi praktiknya diserahkan kepada LSM untuk mengimplementasikan secara bebas. LSM mewujudkan kegiatan-kegiatan ini dalam bentuk pelatihan kader yang kemudian diterapkan dalam pertemuan-pertemuan bulanan. LSM memiliki tergantung dalam inisiasi, tetapi bebas dalam menerapkan secara teknis program penguatan demokrasi. Bila dilihat dari bentuk kegiatan ini maka kegiatan yang didanai oleh Australian Embassy, KIA, CordAid, ICCO, Finland Embassy dan NZODA ini adalah kegiatan yang bertema ekonomi pasar yang dikembangkan oleh negara-negara liberal, sistem politik yang mendukung untuk pelaksanaan bentuk ekonomi pasar adalah demokrasi liberal.

Pada titik inilah LSM sebenarnya berada pada kepentingan donor dan justru menjadi bagian untuk mengkampanyekan proses liberalisasi ekonomi dan politik di tingkat pedesaan.

6.3.5 Media Publikasi

Untuk memberikan informasi yang memadai LKTS memiliki beberapa media dan publikasi. Media dan publikasi juga menjadi ukuran donor terhadap perkembangan LSM. Dari media yang ada LKTS bisa mempublikasikan laporan

105 kegiatan hingga laporan keuangan kepada publik. Media Publikasi ini mulai dikeluarkan sejak program-program gender digulirkan. Program ini memang mensyaratkan untuk membuka media-media publikasi berupa website, Bulletin, atau media yang lain. Berberapa media publikasi yang telah diterbitkan adalah:

1. Perpustakaan LKTS 2. Website www.LKTS.org 3. Buletin PELITA (bulanan) 4. Penerbitan Media Kampanye

Media yang diterbitkan oleh LKTS pada awalnya adalah perpustakaan kecil di sekretariat di Boyolali. Setelah tumbuh 2 (tahun) LKTS membuat website karena LSM akan lebih mudah dikenal dengan profil lengkap di internet. Setelah LKTS mencanangkan program bidang gender, mulai diterbitkan Buletin Pelita, media ini mulai tidak terbit setelah program kegiatan berhenti. Berhentinya Buletin Pelita lebih disebabkan karena berhentinya donor yang mendanai penerbiatan media tersebut. LKTS tidak Media yang lain adalah bahan kampanye, media ini secara insidental sering diterbitkan sebagai media untuk kegiatan-kegiatan kampanye publik sesuai dengan tema program yang sedang diusung. Hal ini menunjukkan bahwa LKTS tergantung kepada lembaga donor dalam penerbitan media publikasi. Media publikasi yang tidak lagi memperoleh dana berhenti terbit, dan media yang masih bisa berdiri walaupun support dana berkurang hanya website, karena biaya perawatan terjangkau. Hal ini juga menunjukkan bahwa ketergantungan LSM terhadap dana untuk membiayai media publikasi menentukan apakah media tersebut bisa terus terbit atau tidak.

106 6.3.6 Insidental

Kegiatan insidental adalah kegiatan yang dilakukan tanpa perencanaan pada awal tahun kegiatan. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat terjadinya bencana alam, atau kejadian luar biasa. LKTS pernah melakukannya pada saat terjadi gempa di yogyakarta antara lain dalam bentuk program tanggap darurat gempa, Pelayanan medis di Kecamatan Wedi, Gantiwarno, Bayat dan Prambanan.

Mobilisasi relawan pembersihan puing reruntuhan bangunan, Pembangunan 300 rumah sederhana di Desa Gesikan Kecamatan Gantiwarno dan Desa Sumber Kecamatan Trucuk, Penyembuhan trauma melalui permainan, lomba agustusan dan pengajian.

Dalam sistem pendanaan LKTS memang dianggarkan untuk kegiatan taktis.

Untuk kasus gempa Yogyakarta, LKTS menjadi kordinator relawan dengan pendanaan dari berbagai lembaga. Antara lain adalah dari Pemda, dan Depkes RI.

Dalam kasus ini, penulis juga menyimpulkan bahwa kegiatan yang dilakukan dengan adanya kucuran dana cukup besar bisa dimanfaatkan sebagai alternatif kegiatan bagi LKTS. Kegiatan-kegiatan insidental seperti penanggulangan bencana gempa di Jogja menjadi perhatian yang cukup besar dari berbagai pihak termasuk pemerintah dan organisasi-organisasi donor. Aliran dana yang besar tersebut juga dimanfaatkan dalam program penanggulangan bencana di lapang oleh LKTS. Berbeda dengan bencana serupa yang menimpa daerah sekitar area kerja LSM, seperti bencana banjir di Sukoharjo, lava di lereng merapi merbabu kabupaten Boyolali tidak mendapatkan perhatian yang sama. Karena bencana banjir di Solo dan di Boyolali ini tidak ada dana-nya. Perhatian atas kegiatan

107 kemanusiaan dalam hal ini masih terikat dengan ada atau tidaknya dana. Pada kondisi ini LSM tergantung secara finansial untuk melakukan aksi-aksi kemanusiaan yang insidental. Kegiatan-kegiatan kemanusian bukan hanya bernilai nilai kemanusiaan tetapi juga kepentingan sumberdana.

6.3.7 Ikhtisar Program LKTS

Dari uraian penjelasan diatas, disajikan dengan Matriks 4. dalam matriks berikut dapat dilihat ikhtisar Program LKTS mulai 1997 hingga 2008. Sebagian besar inisiasi program dilakukan oleh donor. Untuk pelaksanaan program sebagian diatur oleh donor dan sebagian independen dilaksanakan oleh LSM. Sebagian besar monitoring melibatkan lembaga independen. Proses monitoring dan evaluasi lebih banyak mendapat intervensi dari donor. Dalam pelaksanaan aksi, LKTS lebih banyak tergantung secara finansial, dan pada tataran aksi juga tergantung kepada donor. Di antara beragam program, Penguatan Ekonomi Mikro merupakan salah satu program LKTS yang berkelanjutan, mulai 2001 hingga 2009 kegiatan ini mendapatkan support dana sampai sekarang. Untuk memberikan gambaran yang lebih ringkas dari penjelasan aksi LKTS, disajikan dalam bentuk Matriks 4.

108 Matriks 4. Ikhtisar Program LKTS

Program Tahun Lembaga Donor Inisiasi Pelaksa-

naan

Moni-toring

• Program Lingkungan Hidup dan Sanitasi Air Bersih

• Kampanye Lingkungan Hidup

• Riset potensi sumber daya air

• Pengadaan sarana air bersih

• Environmental health promotion

• Advokasi dan penguatan hak-hak perempuan

• Penguatan kapasitas jaringan dalam analisis konflik, mediasi dan penyembuhan trauma

• Desiminasi informasi alternatif tentang kekerasan terhadap perempuan pada tragedi 1965

• Advokasi dan pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan

• Advokasi kebijakan pro women budget

• Mendorong berdirinya radio komunitas

• Kursus hukum dan pendidikan kritis bagi perempuan

• Promosi keseraraan gender dan kesehatan reproduksi

• Penguatan Ekonomi Mikro

• Mendorong berdirinya lembaga keuangan mikro yang langsung dikelola masyarakat miskin

• Pendampingan dan penguatan kelompok

• Fasilitasi dana bergulir

• Riset dan advokasi kebijakan

109

Program Tahun Lembaga Donor Inisiasi

Pelaksa-naan

Moni-toring

• Penguatan Demokrasi dan Civil Society

• Pengorganisasian dan Penguatan kapasitas forum rakyat

• Monitoring dan advokasi kebijakan

• Penguatan partisipasi public

Penerbitan Media Kampanye

• Penguatan Kapasitan SDM dan Institusi

• Kajian kritis (bulanan) Mengikuti dan atau

• Review sistem dan managemen organisasi secara berkala Pengadaan sarana dan prasarana kantor

• Program tanggap darurat gempa

Sumber: Diolah dari data sekunder (2008)

Pada Matriks 4.. ini menunjukkan alur aksi LKTS lebih tergantung pada donor.

LKTS lebih bersifat hanya menjalankan program dari proyek-proyek donor. Di lapangan, ada modifikasi dan kombinasi tetapi tidak berarti LKTS independen, karena dalam evaluasi sebagian besar kegiatan diawasi dan dimonitor oleh donor.

110 6.4 Aksi LSM LPS

6.4.1 Program Penelitian & Pengembangan

Lembaga Pertanian Sehat (LPS) Dompet Dhuafa berdiri pada bulan Juni 1999 yang semula bernama Laboratorium Pengendalian Biologi Dompet Duafa (DD) Republika yang berfungsi untuk meneliti dan mengembangkan sarana pertanian tepat guna untuk membantu petani kecil. Pertama kali diproduksi oleh Laboratorium Pengendalian Biologi DD Republika adalah biopestisida (pengendali hama tanaman) berbahan aktif virus serangga NPV (nuclear polyhedrosis virus) yang ramah lingkungan. Produk biopestisida yang berbahan aktif virus patogen serangga hama tersebut, merupakan yang pertama diproduksi di Indonesia dengan nama VIR-L, VIR-X dan VIR-H. Kemudian hasil dari penelitian dan perakitan teknologi tepat guna pada tahun 2000 dihasilkan pupuk organik OFER dan pestisida nabati PASTI berbahan aktif ekstrak akar tuba (Derris sp.). sehingga awal mula LPS adalah lembaga yang bergerak dibidang penelitian, dimana kegiatan-kegiatan penelitian kini di tangani oleh Divisi Litbang.

Divisi Litbang sebagai salah satu komponen LPS-DD mempunyai peranan penting dalam kegiatan penelitian dan pengembangan produk pertanian sehat/ramah lingkungan yang terarah dan sistematis. Litbang LPS-DD berperan dalam mendukung produk pertanian ramah lingkungan yang mudah diaplikasikan dan dimanfaatkan oleh petani. Untuk itu, litbang LPS-DD harus mampu menghasilkan teknologi saprotan yang dibutuhkan untuk mengatasi kendala yang

111 dihadapi petani serta mengembangkan produk meningkatkan kualitas dan mutu produk agar tetap kompetitif. Divisi Litbang LPS-DD menerapkan tiga komponen manajemen Penelitian dan Pengembangan yakni manajemen kualitas produk, manajemen laboratorium dan manajemen pelatihan. Kegiatan-kegiatan Divisi Litbang lebih banyak diinisiasi oleh LPS sendiri dari proses penelitian yang dilakukan. Beberapa hal yang berasal dari masyarakat dalam proses penelitian pengalaman petani berupa kendala dan pengalaman keberhasilan tetang suatu hal, misalnya teknik budidaya pertanian dan perikanan sekaligus. Sehingga proses inisiasi kegiatan lebih banyak dari LSM. LSM bebas melakukan penelitian asal masih dalam kerangka pertanian organik dan hal-hal yang mendukungnya.

Beberpa kegiatan dalam kerangka penelitian dan pengembangan antara lain adalah manajemen kualitas produk, peningkatan kualitas produk, kegiatan laboratorium, dan program penelitian produk baru dan berbagai pelatihan. Untuk lebih jelas akan dirinci sebagai berikut:

Manajemen Kualitas Produk

Ada kalanya OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) mampu beradaptasi bahkan mutasi sehingga kebal (resisten) terhadap pestisida (organik atau an-organik), sehingga produk pestisida juga perlu ditingkatkan kualitasnya. Apalagi mengingat pertanian di lapangan (on-farm) sangat dipengaruhi oleh faktor iklim, lingkungan dan manusia. Hal ini menjadi tantangan bagi litbang untuk meningkatkan kualitas produk agar LPS memiliki produk-produk dengan kualitas yang terjamin.

112 Lima produk unggulan LPS yang memerlukan manajemen kualitas produk secara berkala, diantaranya adalah : beras SAE (non residu pestisida), Bio-pestisida/agen pengendali hayati (Virexi/VIR-X dan Vitura/VIR-L), OFER (kompos), dan PASTI (insektisida hayati).

Program Peningkatan Kualitas Produk :

1. Pengujian dan Peningkatan kualitas produk (menurunkan kontaminasi bakteri

& uji jumlah virus)

2. Pengembangan demplot (uji lapang produk LPS) 3. Melakukan QC (Quality Control)

Manajemen Laboratorium

Dalam melakukan inovasi dan rancang bangun teknologi, Divisi Litbang LPS-DD menggunakan laboratorium dan fasilitas penunjang kegiatannya. Laboratorium didalam ruangan (indoor) dan laboratorium lapang (outdoor). Pengelolaan manajemen Laboratorium ini disesuaikan dengan kebutuhan dan jadwal yang disusun berdasarkan perencanaan dan prosedur yang telah dituangkan dalam rencana kerja lembaga. Prinsip yang dipergunakan adalah Teliti, Objektif dan Prestatif.

Kegiatan dalam pengelolaan manajemen laboratorium ini diantaranya adalah;

scheduling, action plan, inventarisir, dan lain-lain. Sedangkan output yang dihasilkan antara lain; data-data ilmiah, publikasi ilmiah, dan rekomendasi hasil penelitian.

113 Program Penelitian dan Pengembangan di Laboratorium :

1. Pengembangan & Penelitian produk terbaru (Pengendali penyakit, NPS, pupuk cair)

2. Pengembangan publikasi ilmiah (Buku, Buletin, Newsletter) 3. Pengembangan Jaringan Penelitian & atau Proyek Penelitian Manajemen Pelatihan

Perlunya sarana penyampaian teknologi yang dikembangkan LPS-DD membuka peluang kegiatan transfer teknologi dan informasi melalui Pelatihan dan Workshop. Kendala penyampaian informasi ke petani dan masyarakat yang tidak lengkap menjadi salah satu sebab gagalnya program. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Divisi Litbang LPS-DD menyusun kegiatan Pelatihan untuk petani dan masyarakat dengan beberapa model pelatihan (Training). Selain mensosialisasikan ke pihak luar, secara internalpun dilakukan dengan model workshop dan kuliah/praktek umum.

Sejauh ini beberapa pelatihan–pelatihan sudah rutin dilakukan oleh LPS-DD.

Selain dari tujuan khusus tersebut, ada pula tujuan umum dari pelatihan tersebut agar dapat mendukung program–program LPS dan produk–produk LPS lebih cepat tersosialisasi. Optimalisasi dari manajemen pelatihan ini akan mampu membuka jejaring (network) seluas-luasnya dengan pihak-pihak lain serta membuka kemitraan yang saling menguntungkan.

114 Program utama yang ada dalam manajemen pelatihan :

1. Menyelenggarakan Pendidikan & Pelatihan Keterampilan Petani Ramah Lingkungan

2. Membangun Network dengan pihak luar

3. Sosialisasi program atau produk-produk yang dikembangkan LPS-DD

Kegiatan-kegiatan diatas berjalan secara bertahap melalui proses yang berkelanjutan. Misalnya kebutuhan akan pelatihan muncul ketika ada kebutuhan untuk melakukan tukar pengalaman tentang penelitian. Kegiatan penelitian produk baru muncul setelah LPS berhasil menjual produk baru dan berbeda dengan yang ada di pasar. Demikian juga kegiatan pengawasan mutu adalah kebutuhan LSM dan KSM ketika produk yang dihasilkan harus distandarisasi. Kegiatan-kegiatan

Kegiatan-kegiatan diatas berjalan secara bertahap melalui proses yang berkelanjutan. Misalnya kebutuhan akan pelatihan muncul ketika ada kebutuhan untuk melakukan tukar pengalaman tentang penelitian. Kegiatan penelitian produk baru muncul setelah LPS berhasil menjual produk baru dan berbeda dengan yang ada di pasar. Demikian juga kegiatan pengawasan mutu adalah kebutuhan LSM dan KSM ketika produk yang dihasilkan harus distandarisasi. Kegiatan-kegiatan